Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PERITONITIS


DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
RUMAH SAKIT PRIMA PEKANBARU

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Tugas Stase


Keperawatan Gawat Darurat Program Pendidikan Profesi Ners

DISUSUN OLEH :
TRI PUTRI ANI, S.Kep
NIM : 2141198

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKes TENGKU MAHARATU PEKANBARU
PEKANBARU
2022
TINJAUAN TEORI
PERITONITIS
I. KONSEP DASAR
A. Definisi
Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang merupakan komplikasi
berbahaya akibat penybaran infeksi dari organ-organ abdomen (apendiksitis,
pankreatitis, dan lain-lain) ruptur saluran cerna dan luka tembus abdomen.
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa
rongga abdomen dan meliputi viserela. Biasanya, akibat dari infeksi bakteri :
organism berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita dari
organ reproduktif internal.
Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau
sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasitas
peritoneal oleh bakteri atau kimia. Primer tidak berhubungan dengan
gangguan usus dasar (cth : sirosis dengan asites, sistem urinarius) ; sekunder
inflamasi dari saluran GI, ovarium/uterus, cedera traumatik atau kontaminasi
bedah.
B. Etiologi
Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa
inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak
lambung, perforasi tifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh
karena perforasi organ berongga karena trauma abdomen
1. Infeksi bakteri
a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
b. Appendisitis yang meradang dan perforasi
c. Tukak peptik (lambung / dudenum)
d. Tukak thypoid
e. Tukan disentri amuba / colitis
f. Tukak pada tumor
g. Salpingitis
h. Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan
beta hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling
berbahaya adalah clostridium wechii.
2. Secara langsung dari luar.
a. Operasi yang tidak steril
b. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
Peritonitis yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai
respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa
serta merupakan peritonitis lokal.
c. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
d. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.
Terbentuk pula peritonitis granulomatosa.
3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti
radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis,
glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau
pnemokokus.
4. Infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infeksi (umum)
dan abses abdomen (local infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan
sangat bergantung dari penyakit yang mendasarinya). Penyebab
peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit
hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intraabdomen, tetapi
biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga ke
rongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri menuju dinding
pertu atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran
hematogen jika terjadi bakterimia dan penyebab penyakit hati yang
kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites semakin tinggi resiko
terjadinya peritonitis dan abses, ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang
rendah antar molekul. Komponen asites pathogen yang sering
menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%,
Klebsiella pneumoniae 7%, spesies pseudomonas, proteus dan gram
lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu streptokokus pneumonia 15%,
jenis streptokokus lain 15% dan golongan staphylokokus 3%. Selain itu
juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri.

C. Patofisiologi
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen
(meningkatkan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi
fibrin dengan adanya pembentukan jejaring pengikat. Produksi eksudat
fibrin merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh,
dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak di
antara matriks fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan
mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-
kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada
keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu
mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman
dengan membentuk kompartemen-kompartemen yang kita kenal sebagai
abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai
sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat
penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen.
Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam rongga
abdomen, peritonitis terjadi juga memang karena virulensi kuman yang
tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri
dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan
pertumbuhan bakteri lain atau jamur, misalnya pada peritonitis akibat
koinfeksi Bacteroides fragilis dan bakteri gram negatif, terutama E. coli.
Isolasi peritoneum pada pasien peritonitis menunjukkan jumlah Candida
albicans yang relatif tinggi, sehingga dengan menggunakan skor APACHE
II (acute physiology and cronic health evaluation) diperoleh mortalitas
tinggi, 52%, akibat kandidosis tersebut. Saat ini peritonitis juga diteliti lebih
lanjut karena melibatkan mediasi respon imun tubuh hingga mengaktifkan
systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan multiple organ
failure (MOF).
Pathways

Invasi kuman kelapisan peritoneum oleh


berbagai kelainan pada system gastrointestinal
dan penyebaran infeksi dari organ di dalam
abdomen atau perforasi organ pascatrauma
abdomen

Respons peradangan pada


peritoneum dan organ
didalamnya

Peritonitis

Penurunan aktifitas Respon sistemik


fibrinolitik intra-abdomen
Peningkatan suhu tubuh
Pembentukan eksudat fibrinosa/
abses pada peritoneum Hipertermia

Invasi bedah Respon lokal saraf Syok sepsis Gangguan


laparatomi terhadap inflamasi gastrointestinal
Respon
kardiovaskuler Mual, muntah,
Pre operative Pasca operative Distensi
kembung,
abdomen
Resiko psikologis Port de entre Penurunan curah anorexia
misintepretasi pasca bedah jantung
Nyeri
perawatan dan Intake nutrisi
penatalaksanaan Resiko infeksi Suplai darah ke inadekuat,
pengobatan otak menurun kehilangan cairan
Kerusakan jaringan pasca dan elektrolit
Kecemasan bedah Resiko
pemenuhan ketidakefektifan Ketidakseimbangan
informasi Perubahan tingkat kesadaran perfusi jaringan otak nutrisi kurang dari keb.
Tubuh dan resiko
Defisiensi ketidakseimbangan
Penurunan kemampuan Ketidakefektifan elektrosilt
pengetahuan
batuk efektif bersihan jalan nafas
ansietas
Sumber : Mutakin Arif, Kumala Sari. 2011
D. Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peritonitis bakterial primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen
pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam
abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli,
Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi
dua, yaitu:
a. Spesifik : misalnya Tuberculosis
b. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya
malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal
ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan
asites.
2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal
tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel
organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob,
khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob
dalam menimbulkan infeksi. Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu
bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal
dari:
a. Luka/ trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke
dalam cavum peritoneal.
b. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang
disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari
usus.
c. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal,
misalnya appendicitis, diverticulitis, salpingitis, kolesistisi, pancreatitis,
dsb.
3. Peritonitis tersier, misalnya:
a. Peritonitis yang disebabkan oleh jamur
b. Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, misalnya
empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
4. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
a. Aseptik/steril peritonitis
b. Granulomatous peritonitis
c. Hiperlipidemik peritonitis
d. Talkum peritonitis

E. Manifestasi Klinis
Peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen
(akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya
(peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum
parietal). Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu
demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi,
dehidrasi hingga menjadi hipotensi selain itu perut kembung dan nyeri.
Muka penderita mula – mula yang merah menjadi pucat, mata cekung,
kulit muka dingin.. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum
maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan
terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar
untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi
peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk
membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-
pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan
imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,
pascatransplantasi, atau hiv), penderita dengan penurunan kesadaran
(misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan
analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric.
Menurut Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi, manifestasi klinis
penyakit peritonitis diantaranya :
1. Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberapa
penderita peritonitis umum
2. Demam
3. Distensi abdomen
4. Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang local, difus, antrofi umum
tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
5. Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada
daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya
6. Nausea
7. Vomiting
8. Penurunan peristaltic

F. Penatalaksanaan Medis
1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena
syok dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan
cairan vena yang berupa infuse NaCl atau Ringer Laktat untuk
mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Lakukan nasogastric
suction melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam
usus.
2. Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam:
Ampisilin 2g IV, kemudian 1g setiap 6 jam, ditambah gantamisin 5
mg/kg berat badan IV dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV
setiap 8 jam
3. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah
dan perbaikan dapat diupayakan.
4. Pembedahan atau laparotomi mungkin dilakukan untuk mencegah
peritonitis. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor
adalah insisi dan drainase terhadap abses.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada yang khas;
a. Leukosit meningkat, kadang-kadang lebih dari 20.000/UL;
b. Thrombosit meningkat, menunjukkan hemikonsentrasi;
c. Laju Endap Darah (LED) pada umumnya meninggi, jarang
ditemukan yang normal;
d. Protein/albumin serum menurun karena perpindahan cairan.
2. Pemeriksaan penunjang diagnosis
a. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan sinar tembus pada saluran pencernaan dapat
membantu jika terdapat kelainan pada usus kecil atau usus besar.
b. Biopsy peritoneum
Biopsy peritoneum merupakan cara yang paling sering digunakan
untuk menegakkan diagnosis. Cara ini sederhana dan mudah
dikerjakan. Dahulu digunakan jarum VIM silverman, seperti pada
biopsy jaringan pleura, kemudian jarum Abram dan cope.
3. Peritoneoskopi
Pemeriksaan peritoneoskopi merupakan pemeriksaan yang
sederhana dan aman jika dilakukan secara hati-hati. Dengan cara ini,
biopsy dapat dilakukan dengan terarah, juga dapat melihat langsung
adanya kelainan di dalam peritoneum serta organ-organ lain di dalam
rongga peritoneum.
4. Laparotomi
Laparotomi eksplorasi dahulu merupakan tindakan diagnostik
yang sering dikerjakan. Hughes malahan menganggap cara ini
merupakan cara diagnostik yang paling baik. Pembedahan dilakukan,
jika cara-cara lain yang lebih sederhana tidak memberikan kepastian
diagnosa jika dijumpai adanya indikasi yang mendesak seperti
obstruksi usus.
II. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai
tatanan pelayanan kesehatan, dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar
manusia, sg menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman
pada standar keperawatan dilandasi etik dan etika keperawatan, dalam
lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan. Berikut ini adalah
tahapan dari proses keperawatan :

1. Pengkajian
a. Pengkajian data dasar
1) Data demografi klien meliputi usia, jenis kelamin,
pekerjaan, suku bangsa dan pendidikan. Data ini penting
untuk mendapatkan gambaran tentang kemungkinan factor
predisposisi timbulnya masalah keperawatan peritonitis.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji mengenai tanda dan gejala yang muncul pada penyakit
peritonitis tuberculosis: nyeri pada perut, pembengkakan
perut, tidak nafsu makan. Batuk, demam, kelemahan,
distensi abdomen.
b. Kaji manifestasi klinik terhadap:
1) Biologis
a. Nutrisi
Dengan adanya peradangan mengakibatkan perubahan
metabolisme di dalam tubuh, maka harus dikaji kualitas dan
kualitas nutrisi. Kondisi yang menghambat pemasukan
nutrisi (mual, muntah, anoreksia), penurunan berat badan.
b. Eliminasi
Frekuensi dan kuantitas urine dan feces. Digali juga
mengenai hambatan yang menyertai, apakah terjadi
perubahan warna urine, jumlah ataupun frekkuensi.
c. Keseimbangan cairan dan sirkulasi
Perlu dikaji pada peritonitis tuberculosis adalah ascites
karena adanya perpindahan cairan dari ekstraseluler,
intravaskuler, dan area interstitial ke dalam usus atau area
peritoneal, adanya muntah atau secara medik cairan
dibatasi, demam.
d. Aktivitas/ istirahat
Pola, kelemahan, hambatan, kebiasaan, malaise umum
sehubungan dengan hambatan dalam metabolisme atau rasa
nyeri yang mengganggu.
e. Personal hygiene
Mengkaji kemandirian dan tingkat pemenuhan kebutuhan
personal hygiene yang juga dihubungkan dengan rasa sakit
di perut kuadran atas.

c. Lakukan pemeriksaan fisik


Metode yang dapat dilakukan adalah inspeksi, palpasi,
perkusi dan aulkutasi (IPPA). Khusus untuk sistem perncernaan
maka metode yang digunakan adalah inspeksi, auskultasi,
perkusi, palpasi (IAPP), cara pemeriksaannya dengan head – to –
toe, ROS (Review of System). Berikut adalah bagian-bagian dari
pemeriksaan fisik :
1) Sistem neurology
Kaji kesadaran (melalui penilaian GCS), reflek fisiologis
tubuh, daya orientasi (tempat, orang, waktu), daya ingat.
2) Sistem respirasi
Yang harus dikaji paling utama adalah pola napas dan
frekuensi napas karena dengan penyakit tuberculosis yang
sedang aktif disertai dengan batuk yang produktif, adanya
sumbatan jalan napas.
3) Sistem kardiovaskuler
Dari sistem ini pengkajian yang dilakukan berhubungan
dengan peritonitis tuberculosis adalah tekanan darah,
biasanya systole dibawah 90 mmHg, keadaan yang terus
menurun kemungkinan terjadinya syok hipovolemik. Nadi
lebih dari 120 x/menit, apakah ada perubahan tekanan vena
jugularis.
4) Sistem gastrointestinal
Pengkajian pada sistem ini merupakan data focus yang
harus dikaji lebih teliti dan tepat. Data yang harus dikaji
meliputi :
a) Mulut dan gigi
Bentuk, kebersihan, kesulitan menelan, warna
mukosa, bibir, proses mengunyah , sensasi rasa.
b) Abdomen
Secara umum pemeriksaan fisik yang harus dilakukan
untuk klien peritonitis tuberculosis yaitu : adanya
distensi abdomen, peristaltic pada mula-mula
meningkat dan lama kelamaan menjadi menurun.
Kadang terjadi ileus obstruktif, nyeri tekan pada
waktu palpasi, abdomen teraba seperti adonan kue
atau tegang, adanya pembengkakan pada perut atau
asites.
c) Hati dan limfa
Pada peritonitis tuberculosis karena riwayat
pengobatan penyakit tuberculosis paru dengan
pengobatan isoniazid dapat mempengaruhi pada faal
hati yang kadang disertai dengan hepatomegali.
d) Rectum
Apakah ada hambatan daerah rectum (hemoroid,
fistula dsb), keluhan nyeri yang menyertai hal tersebut
harus pula dikaji.
5) Sistem genitourinaria
Pengkajian yang berhubungan dengan peritonitis
tuberculosis adalah adanya perubahan haluaran urine
menjadi menurun, perubahan warna urine menjadi gelap
dan pekat, sebagai salahsatu tanda terjadinya kekurangan
volume cairan pada klien.
6) Sistem musculoskeletal
Yang dikaji adalah dari sikap berjalan pada klien
peritonitis. Prgerakan sendi berhubungan dengan rasa nyeri
di bagian perut kuadran atas.
7) Sistem endokrin
Adakah kelainan endokrin lain yang memperberat kondisi
klien.
8) Sistem integument
Harus dikaji perubahan warna kulit kemerahan, kering dan
hangat yang menandakan adanya septicemia. Terjadinya
perubahan menjadi pucat lembab, dingin dan sianosis
merupakan tanda-tanda terjadinya syok hypovolemik.
d. Kaji data psikologis dan lingkungan
Kaji tentang penampilan, status emosi, konsep diri,
kecemasan dalam menghadapi penyakit yang dideritanya
termasuk interaksi sosial selama masa perawatan.
e. Kaji data tentang keyakinan spiritual
Bagaimana klien menghadapi penyakitnya dihubungkan
dengan agama/ kepercayaan yang dianutnya.
f. Kaji tentang kondisi dan pemahaman tentang pemeriksaan
diagnostik serta rencana tindakan yang akan dilakukan
sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa adalah pernyataan yang dirumuskan berdasarkan data
yang terkumpul dan berupa rumusan tentang respon klien terhadap
masalah kesehatan actual dan potensial serta factor etiologi yang
berkontribusi terhadap timbulnya masalah yang perlu diatasi dengan
tindakan/intervensi keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan
peritonitis adalah :
a. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan peritoneum perifer
(toksin), akumulasi cairan dalam rongga abdomen/peritoneal
(distensi abdomen), trauma jaringan.
b. Ketidakseimbangan nutrisi :kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual/muntah, disfungsi usus, peningkatan kebutuhan
metabolic, anoreksia.
c. Kekurangan volume cairan (kehilangan aktif) berhubungan dengan
perpindahan cairan dari ekstraseluler, intravaskuler, dan area
interstitial ke dalam usus dan/atau area peritoneal, muntah, aspirasi
NGT/ usus, demam, secara medik cairan dibatasi.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat
pertahanan primer (kulit rusak, trauma jaringan, gangguan
peristaltic) tidak kuat pertahanan sekunder (penekanan imunologi),
prosedur invasive.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum,
penurunan kekuatan/ketahanan tubuh, nyeri, keterbatasan aktivitas.

3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah acuan tertulis yang terdiri dari berbagai
intervensi keperawatan yang direncanakan dapat mengatasi diagnosa
keperawatan sehingga klien dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya.
Langkah-langkah dalam perencanaan adalah menentukan
prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan
dokumentasi. Perencanaan keperawatan pada klien dengan peritonitis
meliputi :
a. Prioritas masalah
1) Kontrol infeksi
2) Perbaiki/pertahankan volume sirkulasi
3) Tingkatkan kenyamanan
4) Pertahankan nutrisi
5) Berikan informasi tentang proses penyakit, kemungkinan
komplikasi, dan kebutuhan pengobatan.
b. Tujuan pemulangan
1) Infeksi teratasi
2) Komplikasi tercegah/minimal
3) Nyeri hilang
4) Proses penyakit, potensial komplikasi dan program terapi
dipahami.
c. Intervensi dan rasionalisasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan : Peradangan peritoneum
perifer (toksin), akumulasi cairan dalam rongga
abdomen/peritoneal (distensi abdomen), trauma jaringan.
Kriteria evaluasi :
a. Laporan nyeri hilang
b. Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi, metode
lain untuk meningkatkan kenyamanan
c. Penurunan skala nyeri
Tindakan/ intervensi Rasional
Kaji ulang tingkat nyeri klien, Adanya perubahan dalam
lokasi, lama, intensitas dan lokasi, intensitas dapat
karakteristiknya (0-10) menunjukkan terjadinya
komplikasi
Kaji adanya keluhan nyeri secara Adanya keluhan secara verbal
verbal maupun non verbal maupun non verbal dapat
menentukan sejauh mana nyeri
dapat mempengaruhi
kebutuhannya serta
menentukan intervensi yang
dibutuhkan oleh klien
Pertahankan posisi yang nyaman Mengurangi adanya tekanan
bagi klien gravitasi dan membantu
meminimalkan nyeri karena
gerakan yang berlebihan
Ajarkan pada klien tentang teknik Merupakan metode dengan
distraksi nyeri cara mengalihkan perhatian
klien pada hal-hal lain
sehingga klien akan lupa
terhadap nyeri yang dialami
Lakukan teknik “gate control” Sel-sel reseptor yang
menerima stimuli nyeri
peripheral dihambat oleh
stimulasi dari serebral saraf
yang lain, Karena pesan-pesan
nyeri menjadi lambat. Prutis
spina cord yang mengontrol
jumlah input ke otak menutup
Ajarkan teknik relaksasi yang tepat Keadaan otot-otot yang relaks
dilakukan dapat mengurangi ketergangan
pada saraf yang dapat
merangsang nyeri. Keadaan
yang menyenangkan dapat
merangsang pengeluaran
endorphin
Kolaborasi dalam pemberian obat Analgetika mengurangi nyeri
analgetik dengan cara menekan saraf
pusat pada thalamus dan cortex
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual/muntah, disfungsi usus, peningkatan kebutuhan
metabolic, anoreksia.
Kriteria evaluasi :
a. Adanya peningkatan nafsu makan
b. Mempertahankan dan meningkatkan berat badan
c. Adanya peningkatan porsi makan
d. Adanya perbaikan peristaltic usus
Tindakan/intervensi Rasional
Awasi haluaran slang NG. Catat Jumlah besar dari aspirasi
adanya muntah/diare. gaster dan muntah/diare diduga
terjadi obstruksi usus,
memerlukan evaluasi lanjut
Auskultasi bising usus, catat bunyi Meskipun bising usus sering
tak ada/hiperaktif tak ada, inflamasi/iritasi usus
dapat menyertai hiperaktivitas
usus, penurunan absorpsi air
Ukur lingkar abdomen dan diare
Memberikan bukti kuantitas
perubahan distensi gaster/usus
dan/atau akumulasi asites
Kemajuan diet yang hati-hati
Tambahkan diet sesuai toleransi, saat masukan nutrisi dimulai
contoh cairan jernih sampai lembut. lagi menurunkan risiko iritasi
gaster
Timbang berat badan bila Kehilangan/peningkatan dini
memungkinkan menunjukkan perubahan
hidrasi tetapi kehilangan lanjut
diduga ada deficit nutrisi
Jelaskan pentingnya nutrisi yang Pemahaman dan penjelasan
adekuat yang tepat pada klien tentang
nutrisi dapat meningkatkan
kemampuan klien dalam
Berikan pada klien untuk makan pemenuhan nutrisi
porsi kecil tapi sering (PKTS) Porsi kecil dapat mengurangi
lamanya transit yang terlalu
lama pada lambung yang akan
menimbulkan rasa mual dan
Pertahankan lingkungan yang tegang pada lambung. Dengan
nyaman selama klien makan porsi sering akan tetap
memenuhi kebutuhan nutrisi
Adanya keadaan yang tidak
menyenangkan dapat
mengganggu dan menurunkan
nafsu makan pada klien
Anjurkan untuk minum air hangat Air hangat dapat merangsang
sebelum klien makan peristaltic usus sehingga dapat
meningkatkan nafsu makan
pada klien dan mengurangi
perasaan mual
Kolaborasi dengan dokter untuk Jenis antasida dapat
pemberian obat antasida mengurangi pengeluaran HCl
yang berlebihan yang dapat
mengurangi rasa mual dan
nyeri.

3. Kekurangan volume cairan (kehilangan aktif) berhubungan dengan


perpindahan cairan dari ekstraseluler, intravaskuler, dan area
interstitial ke dalam usus dan/atau area peritoneal, muntah, aspirasi
NGT/usus, demam, secara medik cairan dibatasi.
Kriteria evaluasi :
a. Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan
haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal
b. Tanda-tanda vital stabil
c. Membrane mukosa lembab
d. Turgor kulit baik
e. Pengisian kapiler meningkat
f. Berat badan dalam rentang normal.
Tindakan/ intervensi Rasional
Pantau tanda vital, catat adanya Membantu dalam evaluasi
hipotensi (termasuk perubahan derajat deficit
postural), takikardia, takipnea, cairan/keefektifan penggantian
demam. Ukur CVP bila ada terapi cairan dan respon
terhadap pengobatan
Pertahankan masukan dan haluaran Menunjukkan status hidrasi
yang akurat dan hubungkan dengan keseluruhan. Keluaran urine
berat badan harian. Termasuk mungkin menurun pada
pengukuran/perkiraan kehilangan hipovolemia dan penurunan
contoh penghisapan gster, drain, perfusi ginjal, tetapi bert badan
balutan, hemovac, keringat, lingkar masih meningkat,
abdomen menunjukkan adanya edema
Ukur berat jenis urine jaringan/asites. Kehilangan
dari penghisapan gaster
mungkin besar, dan banyaknya
cairan tertampung pada usus
dan area peritoneal (asites)
Menunjukkan status hidrasi
dan perubahan pada fungsi
ginjal, yang mewaspadakan
terjadinya gagal ginjal akut
pada respon terhadap
hipovolemia, mempengaruhi
toksin.
Hipovolemia, perpindahan
cairan, dan kekurangan nutrisi
memperburuk turgor kulit,
menambah edema jaringan
Menurunkan rangsangan pada
gaster dan respons muntah.
Jaringan edema dan adanya
Observasi kulit/membrane mukosa gangguan sirkulasi cenderung
untuk kekeringan, turgor. Catat merusak kulit.
edema perifer/sacral.
Memberikan informasi tentang
Hilangkan tanda bahaya/bau dari hidrasi, fungsi organ. Berbagai
lingkungan. Batasi pemasukan es bentuk dengan konsekuensi
batu. tertentu pada fungsi sistemik
Ubah posisi dengan sering, berikan mungkin sebagai akibat dari
perawatan kulit dengan sering, dan perpindahan cairan,
pertahankan tempat tidur kering dan hipovolemia, hipoksemia,
bebas lipatan. toksin dalam sirkulasi, dan
produk jaringan nekrotik.
Awasi pemeriksaan laboratorium, Mengisi/mempertahankan
contoh Hb/Ht, elektrolit, protein, volume sirkulasi dan
albumin, BUN, kreatinin. keseimbangan elektrolit.
Berikan plasma/darah, cairan, Koloid (plasma,
elektrolit, diuretic sesuai indikasi darah)membantu
menggerakkan air ke dalam
area intravaskuler dengan
meningkatkan tekanan
osmotic. Diuretic mungkin
digunakan untuk membantu
pengeluran toksin dan
meningkatkan fungsi ginjal.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuat pertahanan primer (kulit rusak, trauma jaringan,
gangguan peristaltic) tidak kuat pertahanan sekunder (penekanan
imunologi), prosedur invasive.
Kriteria evaluasi :
a. meningkatnya penyembuhan pada waktunya
b. bebas drainage purulen atau eritema
c. tidak demam
d. Menyatakan pemahaman penyebab individu/ faktor resiko
Tindakan/ intervensi Rasional
Catat factor risiko individu contoh Mempengaruhi pilihan
trauma abdomen, apendisitis akut, intervensi
dialisa peritoneal
Kaji tanda vital dengan sering, catat Tanda adanya syok septic,
tidak membaiknya atau berlanjutnya endotoksin sirkulais
hipotensi, penurunan tekanan nadi, menyebabkan vasodilatasi,
takikardia, demam, takipnea. kehilangan cairan dan sirkulasi,
dan rendahnya status curh
jantung
Catat perubahan status mental Hipoksemia, hipotensi dan
(contoh bingung, pingsan) asidosis dapat menyebabkan
penyimpangan status mental
Catat warna kulit, suhu, kelembaban Hangat, kemerahan, kulit
kering adalaj tanda dini
septicemia. Selanjutnya
manifestasi termasuk dingin,
kulit pucat lembab dan sianosis
sebagai tanda syok
Awasi haluaran urine Oliguria terjadi sebagai akibat
penurunan perfusi ginjal,
toksin dalam sirkulasi
mempengaruhi antibiotik
Observasi drainase pada luka/ drein Memberikan informasi tentang
status infeksi
Pertahankan teknik steril bila pasien Mencegah penyebaran,
dipasang kateter, berikan perawatan membatasi pertumbuhan
kateter /kebersihan perineal rutin bakteri pada traktus urinarius
Awasi/batasi pengunjung dan staf Menurunkan risiko terpajan
sesuai kebutuhan. Berikan pada/menambah infeksi
perlindungan isolasi bila sekunder pada pasien yang
diindikasikan mengalami tekanan imun
Bantu dalam aspirasi peritoneal, bila Dilakukan untuk membuang
diindikasikan cairan dan untuk
mengidentifikasi organisme
infeksi sehingga terapi
antibiotik yang tepat dapat
diberikan

4. Implementasi
Dalam tahap ini merupakan bagian aktif dalam asuhan
keperawatan. Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mambantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah dapat tercapai. Evaluasi
dilaksanakan mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan dari
evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang
diberikan.

Anda mungkin juga menyukai