Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Peritonitis


1. Definisi Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau
kondisi aseptik pada selaput organ perut (peritoneum) (Japanesa,
Zahari, dan Rusdji, 2016). Peritonitis adalah inflamasi lapisan
peritoneum-lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi
viresela. Biasanya, akibat dari infeksi bakteri: organisme yang berasal
dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita dari organ
reproduktif internal (Nurarif dan Kusuma, 2015). Peritonitis adalah
peradangan rongga peritoneum yang diakibatkan oleh penyebaran
infeksi dari organ abdomen seperti appendik, pancreatitis, rupture
appendiks, perforasi atau trauma lambung dan kebocoran anastomosis
(Padila, 2012). Dapat disimpulkan bahwa peritonitis adalah
peradangan yang terjadi pada peritoneum akibat infeksi bakteri dari
saluran gastrointestinal.
2. Anatomi
Peritoneum adalah membrane tipis, halus, dan lembap yang
terdapat dalam rongga abdomen dan menutupi organ-organ abdomen.
Peritoneum merupakan membrane serosa yang terdiri dari lapisan
jaringan ikat. Peritoneal parietal melanjutkan diri ke bawah yang
membatasi pelvis dan peritoneum visceral meliputi organ-organ dalam
peritoneum. Ruang potensial yang terdapat antara lapisan parietal dan
viseral dinamakan rongga peritoneal, pada pria rongga ini tertutup.
Tetapi pada wanita rongga ini terdapat hubungan dengan dunia luar
(tuba uterine, uterus dan vagina), mempunyai osteum kecil ujung yang
bebas ke dalam kavitas peritoneal, merupakan jalan masuk dari ovum.
Peritoneal mempunyai dua yaitu kantong besar terbentang seluruh
abdomen mulai dari diafragma sampai ke pelvis dan kantong kecil
terletak di belakang lambung. Daerah khusus peritoneum :
a. Mesenterium: Lipatan peritoneum berlapis ganda yang melekat pada
bagian usus ke dinding posterior abdomen. Mesenterium terdiri dari
mesenterium usus halus, mesokolon transversum dan mesokolon
sigmoid.
b. Omentum: Lipatan peritoneum berlapis ganda yang melekat pada
lambung, omentum mayus, kurvatura mayor, tergantung seperti tirai
pada ruang lekukan usus halus dan dinding abdomen anterior.
Omentum mayus melipat kembali dan melekat pada tepi bawah
kolon transversum. Omentum minus menghubungkan kurvatura
mayor lambung dengan permukaan bawah hati.
c. Ligamentum peritoneal: Lipatan peritoneum berlapis ganda melekat
pada dinding abdomen, berhubungan dengan tulang, hati,
ligamentum falsiformis ke dinding anterior abdomen, dan
permukaan bawah hati.
d. Sakus minor: Bagian dari rongga peritoneal yang terletak di sebelah
belakang lambung.
e. Rongga peritoneum: Merupakan rongga potenial yaitu suatu yang
terdesak oleh organ abdomen sehingga peritoneum parietalis dan
peritoneum viseral dapat teraba.
Fungsi Peritoneum:
a. Tempat melekatnya organ-organ ke dinding abdomen.
b. Membentuk pembatas yang halus sehingga mempermudah organ-
organ untuk saling bergerak dan tidak saling bergesekan.
c. Mempermudah pembuluh-pembuluh darah dan saraf untuk mencapai
organ-organ tanpa harus dililit oleh lemak dan mengalami penekanan
pada peritoneum.
d. Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah menutupi area yang
terinfeksi dengan omentum mayor.
e. Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap
dinding posterior abdomen.
(Syaifuddin, 2013)

3. Etiologi
a. Infeksi bakteri
- Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastroinstetinal
- Appendesitis yang meradang dan perforasi
- Tukak peptik (lambung duodenum)
- Tukak typoid
- Tukak disentri amuba/colitis
- Tukak tumor
- Salpingitis
- Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Colli, streptokokus µ dan β
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus, dan yang paling
berbahaya adalah clostridium wechii.
b. Secara langsung dari luar
- Operasi yang tidak steril.
- Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulvonamida, terjadi
peritonitis yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa
sebagai respon terhadap benda asing disebut juga peritonitis
granolomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
- Trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.
- Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.
c. Secara hematogen
Komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran
pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.
Penyebab utama adalah streptokokus atau pneumokokus.
4. Klasifikasi
a. Peritonitis primer
Terjadi biasanya pada anak-anak dengan syndrome nefritis
atau sirosis hati lebih banyak terdapat paa anak-anak perempuan
daripada anak laki-laki. Peritonitis terjadi tanpa adanya sumber
infeksi di rongga peritonium, kuman masuk ke rongga peritonium
melalui aliran darah atau pada pasien perempuan melalui saluran
alat genital. (Nurarif dan Kusuma, 2015).
b. Peritonitis sekunder
Peritonitis terjadi apabila kuman masuk ke rongga
peritonium dalam jumlah yang cukup banyak dari lumen saluran
cerna peritonium biasannya dapat masuk bakteri melalui saluran
getah bening diagfragma tetapi bila banyak kuman masuk secara
terus menerus akan terjadi peritonitis, apabila ada rangsangan
kimiawin karena masuknya asam lambung, makanan, tinja, Hb dan
jaringan nekrotik atau bila imunitas menerun. Biasnya terdapat
campuran jenis kuman yang menyebabkan peritonitis, sering
kuman aerob dan anaerob, peritonitis juga sering terjadi bila ada
sumber intra peritoneal seperti appendiksitis, divertikulitis,
salpingitis, kolesistisis, pangkreatitis, dan sebagainya. Bila ada
trauma yang menyebabkan ruotur pada saluran cerna/perforasi
setelah endoskopi, kateterisasi, biopsi, atau polipektomi
endoskopik, tidak jarang pula setelah perforasi spontan pada tukak
peptik atau keganasan saluran cerna, tertelannya benda asing yang
tajam juga dapat meyebabkan perforasi dan peritonitis (Nurarif dan
Kusuma, 2015).
c. Peritonitis karena pemasangan benda asing kedalam rongga
peritonium yang menimbulkan peritonitis adalah :
- Kateter ventrikulo, peritoneal yang dipasang pada pengebotan
hidrosefalus
- Kateter peritoneal, jugular untuk mengurangi asites
- Continous ambulatory peritoneal diayisis
(Nurarif dan Kusuma, 2015).
5. Manifestasi klinis
Haryono (2012) meneybutkan tanda dan gejala peritonitis, antara lain :
a. Syok (neurogenik, hipovelemik atau septik) terjadi pada beberapa
penderita peritonitis umum.
b. Demam
c. Distensi abdomen
d. Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difusi, atrofi umum,
tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
e. Bising usus tidak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi
pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
f. Nausea
g. Vomiting
h. Penurunan peristaltik
6. Patofisiolofi
Invasi kuman ke lapisan peritoneum oleh berbagai kelainan pada
system gastrointestinal dan penyebaran infeksi dari organ di dalam
abdomen atau perforasi organ pascatrauma abdomen merespons
peradangan pada peritoneum dan organ didalamnya yang
mengakibatkan peritonitis. Respon sistemik yang terjadi adalah
peningkatan suhu tubuh (hipertermia), pada peritonitis terjadi
penurunan aktivitas fibrinolitik intra-abdomen yang mengakibatkan
pembentukan eksudat fibrinosa atau abses pada peritoneum.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu invasi bedah lapratomi.
Namun, apabila tidak ditangani peritonitis dapat menyebabkan
gangguan gastrointestinal hingga syok sepsis (Nurarif dan Kusuma,
2015).
7. Phatway
Invasi kuman ke lapisan oleh berbagai kelainan oleh sistem
gastrointestinal dan penyebaran infeksi dari organ abdomen atau
perforasi organ pasca trauma abdomen

Respon peradangan pada peritonium dan organ didalamnya

Peritonitis respon sistemik

Penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen hepertermia

Pembentukan eksudat fibrinosa atau abses pada peritonium

Laparatomi respon lokal saraf syok sepsis gangguan


terhadap infkamasi gastrointestinal

pre operasi post operasi distensi abdomen respon mual, muntah


kardiovaskuler kembung,
respon resiko nyeri anoreksia
psikologis infeksi curah jantung
menurun intake nutrisi
cemas kerusakan integritas tidak adekuat
kulit suplai darah ke
otak menurun
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
penurunan kebutuhan tubuh
perfusi serebral

ketidakmapuan batuk efektif ketidakefektifan bersihan


jalan nafas
8. Pemeriksaan penunjang
 Tes laboratorium
- Leukositosis
- Hematrokit meningkat
- Asidosis metabolik
 X-ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral),
didapatkan :
- Illeus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis.
- Usus halus dan usus besar dilatasi.
- Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
9. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna
dengan memuasakan pasien, pemberian antibiotik yang sesuai,
dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau
intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang dilakukan
secara intravena, pembuangan fokus septik (apendiks) atau penyebab
radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan
tindakan mengilangkan nyeri.
Prinsip umum dalam menangani infeksi intraabdominal ada 4,
antara lain :
a. Kontrol infeksi yang terjadi
b. Memebresihkan bakteri dan racun
c. Memperbaikin fungsi organ
d. Mengontrol proses inflamasi
Ekplorasi laparatomi segera perlu dilakukan pada pasien dengan akut
peritonitis (Nurarif dan Kusuma, 2015).

B. Konsep Dasar Laparatomi


1. Definisi laparatomi
Laparatomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor,
dengan melakukan penyayatan pada lapisan-lapisan dinding abdomen
untuk mendapatkan bagian organ abdomen yang mengalami masalah
(perdarahan, perforasi, kanker, dan obstruksi) (Ditya, Zahari dan
Afriwardi, 2016).
2. Klasifikasi
a. Midline incision
b. Paramedian, yaitu sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm),
panjang (12cm).
c. Transverse upper abdomen incision, yaitu insisi di bagian atas,
misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
d. Transverse lower abdomen incision, yaitu insisi melintang dibagian
bawah ±4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya : pada operasi
appendictomy.
( Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2015)
3. Indikasi laparatomi
Haryono (2012) menyebutkan indikasi peritonitis, antara lain :
a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
b. Peritonitis
c. Perdarahan saluran pencernaan (internal blooding)
d. Sumbatan pada usus halus dan besar
e. Masa pada abdomen
4. Komplikasi laparatomi
Haryono (2012) menyebutkan komlikasi pasca laparatomi, antara lain :
a. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah
operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut
lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah
sebagai emboli ke paru paru, hati, dan otak. Pencegahan
tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan
kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.
b. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan luka infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah
stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus
mengakibatkan pernanahan. Untuk mengindari infeksi luka yang
paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan
aseptik dan antiseptik.
c. Buruknya intergritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi tepi luka yang telah
dijahit. Eviserasi luka adalah keluarnya organ organ dalam melalui
insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka,
kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat
pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
5. Proses penyembuhan luka
Padila (2012) menyebutkan proses peneymbuhan luka, antara lain :
a. Fase pertama
Berlangsung pada hari ke-3. Batang leukosit banyak yang
rapuh/rusak. Sel- sel darah baru berkembang menjadi penyembuh
dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.
b. Fase kedua
Dari hari ke-3 sampai hari ke-14. Pengisisan oleh kolagen, seluruh
pinggiran sel epitel timbul sempurna 1 minggu. Jaringan baru
tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
c. Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus menerus ditimbun.
Timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
d. Fase keempat
Fase terakhir, penyembuhan akan menyusut dan mengering.
6. Penatalaksanaan keperawatan
a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
b. Mempercepat pembedahan
c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin
d. Mempertahankan konsep diri pasien
e. Mempersiapkan pasien pulang
(Padila, 2012)
C. Konsep Dasar Nyeri
1. Definisi nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan pengalaman emosional yang
tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual
atau potensial yang dirasakan dalam kejadian dimana terjadi kerusakan
jaringan tubuh (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).
Nyeri adalah pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI PPNI, 2016).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan
nyeri merupakan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan,
presepsi nyeri seseorang sangat ditentukan oleh pengalaman dan status
emosionalnya. Presepsi nyeri bersifat sangat pribadi dan subjektif.
Oleh karena itu, suatu rangsang yang sama dapat dirasakan berbeda
oleh dua orang yang berbeda bahkan suatu rangsang yang sama dapat
dirasakan berbeda oleh satu orang karena keadaan emosionalnya yang
berbeda.
2. Fisiologi nyeri
Terdapat tiga komponen fisiologis dalam nyeri yaitu resepsi,
presepsi, dan relaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls
melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis
dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai
di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat pesan
nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah
stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa
hambatan ke korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas
nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan
yang dimiliki serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan
nyeri (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).
3. Klasifikasi nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis.
a. Nyeri akut
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional,
dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung kurang dari kurang 3 bulan.
Penyebab nyeri akut antara lain :
1) Agen oencedera sisiologis (mis: inflamasi, iskemia,
meoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis: terbakar, bahan kima iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis: abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi,trauma, latihan
fisik berlebihan).
b. Nyeri kronis
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik atau emosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional,
dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
Penyebab nyeri kronis antara lain :
1) Kondisi muskuloskeletal kronis
2) Kerusakan sistem saraf
3) Penekanan saraf
4) Infiltrasi tumor
5) Ketidakseimbangan neuromedulator, dan reseptor
6) Gangguan imunitas (mis: neuropati terkait HIV, virus vericella-
zoster)
7) Gangguan fungsi metabolik
8) Riwayat posisi kerja statis
9) Peningkatan indeks massa tubuh
10) Kondisi pasca trauma
11) Tekanan emosional
12) Riwayat penganiayaan (mis: fisik, psikologis, seksual)
13) Riwayat penyalahgunaan obat/zat.
(SDKI PPNI, 2016)

4. Tanda dan gejala


Menurut Tim Pokja SDKI PPNI (2017), data mayor dan data minor
pada nyeri akut antara lain :
 Gejala dan tanda mayor
1) Subjektif
- Mengeluh nyeri
2) Objektif
- Tampak meringis
- Bersifat protektif (misalnya waspada, posisi menghindari
nyeri)
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur
 Gejala dan tanda minor
1) Subjektif
- Tidak ditemukan data subjektif
2) Objektif
- Tekanan darah meningkat
- Pola nafas berubah
- Nafsu makan berubah
- Proses berpikir terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada diri sendiri
- Diaforesis
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Kebudayaan
d. Makna nyeri
e. Perhatian
f. Ansietas
g. Keletihan
h. Pengalaman sebelumnya
i. Gaya koping
j. Dukungan keluarga dan sosial
k. Penilaian respons intensitas nyeri

D. Konsep Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Laparatomi


Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian pada praktik
keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien di berbagai
tatanan pelayanan kesehatan.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan awal interaksi antara perawat dan pasien
dengan pengkajian akan didapatkan data yang nantinyaakan
mendukung proses keperawatan dan pengobatan. Dengan pengkajian
yang baik dan benar, kita akan mendapatkan data yang sangat
bermanfaat untuk peningkatan atau kesembuhan pasien
( Dermawan,2010).
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien dan penanggungjawab
Terdiri dari nama, usia, alamat, nomor rekam medic, diagnosa,
tanggal masuk rumah sakit, dan sebagainya terkait klien dan
penanggung jawab.

2) Riwayat kesehatan sekarang


Keluhan utama :
Klien dengan post operasi laparatomi mempunyai keluhan
utama nyeri akibat tindakan operasi. Di keluhan utama yang di
dapat kemudian dikembangkan dengan menggunakan tekhnik
PQRST. Nyeri dirasakan bertambah apabila klien melakukan
aktivitas dan berkurang jika diistirahatkan. Nyeri dirasakan
seperti tajam atau menusuk. Nyeri dirasakan di daerah
abdomen atau di daerah luka operasi dengan skala nyeri
tergantung dari klien dan kapan nyeri timbul tergantung yang
dirasakan klien.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi riwayat kesehatan dahulu yang berhubungan dengan
penyakit yang diderita klien pada saat ini.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji riwayat kesehatan keluarga yang serupa dengan
penyakit yang diderita klien pada saat ini, ataupun kebiasaan
kurang mengkonsumsi makanan berserat.
5) Pengkajian psikososial
Pengkajian psikososial biasanya didapatkan kecemasan akan
nyeri hebat atau akibat respon pembedahan. Pada beberapa
klien juga di dapatkan mengalami ketidakefektifan pola koping
berhubungan dengan perubahan peran keluarga.
6) Pola aktivitas sehari-hari
a) Pola nutrisi
Mengkaji pola nutrisi makan dan minum klien selama di
rumahsakit biasanya respon setiap klien berbeda-beda.
b) Pola eliminasi
Mengkaji pola eliminasi BAB biasanya terjadi konstipasi
atau diare, mengkaji BAK klien selama di rumahsakit
biasanya mengalami perubahan.

c) Pola istirahat tidur


Mengkaji kebutuhan tidur klien selama dirumahsakit
tercukupi atau tidak, atau mengalami perubahan setelah
dilakukan tindakan pembedahan.
d) Personal hygiene
Biasanya mengalami perubahan seiring dengan hambatan
yang dialami klien setelah dilakukan tindakan pembedahan.
e) Aktivitas
Dilakukan pengkajian apa saja yang dapat dilakukan oleh
klien secara mandiri maupun dibantu.
7) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien pasca
laparatomi, antara lain :
a) Keadaan umum
Kesadaran dapat compos mentis sampai koma tergantung
beratnya kondisi penyakit yang dialami, tanda-tanda vital
biasanya normal kecuali bila ada komplikasi lebih lanjut,
badan tampak lemas.
b) Sistem pernafasan
Terjadi perubahan pola dan frekuensi pernapasan menjadi
lebih cepat akibat nyeri, penurunan ekspansi paru.
c) Sistem kardiovaskuler
Mungkin ditemukan adanya perdarahan sampai syok,
tanda-tanda kelemahan, kelelahan yang ditandai dengan
pucat, mukosa bibir kering dan pecah-pecah, tekanan darah
dan nadi meningkat.
d) Sistem pencernaan
Mungkin ditemukan adanya mual, muntah, perut kembung,
penurunan bising usus karena puasa, penurunan berat
badan, dan konstipasi.

e) Sistem perkemihan
Jumlah output urin sedikit karena kehilangan cairan tubuh
saat operasi atau karena adanya muntah. Biasanya
terpasang kateter.
f) Sistem endrokrin
Dikaji riwayat dan gejala-gejala yang berhubungan dengan
penyakit endokrin, periksa ada tidaknya pembesaran tiroid
dan kelenjar getah bening. Biasanya tidak ada keluhan pada
sistem endokrin.
g) Sistem penafasan
Dikaji tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS dan
dikaji semua fungsi nervus kranialis. Biasanya tidak ada
kelainan pada sistem persarafan.
h) Sistem integumen
Adanya luka operasi pada abdomen. Mungkin turgor kulit
menurun akibat kurangnya volume cairan.
i) Sistem muskuloskeletal
Biasanya ditemukan kelemahan dan keterbatasan gerak
akibat nyeri.
j) Sistem penglihatan
Diperiksa kesimetrisan kedua mata, ada tidaknya sekret/lesi
reflek pupil terhadap cahaya, visus (ketajaman
penglihatan). Biasanya tidak ada tanda-tanda penurunan
pada sistem penglihatan.
k) Sistem pendengaran
Amati keadaan telinga, kesimetrisan, ada tidaknya lesi, ada
tidaknya nyeri tekan, uji kemampuan pendengaran dengan
tes Rinne, Webber, dan Schwabach. Biasanya tidak ada
keluhan pada sistem pendengaran.

8) Riwayat psikologi
a) Data psikologi
Biasanya klien mengalami perubahan emosi sebagai
dampak dari tindakan pembedahan seperti cemas.
b) Data sosial
Kaji hubungan klien dengan keluarga, klien lain, dan tenaga
kesehatan. Biasanya klien tetap dapat berhubungan baik
dengan lingkungan sekitar.
c) Data spiritual
Kaji pandangan klien terhadap penyakitnya, dorongan
semangat dan keyakinan klien akan kesembuhannya dan
secara umum klien berdoa untuk kesembuhannya. Biasanya
aktivitas ibadah klien terganggu karena keterbatasan
aktivitas akibat kelemahan dan nyeri pada luka post
operasi.
9) Hasil pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan laboratorium
1) Elektrolit : dapat ditemukan adanya penurunan kadar
elektrolit akibat kehilangan cairan berlebihan.
2) Hemoglobin : dapat menurun akibat kehilangan darah.
3) Leukosit : dapat mengingkat jika terjadi infeksi.
10) Terapi
Biasanya klien post laparotomy mendapatkan terapi analgetik
untuk mengurangi nyeri,antibiotik sebagai anti mikroba, dan
antiemetik untuk mengurangi rasa mual.
b. Analisa data
Analisa data merupakan kemampuan perawat dalam
mengembangkan daya berfikir dan penalaran yang di latar
belakangi ilmu pengentahuan, pengalaman dan pengertian tentang
ilmu keperawatan dan proses keperawatan, sehingga dapat
merumuskan suatu diagnosa. (Dermawan, 2010).

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien post operasi
laparatomi menurut Nurarif dan Kusuma (2015) adalah :
a. Nyeri akut b.d agen cidera fisik (invasi bedah laparatomi)
b. Resiko infeksi b.d port de antre pasca bedah
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d penurunan kemampuan
baktu efektif
3. Intervensi keperawatan
Intervensi kepearwatan adalah segala treatment yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis
untyk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI 2017).
Tujuan dan kriteria hasil untuk masalah nyeri akut mengacu pada
standar luaran keperawatan Indonesia mengenai aspek-aspek yang
dapat di observasi meliputi kondisi, perilaku, atau persepsi pasien,
keluarga atau komunitas sebagai respon terhadap intervensi
keperawatan adalah sebagai berikut :
 Diagnosa keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik : prosedur
operasi ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, tammpak meringis,
bersikap proktetif, gelisah, takikardi, sulit tidur.
 Tujuan (SLKI)
Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 ja, diharapkan tingkat
nyeri menurun dan kontrol nyeri meningkat dengan kriteria hasil :
a. Tidak mengeluh nyeri
b. Tidak meringis
c. Tidak bersikap proktektif
d. Tidak gelisah
e. Kesulitan tidur menurun
f. Frekuensi nadi membaik
g. Melaporkan nyeri terkontrol
h. Kemampuan mengenali onset nyeri meningkat
i. Kemampuan mengenali penyebab nyeri meningkat
j. Kemampuan menggunakan teknik non farmakologi meningkat
 Perencanaan keperawatan (SKI)
Intervensi utama :
Dukungan nyeri akut : pemberian analgesik
- Observasi
a. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
b. Identifikasi riwayat alergi obat
c. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non
narkotika, atau (NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
d. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgesik
e. Meonitor efektifitas analgesik
- Terapeutik
a. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
b. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus oploid
untuk mempertahankan kadar dalam serum
c. Terapkan target aktivitas analgesik untuk meningkatkan
respon pasien
d. Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek
yang tidak diinginkan
- Edukasi
a. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
- Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi.
Dukungan nyeri akut : manajemen nyeri
- Observasi
a. Identifikasi lokasi, karakteristik durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respons nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan analgesik
- Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat dingin, terapi bermain)
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu,
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Mempertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri.
- Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan anlgesik secara tepat
e. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
- Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan komponen keempat dari
proses keperawatan setelah metrumuskan rencana asuhan keperawatan.
Implemntasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan
dimana tindakan yang diperlukan mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dalam asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan
(Potter & Perry, 2010). Intervensi keperawatan yang sudah
direncanakan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) dilaksanakan pada tahap implementasi keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah penilain dengan cara membandingan
perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Tujuan dari evaluasi
antara lain : mengakhiri rencana tindakan keperawatan, memodifikasi
rencana tindakan keperawatan serta menerusakan tindakan
keperawatan (Budiono, 2016). Dalam buku “Modul Bahan Ajar Cetak
Keperawatan : Konsep Dasar Keperawatan” Budiono (2016)
menjelaskan proses evaluasi yang dapat dilakukan oleh perawat pada
saat memberikan asuhan keperawatan pada klien, sebagai berikut :
a. Evaluasi proses (formatif)
Evaluasi yang dilakukan setelah selesai tindakan,
berorientasi pada etiologi, dilakukan secara terus menerus sampai
tujuan yang ditentukan tercapai.
b. Evaluasi hasil (sumatif)
Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan
keperawatan secara paripurna, berorientasi pada masalah
keperawatan, menjelaskan keberhasilan / ketidakberhasilan,
rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan
kerangka waktu yang ditetapkan.
Komponen format yang sering digunakan oleh perawat dalam
proses evaluasi asuhan keperawatan adalah penggunaan formula
SOAP atau SOAPIER (Budiono, 2016).
1) S (data subjektif)
Data berdasarkan keluhan yang diucapkan atau disampaikan
oleh pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
2) O (data objektif)
Data berdasarkan hasil pengukuran atau hasil observasi secara
langsung kepada klien dan yang dirasakan klien setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
3) A (analisa)
Interpretasi dari data subjektif dan data objektif. Analisis
merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang
masih terjadi atau juga dapat dituliskan masalah/diagnosis baru
yang terjadi akibat perubahan status kesehatan klien yang telah
teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan data objektif.
4) P (planning)
a. Perencanaan keperawatan yang akan dilakukan, hentikan,
modifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan
keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya.
b. Tindakan yang telah menunjukan hasil yang memuaskan
dan tidak memerlukan tindakan ulang pada umumnya
dihentikan.
c. Tindakan yang perlu dilakukan adalah tindakan kompeten
untuk menyelesaikan masalah klien dan membutuhkan
waktu untuk mencapai keberhasilannya.
d. Tindakan yang perlu dimodifikasi adalah tindakan yang
dirasa dapat membantu menyelesaikan masalah klien.
Tetapi, perlu ditingkatkan kualitasnya atau mempunyai
alternative pilihan yang lain yang diduga dapat membantu
mempercepat proses penyembuhan.
5) I (implentasi)
Implentasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan
sesuatu dengan intruksi yang telah terindetifikasi dalam
komponen P (planning). Jangan lupa menuliskan tanggal dan
jam pelaksanaan.
6) E (evaluasi)
Respon klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
7) R (re-assesment)
Pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan setelah
diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana tindakan perlu
dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan.

Anda mungkin juga menyukai