DISUSUN OLEH :
TRI PUTRI ANI, S.Kep
NIM : 2141198
C. Patofisiologi
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen
(meningkatkan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi
fibrin dengan adanya pembentukan jejaring pengikat. Produksi eksudat
fibrin merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh,
dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak di
antara matriks fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan
mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-
kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada
keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu
mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman
dengan membentuk kompartemen-kompartemen yang kita kenal sebagai
abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai
sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat
penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen.
Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam rongga
abdomen, peritonitis terjadi juga memang karena virulensi kuman yang
tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri
dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan
pertumbuhan bakteri lain atau jamur, misalnya pada peritonitis akibat
koinfeksi Bacteroides fragilis dan bakteri gram negatif, terutama E. coli.
Isolasi peritoneum pada pasien peritonitis menunjukkan jumlah Candida
albicans yang relatif tinggi, sehingga dengan menggunakan skor APACHE
II (acute physiology and cronic health evaluation) diperoleh mortalitas
tinggi, 52%, akibat kandidosis tersebut. Saat ini peritonitis juga diteliti lebih
lanjut karena melibatkan mediasi respon imun tubuh hingga mengaktifkan
systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan multiple organ
failure (MOF).
Pathways
Peritonitis
E. Manifestasi Klinis
Peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen
(akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya
(peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum
parietal). Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu
demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi,
dehidrasi hingga menjadi hipotensi selain itu perut kembung dan nyeri.
Muka penderita mula – mula yang merah menjadi pucat, mata cekung,
kulit muka dingin.. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum
maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan
terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar
untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi
peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk
membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-
pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan
imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,
pascatransplantasi, atau hiv), penderita dengan penurunan kesadaran
(misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan
analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric.
Menurut Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi, manifestasi klinis
penyakit peritonitis diantaranya :
1. Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberapa
penderita peritonitis umum
2. Demam
3. Distensi abdomen
4. Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang local, difus, antrofi umum
tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
5. Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada
daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya
6. Nausea
7. Vomiting
8. Penurunan peristaltic
F. Penatalaksanaan Medis
1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena
syok dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan
cairan vena yang berupa infuse NaCl atau Ringer Laktat untuk
mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Lakukan nasogastric
suction melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam
usus.
2. Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam:
Ampisilin 2g IV, kemudian 1g setiap 6 jam, ditambah gantamisin 5
mg/kg berat badan IV dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV
setiap 8 jam
3. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah
dan perbaikan dapat diupayakan.
4. Pembedahan atau laparotomi mungkin dilakukan untuk mencegah
peritonitis. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor
adalah insisi dan drainase terhadap abses.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada yang khas;
a. Leukosit meningkat, kadang-kadang lebih dari 20.000/UL;
b. Thrombosit meningkat, menunjukkan hemikonsentrasi;
c. Laju Endap Darah (LED) pada umumnya meninggi, jarang
ditemukan yang normal;
d. Protein/albumin serum menurun karena perpindahan cairan.
2. Pemeriksaan penunjang diagnosis
a. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan sinar tembus pada saluran pencernaan dapat
membantu jika terdapat kelainan pada usus kecil atau usus besar.
b. Biopsy peritoneum
Biopsy peritoneum merupakan cara yang paling sering digunakan
untuk menegakkan diagnosis. Cara ini sederhana dan mudah
dikerjakan. Dahulu digunakan jarum VIM silverman, seperti pada
biopsy jaringan pleura, kemudian jarum Abram dan cope.
3. Peritoneoskopi
Pemeriksaan peritoneoskopi merupakan pemeriksaan yang
sederhana dan aman jika dilakukan secara hati-hati. Dengan cara ini,
biopsy dapat dilakukan dengan terarah, juga dapat melihat langsung
adanya kelainan di dalam peritoneum serta organ-organ lain di dalam
rongga peritoneum.
4. Laparotomi
Laparotomi eksplorasi dahulu merupakan tindakan diagnostik
yang sering dikerjakan. Hughes malahan menganggap cara ini
merupakan cara diagnostik yang paling baik. Pembedahan dilakukan,
jika cara-cara lain yang lebih sederhana tidak memberikan kepastian
diagnosa jika dijumpai adanya indikasi yang mendesak seperti
obstruksi usus.
II. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai
tatanan pelayanan kesehatan, dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar
manusia, sg menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman
pada standar keperawatan dilandasi etik dan etika keperawatan, dalam
lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan. Berikut ini adalah
tahapan dari proses keperawatan :
1. Pengkajian
a. Pengkajian data dasar
1) Data demografi klien meliputi usia, jenis kelamin,
pekerjaan, suku bangsa dan pendidikan. Data ini penting
untuk mendapatkan gambaran tentang kemungkinan factor
predisposisi timbulnya masalah keperawatan peritonitis.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji mengenai tanda dan gejala yang muncul pada penyakit
peritonitis tuberculosis: nyeri pada perut, pembengkakan
perut, tidak nafsu makan. Batuk, demam, kelemahan,
distensi abdomen.
b. Kaji manifestasi klinik terhadap:
1) Biologis
a. Nutrisi
Dengan adanya peradangan mengakibatkan perubahan
metabolisme di dalam tubuh, maka harus dikaji kualitas dan
kualitas nutrisi. Kondisi yang menghambat pemasukan
nutrisi (mual, muntah, anoreksia), penurunan berat badan.
b. Eliminasi
Frekuensi dan kuantitas urine dan feces. Digali juga
mengenai hambatan yang menyertai, apakah terjadi
perubahan warna urine, jumlah ataupun frekkuensi.
c. Keseimbangan cairan dan sirkulasi
Perlu dikaji pada peritonitis tuberculosis adalah ascites
karena adanya perpindahan cairan dari ekstraseluler,
intravaskuler, dan area interstitial ke dalam usus atau area
peritoneal, adanya muntah atau secara medik cairan
dibatasi, demam.
d. Aktivitas/ istirahat
Pola, kelemahan, hambatan, kebiasaan, malaise umum
sehubungan dengan hambatan dalam metabolisme atau rasa
nyeri yang mengganggu.
e. Personal hygiene
Mengkaji kemandirian dan tingkat pemenuhan kebutuhan
personal hygiene yang juga dihubungkan dengan rasa sakit
di perut kuadran atas.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa adalah pernyataan yang dirumuskan berdasarkan data
yang terkumpul dan berupa rumusan tentang respon klien terhadap
masalah kesehatan actual dan potensial serta factor etiologi yang
berkontribusi terhadap timbulnya masalah yang perlu diatasi dengan
tindakan/intervensi keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan
peritonitis adalah :
a. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan peritoneum perifer
(toksin), akumulasi cairan dalam rongga abdomen/peritoneal
(distensi abdomen), trauma jaringan.
b. Ketidakseimbangan nutrisi :kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual/muntah, disfungsi usus, peningkatan kebutuhan
metabolic, anoreksia.
c. Kekurangan volume cairan (kehilangan aktif) berhubungan dengan
perpindahan cairan dari ekstraseluler, intravaskuler, dan area
interstitial ke dalam usus dan/atau area peritoneal, muntah, aspirasi
NGT/ usus, demam, secara medik cairan dibatasi.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat
pertahanan primer (kulit rusak, trauma jaringan, gangguan
peristaltic) tidak kuat pertahanan sekunder (penekanan imunologi),
prosedur invasive.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum,
penurunan kekuatan/ketahanan tubuh, nyeri, keterbatasan aktivitas.
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah acuan tertulis yang terdiri dari berbagai
intervensi keperawatan yang direncanakan dapat mengatasi diagnosa
keperawatan sehingga klien dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya.
Langkah-langkah dalam perencanaan adalah menentukan
prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan
dokumentasi. Perencanaan keperawatan pada klien dengan peritonitis
meliputi :
a. Prioritas masalah
1) Kontrol infeksi
2) Perbaiki/pertahankan volume sirkulasi
3) Tingkatkan kenyamanan
4) Pertahankan nutrisi
5) Berikan informasi tentang proses penyakit, kemungkinan
komplikasi, dan kebutuhan pengobatan.
b. Tujuan pemulangan
1) Infeksi teratasi
2) Komplikasi tercegah/minimal
3) Nyeri hilang
4) Proses penyakit, potensial komplikasi dan program terapi
dipahami.
c. Intervensi dan rasionalisasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan : Peradangan peritoneum
perifer (toksin), akumulasi cairan dalam rongga
abdomen/peritoneal (distensi abdomen), trauma jaringan.
Kriteria evaluasi :
a. Laporan nyeri hilang
b. Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi, metode
lain untuk meningkatkan kenyamanan
c. Penurunan skala nyeri
Tindakan/ intervensi Rasional
Kaji ulang tingkat nyeri klien, Adanya perubahan dalam
lokasi, lama, intensitas dan lokasi, intensitas dapat
karakteristiknya (0-10) menunjukkan terjadinya
komplikasi
Kaji adanya keluhan nyeri secara Adanya keluhan secara verbal
verbal maupun non verbal maupun non verbal dapat
menentukan sejauh mana nyeri
dapat mempengaruhi
kebutuhannya serta
menentukan intervensi yang
dibutuhkan oleh klien
Pertahankan posisi yang nyaman Mengurangi adanya tekanan
bagi klien gravitasi dan membantu
meminimalkan nyeri karena
gerakan yang berlebihan
Ajarkan pada klien tentang teknik Merupakan metode dengan
distraksi nyeri cara mengalihkan perhatian
klien pada hal-hal lain
sehingga klien akan lupa
terhadap nyeri yang dialami
Lakukan teknik “gate control” Sel-sel reseptor yang
menerima stimuli nyeri
peripheral dihambat oleh
stimulasi dari serebral saraf
yang lain, Karena pesan-pesan
nyeri menjadi lambat. Prutis
spina cord yang mengontrol
jumlah input ke otak menutup
Ajarkan teknik relaksasi yang tepat Keadaan otot-otot yang relaks
dilakukan dapat mengurangi ketergangan
pada saraf yang dapat
merangsang nyeri. Keadaan
yang menyenangkan dapat
merangsang pengeluaran
endorphin
Kolaborasi dalam pemberian obat Analgetika mengurangi nyeri
analgetik dengan cara menekan saraf
pusat pada thalamus dan cortex
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual/muntah, disfungsi usus, peningkatan kebutuhan
metabolic, anoreksia.
Kriteria evaluasi :
a. Adanya peningkatan nafsu makan
b. Mempertahankan dan meningkatkan berat badan
c. Adanya peningkatan porsi makan
d. Adanya perbaikan peristaltic usus
Tindakan/intervensi Rasional
Awasi haluaran slang NG. Catat Jumlah besar dari aspirasi
adanya muntah/diare. gaster dan muntah/diare diduga
terjadi obstruksi usus,
memerlukan evaluasi lanjut
Auskultasi bising usus, catat bunyi Meskipun bising usus sering
tak ada/hiperaktif tak ada, inflamasi/iritasi usus
dapat menyertai hiperaktivitas
usus, penurunan absorpsi air
Ukur lingkar abdomen dan diare
Memberikan bukti kuantitas
perubahan distensi gaster/usus
dan/atau akumulasi asites
Kemajuan diet yang hati-hati
Tambahkan diet sesuai toleransi, saat masukan nutrisi dimulai
contoh cairan jernih sampai lembut. lagi menurunkan risiko iritasi
gaster
Timbang berat badan bila Kehilangan/peningkatan dini
memungkinkan menunjukkan perubahan
hidrasi tetapi kehilangan lanjut
diduga ada deficit nutrisi
Jelaskan pentingnya nutrisi yang Pemahaman dan penjelasan
adekuat yang tepat pada klien tentang
nutrisi dapat meningkatkan
kemampuan klien dalam
Berikan pada klien untuk makan pemenuhan nutrisi
porsi kecil tapi sering (PKTS) Porsi kecil dapat mengurangi
lamanya transit yang terlalu
lama pada lambung yang akan
menimbulkan rasa mual dan
Pertahankan lingkungan yang tegang pada lambung. Dengan
nyaman selama klien makan porsi sering akan tetap
memenuhi kebutuhan nutrisi
Adanya keadaan yang tidak
menyenangkan dapat
mengganggu dan menurunkan
nafsu makan pada klien
Anjurkan untuk minum air hangat Air hangat dapat merangsang
sebelum klien makan peristaltic usus sehingga dapat
meningkatkan nafsu makan
pada klien dan mengurangi
perasaan mual
Kolaborasi dengan dokter untuk Jenis antasida dapat
pemberian obat antasida mengurangi pengeluaran HCl
yang berlebihan yang dapat
mengurangi rasa mual dan
nyeri.
4. Implementasi
Dalam tahap ini merupakan bagian aktif dalam asuhan
keperawatan. Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mambantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah dapat tercapai. Evaluasi
dilaksanakan mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan dari
evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang
diberikan.