Anda di halaman 1dari 6

259

ABSES HATI PIOGENIK

PENDAHULUAN
Abses hati merupakan salah satu bentuk dari abses viseral. Hati merupakan organ intraabdominal
yang paling sering mengalami abses. Abses hati terbagi dalam 2 bentuk yaitu abses hati amubik
(AHA) dan abses hati piogenik (AHP). Abses hati piogenik dapat berupa abses tunggal maupun
abses multiple. Abses hati telah dikenal sejak zaman Hippocrates. Namun hingga saat ini AHP
masih merupakan permasalahan kesehatan sehubungan dengan angka kesakitan dan kematian yang
masih cukup tinggi bila terlambat didiagnosis. Adanya peningkatan pengetahuan dan teknologi di
bidang bakteriologi, antibiotika, dan teknik drainase secara signifikan memberikan perbaikan
penanganan terhadap AHP.

DEFINISI
Abses hati piogenik adalah proses supuratif yang terjadi pada jaringan hati yang disebabkan oleh
invasi bakteri melalui aliran darah, sistem bilier, maupun penetrasi langsung.

EPIDEMIOLOGI
Sekitar 48% kasus abses viseral adalah AHP dan merupakan 13% dari keseluruhan kasus abses
intra-abdominal. Median umur adalah 44 tahun, tidak terdapat perbedaan antara laki-laki dan
perempuan. Data menunjukkan Taiwan memiliki insidensi tertinggi yaitu 17,6 kasus per 100.000
penduduk. Setiap tahun, 7-20 per 100.000 kasus AHP dirawat di rumah sakit. Pada otopsi,
didapatkan 0,29-1,4% kasus AHP. Hampir 50% kasus merupakan abses multiple. Pada abses
tunggal, 75% terletak di lobus kanan, 20% di lobus kiri, dan 5% pada kauda. Faktor risiko
terjadinya AHP adalah diabetes melitus (DM), adanya penyakit dasar pada organ hepatobilier dan
pankreas, serta transplantasi hati. Sekitar 15-25% kasus AHP terjadinya pada pasien dengan DM,
7% pada pasien dengan bakterimia portal, dan sekitar 50-60% dengan obstruksi bilier.

PATOGENESIS
Infeksi menyebar ke hati melalui aliran vena porta, arteri, saluran empedu, ataupun infeksi secara
langsung melalui penetrasi jaringan dari fokus infeksi yang berdekatan. Sebelum era antibiotika,
penyebab tersering adalah apendisitis dan pileflebitis (trombosis supuratif pada vena porta). Saat
ini, infeksi yang berasal dari sistem bilier merupakan penyebab terbanyak terjadinya AHP, diikuti
oleh abses kriptogenik.
Abses hati piogenik dapat juga merupakan komplikasi lanjutan dari tindakan endoscopic
sphincterotomy untuk mengatasi batu saluran empedu, ataupun komplikasi lanjutan yang terjadi 3
sampai 6 minggu setelah dilakukan biliary-intestinal anastomosis. Di Asia Timur dan Asia
Tenggara, AHP dapat merupakan komplikasi dari kolangitis piogenik rekuren yang berulang,
pembentukan batu intrahepatik, ataupun adanya infeksi parasit pada sistem bilier.

GEJALA DAN TANDA


Gambaran klinis klasik AHP adalah demam dan nyeri perut kanan atas. Demam tinggi yang naik
turun disertai menggigil merupakan keluhan terbanyak. Nyeri perut kanan atas biasanya menetap
dan dapat menyebar ke bahu kanan. Kebanyakan pasien mengalami keadaan ini kurang dari 2
minggu, sebelum pergi berobat. Gejala tidak khas lainnya meliputi keringat malam, muntah,
anoreksia, kelemahan umum, dan penurunan berat badan. Sekitar 1/3 kasus disertai dengan diare
dan kasus mengeluhkan adanya batuk yang tidak produktif. Pasien juga mungkin datang dengan
keluhan pada sumber infeksi primernya, misalnya apendisitis atau divertikulitis, sebelum gejala
AHP berkembang.
Onset penyakit biasanya terjadi akut. Onset yang tersamar dapat terjadi pada orang tua.
Onset pada abses tunggal biasanya gradual dan umumnya merupakan abses kriptogenik. Gambaran
klinis pada abses multiple biasanya menunjukkan gambaran akut dan biasanya penyebab primernya
diketahui.
Pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran hati disertai nyeri pada kuadran kanan atas.
Ikterik dijumpai apabila penyakit telah lanjut. Beberapa pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri
perut kanan atas ataupun tidak didapatkan hepatomegali, biasanya gambaran klinis menunjukkan
fever of unknown origin (FUO). Adanya kelainan pada paru kanan berupa pekak pada perkusi dan
penurunan suara napas dijumpai apabila proses penyakit terjadi pada segmen superior lobus kanan.
Pada pemeriksaan fisik paru ditemukan kelainan pada sekitar 20-30% kasus. Anemia dan dehidrasi
juga merupakan tanda fisik yang sering ditemukan.

ETIOLOGI
Kebanyakan AHP merupakan akibat infeksi dari tempat lain, dimana sumber infeksi umumnya
berasal dari infeksi organ intraabdomen lain. Kolangitis yang disebabkan oleh batu maupun striktur
merupakan penyebab tersering. (Tabel 1). Terdapat 15% kasus APH yang sumber infeksinya tidak
diketahui (abses kriptogenik).
Dengan menggunakan teknik isolasi kuman anaerobik yang ketat, saat ini ditemukan 45-
75% AHP disebabkan oleh bakteri anaerobik ataupun infeksi campuran bakteri aerobik dan
anaerobik. Bacteroides dan Fusobacterium merupakan bakteri anaerobik penyebab AHP terbanyak.
Infeksi polimikrobial umumnya disebabkan oleh bakteri anaerobik.
Tabel 1. Sumber infeksi dan penyenan APH
Saluran empedu Penyebaran langsung
Batu empedu Empiema kandung empedu
Kolangioskarsinoma Perforasi ulkus peptikum
Striktur Abses subfrenik
Vena porta Trauma
Apendisitis Iatrogenik
Divertikulitis Biopsi hati
Penyakit Crohn Blocked billiary stent
Arteri hepatika Kriptogenik
Infeksi gigi Kista hati terinfeksi
Endokarditis bakterial

Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae (Tabel 2) merupakan kuman yang paling banyak
diisolasi pada kelompok bakteri aerobik gram negatif. Kleibsiella terutamanya ditemukan pada
pasien AHP dengan DM dan intoleransi glukosa. Pada kelompok bakteri gram positif, staphylococci
merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada infeksi monomikrobial, streptococci dan
enterococci paling sering ditemukan pada infeksi polimikrobial. Pada suatu studi besar, ditemukan
Streptococcus grup D, K. pneumonia, dan Clostridium sp. berhubungan dengan infeksi sistem
bilier, serta Bacteroides dan Clostridium sp. berhubungan dengan penyakit kolon.
Tabel 2. Mikroba Patogen pada Abses Hati Piogenik
Bakteri aerobik gram negatif Bakteri anaerobik
Escherichia coli Anaerobic streptococci
Kleibsiella pneumonia Bacteroides sp.
Pseudomonas aeruginosa Fusobacterium sp.
Proteus sp. Peptostreptococcus sp.
Enterobacter sp. Prevotella sp.
Citrobacter freundii Actinomyces
Morganella sp. Eubacterium
Serratia sp. Propionibacterium acnes
Haemophilus sp. Clostridium sp.
Legionella pneumophila Lactobacillus sp.
Yersinia sp. Peptococcus sp.
Bakteri aerobik gram positif Eubacterium sp.
Viridans streptococci Sphaerophorus sp.
Staphylococcus aureus Capnocytophaga sp. (facultativelu anaerobic)
Enterococcus sp. Bakteri mikroaerofilik
Beta-hemolytic streptococci Streptococcus milleri group
Streptococcus pneumoniae Lain-lain
Listeria monocytogenes Mycobacterium sp.
Chlamydia sp.
Candida sp.
Cryptococcus sp.
Verticillium sp.
Catatan : cetak tebal ditemukan pada >5% kasus
Sumber: Albrecht H. Bacterial and miscellaneous infection of the liver. In:Boyer TD, Manns MP, Sanyal AJ,
Eds.Zakim & Boyers hepatology: a textbook of liver disease. 6 th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2012.

DIAGNOSIS
Pemeriksaan Pencitraan
Saat ini, pemeriksaan pencitraan merupkan modalitas penting untuk menegakkan diagnosis AHP.
Adanya temuan klinis meliputi demam, nyeri perut kanan atas, serta pembesaran harti yang disertai
nyeri tekan, menjadi alasan untuk pemeriksaan pencitraan lebih lanjut, meliputi pemeriksaan
ultrasonografi (USG) computerized tomography scan (CT scan), serta magnetic resonance imaging
(MRI). Pemeriksaan pencitraan dapat membedakan AHP dari kolesistitis, obstruksi saluran empedu,
maupun pankreatitis. Penggunaan zat kontras technetium 99m-sulfur colloid sebelum pemeriksaan
USG dan CT sensitif untuk mengetahui adanya lesi dengan ukuran <3 cm, serta dapat memprediksi
lokalisasi untuk dilakukan aspirasi perkutaneus maupun drainase.
Pemeriksaan USG memperlihatkan adanya lesi hipoekoik, kadang-kadang dapat ditemukan
internal eko. Namun demikian, lesi yang terletak pada bagian atas lobus kanan sulit untuk
diidentifikasi. Gambaran AHP dengan CT menunjukkan gambaran lesi densitas rendah, penggunaan
kontras memperlihatkan peripheral enhancement. Pemeriksaan CT juga dapat menunjukkan sumber
infeksi ekstrahepatik dari AHP, misalnya apendisitis ataupun divertikulitis. Walaupun pemeriksaan
CT dan USG dapat membedakan abses obstruksi saluran empedu, namun tidak dapat membedakan
AHP dari abses hati amebik (AHA). Pemeriksaan dengan MRI, walaupun masih sedikit digunakan,
lebih sensitif untuk menentukan AHP.
Kebanyakan abses, baik AHP maupun AHA, terletak pada lobus kanan. Adanya abses
multiple sangat mencurigkan suatu AHP. Tumor hati yang telah mengalami nekrosis serta infeksi
sekunder, seringkali memberikan gambaran USG seperti AHP. Pemeriksaan rontgen dada dapat
ditemukan adanya elevasi hemidiafragma kanan serta atelektasis.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium didapati kelainan meliputi anemia ringan, lekositosis dengan netrofilia,
serta peningkatan laju endap darah. Dapat juga ditemukan perubahan fungsi hati, yaitu peningkatan
kadar serum alkali fosfatase.
Adanya antibodi antiamubik penting untuk membedakan AHA dari AHP. Lebih dari 90%
pasien dengan AHA mempunyai antibodi antiamubik titer tinggi terhadap Entamoeba histolytica.
Elemen kunci untuk didiagnosis AHP adalah ditemukannya agen penyebab, baik melalui
kumtur darah, maupun kultur pus dari aspirasi abses. Kultur darah positif pada 50% kasus. Pada
aspirasi abses, spesimen yang berasal dari AHP berwarna kekuningan ataupun kehijauan serta
berbau busuk. Spesimen yang berasal dari AHA berwarna merah kecoklatan. Dengan pengecatan
gram pada AHA ditandai dengan adanya netrofil tanpa bakteri, kecuali bila telah terjadi infeksi
sekunder. Sementara pada AHP, selalu terdapat bakteri.

PENATALAKSANAAN

Medikamentosa
Sebelum terdapat hasil kultur, diberikan antibiotika spektrum luas. Ampisilin dan aminoglikosida
diberikan bila sumber infeksi terdapat pada saluran empedu. Sefalosporin generasi ketiga
merupakan pilihan apabila sumber infeksi berasal dari usus. Metronidazol diberikan pada semua
AHP dengan berbagai sumber infeksi untuk mengatasi infeksi anaerobik. Regimen pilihan lain
adalah kombinasi beta laktam dan penghambat aktivitas beta laktamase yang diberikan untuk AHP
dengan sumber infeksi dari usus, dimana kombinasi ini juga dapat mengatasi infeksi anaerobik. Bila
telah terdapat hasil kultur, antibiotika disesuaikan dengan kuman yang spesifik. Antibiotika
intravena diberikan sedikitnya selama 2 minggu, dilanjutkan dengan antibiotika oral selama 6
minggu. Apabila infeksi disebabkan oleh streptococcus, pemberian antibiotika oral dosis tinggi
disarankan selama lebih dari 6 minggu.

Non Medikamentosa
Drainase perkutaneus. Drainase perkutaneus dilakukan dengan tuntunan USG pada abses
berukuran >5cm, menggunakan indwelling drainage catheter. Pada abses multiple, hanya abses
berukuran besar yang perlu diaspirasi. Abses kecil cukup dengan penggunaan antibiotika.
Drainase dengan pembedahan. Drainase dengan pembedahan dilakukan pada AHP yang
mengalami kegagalan setelah dilakukan drainase perkutaneus, ikterik yang tidak sembuh,
penurunan fungsi ginjal, serta pada abses multilokuler. Saat ini drainase dengan pembedahan
dilakukan dengan laparoskopik.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi seperti ruptur, penyebaran infeksi ke organ sekitar terutama ke pleura
(efusi pleura, empiema) dan paru. Komplikasi lain berupa efusi perikardialm fistula torakal dan
abdominal, sepsis, serta trombosis. Trombosis dapat terjadi pada vena porta maupun vena hepatika
disebabkan karena infeksi bakteri anaerobik. Trombosis dapat menyebabkan hipertensi portal
ataupun sindroma Bud-Chiari meskipun penangan abses telah berhasil. Pasien dengan abses yang
besar sangat mudah mengalami sepsis.

PENCEGAHAN
Pencegahan terbaik adalah dengan mengetahui sedini mungkin sumber-sumber infeksi yang dapat
menyebabkan AHP, diikuti dengan penangan tepat.

PROGNOSIS
Dengan diagnosis yang cepat disertai penggunaan antibiotika pada tahap dini dan drainase
perkutaneus, angka kematian karena AHP telah jauh menurun. Angka kematian pada negara maju
sekitar 2-12%. Faktor utama penyebab kematian adalah pembedahan dengan drainase terbuka,
keganasan, serta infeksi dari kuman anaerobik.
Prognosis baik dengan harapan hidup lebih dari 90% bila abses tunggal dan terletak pada
lobus kanan. Namun, kematian dapat mencapai 100% pada AHP yang tidak diterapi. Angka
kematian tinggi juga disebabkan oleh infeksi polimikrobial, abses multiple terutama dengan sumber
infeksi pada sistem bilier, adanya disfungsi multiorgan, keganasan, hiperbilirubinemia,
hipoalbuminemia, adanya komplikasi efusi pleura terutama pada orang tua, serta sepsis.

Anda mungkin juga menyukai