Disusun untuk memenuhi tugas Aplikasi Klinis Minggu ke-3 di Rumah Sakit Daerah Balung
Jember Ruang Inap Bedah Mawar
Oleh
Wilda Al Aluf
NIM 152310101154
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
Pembimbing Klinik, Mahasiswa,
ii
BAB 1. KAJIAN TEORI
Peritoneum adalah lapisan serosa yang paling besar dan paling komleks yang terdapat
dalam tubuh. Membran serosa tersebut membentuk suatu kantung tertutup (coelom) dengan
batas-batas:
a. peritoneum parietal
b. peritoneum viseral
peritoneum penghubung yaitu mesenterium, mesogastrin, mesocolon, mesosigmidem,
dan mesosalphinx.
Fungsi peritoneum yaitu untuk menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis,
memberntuk pembatas yang halus sehingga organ yang ada dalam rongga peritoneum tidak
saling bergesekan, menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap
dinding posterior abdomen, dan tempat kelenjar limfa dan pembuluh darah yang membantu
melindungi terhadap infeksi.
1.2. Definisi
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu lapisan endoteal tipis yang kaya akan
vaskularisasi dan aliran limfa. Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membran
serosa yang melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnya.
Peritonitis tersebut disebabkan akibat suatu proses dari luar maupun dalam abdomen.
Proses dari luar misalnya karena suatu trauma, sedangkan proses dari dalam misal karena
apendisitis perforasi. Dapat terjadi secara lokal maupun umum, melalui proses infeksi akibat
perforasi usus, misalnya pada ruptur appendiks atau divertikulumkolon, maupun non infeksi,
misalnya akibat keluarnya asam lambung pada perforasigaster, keluarnya asam empedu pada
perforasi kandung empedu.
1
Jadi, peritonitis adalah peradangan peritonium, selaput tipis yang melapisi dinding
abdomen dan meliputi organ-organ dalam yang sering disebabkan oleh bakteri atau infeksi
jamur, maupun bahan kimia iritan.
1.3. Epidemiologi
Peritonium primer disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah atau kelenjar getah
bening ke peritonium, pada kasus primer ini, 90% kasus infeksi disebabkan oleh mikroba, 40%
oleh bakteri gram negative, E.Coli 7%, Klebsiela, pneumonia, spesies pseudomonas, proteus
dan gram negatif lain sebanyak 20%, sementara bakteri gram positif yakni 15%, jenis
steptococus, dan golongan stapylococus 3%. Jenis yang lebih umum dari 2 jenis peritonitis,
yaitu peritonitis sekunder, disebabkan oleh infeksi gastrointestinal (apendisitis perforasi,
perforasi ulkus peptikum, dan duodenum, perforasi kolon) atau saluran bilier, kedua kasus
peritonitis sangat serius dan dapat mengancam kehidupan jika tidak dirawat dengan cepat.
1.4. Etiologi
Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan (viskus)
ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra abdominal (esofagus, lambung, duodenum,
intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan saluran kemih), yang dapat
disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus
yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory Disease)..
1. Infeksi bakteri
a. Mikroorganisme berasal dari d. Tukak thypoid
penyakit saluran gastrointestinal e. Tukak disentri amuba/ colitis
b. Appendisitis yang meradang dan f. Tukak pada tumor
mengalami perforasi g. Salpingitis
c. Tukak peptik (lambung) h. Divertikulitis
Bakteri yang paling sering ialah bakteri Coli, Streptokokus alpha dan beta hemolitik,
Stapilokokus aureus, Enterokokus dan yang paling berbahaya adalah Clostridium wechii.
2
3. Komplikasi penyakit akut seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media,
mastoiditis, glomerulonepritis, yang penyebab utamanya adalah Streptokokus atau
Pneumokokus.
1.5. Klasifikasi
Peritonitis dapat diklasifikasikan menjadi peritonitis primer, peritonitis sekunder, dan
peritonitis tersier.
1. Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi melalui darah dan kelenjar getah
bening di peritoneum dan sering dikaitkan dengan penyakit sirosis hepatitis, tuberculosis,
pneumonia non tuberculosis, dan tonsilitis. Biasanya disebabkan oleh bakteri E. Coli,
Streptokokus, atau Pneumokokus.i
2. Peritonitis sekunder disebabkan oleh infeksi pada peritoneum yang berasal dari traktus
gastrointestinal dan traktur urinarius yang merupakan jenis peritonitis yang paling sering
terjadi. Contoh peritonitis sekunder adalah peritonitis yang disebabkan oleh perforasi
organ dalam dan trauma. Perforasi lambung karena penggunaan ibuprofen dan NSAID
yang lain termasuk dalam perforasi sekunder.
3. Peritonitis tersier adalah peritonitis yang tidak secara langsung berkaitan dengan proses
patologis organ dalam. Contoh peritonitis tersier adalah pasien peritonitis sekunder post-
operative yang sudah dirawat beberapa hari dan tidak menunjukkan tanda-tanda resolusi
klinis (proses pengurangan gejala dan penyembuhan). Biasanya pada peritonitis tersier,
terapi antibiotik dan operasi sudah tidak memberikan respon. Angka resistensi antibiotik
sangat tinggi pada peritonitis tersier
1.6. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Peradangan
menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit
cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. .
Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh
ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung,
tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas
3
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus
yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan
obstruksi usus (Price & Wilson,2008).
Singkatnya, Peritonitis menimbulkan efek sistemik. Perubahan sirkulasi, perpindahan
cairan, masalah pernafasan menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sistem
sirkulasi mengalamin tekanan dari beberapa sumber. Respon inflamasi mengirimkan darah
ekstra ke area usus yang terinflamasi. Cairan dan udara ditahan dalam lumen ini, meningkatkan
tekanan dan sekresi cairan ke dalam usus. Sedangkan volume sirkulasi darah berkurang,
meningkatkan kebutuhan oksigen, ventilasi berkurang dan meninggikan tekanan abdomen
yang meninggikan diafragma.
1.7. Pathway
PERITONITIS
Perlengkatan Merangsang
Absorbsi menurun Merangsang
fibrosa pirogen di
pusat nyeri
hipotalamus
Obstruksi Kekurangan
volume cairan Nyeri akut Hipertermi
usus
4
yang umum terjadi pada infeksi seperti : demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi
hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi selain itu perut kembung dan nyeri.
Muka penderita mula – mula yang merah menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin. Nyeri
abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber
infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak
sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic
inflammatoru disease.
Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan
imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV),
penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok
sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric.
5
daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone
appearance).
b. Posisi LLD (Left lateral decubitus), untuk melihat air fluid level dan kemungkinan
perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid
level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan
gangguan di kolon.Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra
diafragma dan air fluid level.
c. Posisi setengah duduk atau berdiri (arah horizontal). Gambaran radiologis diperoleh
adanya air fluid level dan step ladder appearance.
1.10. Penatalaksanaan
Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan Farmakologis
1. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
2. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
b. Penatalaksanaan Non Farmakologis
1. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi (appendiks), reseksi, memperbaiki
(perforasi), dan drainase (asbes).
2. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal
3. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi.
4. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.
5. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
6. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari
penatalaksanaan medik
6
BAB II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1. Pengkajian
1. Identitas
Identitas pasien meliputi : nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, umur, pekerjaan,
pendidikan, alamat, agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, no register/MR, serta
penanggung jawab
2. Riwayat peyakit
a. Keluhan utama
Pada klien dengan peritonitis biasanya mengeluh nyeri dibagian perut sebelah
kanan, dapat bersifat akut, rasa sakit tidak terlokalisasi, namun semakin lama menjadi lebih
berat dan lebih terlokalisasi.
b. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan sekarang menggambarkan riwayat kesehatan saat ini, yaitu
peritonitis
c. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan dahulu adalah riwayat penyakit yang merupakan predisposisi
terjadinya penyakit saat ini. Pada klien dengan peritonitis mempunyai riwayat ruptur
saluran cerna, komplikasi post operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan,
trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.
d. Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan
oleh bakterial primer, seperti Tubercolosis, maka kemungkinan diturunkan ada
3. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan yang dilakukan pada klien peritonitis yaitu kesadaran dan
keadaan umum klien. Keadaan umum klien dengan peritonitis biasanya ditemukan
takipnea dan takikardi, mukosa bibir kering, adanya keluhan demam, mual, muntah, akral
dingin, basah serta terlihat pucat dapat pula disertai dengan penurunan kesadaran. Pasien
dengan peritonitis biasanya menggunakan selang NGT untuk asupan nutrisi dan cairannya.
Pada pasien dengan peritonitis, dapat pula terjadi beberapa gangguan pada pola
eliminasi seperti terjadi penurunan produksi urin dan ketidakmampuan defekasi. Untuk
pola aktivitas dan latihan dapat ditemukan penurunan kemampuan dalam bergerak, pola
napas irreguler, dan terjadi penurunan kekuatan otot.
7
4. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan turgor kulit yang menurun. Pemeriksaan fisik
pada pasien dengan peritonitis, dapat difokuskan pada pengkajian daerah perut.
Inspeksi : Perut terlihat distended
Palpasi : ditemukan distensi abdomen, nyeri tekan pada bagian perut
Perkusi : ditemukan suara abdomen hipertimpani
Auskultasi : bising usus menurun dan gerakan peristaltik usus juga meurun.
8
2.3. Intervensi
N
Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
o
9
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam pasien diharapkan dapat Manjemen Nutrisi
nutrisi: kurang dari memenuhi status nutrisi (1004) dengan kriteria hasil :
1.Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh Skala
2.Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
berhubungan dengan Indikator Keterangan skala
Awal Akhir 3.Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
ketidak-mampuan
vitamin C
mencerana makanan. Asupan gizi 3 5 1. Sangat menyimpang
4.Berikan substansi gula untuk yang tidak menderita
dari rentang normal
Asupan makanan DM
2. Banyak menyimpang
5.Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
dari rentang normal
serat untuk mencegah konstipasi
3. Cukup menyimpang
6.Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
3 5 dari rentang normal
makanan
4. Sedikit menyimpang
7.Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
dari rentang normal
8.Berikan infomasi tentang kebutuhan nutrisi
5. Tidak menyimpang
Monitor Nutrisi
dari rentang normal
9.BB pasien dalam batas
10. Monitor adanya penurunan berat badan
11. Monitor lingkungan selama makan
12. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
13. Monitor turgor kulit
10
14. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
patah.
15. Monitor mual dan muntah
Kolaborasi :
16. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Dokumentasi
3. Hipertermi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Perawatan demam
berhubungan dengan diharapkan termoregulasi pasien dapat stabil dengan kriteria hasil : 1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya (Nadi,
proses penyakit Skala RR, dan Tekanan darah)
Indikator Keterangan skala
Awal Akhir 2. Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan ,
Hipertermia 1 5 1. Sangat terganggu tergantung pada fase demam
Peningkatan suhu kulit 2. Banyak terganggu 3. Anjurkan pasien untuk kompres hangat
3. Cukup terganggu 4. Dorong konsumsi cairan
1 5
4. Sedikit terganggu 5. Tingkatkan sirkulasi udara
5. Tidak terganggu 6. Pantau komplikasi yang berhubungan dengan
demam
Kolaborasi :
7. Kolaborasi dengan dokter untuk penggunaan
antipiretik jika diperlukan
Dokumentasi
11
4. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, Manajemen Nyeri
berhubungan dengan diharapkan nyeri dapat teratasi
1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
agen cidera biologis.
Kriteria Hasil: meliputi lokasi, karakteristik, frekuensi, beratnya
nyeri atau faktor pencetus
Skala
Indikator Keterangan skala 2. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
Awal Akhir penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan
menunjukkan Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan dokter untuk penggunaan
analesik yang diperlukan
Dokumentasi
12
2.4. Evaluasi
NO Diagnosa Evaluasi
P : Hentikan intervensi
13
P : lanjutkan intervensi nomor 4-7
1. Menjaga pola makan dengan tidak memakan makanan cepat saji dan meningkatkan
frekuensi pola makan.
2. Menjaga kebersihan diri agar kuman tidak mudah masuk kedalam tubuh yang
menyebabkan infeksi kembali.
3. Jalankan terapi obat dengan teratur dan jangan sampai putus tanpa instruksi.
4. Olahraga secara teratur dan.
5. Menjaga pola tidur dan meningkatkan durasi pola tidur agar tidak kelelahan.
14