Anda di halaman 1dari 46

LONG CASE

PERITONITIS
Grace Septi Yudanthi Kerihi, S.Ked
SMF / BAGIAN ILMU BEDAH
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

BAB 1
PENDAHULUAN

Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau kondisi

aseptik pada selaput organ perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan

jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut bagian dalam. Lokasi

peritonitis bisa terlokalisir atau difus dan riwayat akut atau kronik.1

Peritonitis juga menjadi salah satu penyebab tersering dari akut abdomen.

Akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen yang dapat terjadi karena masalah

bedah dan non bedah. Peritonitis secara umum adalah penyebab kegawatan

abdomen yang disebabkan oleh bedah. Peritonitis tersebut disebabkan akibat suatu

proses dari luar maupun dalam abdomen. Proses dari luar misalnya karena suatu

trauma, sedangkan proses dari dalam misal karena apendisitis perforasi.2

Peritonitis merupakan suatu kegawatdaruratan yang biasanya disertai dengan

bakteremia atau sepsis. Kejadian peritonitis akut sering dikaitkan dengan perforasi

viskus (secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada

intraabdominal, peritonitis dikategorikan sebagai primary peritonitis.1

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 1
LONG CASE

Peritonitis dapat diklasifikasikan menjadi peritonitis primer, peritonitis

sekunder, dan peritonitis tersier. Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran

infeksi melalui darah dan kelenjar getah bening di peritoneum dan sering dikaitkan

dengan penyakit sirosis hepatis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh infeksi pada

peritoneum yang berasal dari traktus gastrointestinal yang merupakan jenis

peritonitis yang paling sering terjadi. Peritonitis tersier merupakan peritonitis yang

disebabkan oleh iritan langsung yang sering terjadi pada pasien

immunocompromised dan orang-orang dengan kondisi komorbid.3

Peritonitis sekunder umum yang bersifat akut disebabkan oleh berbagai

penyebab. Infeksi traktus gastrointestinal, infeksi traktus urinarius, benda asing

seperti yang berasal dari perforasi apendiks, asam lambung dari perforasi lambung,

cairan empedu dari perforasi kandung empedu serta laserasi hepar akibat trauma.3

Menurut survei World Health Organization (WHO), kasus peritonitis di dunia

adalah 5,9 juta kasus. Di Republik Demokrasi Kongo, antara 1 Oktober dan 10

Desember 2004, telah terjadi 615 kasus peritonitis berat (dengan atau tanpa

perforasi), termasuk 134 kematian (tingkat fatalitas kasus, 21,8%), yang merupakan

komplikasi dari demam tifoid.4

Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Hamburg-Altona Jerman,

ditemukan 73% penyebab tersering peritonitis adalah perforasi dan 27% terjadi

pasca operasi. Terdapat 897 pasien peritonitis dari 11.000 pasien yang ada. Angka

kejadian peritonitis di Inggris selama tahun 2002-2003 sebesar 0,0036% (4562

orang).5

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 2
LONG CASE

Peritonitis dapat mengenai semua umur dan terjadi pada pria dan wanita.

Penyebab peritonitis sekunder yang bersifat akut tersering pada anak-anak adalah

perforasi apendiks, pada orangtua komplikasi divertikulitis atau perforasi ulkus

peptikum. Komplikasi peritonitis berupa gangguan pembekuan darah, respiratory

distress syndrome, dan sepsis yang dapat menyebabkan syok dan kegagalan

banyak organ.6

Jumlah kasus peritonitis pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.

Distribusi umur terbanyak adalah kisaran 10-19 tahun. Tipe peritonitis berdasarkan

klasifikasi menurut etiologi peritonitis terbanyak adalah peritonitis sekunder umum

akibat perforasi apendiks. Laparatomi eksplorasi dan apendektomi adalah tatalaksana

bedah yang yang tersering dilakukan. Lama rawatan pasien peritonitis terbanyak pada

kisaran 4-7 hari.

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena

setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan

morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung

dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang.

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 3
LONG CASE

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Peritonitis adalah peradangan peritoneum (membran serosa yang melapisi

rongga abdomen dan menutupi visera abdomen) merupakan penyulit berbahaya yang

dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat

penyebaran infeksi dari organ abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari luka

tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup

dalam kolon (pada kasus ruptura appendik) yang mencakup Eschericia coli atau

Bacteroides. Sedangkan stafilokokus dan streptokokus sering kali masuk dari luar.1,2

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat

fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) di antara perlekatan fibrinosa

yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi

infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat

menetap sebagai pita-pita fibrosa yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi

usus.2

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau

bila infeksi menyebar akan menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan

timbulnya peritonitis generalisata, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus

paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 4
LONG CASE

dalam lumen usus, menyebabkan terjadinya dehidrasi, gangguan sirkulasi, oliguria,

dan mungkin shock.2,3

2.2. Anatomi dan Fisiologi

Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks.

Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga,

dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai

lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan sub kutis, lemak

sub kutan dan facies superfisial (facies skarpa), kemudian ketiga otot dinding perut

m. obliquus abdominis eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m. transversum

abdominis, dan akhirnya lapis preperitonium dan peritonium, yaitu fascia

transversalis, lemak preperitonial dan peritonium. Otot di bagian depan tengah terdiri

dari sepasang otot rektus abdominis dengan fascianya yang di garis tengah dipisahkan

oleh linea alba.1,2 Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga

perut. Integritas lapisan muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting untuk

mencegah terjadilah hernia bawaan, dapatan, maupun iatrogenik. Fungsi lain otot

dinding perut adalah pada pernafasan juga pada proses berkemih dan buang air besar

dengan meninggikan tekanan intra abdominal.2

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 5
LONG CASE

Gambar 1. Tampak anterior otot dinding abdomen dan penampang melintang otot
abdomen11

Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh.

Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, yang melapisi

dinding rongga abdominal dan berhubungan dengan fascia muscular, dan peritoneum

visceral, yang menyelaputi semua organ yang berada di dalam rongga itu. Peritoneum

parietale mempunyai komponen somatic dan visceral yang memungkinkan lokalisasi

yang berbahaya dan menimbulkan defans muscular dan nyeri lepas.1,2 Ruang yang

bisa terdapat di antara dua lapis ini disebut ruang peritoneal atau cavitas peritonealis.

Ruang di luarnya disebut Spatium Extraperitoneale. Di dalam cavitas peritonealis

terdapat cairan peritoneum yang berfungsi sebagai pelumas sehingga alat-alat dapat

bergerak tanpa menimbulkan gesekan yang berarti. Cairan peritoneum yang

diproduksi berlebihan pada kelainan tertentu disebut sebagai asites

(hydroperitoneum).2 Luas peritoneum kira-kira 1,8 meter2, sama dengan luas

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 6
LONG CASE

permukaan kulit orang dewasa. Fungsi peritoneum adalah setengah bagiannya

memiliki membran basal semipermiabel yang berguna untuk difusi air, elektrolit,

makro, maupum mikro sel. Oleh karena itu peritoneum punya kemampuan untuk

digunakan sebagai media cuci darah yaitu peritoneal dialisis dan menyerap cairan

otak pada operasi ventrikulo peritoneal shunting dalam kasus hidrochepalus.3,4

Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:

1.Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).

2.Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.

3.Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Peritoneum viscerale berhubungan dengan parietale pada dinding abdomen

melalui suatu duplikatur yang disebut mesenterium.1,2,3

Cavitas peritonealis pada laki-laki tertutup seluruhnya tetapi pada perempuan

mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui tuba uterina, uterus dan vagina.

Spatium Extraperitoneale dapat dibedakan menurut letaknya , di depan (spatium

praepitoneale), di belakang (spatium retroperitoneale) dan dibawah (spatium

subperitoneale). Alat yang terletak di dalam cavitas peritoneale disebut letak

intraperitoneale, seperti pada lambung, jejunum, ileum, dan limpa. Sedangkan yang

terletak di belakang peritoneum disebut retroperitoneale seperti pada ginjal dan

pancreas.1,3,4

Omentum adalah dua lapisan peritoneum yang menghubungkan lambung

dengan alat viscera lainnya seperti dengan hepar (omentum minus), dengan colon

transversum (omentum majus), dan dengan limpa (omentum gastrosplenicum).

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 7
LONG CASE

Peritoneum dari usus kecil disebut mesenterium, dari appendik disebut mesoappendix

dari colon trnsversum dan sigmoideum disebut mesocolon transversum dan

sigmoideum. Mesenterium dan omentum berisi pembuluh darah dan limfe serta saraf

untuk alat viscera yang bersangkutan.2,3

Gambar 2. Struktur peritoneum 12

Peritoneum parietale sensitif terhadap nyeri, temperatur, perabaan dan tekanan

dan mendapat persarafan dari saraf-saraf segmental yang juga mempersarafi kulit dan

otot yang ada di sebelah luarnya. Iritasi pada peritoneum parietale memberikan rasa

nyeri lokal, namun insici pada peritoneum viscerale tidak memberikan rasa nyeri.1,2

Peritoneum viscerale sensitif terhadap regangan dan sobekan tapi tidak sensitif untuk

perabaan, tekanan maupun temperature.4,5

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 8
LONG CASE

Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal

diperoleh perdarahan dari cabang aa. Intercostalis VI – XII dan a. epigastrika

superior. Dari kaudal terdapat a. iliaca a. sircumfleksa superfisialis, a. pudenda

eksterna dan a. epigastrika inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan

sayatan perut horizontal maupun vertikal tanpa menimbulkan gangguan

perdarahan.1,2,3 Persarafan dinding perut dipersyarafi secara segmental oleh

n.thorakalis VI – XII dan n. lumbalis I. 2

Sangat penting untuk memahami posisi dari alat-alat viscera abdomen agar

dapat segera mengetahui atau memperkirakan alat apa yang terkena tusukan pada

perut: .

 Hepar merupakan suatu organ yang besar yang mengisi bagian atas rongga abdomen.

 Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah per melekat pada

permukaan visceral lobus kanan hepar. Ujung buntunya (fundus) menonjol di bawah

pinggir bawah hepar.

 Esophagus di daerah abdomen pendek, 1,25 cm terletak di belakang lobus kiri hepar.

 Gaster (ventriculus) terletak pada regio hypochondriaca kiri, epigastrica dan

umbilicalis

 Duodenum terletak di regio epigastrica dan umbilicalis

 Pancreas terbentang dari regio umbilicalis sampai ke regio hypochondriaca kiri pada

lien.

 Lien terletak pada bagian atas kiri dari rongga abdomen antara lambung dan

diaphragma di regio sepanjang sumbu iga x kiri.

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 9
LONG CASE

 Ren terletak pada dinding belakang abdomen posterior dari peritoneum parietale di

sisi kanan dan kiri columna transversalis.

 Glandula suprarenalis terletak pada dinding belakang abdomen di sisi kana dan kiri

columna vertebralis.

 Jejunum mengisi bagian atas kiri rongga abdomen dan ileum mengisi bagian kanan

bawah rongga abdomen dan rongga pelvis.

 Colon terbentang mengelilingi jejunum dan ileum, terbagi atas caecum, colon

ascendens, colon tranversum, colom desendens dan colon sigmoid.

2.3. Etiologi

Peritonitis bakterial diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder

1. Peritonitis primer

Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang


langsungdari rongga peritoneum. Banyak terjadi pada penderita : 3,4
- sirosis hepatis dengan asites
- nefrosis
- SLE
- bronkopnemonia dan TBC paru
- pyelonefritis

2. Peritonitis sekunder

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi

gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan

menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 10
LONG CASE

memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides,

dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. 3,4,5

Disebabkan oleh infeksi akut dari organ intraperitoneal seperti:


 Iritasi Kimiawi : Perforasi gaster, pankreas, kandung empe du,
hepar, lien, kehamilan extra tuba yang pecah
 Iritasi bakteri : Perforasi kolon, usus halus, appendix, kista ovarii
pecah, ruptur buli dan ginjal.
 Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke
dalam
cavum peritoneal.
3. Peritonitis Tersier
Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi
kuman, dan akibat tindakan operasi sebelumnya. 2,3

2.4. Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat

fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa,

yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 11
LONG CASE

infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat

menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.2

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran

mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,

maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti

misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa

ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba

untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk

buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi

ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.2,5

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen

mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler

organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan

lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding

abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia

bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.2

Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut

meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi

sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas

pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis

umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang

sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 12
LONG CASE

elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan

sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus

yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan

obstruksi usus.1,2,4

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus

karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik

usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana

yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat

total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah

sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan

akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen

sehingga dapat terjadi peritonitis.5

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan

kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang

tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk

keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang

mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal

dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam

selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang

disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang

merosot karena toksemia.4,6

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 13
LONG CASE

Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang

mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata.

Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut.

Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di

perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena

rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas.

Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal

perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia,

adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritonium berupa mengenceran zat

asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai

kemudian terjadi peritonitis bakteria.2,3

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen

apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis

dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa

mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas

dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan

tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem,

diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah

kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti

dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi

dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.2,5

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 14
LONG CASE

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul

abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ

yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi

dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan

kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling

lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan

terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat

sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena

mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam

timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritonium.2,4,8

Jenis Peritonitis

 Peritonitis Aseptik.

Terjadi sekitar 20% dari seluruh kasus peritonitis di Inggris, dan biasanya

sekunder dari perforasi ulkus gaster atau duodenal. Peritonitis steril dapat

berkembang menjadi bakterial peritonitis dalam beberapa jam mengikuti transmigrasi

dari mikroorganisme (contohnya dari usus)

 Peritonitis bilier

Relatif jarang dari peritonitis steril dan dapat disebabkan dari :

1. iatrogenic (ligasi duktus sistikus saat cholesistektomi)

2. kolesistitis akut

3. trauma

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 15
LONG CASE

4. idiopatik

Bentuk lain dari peritonitis steril, ada 4 penyebab :

1. Cairan pankreas

Misalnya dari pankreatitis akut, trauma. Pankreatitis bisa disebabkan karen proses

diagnostik laparotomi pada pasien yang tidak mengalami peningkatan serum amilase.

2. Darah.

Misalnya ruptur kista ovarium, aneurisma aorta yang pecah.

3. Urine

Misalnya intraperitoneal ruptur dari kandung kemih.

4. Meconium

Adalah campuran steril dari sel epitel, mucin, garam,, lemak, dan bilier dimana

dibentuk saat fetus mulai menelan cairan amnion. Peritonitis mekonium berkembang

lambat di kehidupan intra uteri atau di periode perinatal saat mekonium memasuki

rongga peritoneum melalui perforasi inestinal.

 Peritonitis TB

Biasanya terjadi pada imigran atau pasien dengan imunokompromise.

Menyebar ke peritoneum melalui:

1. secara langsung melalui limfatik nodul, regio ileocaecal atau pyosalping TB.

2. Melalui darah (blood-borne) infeksi dari TB paru.

Kejadiannya dapat secara akut (seperti peritonitis pada umumnya), dan kronik

(onsetnya lebih spesifik, dengan nyeri perut, demam, penurunan berat badan, keringat

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 16
LONG CASE

malam, massa abdomen). Makroskopik, ada 4 bentuk dari penyakit ini : ascitic,

encysted, plastic, atau purulent. Terapinya berdasarkan terapi anti-TB, digabungkan

dengan laparotomi (apabila di indikasikan) untuk komplikasi intra-abdominal.

 Peritonitis Klamidia

Fitz Hugh Curtis sindroma dapat menyebabkan inflamasi pelvis dan digambarkan

oleh nyeri hipokondrium kanan, pireksia, dan hepatic rub.

 Obat-obatan dan benda asing.

Pada pemakaian isoniazid, practolol, dan kemoterapi intraperitoneal dapat

menyebabkan peritonitis akut. Bedak dan starch dapat menstimulus perkembangan

benda asing granulomata apabila benda-benda itu bertemu pada rongga peritoneum

(contohnya sarung tangan bedah).

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 17
LONG CASE

2.5 Manifestasi Klinis

Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda –

tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan

defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma.

Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.4

Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan

terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok.4 Rangsangan ini

menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium

dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti

jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan

seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lain.4,5

2.6 Diagnosis

2.6.1 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi,

pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan

abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga

perlu diperhatikan. 1

Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak

baik. Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat

akan muncul gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya

mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 18
LONG CASE

damuntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan

adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin

hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya

peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.8

Inspeksi : Pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi

menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran

usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis

biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended. 1,2

Palpasi : Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang

sangat sensitif. Bagian anterir dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif.

Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan

nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan

bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya

proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang

murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa

reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan3,5

Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat.

Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi

bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat. 1,5

Perkusi : Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya

udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui

pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 19
LONG CASE

hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara

bebas tadi.7,8

Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan

pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan


1,7
diagnosis. Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang

memberikan informasi pada peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan

adanya kelainan di daeah panggul, seperti apendisitis, abses, atau adneksitis. Nyeri

pada semua arah menunjukkan general peritonitis. Colok dubur dapat pula

membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus, karena pada paralisis

dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula biasanya

kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi untuk kemungkinan kelainan pada

alat kelamin dalam perempuan. 1,2

Auskultasi : Dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising

usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang

sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga

menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada

peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal. 3,7

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 20
LONG CASE

2.6.2 Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk

pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis

dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu : 5,8

1.Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior

(AP).

2.Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar

horizontal proyeksi AP.

3.Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,

proyeksi AP.

Gambaran radiologis pada peritonitis yaitu :terlihat kekaburan pada cavum

abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas

subdiafragma atau intra peritoneal.2,8

Gambar 3 Foto BNO pada peritonitis.8

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 21
LONG CASE

2.6.3 Pemeriksaan Laboratorium

1.Darah Lengkap, biasanya ditemukan leukositosis, hematocrit yang meningkat

2.BGA, menunjukan asidosis metabolic, dimana terdapat kadar karbondioksida yang

disebabkan oleh hiperventilasi.

3. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih

dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur.

Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma

tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan

didapat.2,10

2.7. Differential Diagnosa

Diagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis,

gastroenteritis, kolesistitis, salpingitis, kehamilan ektopik terganggu.4

2.8. Penatalaksanaan

Konservatif

Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan :9

- Memuasakan pasien

- Dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal

- Pengganti cairan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena

- Pemberian antibiotik yang sesuai

- Pembuangan fokus septik (apendiks) atau penyebab radang lainnya

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 22
LONG CASE

1. Pemberian oksigen

Adalah vital untuk semua pasien dengan syok. Hipoksia dapat dimonitor oleh pulse

oximetri atau BGA.4

2. Resusitasi cairan

Biasanya dengan kristaloid, volumenya berdasarkan derajat syok dan dehidrasi.

Penggantian elektrolit (biasanya potassium) biasanya dibutuhkan. Pasien harus

dikateterisasi untuk memonitor output urine tiap jam. Monitoring tekanan vena

sentral dan penggunaan inotropik sebaiknya digunakan pada pasien dengan sepsis

atau pasien dengan komorbid. Hipovolemi terjadi karena sejumlah besar cairan dan

elektrolit bergerak dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan menurunkan caran

ke dalam ruang vaskuler.4,9

3. Analgetik

Digunakan analgetik opiat intravena dan mungkin dibutuhkan antiemetik.4

4. Antibiotik

Harus spektrum luas, yang mengenai baik aerob dan anaerob, diberikan intravena.

Cefalosporin generasi III dan metronidazole adalah strategi primer. Bagi pasien yang

mendapatkan peritonitis di RS (misalnya oleh karena kebocoran anastomose) atau

yang sedang mendapatkan perawatan intensif, dianjurkan terapi lini kedua diberikan

meropenem atau kombinasi dari piperacillin dan tazobactam. Terapi antifungal juga

harus dipikirkan untuk melindungi dari kemungkinan terpapar spesies Candida. 4,5

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 23
LONG CASE

 Definitif

Pembedahan

1. Laparotomi

Biasanya dilakukan insisi upper atau lower midline tergantung dari lokasi yang

dikira. Tujuannya untuk :9,10,11

- menghilangkan kausa peritonitis

- mengkontrol origin sepsis dengan membuang organ yang mengalami inflamasi atau

ischemic (atau penutupan viscus yang mengalami perforasi).

- Peritoneal lavage

Mengkontrol sumber primer dari sepsis adalah sangat penting. Re-laparotomi

mempunyai peran yang penting pada penanganan pasien dengan peritonitis sekunder,

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 24
LONG CASE

dimana setelah laparotomi primer ber-efek memburuk atau timbul sepsis. Re-operasi

dapat dilakukan sesuai kebutuhan. Relaparotomi yang terencana biasanya dibuat

dengan membuka dinding abdomen dengan pisau bedah sintetik untuk mencegah

eviserasi.

Bagaimanapun juga, penelitian menunjukkan bahwa five year survival rate di

RS dan jangka panjang, lebih tinggi pada relaparotomi sewaktu daripada relaparotomi

yang direncanakan. Pemeriksaan ditunjang dengan CT scan. Perlu diingat bahwa

tidak semua pasien sepsis dilakukan laparotomi, tetapi juga memerlukan ventilasi

mekanikal, antimikrobial, dan support organ. Mengatasi masalah dan kontrol pada

sepsis saat operasi adalah sangat penting karena sebagian besar operasi berakibat

meningkatkan morbiditas dan mortalitas11,12,13

2. Laparoskopi

Teori bahwa resiko keganasan pada hiperkapnea dan syok septik dalam

absorbsi karbondioksida dan endotoksin melalui peritoneum yang mengalami

inflamasi, belum dapat dibuktikan. Tetapi, laparoskopi efektif pada penanganan

appendicitis akut dan perforasi ulkus duodenum. Laparoskopi dapat digunakan pada

kasus perforasi kolon, tetapi angka konversi ke laparotomi lebih besar. Syok dan ileus

adalah kontraindikasi pada laparoskopi.9,14,15

3. Drain

Efektif digunakan pada tempat yang terlokalisir, tetapi cepat melekat pada

dinding sehingga seringkali gagal untuk menjangkau rongga peritoneum. Ada banyak

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 25
LONG CASE

kejadian yang memungkinkan penggunaan drain sebagai profilaksis setelah

laparotomi.

2.9. Komplikasi

1. Syok Sepsis1,10,16

Pasien memerlukan penanganan intensif di ICU

2. Abses intraabdominal atau sepsis abdominal persisten. 10,11

Pada tanda-tanda sepsis (pireksia, leukositosis), pemeriksaan harus disertakan CT

dengan kontras luminal (khususnya apabila terdapat anastomosis in-situ). Re-

laparotomi diperlukan apabila terdapat peritonitis generalisata. Drainase perkutaneus

dengan antobiotik pilihan terbaik merupakan terapi pada tempat yang terlokalisir.

Terapi antibiotik disesuaikan dengan kultur yang diambil dari hasil drainase. Sepsis

abdominal mengakibatkan mortalitas sekitar 30-60%. Faktor yang mempengaruhi

tingkat mortalitas adalah :

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 26
LONG CASE

- Usia

- Penyakit kronis

- Wanita

- Sepsis pada daerah upper gastrointestinal

- Kegagalan menyingkirkan sumber sepsis.

3. Adhesi

Dapat menyebabkan obstruksi intestinal atau volvulus.

2.10. Prognosa

Secara keseluruhan, angka mortalitas dari peritonitis mencapai 40%. Faktor

yang meningkatkan angka mortalitas termasuk: penyakit primernya, adanya

kegagalan multi organ sebelum dilakukannya terapi, usia, dan keadaan umum

penderita.

Angka mortalitas < 10% pada :

- Ulkus perforasi dan appendisitis - Usia muda

- Kontaminasi yang minimal, dan

- Jika peritonitis terdiagnosis dan diterapi dengan cepat.

Angka mortalitas meningkat hingga > 50% pada :

- Perforasi usus halus dan kolon - Usia tua

- Sepsis post-operatif

- Penderita gagal ginjal dan gagal nafas.

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 27
LONG CASE

BAB 3
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
 Nama : An. FIL
 Usia : 12 tahun
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Tempat dan tanggal lahir : Bonleu, 10 Februari 2016
 MRS melalui : IGD
 Rawat inap : Kenanga, 27/12/2018
 No. MR : 50.48.47
 Suku : Timor
 Agama : Kristen Protestan
 Status pernikahan : Belum menikah
 Pendidikan terakhir : SD
 Pekerjaan :-
 Jaminan : SKTM
 Alamat : Bonleu, kec Tobu, TTS
 DPJP : dr. Alders A. K. Nitbani, Sp.B

Riwayat Perjalanan Penyakit


Alloanamnesis dengan ibu pasien, dilakukan di ruangan kenanga – 27/12/2018 ;
15.00 WITA :
Keluhan utama : nyeri perut seluruh lapang perut sejak 19 November 2018
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien rujukan dari RSUD SOE datang diantar oleh keluarganya dengan keluhan
nyeri perut seluruh lapang perut sejak 19 November 2018. Pasien kemudian dibawa
ke RSUD SOE pada tanggal 26 Desember 2018. Awalnya pasien nyeri perut muncul

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 28
LONG CASE

secara tiba-tiba ketika pasien sedang makan, nyeri dirasakan pertama kali pada perut
kanan bawah dan menetap. Nyeri tersebut disertai mual dan muntah lebih dari 5x dan
demam yang hilang timbul. Nyeri tidak berkurang dengan perubahan posisi dan
memberat ketika akan bangun dari tempat tidur. Nyeri yang dirasakan tidak
berkurang akhirnya keluarga meminta orang urut untuk mengurut perut pasien pada
tanggal 20 Desember 2018. Setelah diurut, nyeri perut yang dirasakan semakin
memberat dan mengencang sehingga tanggal 26 Desember 2018 pasien dibawah ke
RSUD Soe. Tiga hari SMRS di RSUD Soe pasien sempat mengeluhkan demam
selama 3 hari yang lalu, mual, dan muntah sebanyak lebih dari 5 kali, nafsu makan
menurun. BAK dan BAB pasien baik.

Riwayat penyakit dahulu :


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit apapun yang berhubungan dengan saluran
pencernaan. Pasien hanya memiliki riwayat ISPA.

Riwayat penyakit keluarga :


Menurut pengakuan ibu pasien, tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit
yang sama dengan pasien.

Riwayat pengobatan :
Pasien sempat diurut oleh tukang urut pada tanggal 20 Desember 2018. Kemudian
pada tanggal 26/12/2018, pasien dibawakan ke RSUD Soe dan telah mendapat terapi
injeksi paracetamol 210 mg, injeksi metronidazole 750 mg, injeksi antrain 750 mg,
injeksi ceftriaxone 750 mg.

Riwayat kebiasaan :
Pasien merupakan seorang pelajar dan setiap harinya pasien makan-makanan di
sekolah. Pasien juga makan nasi, ikan dan sayur. Pasien juga sering makan lombok
biji dengan jambu.

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 29
LONG CASE

Pemeriksaan Fisik (27 Desember 2018; 15.00 WITA)

 Keadaan umum : Tampak sakit sedang


 Kesadaraan : compos mentis
 GCS : 15 (E4V5M6)
 Berat badan : 22 kg
 Tinggi badan : 137 cm

 IMT : -1 SD -2SD
 Status gizi : Normal
Tanda vital
 Tekanan darah : 100/80 mmHg
 Nadi : 110 x/menit
 Suhu : 37,7 °C
 Pernapasan : 26 x/menit
Sistem organ
 Kepala : normocephal, rambut tidak mudah rontok, warna rambut hitam, wajah
simetris.
 Kulit : Sianosis (-), ikterik (-)

 Mata : Konjungtiva tampak pucat (-/-), sklera tampak ikterik (-/-), perdarahan
konjungtiva (-/-), pupil isokor, reflek cahaya langsung (+/+)

 Telinga : Deformitas daun telinga (-/-), otorea (-/-)

 Hidung : sekret (-/-), epistaksis (-/-)

 Mulut : Sianosis (-), bibir tampak lembab, perdarahan gusi (-), mukosa merah
muda, lidah bersih

 Leher : Perbesaran kelenjar tiroid (-), perbesaran KGB (-)
Pulmo
Paru-paru anterior
 I : Pengembangan dada simetris saat statis dan dinamis, tidak tampak
penggunaan otot bantu pernapasan.

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 30
LONG CASE

 P : Tidak terdapat nyeri tekan, tidak teraba massa



 P : Sonor pada kedua lapangan paru
A : Suara nafas vesikuler : ronki : wheezing :

Paru-paru posterior
 I : Pengembangan dada simetris saat statis dan dinamis

 P : Tidak terdapat nyeri tekan, tidak teraba massa

 P : Sonor pada kedua lapangan paru
A : Suara nafas vesikuler : ronki : wheezing :

Jantung
 I : Ictus kordis tidak terlihat

 P : Ictus kordis tidak teraba
P : Batas jantung atas : ICS 2 linea parasternal sinistra
Batas jantung kanan : ICS 4 linea parasternal dekstra
Batas jantung kiri : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
 A : S1–S2 tunggal, reguler, tidak terdengar murmur ataupun gallop
Abdomen
 I : Simetris, tampak cembung, distensi (+)
 A : Terdengar bising usus, kesan menurun

 P : Nyeri tekan (+) seluruh abdomen, defans muscular (+), massa (+) RLQ
pelvis ukuran + 20x30x20 cm 

 P : hipertimpani 
Ekstremitas

 CRT < 2 detik, akral teraba hangat

 Edema (-)

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 31
LONG CASE

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium

Tanggal pemeriksaan
Pemeriksaan Rujukan Satuan
26/12/2018 27/12/2018
Darah Rutin
Hemoglobin 8.8 9.5 12,0 – 16,0 g/dL
Hct 25.8 28.4 37-47 %
MCV 70.5 69.1 81,0 – 96,0 fL
MCH 24.0 23.1 27,0 – 36,0 pg
Leukosit 26.9 24.03 4,0 – 10,0 103/ul
Trombosit 650 603 150 – 400 103/ul
Kimia Darah
GDS 76 70 – 150 mg/dL
BUN 32.0 < 48 mg/dL
Kreatinin 1.23 < 1,0 mg/dL
Bil. Total < 1,3 mg/dL
Bil. Direk < 0,2 mg/dL
Bil. Indirek 0,00 – 0,70 mg/dL
Albumin 3,5 – 5,2 mg/dL
SGPT < 41 U/L
SGOT < 35 U/L
BUN < 48 mg/dL
Kreatinin 0,7 – 1,3 mg/dL
Elektrolit
Natrium 125 132 – 147 mmol/L
Kalium 2.8 3,5 – 4,5 mmol/L
Klorida 92 96-111 mmol/L
Ca Ion 0.950 1.120-1.320 mmo/L
Total Ca 2.1 2.1-2.55 mmol/L
Koagulasi
PT 12.3 10,8 – 14,4 Detik
INR 1.24
APTT 42.6 26,4 – 37,6 Detik

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 32
LONG CASE

Laporan Pembedahan / Tindakan Invasif


Laparotomi eksplorasi ; 27 Desember 2018
DPJP Bedah : dr. Alders A. K. Nitbani, Sp.B
DPJP Anestesi : dr. I Made, Sp.An
Kamar Operasi : Kamar Operasi 4
Diagnosis Pra-Bedah : Peritonitis generalisata
Diagnosis Post-Bedah : Peritonitis generalisata DD: Periappendicular
abses + anemis + Periappendicular infiltrat
Tindakan pembedahan : Laparotomi Eksplorasi
Uraian Pembedahan :
 Persiapan pasien

 Dilakukan tindakan general anesthesia dengan intubasi oral
 Prosedur steril dengan droping, insisi midline + 20 cm perdalam
 Buka peritoniumtampak omentum dan saluran usus halus bertumpuk didaerah
RLQ sampai rongga pelvis dan sangat melengket.
 Berusaha bebaskan dengan NaCl 0,9% hangat “tidak berhasil” dan cenderung
berdarah.
 KIE orang tua (ayah) durante op. setuju untuk cuci NaCl 0,9%
 Pasang 1 buah drain
 Jahit luka operasi
 Operasi selesai
Perawatan paska pembedahan : pasien dirawat di ruangan Kenanga

Diagnosis
 Peritonitis generalisata post laparatomi explorasi

 Appendicitis perforasi
 Periappendicullar abses

Different Diagnosis
 Anemis
 PAI
 Hipokalemia

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 33
LONG CASE

Tatalaksana ; 27 Desember 2018



 Terapi dari bagian Bedah :

 Diet lunak tanpa serat
 Minum bebas
 Tirah baring total boleh miring kanan dan kiri
 IVFD D5 ¼ NS 1500cc/24 jam
 Cefixim 1 gr dlm NS 100 cc/24 jam drips dalam 1 jam
 Metronidazole 10 ccNS 100cc/8 jam drips
 Ketorolac 3x10 mg/IV
 Paracetamol tab 3x250 mg/PO
 Ranitidine 2x25 mg/IV
 KCL 25 meq  10 cc dilarutkan dalam NaCl 100 cc di drip dalam 3 jam;
15 cc dilarutkan dalam NaCl 100 cc drip > 3 jam

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 34
LONG CASE

Follow up

28/12/2018 29/12/2018

Nyeri (+) pada perut dan luka operasi, keadaan Nyeri (+) pada perut dan luka operasi, demam,
S makan minum baik, mual dan muntah tidak ada
lemah. Makan minum baik, mual (-), muntah (-)
- GCS = 15 (E4V5M6) - GCS = 15 (E4V5M6)
- TD : 110/70 mmHg - TD : 100/60 mmHg
- N : 110 x/menit - N : 90 x/menit
- RR : 26 x/menit - RR : 20 x/menit
- S : 36,00 C - S : 37,50 C
- Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis - Mata : sklera ikterik (-/-),konjungtiva anemis
(+/+) (+/+)
O - Pulmo : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-) - Pulmo : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
- Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop(- - Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop(-
) )
- Abdomen : drain minimal, datar, ikut gerak - Abdomen : drain minimal, datar, ikut gerak
nafas, massa (+), peristaltic (+), flatus (+), BAB nafas, massa (+) cenderung menetap, peristaltic
(-) (+), flatus (+), BAB (-)
- Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, - Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik,
edema tungkai (-/-) edema tungkai (-/-)
 Peritonitis generalisata post laparatomi eksplorasi  Peritonitis generalisata post laparatomi eksplorasi
H1 H2
 Periappendicular abses  Periappendicular abses
A  Appendixitis perforasi  Appendixitis perforasi
 Anemia  Anemia
 PAI  PAI
 hipokalemia  hipokalemia

 Diet lunak tanpa serat  Diet lunak tanpa serat


 Minum bebas  Minum bebas
 Tirah baring total boleh miring kanan dan  Tirah baring total boleh miring kanan dan
kiri kiri
 IVFD D5 ¼ NS 1500cc/24 jam  IVFD D5 ¼ NS 1500cc/24 jam
 Cefixim 1 gr dlm NS 100 cc/24 jam drips  Cefixim 1 gr dlm NS 100 cc/24 jam drips dalam
dalam 1 jam 1-2 jam
P  Metronidazole 10 cc dalam NS 100cc/8 jam  Metronidazole 10 cc dalam NS 100 drips
drips dalam 1 jam
 Ketorolac 3x10 mg/IV  Ketorolac 3x10 mg/IV
 Paracetamol tab 3x250 mg/PO  Paracetamol tab 3x250 mg/PO
 Ranitidine 2x25 mg/IV  Ranitidine 2x25 mg/IV
 KCL 25 meq  10 cc dilarutkan dalam
NaCl 100 cc di drip dalam 3 jam; 15 cc
dilarutkan dalam NaCl 100 cc drip > 3 jam
 Cek ulang kalium

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 35
LONG CASE

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium

Tanggal pemeriksaan
Pemeriksaan Rujukan Satuan
28/12/18
Elektrolit
Natrium 130 132 – 147 mmol/L
Kalium 3,0 3,5 – 4,5 mmol/L
Klorida 96 96-111 mmol/L
Calcium ion 1.010 1.120-1.320 mmol/L
Total ion 2.1 2.1-2.55 mmol/L

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 36
LONG CASE

Follow up

30/12/2018 31/12/2018

Nyeri (+) pada perut dan luka operasi, keadaan Nyeri (+) pada perut dan luka operasi, keadaan
S lemah, makan minum baik, mual (-), muntah (-)
lemah. Makan minum baik, mual (-), muntah (-)

- GCS = 15 (E4V5M6) - GCS = 15 (E4V5M6)


- TD : 100/80 mmHg - TD : 110/70 mmHg
- N : 86 x/menit - N : 96 x/menit
- RR : 24 x/menit - RR : 20 x/menit
- S : 36,90 C - S : 37,00 C
- Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (- - Mata : sklera ikterik (-/-),konjungtiva anemis (-/-
/-) )
O - Pulmo : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-) - Pulmo : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
- Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop(- - Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop(-
) )
- Abdomen : drain minimal, datar, ikut gerak - Abdomen : drain minimal, datar, ikut gerak
nafas, nyeri tekan (+), massa (+), peristaltic (+), nafas, nyeri tekan (+), massa cenderung
flatus (+), BAB (-) berkurang, peristaltic (+), flatus (+), BAB (+)
- Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, - Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik,
edema tungkai (-/-) edema tungkai (-/-)
 Peritonitis generalisata post laparatomi eksplorasi  Peritonitis generalisata post laparatomi eksplorasi
H3 H4
 Periappendicular abses  Periappendicular abses
A  Appendixitis perforasi  Appendixitis perforasi
 Anemia perbaikan  Anemia perbaikan
 PAI  PAI
 Hipokalemia perbaikan  Hipokalemia perbaikan

 Diet lunak tanpa serat  Diet lunak tanpa serat


 Minum bebas  Minum bebas
 Tirah baring total boleh miring kanan dan  Tirah baring total boleh miring kanan dan
kiri kiri
 IVFD D5 ¼ NS 1500cc/24 jam  IVFD D5 ¼ NS 1500cc/24 jam
 Cefixim 1 gr dlm NS 100 cc/24 jam drips  Cefixim 1 gr dlm NS 100 cc/24 jam drips dalam
P
dalam 1 jam 1-2 jam
 Metronidazole 10 cc dalam NS 100cc/8 jam  Metronidazole 10 cc dalam NS 100 drips
drips dalam 1 jam
 Ketorolac 3x10 mg/IV  Ketorolac 3x10 mg/IV
 Paracetamol tab 3x250 mg/PO  Paracetamol tab 3x250 mg/PO
 Ranitidine 2x25 mg/IV  Ranitidine 2x25 mg/IV

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 37
LONG CASE

Follow up

01/01/2019 02/01/2019

Nyeri pada perut dan luka operasi sudah Nyeri pada perut dan luka operasi berkurang,
S berkurang, keadaan baik. Makan minum baik, Makan minum baik, mual (-), muntah (-)
mual (-), muntah (-)
- GCS = 15 (E4V5M6) - GCS = 15 (E4V5M6)
- TD : 120/80 mmHg - TD : 100/80 mmHg
- N : 90 x/menit - N : 90 x/menit
- RR : 22 x/menit - RR : 20 x/menit
- S : 36,50 C - S : 36,00 C
- Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (- - Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-
/-) /-)
O - Pulmo : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-) - Pulmo : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
- Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop(- - Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop(-
) )
- Abdomen : drain minimal, datar, ikut gerak - Abdomen : drain minimal, datar, ikut gerak
nafas, nyeri tekan (+), massa cenderung nafas, nyeri tekan berkurang, massa cenderung
berkurang, peristaltic (+), flatus (+), BAB (+) berkurang, peristaltic (+), flatus (+), BAB (+)
- Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, - Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik,
edema tungkai (-/-) edema tungkai (-/-)
 Peritonitis generalisata post laparatomi eksplorasi  Peritonitis generalisata post laparatomi eksplorasi
H5 H6
 Periappendicular abses  Periappendicular abses
A  Appendixitis perforasi  Appendixitis perforasi
 Anemia perbaikan  Anemia perbaikan
 PAI  PAI
 Hipokalemia perbaikan  Hipokalemia perbaikan

 Diet lunak tanpa serat  Diet lunak tanpa serat


 Minum bebas  Minum bebas
 Tirah baring total boleh miring kanan dan  Boleh duduk
kiri  IVFD D5 ¼ NS 1500cc/24 jam
 IVFD D5 ¼ NS 1500cc/24 jam  Cefixim 1 gr dlm NS 100 cc/24 jam drips dalam
 Cefixim 1 gr dlm NS 100 cc/24 jam drips 1-2 jam
P dalam 1 jam  Metronidazole 10 cc dalam NS 100 drips
 Metronidazole 10 cc dalam NS 100cc/8 jam dalam 1 jam
drips  Ketorolac 3x10 mg/IV (STOP)
 Ketorolac 3x10 mg/IV  Paracetamol tab 3x250 mg/PO
 Ranitidine 2x25 mg/IV (STOP)
 Paracetamol tab 3x250 mg/PO
 Off drain
 Ranitidine 2x25 mg/IV  Rawat luka hari ini

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 38
LONG CASE

Follow up

03/01/2019 04/01/2019

Nyeri pada perut dan luka operasi sudah tidak


S ada, keadaan baik. Makan minum baik, mual (-), Tidak ada keluhan, keadaan umum baik
muntah (-)
- GCS = 15 (E4V5M6) - GCS = 15 (E4V5M6)
- TD : 100/70 mmHg - TD : 100/90 mmHg
- N : 94 x/menit - N : 98 x/menit
- RR : 24 x/menit - RR : 22 x/menit
- S : 36,10 C - S : 36,00 C
- Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (- - Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-
/-) /-)
O - Pulmo : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-) - Pulmo : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
- Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop(- - Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop(-
) )
- Abdomen : datar, ikut gerak nafas, supel, massa - Abdomen : datar, ikut gerak nafas, supel, massa
(-), nyeri tekan (-), peristaltic (+), flatus (+), (-) nyeri tekan (-), peristaltic (+), flatus (+), BAB
BAB (+) (+)
- Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, - Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik,
edema tungkai (-/-) edema tungkai (-/-)
 Peritonitis generalisata post laparatomi eksplorasi  Peritonitis generalisata post laparatomi eksplorasi
H7 H8
 Periappendicular abses  Periappendicular abses
A  Appendixitis perforasi  Appendixitis perforasi
 Anemia perbaikan  Anemia
 PAI  PAI
 Hipokalemia perbaikan  Hipokalemia perbaikan

 Diet lunak tanpa serat  Diet lunak tanpa serat


 Minum bebas  Minum bebas
P  Boleh duduk  Mobilisasi di kamar
 Injeksi STOP  Cotrimoxazole 2xcII (2 minggu)
 Cotrimoxazole 2xcII (2 minggu)  Paracetamol 3x250 mg/PO
 Paracetamol 3x250 mg/PO  Boleh pulang kontrol poli bedah 
 Off kateter

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 39
LONG CASE

BAB 4
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan sebuah kasus dari seorang laki-laki 12 tahun, pasien rujukan

dari RSUD SOE datang diantar oleh keluarganya dengan keluhan nyeri perut seluruh

lapang perut sejak 19 November 2018. Pasien kemudian dibawa ke RSUD SOE pada

tanggal 26 Desember 2018. Awalnya pasien nyeri perut muncul secara tiba-tiba

ketika pasien sedang makan, nyeri dirasakan pertama kali pada perut kanan bawah

dan menetap. Nyeri tersebut disertai mual dan muntah lebih dari 5x dan demam yang

hilang timbul. Nyeri tidak berkurang dengan perubahan posisi dan memberat ketika

akan bangun dari tempat tidur. Nyeri yang dirasakan tidak berkurang akhirnya

keluarga meminta orang urut untuk mengurut perut pasien pada tanggal 20 Desember

2018. Setelah diurut, nyeri perut yang dirasakan semakin memberat dan mengencang

sehingga tanggal 26 Desember 2018 pasien dibawah ke RSUD Soe. Tiga hari SMRS

di RSUD Soe pasien sempat mengeluhkan demam selama 3 hari yang lalu, mual, dan

muntah sebanyak lebih dari 5 kali, nafsu makan menurun. BAK dan BAB pasien

baik.

Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau kondisi

aseptik pada selaput organ perut (peritoneum). Adanya darah atau cairan dalam

rongga peritonium akan memberikan tanda – tanda rangsangan peritonium.

Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati

bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 40
LONG CASE

sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.4 Bila telah terjadi peritonitis

bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan

penderita tampak letargik dan syok.4 Manifestasi klinis yang mendukung pasien ini

menderita peritonitis adalah :

 Nyeri hebat pada seluruh regio abdomen dalam keadaan diam dan bergerak

 Defans muscular (+)

 Peristaltik usus menurun

 Suhu badan penderita meningkat dengan suhu 37,7 ºC

Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang
1,2
atau distended. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya

proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang

murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa

reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan3,5 Pada pasien dengan peritonitis,

pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya

udara bebas tadi.7,8 Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau

menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga

menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada

peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal. 3,7 pada pemriksaan laboratorium

darah Lengkap, biasanya ditemukan leukositosis, hematocrit yang meningkat

Dari data pemeriksaan fisik, didapatkan beberapa hal yang bermakna dan

mendukung kearah diagnosis diantaranya :

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 41
LONG CASE

 Inspeksi : perut tampak cembung, distensi (+)

 Auskultasi : bunyi usus (+), kesan menurun

 Palpasi : nyeri tekan (+) seluruh region abdomen, terdapat massa di RLQ

ukuran 20x30x20 cm, defans muscular (+)

 Perkusi : hipertimpani

Pemeriksaan laboratorium pada pasien ini didapatkan hasil berupa :

 Leukositosis dengan nilai lekosit 26.900/ul

Pengobatan secara konservatif yaitu : pemberian oksigen, resusitasi cairan,

analgetik, antibiotik harus spektrum luas, yang mengenai baik aerob dan anaerob,

diberikan intravena. Cefalosporin generasi III dan metronidazole adalah strategi

primer.

Terapi pembedahan dengan Laparotomi yang biasanya dilakukan insisi upper

atau lower midline tergantung dari lokasi yang dikira. Tujuannya untuk :

menghilangkan kausa peritonitis, mengkontrol origin sepsis dengan membuang organ

yang mengalami inflamasi atau ischemic (atau penutupan viscus yang mengalami

perforasi), peritoneal lavage9,10. Kemudian bisa juga dilakukan laparoskopi. Tetapi,

laparoskopi efektif pada penanganan appendicitis akut dan perforasi ulkus duodenum.

Laparoskopi dapat digunakan pada kasus perforasi kolon, tetapi angka konversi ke

laparotomi lebih besar. Syok dan ileus adalah kontraindikasi pada laparoskopi9.

Selain itu dengan drain yang efektif digunakan pada tempat yang terlokalisir, tetapi

cepat melekat pada dinding sehingga seringkali gagal untuk menjangkau rongga

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 42
LONG CASE

peritoneum. Ada banyak kejadian yang memungkinkan penggunaan drain sebagai

profilaksis setelah laparotomi.

Pada pasien ini diberikan terapi konservatif dan pembedahan seperti 

 Diet lunak tanpa serat

 Minum bebas

 Tirah baring total boleh miring kanan dan kiri

 IVFD D5 ¼ NS 1500cc/24 jam

 Cefixim 1 gr dlm NS 100 cc/24 jam drips dalam 1 jam

 Metronidazole 10 ccNS 100cc/8 jam drips

 Ketorolac 3x10 mg/IV

 Paracetamol tab 3x250 mg/PO

 Ranitidine 2x25 mg/IV

 Terapi pembedahan laparatomi eksplorasi dan pemasangan 1 buah drain

Pasien kemudian pulang dengan keadaan membaik setelah dilakukan

perawatan selama 8 hari dan kontrol poli 07 Januari 2019 dengan obat pulang seperti

cotrimoxazole 2xc II, paracetamol 3x250 mg.

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 43
LONG CASE

BAB 5
PENUTUP

Kesimpulan
Telah dilaporkan sebuah kasus dari seorang laki-laki 12 tahun, pasien rujukan

dari RSUD SOE datang diantar oleh keluarganya dengan keluhan nyeri perut seluruh

lapang perut sejak 19 November 2018. Pasien kemudian dibawa ke RSUD SOE pada

tanggal 26 Desember 2018. Pasien dirawat selama 8 hari dan kemudian dinyatakan

membaik serta diperbolehkan pulang.

Tindakan penegakan diagnosa yang telah dilakukan pada pasien ini meliputi

pemriksaan penunjang laboratorium walaupun tidak didapatkan diagnosis definitif.

Tatalaksana dan pengobatan yang dilakukan pada pasien ini merupakan

tindakan konservatif dan pembedahan yaitu laparotomi eksplorasi dengan drainase.

Secara keseluruhan, angka mortalitas dari peritonitis mencapai 40%. Faktor

yang meningkatkan angka mortalitas termasuk: penyakit primernya, adanya

kegagalan multi organ sebelum dilakukannya terapi, usia, dan keadaan umum

penderita. Angka mortalitas < 10% pada : Ulkus perforasi dan appendicitis, usia

muda, kontaminasi yang minimal, dan jika peritonitis terdiagnosis dan diterapi

dengan cepat.

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 44
LONG CASE

DAFTAR PUSTAKA

1. Gearhart SL, Silen W. Acute appendisitis and peritonitis. Dalam: Fauci A,


Braunwald E, Kasper D, Hauser S, Longo D, Jameson J, et al, editor
(penyunting). Harrison’s principal of internal medicine. Edisi ke-17 Volume II.
USA: McGraw- Hill; 2008. hlm. 1916-7.

2. Daldiyono, Syam AF. Nyeri abdomen akut. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor (penyunting). Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-5 Jilid ke-1. Jakarta: Interna Publishing; 2010. hlm. 474-6.
3. Ridad MA. Infeksi. Dalam: R. Sjamsuhidajat, editor (penyunting). Buku ajar
ilmu bedah Sjamsuhidajat- de jong. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2007. hlm.52.
4. World Health Organization. Typhoid fever, Democratic Republic of the Kongo.
Weekly Epidemiological Record. 2005; 1(80):1-8.
5. Wittman DH. Intra abdominal infections. New York: Marcel Dekker INC; 1991.
6. Samuel JC, Qureshi JS, Mulima G, Shores CG, Cairns BA, Charles AG. An
observational study of the etiology, clinical presentation, and outcomes
associated with peritonitis in lilongwe, malawi. World Journal of Emergency
Surgery. 2011: 6-38.
7. Zain LH. Tuberkulosis peritoneal. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor (penyunting). Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jakarta : Interna Publishing; 2010. hlm. 727-30.
8. Alvarino, Zahari A. Tuberculosa intra abdominal. MKA. 2003;1(27):29-34.
9. Sahu S, Gupta A, Sachan P, Bahl D. Outcome of secondary peritonitis based on
APACHE II score. The Internet Journal of Surgery. 2007;14(2).
10. Singh R, Kumar N, Bhattacharya A, Vajifdar H. Preoperatif predictors of
mortality in adults patient with perforation peritonitis. Indian Journal of Critical
Care Medicine. 2011;15(3):157-63.

11. Mullari K, Leppaniemi A. Severe secondary peritonitis following

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 45
LONG CASE

gastrointestinal tract perforation. Scandinavian Journal of Surgery. 2004;14(2).


12. Sotto A, Lefrant JY, Peray PF, Muller L, Tafuri J, Navarro F, dkk. Evaluation
of antimicrobial therapy management of 120 consecutive patients with
secondary peritonitis. Journal of Antimicrobial Chemotherapy. 2002;50:569-76.
13. Daley BJ. Peritonitis and abdominal sepsis. Medscape. Dis [serial online]
2013 (diunduh 7 januari 2019). Tersedia dari: URL: HYPERLINK http://
emedicine.medscape.com/article/180234-overview #aw2aab6b2b4aa.
14. Arza Y. Hubungan jumlah leukosit preoperatif dengan kejadian apendiks
perforasi pada penderita apendisitis akut di RSUD arifin achmad provinsi riau
periode 2005 (skripsi). Pekanbaru:Fakultas Kedokteran Universitas Riau; 2006.
15. Cavallaro A, Catania V, Cavallaro M, Zanghi A, Cappelani A. Management
of secondary peritonitis. Ann Ital Chir. 2008; 79:255-60.
16. Holzheimer RG. Management of secondary peritonitis. Surgical Treatment :
Evidence-Based and Problem-Oriented. Dis [serial online] 2001 (diunduh 7
januari 2019). Tersedia dari: URL: HYPERLINK http://rene-holzheimer.de/

LONG CASE PERITONITIS


Grace Septi Yudanthi Kerihi 1408010059 Page 46

Anda mungkin juga menyukai