Anda di halaman 1dari 10

Laporan Pendahuluan

PERITONITIS
MATRIKULASI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM ALIH JENJANG
PERTEMUAN TANGGAL 20 JULI 2017

Oleh:
AGUS TRIONO
NIM. 175070209111073

PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

2017
LAPORAN PENDAHULUAN

PERITONITIS

A. DEFINISI
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput
organ perut (peritonieum). Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa
terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh
infeksi atau aseptik. Peritonitis merupakan suatu kegawat daruratan yang
biasanya disertai dengan bakterecemia atau sepsis. Akut peritonitis sering
menular dan sering dikaitkan dengan perforasi viskus(secondary peritonitis).
Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal, peritonitis diketagori
sebagai primary peritonitis. (Fauci et al, 2008).
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum (lapisan membran serosa
rongga abdomen) lamnya. (Arif Muttaqin, 2011)

B. ETIOLOGI
1. Infeksi bakteri
- Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
- Apendisitis yang meradang dan perforasi
- Tukak peptik (lambung/ duodenum)
- Tukak thypoid
- Tukak disentri amuba/ colitis
- Tukak pada tumor
- Salpingitis
- Divertikulis
Kuman yang paling hemolitik, stapilokokus aureus, dan yang sering
adalah bakteri colli, streptokokus enterokokus dan yang paling
berbahaya adalah clostridium wechii.
2. Secara langsung dari luar
- Operasi yang tidak steril
- Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamide, terjadi
peritonitis yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa

2
sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis
granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
- Trauma pada kecelakaan seperti rupture limpa, rupture hati.
- Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.
Terbentuk pula peritonitis granulomatosa.
3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti
radang saluran pernafasan bagian atas, otitis media, mastoiditis,
glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau
pneumokokus.
4. Infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infeksi (umum)
dan abses abdomen (lokal infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan
dan sangat bergantung pada penyakit yang mendasarinya. Penyebab
peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit
hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi
biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga ke
rongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri menuju dinding
perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran
hematogen jika terjadi bakterimia dan penyebab penyakit hati yang
kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi
resiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan
opsonisasi yang rendah antar molekul. Komponen asites pathogen
yang sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. coli
40%, klebsiela pneumonia 7%, spesies pseudomonas, proteus, dan
gram lainnya 20% dan gram positif yaitu streptokokus pneumonia 15%,
jenis streptokokus lain 15% dan golongan staphylokokus 3%. Selain itu
juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri.

C. EPIDEMIOLOGI
Meskipun jarang ditemui bentuk infeksi peritoneal tanpa komplikasi,
insiden terjadi peritonitis tersier yang membutuhkan IVU akibat infeksi
abdomen berat tergolong tinggi di USA, yakni 50-74%. Lebih dari 95%

3
pasien peritonitis didahului dengan asite, dan lebih dari stengah pasien
mengalami gejala klinis yang sangat mirip asites.
Sindrom dari peritonitis bakterial spontan umumnya terjadi pada
peritonitis akut pada pasien dengan dasar sirosis. Sirosis
mempengaruhi 3,6 dari 1000 orang dewasa di Amerika Serikat dan
bertanggungjawab terhadap 26000 kematian per tahun. Perdarahan
variseal akut dan peritonitis bakterial spontan merupakan beberapa
komplikasi dari sirosis yang mengancam jiwa. Kondisi yang berkaitan
yang menyebabkan abnormalitas yang signifikan mencakup ascites dan
enselofati hepatik. Sekitar 50% pasien dengan sirosis yang
menimbulkan ascites meninggal dalam 2 tahun setelah diagnosis.

D. KLASIFIKASI
1. Peritonitis primer
Terjadi umumnya pada anak-anak dengan syndrome nefritis atau
sirosis hati lebih banyak terdapat pada anak-anak perempuan daripada
laki-laki. Peritonitis terjadi tanpa adanya sumber infeksi di rongga
peritoneum melalui aliran darah atau pada pasien perempuan melalui
saluran genital.
2. Peritonitis sekunder
Peritonitis terjadi apabila kuman masuk ke rongga peritoneum dalam
jumlah yang cukup banyak. Biasanya ddari lumen saluran cerna.
Peritonium sekunder ini bisa juga karena masuknya bakteri melalui
saluran getah bening diagfragma. Tetapi apabila banyak kuman masuk
secara terus-menerus akan terjadi peritonitis. Apabila ada rangsangan
kimiawi karena masuknya asam lambun, makanan, tinja, Hb, dan
jaringan nekrotik atau bila imunitas menurun biasanya terdapat
campuran jenis kuman yang menyebabkan peritonitis. Seringnya adalah
kuman-kuman aerob dan an aerob. Peritonitis juga sering terjadi apabila
ada sumber intra peritoneal seperti appendiksitis, diverticulitis,
salpingitis, kolesitits, pangkreatitis, dan lain sebagainya.
Trauma bisa menyebabkan perforasi dan akhirnya menyebabkan
peritonitis. Penyebab perforasi/ yang menyebabkan rupture pada

4
saluran cerna adalah perforasi setelah endoskopi, katerisasi. Selain itu
peritonitis bisa terjadi setelah perforasi spontan pada tukak peptic atau
pengganasan saluran cerna, tertelannya benda asing yang tajam.
3. Peritonitis karena pemasangan benda asing ke dalam rongga
peritoneum.
Yang menimbulkan peritonitis adalah:
a. Kateter ventrikulo peritoneal yang dipasang pada pengobatan
hidrosefalus
b. Kateter peritoneal jugular untuk mengurangi asites
c. Continous ambulatory peritoneal dialysis.

E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam
tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi
hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki
punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut
akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak
sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang
karena iritasi peritoneum.
Manifestasi klinis:
- Syok (neurogenik, hipovolemik, atau septic) terjadi beberapa penderita
peritonitis umum
- Demam
- Distensi abdomen
- Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum,
tergantung pada perluasan iritasi peritonitis
- Nausea
- Vomiting

5
F. PATOFISIOLOGI Invasi kuman kelapisan peritoneum oleh
berbagai kelainan pada sistem
gastrointestinal dan penyebaran infeksi
dari organ di dalam abdomen atau
perforasi organ pasca trauma abdomen.

Respon peradangan pada


peritoneum dan organ di Peritonitis
dalamnya.

Penurunan aktivitas Respon sistemik


fibrinolitik intra abdomen.

Peningkatan suhu tubuh


Pembentukan eksudat fibrinosa
atau abses pada peritoneum Hipetermia

Invasi bedah laparotomi Respon lokal saraf


terhadap inflamasi

Pre operatif Pasca operatif Distensi abdomen

Resiko psikologis Port de entre pasca bedah Nyeri


misinerpretasi perawatan
dan penatalaksanaan
pengobatan Resiko infeksi Kerusakan jaringan
pasca bedah

Kecemasan pemenuhan Penurunan kemampuan


informasi batuk efektif Syok sepsis

Defisiensi pengetahuan Ketidakefektifan Respon kardiovaskuler


Ansietas bersihan jalan nafas
Curah jantung menurun
Perubahan tingkat Resiko ketidakefektifan
kesadaran perfusi jaringan otak Suplai darah ke otak
menurun
Intake nutrisi tidak adekuat Mual, muntah,
dan kehilangan cairan dan kembung anoreksia Gangguan gastrointestinal
elektrolit

Ketidakseimbangan nutrisi kurang


dari kebutuhan.
Resiko ketidakseimbangan elektrolit

6
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit akan meningkat. Hemoglobin dan hematokrit mungkin rendah bila
terjadi kehilangan darah. Elektrolit serum dapat menunjukkan perubahan
kadar kalium, natrium, dan klorida.
Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen
menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ L) dengan adanya shift to the
left. Namun pada pasien dengan immunocompromised dan pasien dengan
beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis dapat
tidak ditemukan atau malah leucopenia
PT, PTT dan INR
Test fungsi hati jika diindikasikan
Amilase dan lipase jika adanya dugaan pancreatitis
Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti
pyelonephritis, renal stone disease)
Kultur darah, untuk menentukan jenis kuman dan antobiotik
BGA, untuk melihat adanya asidosis metabolik
Diagnostic Peritoneal Lavage. Pemeriksaan cairan peritonium Pada
SBP dapat ditemukan WBC > 250 500 sel/L dengan dominan PMN
merupakan indikasi dari pemberian antibiotik. Kadar glukosa < 50 mg/dL, LDH
cairan peritoneum > serum LDH, pH < 7,0, amilase meningkat, didapatkan
multipel organisme.
b. Sinar-x dada dapat menunjukkan udara dan kadar cairan serta lengkung usus
yang terdistensi.
c. Pemindaian CT abdomen dapat menunjukkan pembentukan abses.
d. Aspirasi peritoneal dan pemeriksaan kultur serta sensitivitas cairan teraspirasi
dapat menunjukkan infeksi dan mengidentifikasi organisme penyebab.

H. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum terapi:
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang
hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang
sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan
intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab

7
radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-
tindakan menghilangkan nyeri.
Resusitasi cairan
Resusitasi dengan larutan saline isotonik sangat penting. Pengembalian
volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran
oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan
vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai
keadekuatan resusitasi.
Terapi antibiotika
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri
dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan
kemudian diubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika
didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab.
Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase
bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan,
karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
Laparotomi
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan
operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris
tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan
mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan
diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk
mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis
dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum
yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi,
atau mereseksi viskus yang perforasi.
Lavase peritoneum
Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan
menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran
infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan
antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine)
pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak

8
dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat
menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.
Tidak dianjurkan melakukan rrainase (pengaliran)
Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena
pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum
peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan
eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi
yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis
terlokalisasi yang tidak dapat direseksi

9
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, Heather. Nanda International Nursing Diagnoses: Definition Classification


2012-2014. United State of America: Sheridan Books, Inc.

McCloskey, Joanne et al. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC). United State
of America: Mosby

Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcome Clasification (NOC). United State of
America: Mosby

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Mansjoer A, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta : Media
Aesculapius

Mc. Closkey, Joanne Mc.2012. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby.

Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proes-proses Penyakit.


Jakarta : EGC

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Prima Medika.

10

Anda mungkin juga menyukai