Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PERITONITIS

DISUSUN OLEH :

ALFIAN

(16.1127.S)

FAKULTAS KESEHATAN

UNIFERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN


PEKALONGAN
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Peritonitis adalah inflamasi peritonium-lapisan membran serosa
rongga abdomen dan meliputi virasela. Biasanya, akibat dari infeksi
bakteri : organisme yang berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau
pada wanita dari organ reproduktif internal. (Brunner & suddarth, 2002)

Klasifikasi peritonitis :

a. Peritonitis primer
Terjadinya biasanya pada anak-anak perempuan dari pada
laki-laki. Peritonitis terjadi tanpa adanya sumber infeksi di
rongga peritonium, kuman masuk ke rongga peritonium
melalui aliran darah atau pada pasien perempuan melalui
saluran alat genetelia.
b. Peritsonitis sekunder
Peritonitis terjadi bila kuman masuk ke rongga peritonium
dalam jumlah yang cukup banyak. Biasanya dari lumen
saluran cerna. peritonium biasanya dapat masuknya bakteri
melalui saluran getah bening daifragma tetapi bila banyak
kuman masuk secara terus menerus akan terjadi peritonitis,
apabila ada rangsangan kimiawi karena masuknya asam
lambung, makanan, tinja, Hb dan jaringan nekrotik atau
bila imunitas menurun. Biasanya terdapat campuran jenis
kuman yang menyebabkan peritonitis, sering kuman-kuman
aerob dan anaerob, peritonitis juga sering terjadi bila ada
sumber intra peritoneal seperti appendixitis, divertikulitas,
salpingitis, kolesistis, pangkreatitis, dan sebagainya.
Bila ada trauma yang menyebabkan ruptur pada saluran
cerna/perforasi setelah endoskopi, kateterisasi, biopsi atau
polipektomi endoskopik, tidak jarang pula setelah perforasi
spontan pada tukak peptik atau kegansan saluran cerna,
tertelannya benda asing yang tajam juga dapat
menyebabkan perforasi dan peritonitis.
c. Peritonitis karena pemasangan benda asing ke dalam
rongga peritoneon yang menimbulkan peritonitis adalah :
- Kateter ventrikula – peritoneal yang di pasang pada
pengobatan hidro safalus
- Kateter peritoneal – jugular untuk mengurangi asites
- Continous ambulatory peritoneal dailysis. (Soeparman,
1990)
2. Etiologi
a. Infeksi bakteri
- Mikrooganisme berasal dari penyakit saluran
gastrointestinal
- Appendisitis yang meradang dan perforasi
- Tukak peptik (lambung/dudenum)
- Tukak tipoid
- Tukak disentri amuba / colitis
- Tukak pada tumor
- Salpingitis
- Divertikulitis
Kuman yang paling homolitik, stipilokokus aurens,b dan µ sering ialah
bakteri coli, streptokokus enterokokus dan yang paling berbahaya adala
clostridium wechii.
b. Secara langsung dari luar
- Operasi yang tidak seteril
- Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida,
terjadi peritonitis yang disertai pembentukan jaringan
granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga
peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitas lokal
- Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
- Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.
Terbentuk pula peritonitis granulomatosa
c. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti
radang saluran pernafasan bagian atas, otitis media, mastoiditis,
glomerulonepritis.Penyebab utama adalah streptokokus atau
pnemokokus.
d. Infeksi dari abdomen dikelompokan menjadi peritonitis infeksi( umum)
dan abses abdomen (lokal infeksi peritonitis relatif sulit di tegakkan dan
sangat bergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab
peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit
hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intraabdomen, tetapi
biasanya terjadi pada pasien asites terjadi kontaminasi hingga ke rongga
peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri yang menuju dinding
perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran
hematogen jika terjadi bakterimia dan penyebab penyakit hati kronik.
Semakin rendah kadar protein cairan asites semakin tinggi risiko
terjadinya peritonitis dan abses, ini terjadi karena ikatan opsonisasi
yang rendah antar molekul. Komponen asites pathogen yang sering
menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negatif E coli 40 %,
klebisiella pneumoniae 7%, spesies pseudomonas, proteus dan gram
lainya 20% dan bakteri gram positif yaitu strptokokus pneumoniae
15%, jenis streptokokus lain 15% dan golongan staphylokokus 3%.
Selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri.

3. Manifestasi klinis
a. Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberapa
penderita peritonitis umum
b. Demam, Distensi abdomen
c. Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum,
tergantung pada perluasan iritasi peritonitis
d. Bising usus yang tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi
pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitis
e. Nausea, vomiting, penurunan paristaltik (Nurarif dan Kusuma, 2015)

4. Patofisiologi
Awalnya mikroorganisme masuk kedalam rongga abdomen adalah steril
tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri.akibatnya timbul edema
jaringan dan pertambahan eksudat. Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh
dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak
dan darah. Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotilitas, di
ikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan didalam usus
besar. Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan
membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara
cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan
berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon
hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari
kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi
dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga
ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini
segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ di dalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen
mengalami oedem.Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah
kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam
rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra
peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal
menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya
kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan
di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekanan
intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan
menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar
luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul
peritonitis umum.
Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.
Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang
dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan
obstruksi usus. Peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri
adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk
diantara perlekatan fibrinosa yang menempel menjadi satu dengan permukaan
sekitarnya sehingga membatasi infeksi (Padila, 2012).

5. Pathways
Mikroorganisme,
apenddiksitis,
tukak peptik, Inflamasi peritonium
disentri, divertilikus,
dan operasi yang Peritonitis
tidak steril

Depolarisasi bakteri dan Pelepasan berbagai Perangsangan pirogen


virus kesistem GE Kimiawi (histamine, di hipotalamus
bradikinin,
serotonin) Memicu pengeluaran
Gangguan pada lambung prostaglandin
(meningkatan HCl) Merangsang syaraf nyeri
Memicu kerja
Reaksi mual dan muntah Nyeri thermostat
hipotalamus
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Suhu tubuh meningkat

Hipertermi

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium: GDA, SDP, Hb dan HT
b. Protein/albumin serum
c. Amilase serum
d. Elektrolit serum
e. X-ray

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Fokus
a. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan atau gejala yang
menyebabkan pasien berobat atau keluahan saat awal dilakukan
pengkajian pertama kali masuk rumah sakit. Pada pasien dengan
peritonitis biasanya mengeluh nyeri dibagian perut sebelah
kanan.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat sekarang adalah yang menggambarkan riwayat
kesehatan saat ini. Pada pasien dengan peritonitis umumnya
mengalami nyeri tekan di bagian perut sebelah kanan dan
menjalar ke pinggang. Demam, mual, muntah, bising usus
menurun bahkan hilang, takikardi, takipnea.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu adalah riwayat penyakit yang merupakan
predisposisi terjadinya penyakit saat ini. Pada psien dengan
peritonitis memiliki riwayat ruptur saluran cerna, komplikasi post
operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma
pada kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.
c. Pola persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
Pada pola persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
menggambarkan persepsi pasien terhadap keluhan apa yang alami
pasien, dan tindakan apa yang dilakukan sebelum masuk rumah sakit.
Pada pasien dengan peritonitis mengeluh nyeri dibagian perut sebelah
kanan dan menjalar ke pinggang, yang umumnya telah dilakukan
tindakan dengan pemberian obat analgesik.
d. Pola nutrisi-metabolik
Pada pola nutrisi-metabolik menggambarkan asupan nutrisi, cairan
dan elektrolit, kondisi kulit dan rambut, nafsu makan, diit khusus
yang dikonsumsi, intruksi diit sebelumnya, jumlah makan atau
minum serta cairan yang masuk, ada tidaknya mual, muntah,
kekeringan, kebutuhan, jumlah zat gizinya, dan ;ain-lain. Pada
pasiem dengan peritonitis biasanya pasien mengalami mual.
e. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi menggambarkan eliminasi pengeluaran sistem
pencernaan, perkemihan, integumen, dan pernafasan. Pada pasien
dengan peritonitis terjadi penurunan produksi urin, ketidakmampuan
defekasi, turgor kulit menurun akibat kekurangan volume cairan,
takipnea.
f. Pola kognitif perseptual
Pada pola kognitif perseptual menggambarkan kemampuan proses
berpikir klien, memori, tingkat kesadaran, dan kemampuan
mendengar, melihat, merasakan, meraba, dan mencium, serta sensori
nyeri. Pada pasien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada
otak namun hanya mengalami penurunan kesadaran, adanya nyeri
tekan pada abdomen.
g. Pola aktivitas/latihan
Pada pola aktivitas/latihan menggambarkan tingkat kemampuan
aktivitas dan latihan, selain itu, fungsi respirasi dan fungsi sirkulasi.
Pada pasien dengan peritonitis mengalami letih, sulit
berjalan.Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot
mengalami kelelahan. Pola nafas iregular (RR> 20x/menit), klien
mengalami takikardi, akral : dingin, basah, dan pucat.
h. Pola istirahat dan tidur
Pada pola istirahat tidur menggambarkan kemampuan pasien
mempertahankan waktu istirahat tidur serta kesulitan yang dialami
saat istirahat tidur. Pada pasien dengan peritonitis didapati mengalami
kesulitan tidur karena nyeri.
i. Pola nilai dan kepercayaan
Pada pola nilai dan kepercayaan menggambarkan pantangan dalam
agama selama sakit serta kebutuhan adanya kerohanian dan lain-lain.
Pengaruh latar belakang sosial, faktor budaya, larangan agama
mempengaruhi sikap tentang penyakit yang sedang dialaminya.
Adakah ganggauan dalam peaksanaan ibadah sehari-hari.
j. Pola peran dan hubungan interpersonal
Pada pola peran dan hubungan menggambarkan status pekerjaan,
kemampuan bekerja, hubungan dengan klien atau keluarga, dan
gangguan terhadap peran yang dilakukan. Adanya kondisi kesehatan
mempengaruhi terhadap hubungan interpersonaldan mengalami
hambatan dalam menjalankan perannya selama sakit.
k. Pola persepsi atau konsep Diri
Pada pola persepsi menggambarkan tentang dirinya dari masalah-
masalah yang adaseperti perasaan kecemasan, kekuatan atau
penilaian terhadap diri mulai dari peran, ideal diri, konsep diri,
gambaran diri, dan identitas tentang dirinya. Pada pasien dengan
peritonitis terjadi perubahan emosional
l. Pola koping/toleransi stres
Pada pola koping/toleransi stres menggambarkan kemampuan untuk
menangani stres dan penggunaan sistem pendukung. Pada pasien
dengan peritonitis di dapati tingkat kecemasan pada tingkat berat
m. Pola reproduksi dan seksual
Pada pola reproduksi dan seksual menggambarkan periode
menstruasi terakhir, masalah menstruasi, masalah pap smear,
pemerikasaan payudara/testis sendiri tiap bulan, dan masalah seksual
yang berhubungan dengan penyakit. Pada pola ini, pada wanita
berhubungan dengan kehamilan, jumlah anak, menstruasi, pernah
terjangkit penyakit menular sehingga menghindari aktivitas seksual.
Pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi perubahan.
2. Pengkajian Sekunder
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan kesadaran dan keadaan umum pasien; Keadaan umum
ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan
posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara
kualitatis seperti kompos mentis, apatis, somnolen, spoor, koma dan
delirium, dan status gizinya, GCS (Glasow Coma Skala).
b. Prosedur Diagnostik dan Laboratorium
1) Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi
intra abdomen menunjukan adanya luokositosis
2) Cairan peritoneal
3) Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih
4) Foto polos abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan
pembentukan gas dalam usus
5) USG
6) Foto rontgen abdomen memperlihatkan distensi disertai edema
dan pembentukan gas dalam usus halus dan usus besar atau pada
kasus perforasi organ viceral.Foto tersebut menunjukan udara
bebas dibawah diafragma
7) Foto rontgen toraks dapat memperlihatkan diafragma

3. Diagnosa Keperawatan Utama


a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
b. Hipertemi berhubungan dengan penyakit
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerana makanan

4. Intervensi Keperawatan dan Rasionalisasi


a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

Intervensi Rasional
1. Observasi kualitas nyeri 1. Mengidentifikasi kebutuhan
pasien (skala, frekuensi, untuk intervensi dan tanda-tanda
durasi) komplikasi

2. Gunakan komunikasi 2. Pengalaman nyeri akan menaikan


terapeutik untuk mengetahui resistensi terhadap nyeri.
pengalaman nyeri pasien

3. Pertahankan posisi semi 3. Memudahkan drainase


Fowler sesuai indikasi cairan/luka karena gravutasi dan
membantu meminimalkan nyeri
karena gerakan.

4. Berikan tindakan 4. Meningkatkan relaksasi dan


kenyamanan, contoh pijatan mungkin meningkatkan
punggung, napas dalam, kemampuan koping pasien
latihan relaksasi atau denagn memfokuskan kembali
visualisasi. perhatian.
5. Kolaborasi dengan dokter 5. Nyeri biasanya berat dan
untuk pemberian analgetik memerlukan pengontrol nyeri
narkotik, analgesik dihindari dari
proses diagnosis karena dapat
menutupi gejala.

b. Hipertermi berhubungan dengan penyakit

Intervensi Rasional
1. Monitor warna dan suhu kulit 1. Tindakan ini sebagai dasar untuk
menentukan intervensi
2. Berikan kompres hangat pada 2. Kompres hangat memberikan
dahi, ketiak, dan lipatan paha efekvasodilatasi pembuluh darah,
sehingga mempercepat
penguapan tubuh.
3. Anjurkan klien untuk 3. Untuk mengontrol panas
menggunakan pakaian yang
tipis
4. Berikan cairan parenteral 4. Penggantian cairan akibat
sesuai program medis penguapan panas tubuh
5. Kolaborasi dengan dokter 5. Untuk menurunkan panas
untuk pemberian antipiretik

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakmampuan mencerana makanan

Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan nutrisi pasien 1. Sebagai informasi dasar untuk
perencanaan awal da palidasi
data
2. Atur posisi semi fowler selama 2. Menghindarkan terjadinya
pemberian nutrisi muntah

3. Tingkatkan intake pemberian 3. Untuk meningkatkan intake dan


nutrisi (susu) sajikan dalam menghindarkan mual
kondisi hangat

4. Tingkatka intake nutrisi, sedikit 4. Meningkatka intake makanan


tapi sering

5. Kolaborasi dengan dokter untuk 5. Menurunkan mual/muntah yang


pemberian antiemetik dapat meningkatkan
tekanan/nyeri intrabdomen

6. Klaborasi dengan ahli gizi 6. Agar dapat memberikan nutrisi


dalam diit yang tepat pada pasien
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis Dan NANDA NIC-NOC Jilid 3. Yogyakarta: Mediacton Publishing

Kowalak, Welsh, dan Mayer. (2012). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Sjamsuhidayat. (2011). Buku ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC


Kowalak dan Hughes. (2010). Buku Saku Tanda dan Gejala: Pemeriksaan Fisik
dan Anamnesis, Penyebab, Tip Klinis, Ed. 2. Jakarta: EGC

Sudoyo, dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1,2,3 Edisi 4. Jakarta:
Internal Publishing

Anda mungkin juga menyukai