PERITONITIS
Grace Septi Yudanthi Kerihi, S.Ked
SMF / BAGIAN ILMU BEDAH
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
BAB 1
PENDAHULUAN
aseptik pada selaput organ perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan
jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut bagian dalam. Lokasi
peritonitis bisa terlokalisir atau difus dan riwayat akut atau kronik.1
Peritonitis juga menjadi salah satu penyebab tersering dari akut abdomen.
Akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen yang dapat terjadi karena masalah
bedah dan non bedah. Peritonitis secara umum adalah penyebab kegawatan
abdomen yang disebabkan oleh bedah. Peritonitis tersebut disebabkan akibat suatu
proses dari luar maupun dalam abdomen. Proses dari luar misalnya karena suatu
bakteremia atau sepsis. Kejadian peritonitis akut sering dikaitkan dengan perforasi
infeksi melalui darah dan kelenjar getah bening di peritoneum dan sering dikaitkan
dengan penyakit sirosis hepatis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh infeksi pada
peritonitis yang paling sering terjadi. Peritonitis tersier merupakan peritonitis yang
seperti yang berasal dari perforasi apendiks, asam lambung dari perforasi lambung,
cairan empedu dari perforasi kandung empedu serta laserasi hepar akibat trauma.3
adalah 5,9 juta kasus. Di Republik Demokrasi Kongo, antara 1 Oktober dan 10
Desember 2004, telah terjadi 615 kasus peritonitis berat (dengan atau tanpa
perforasi), termasuk 134 kematian (tingkat fatalitas kasus, 21,8%), yang merupakan
ditemukan 73% penyebab tersering peritonitis adalah perforasi dan 27% terjadi
pasca operasi. Terdapat 897 pasien peritonitis dari 11.000 pasien yang ada. Angka
orang).5
Peritonitis dapat mengenai semua umur dan terjadi pada pria dan wanita.
Penyebab peritonitis sekunder yang bersifat akut tersering pada anak-anak adalah
distress syndrome, dan sepsis yang dapat menyebabkan syok dan kegagalan
banyak organ.6
Distribusi umur terbanyak adalah kisaran 10-19 tahun. Tipe peritonitis berdasarkan
bedah yang yang tersering dilakukan. Lama rawatan pasien peritonitis terbanyak pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
rongga abdomen dan menutupi visera abdomen) merupakan penyulit berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari luka
tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup
dalam kolon (pada kasus ruptura appendik) yang mencakup Eschericia coli atau
Bacteroides. Sedangkan stafilokokus dan streptokokus sering kali masuk dari luar.1,2
menetap sebagai pita-pita fibrosa yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi
usus.2
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau
paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke
Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga,
dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai
lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan sub kutis, lemak
sub kutan dan facies superfisial (facies skarpa), kemudian ketiga otot dinding perut
transversalis, lemak preperitonial dan peritonium. Otot di bagian depan tengah terdiri
dari sepasang otot rektus abdominis dengan fascianya yang di garis tengah dipisahkan
oleh linea alba.1,2 Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga
mencegah terjadilah hernia bawaan, dapatan, maupun iatrogenik. Fungsi lain otot
dinding perut adalah pada pernafasan juga pada proses berkemih dan buang air besar
Gambar 1. Tampak anterior otot dinding abdomen dan penampang melintang otot
abdomen11
Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, yang melapisi
dinding rongga abdominal dan berhubungan dengan fascia muscular, dan peritoneum
visceral, yang menyelaputi semua organ yang berada di dalam rongga itu. Peritoneum
yang berbahaya dan menimbulkan defans muscular dan nyeri lepas.1,2 Ruang yang
bisa terdapat di antara dua lapis ini disebut ruang peritoneal atau cavitas peritonealis.
terdapat cairan peritoneum yang berfungsi sebagai pelumas sehingga alat-alat dapat
memiliki membran basal semipermiabel yang berguna untuk difusi air, elektrolit,
makro, maupum mikro sel. Oleh karena itu peritoneum punya kemampuan untuk
digunakan sebagai media cuci darah yaitu peritoneal dialisis dan menyerap cairan
1.Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui tuba uterina, uterus dan vagina.
intraperitoneale, seperti pada lambung, jejunum, ileum, dan limpa. Sedangkan yang
pancreas.1,3,4
dengan alat viscera lainnya seperti dengan hepar (omentum minus), dengan colon
Peritoneum dari usus kecil disebut mesenterium, dari appendik disebut mesoappendix
sigmoideum. Mesenterium dan omentum berisi pembuluh darah dan limfe serta saraf
dan mendapat persarafan dari saraf-saraf segmental yang juga mempersarafi kulit dan
otot yang ada di sebelah luarnya. Iritasi pada peritoneum parietale memberikan rasa
nyeri lokal, namun insici pada peritoneum viscerale tidak memberikan rasa nyeri.1,2
Peritoneum viscerale sensitif terhadap regangan dan sobekan tapi tidak sensitif untuk
Sangat penting untuk memahami posisi dari alat-alat viscera abdomen agar
dapat segera mengetahui atau memperkirakan alat apa yang terkena tusukan pada
perut: .
Hepar merupakan suatu organ yang besar yang mengisi bagian atas rongga abdomen.
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah per melekat pada
permukaan visceral lobus kanan hepar. Ujung buntunya (fundus) menonjol di bawah
Esophagus di daerah abdomen pendek, 1,25 cm terletak di belakang lobus kiri hepar.
umbilicalis
Pancreas terbentang dari regio umbilicalis sampai ke regio hypochondriaca kiri pada
lien.
Lien terletak pada bagian atas kiri dari rongga abdomen antara lambung dan
Ren terletak pada dinding belakang abdomen posterior dari peritoneum parietale di
Glandula suprarenalis terletak pada dinding belakang abdomen di sisi kana dan kiri
columna vertebralis.
Jejunum mengisi bagian atas kiri rongga abdomen dan ileum mengisi bagian kanan
Colon terbentang mengelilingi jejunum dan ileum, terbagi atas caecum, colon
2.3. Etiologi
1. Peritonitis primer
2. Peritonitis sekunder
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan
2.4. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.2
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,
untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk
buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi
lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding
bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.2
sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis
sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan
yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan
obstruksi usus.1,2,4
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus
usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana
yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat
total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah
sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan
akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk
keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang
dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam
selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang
disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang
Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di
perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena
rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas.
Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal
perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia,
asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai
apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah
kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul
abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ
yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi
dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan
kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling
lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan
terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat
sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena
Jenis Peritonitis
Peritonitis Aseptik.
Terjadi sekitar 20% dari seluruh kasus peritonitis di Inggris, dan biasanya
sekunder dari perforasi ulkus gaster atau duodenal. Peritonitis steril dapat
Peritonitis bilier
2. kolesistitis akut
3. trauma
4. idiopatik
1. Cairan pankreas
Misalnya dari pankreatitis akut, trauma. Pankreatitis bisa disebabkan karen proses
diagnostik laparotomi pada pasien yang tidak mengalami peningkatan serum amilase.
2. Darah.
3. Urine
4. Meconium
Adalah campuran steril dari sel epitel, mucin, garam,, lemak, dan bilier dimana
dibentuk saat fetus mulai menelan cairan amnion. Peritonitis mekonium berkembang
lambat di kehidupan intra uteri atau di periode perinatal saat mekonium memasuki
Peritonitis TB
1. secara langsung melalui limfatik nodul, regio ileocaecal atau pyosalping TB.
Kejadiannya dapat secara akut (seperti peritonitis pada umumnya), dan kronik
(onsetnya lebih spesifik, dengan nyeri perut, demam, penurunan berat badan, keringat
malam, massa abdomen). Makroskopik, ada 4 bentuk dari penyakit ini : ascitic,
Peritonitis Klamidia
Fitz Hugh Curtis sindroma dapat menyebabkan inflamasi pelvis dan digambarkan
benda asing granulomata apabila benda-benda itu bertemu pada rongga peritoneum
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda –
defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma.
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan
terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok.4 Rangsangan ini
dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti
jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan
seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lain.4,5
2.6 Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi,
pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan
abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga
perlu diperhatikan. 1
baik. Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat
damuntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan
adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin
hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya
usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis
biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended. 1,2
Palpasi : Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang
sangat sensitif. Bagian anterir dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif.
Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan
nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan
bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya
proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang
murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa
Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi
bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat. 1,5
udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui
pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak
hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara
bebas tadi.7,8
memberikan informasi pada peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan
adanya kelainan di daeah panggul, seperti apendisitis, abses, atau adneksitis. Nyeri
pada semua arah menunjukkan general peritonitis. Colok dubur dapat pula
membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus, karena pada paralisis
dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula biasanya
usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang
sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga
1.Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior
(AP).
2.Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
3.Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.
abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas
dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur.
tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan
didapat.2,10
2.8. Penatalaksanaan
Konservatif
- Memuasakan pasien
1. Pemberian oksigen
Adalah vital untuk semua pasien dengan syok. Hipoksia dapat dimonitor oleh pulse
2. Resusitasi cairan
dikateterisasi untuk memonitor output urine tiap jam. Monitoring tekanan vena
sentral dan penggunaan inotropik sebaiknya digunakan pada pasien dengan sepsis
atau pasien dengan komorbid. Hipovolemi terjadi karena sejumlah besar cairan dan
elektrolit bergerak dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan menurunkan caran
3. Analgetik
4. Antibiotik
Harus spektrum luas, yang mengenai baik aerob dan anaerob, diberikan intravena.
Cefalosporin generasi III dan metronidazole adalah strategi primer. Bagi pasien yang
yang sedang mendapatkan perawatan intensif, dianjurkan terapi lini kedua diberikan
meropenem atau kombinasi dari piperacillin dan tazobactam. Terapi antifungal juga
harus dipikirkan untuk melindungi dari kemungkinan terpapar spesies Candida. 4,5
Definitif
Pembedahan
1. Laparotomi
Biasanya dilakukan insisi upper atau lower midline tergantung dari lokasi yang
- mengkontrol origin sepsis dengan membuang organ yang mengalami inflamasi atau
- Peritoneal lavage
mempunyai peran yang penting pada penanganan pasien dengan peritonitis sekunder,
dimana setelah laparotomi primer ber-efek memburuk atau timbul sepsis. Re-operasi
dengan membuka dinding abdomen dengan pisau bedah sintetik untuk mencegah
eviserasi.
RS dan jangka panjang, lebih tinggi pada relaparotomi sewaktu daripada relaparotomi
tidak semua pasien sepsis dilakukan laparotomi, tetapi juga memerlukan ventilasi
mekanikal, antimikrobial, dan support organ. Mengatasi masalah dan kontrol pada
sepsis saat operasi adalah sangat penting karena sebagian besar operasi berakibat
2. Laparoskopi
Teori bahwa resiko keganasan pada hiperkapnea dan syok septik dalam
appendicitis akut dan perforasi ulkus duodenum. Laparoskopi dapat digunakan pada
kasus perforasi kolon, tetapi angka konversi ke laparotomi lebih besar. Syok dan ileus
3. Drain
Efektif digunakan pada tempat yang terlokalisir, tetapi cepat melekat pada
dinding sehingga seringkali gagal untuk menjangkau rongga peritoneum. Ada banyak
laparotomi.
2.9. Komplikasi
1. Syok Sepsis1,10,16
dengan antobiotik pilihan terbaik merupakan terapi pada tempat yang terlokalisir.
Terapi antibiotik disesuaikan dengan kultur yang diambil dari hasil drainase. Sepsis
- Usia
- Penyakit kronis
- Wanita
3. Adhesi
2.10. Prognosa
kegagalan multi organ sebelum dilakukannya terapi, usia, dan keadaan umum
penderita.
- Sepsis post-operatif
BAB 3
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : An. FIL
Usia : 12 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat dan tanggal lahir : Bonleu, 10 Februari 2016
MRS melalui : IGD
Rawat inap : Kenanga, 27/12/2018
No. MR : 50.48.47
Suku : Timor
Agama : Kristen Protestan
Status pernikahan : Belum menikah
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan :-
Jaminan : SKTM
Alamat : Bonleu, kec Tobu, TTS
DPJP : dr. Alders A. K. Nitbani, Sp.B
secara tiba-tiba ketika pasien sedang makan, nyeri dirasakan pertama kali pada perut
kanan bawah dan menetap. Nyeri tersebut disertai mual dan muntah lebih dari 5x dan
demam yang hilang timbul. Nyeri tidak berkurang dengan perubahan posisi dan
memberat ketika akan bangun dari tempat tidur. Nyeri yang dirasakan tidak
berkurang akhirnya keluarga meminta orang urut untuk mengurut perut pasien pada
tanggal 20 Desember 2018. Setelah diurut, nyeri perut yang dirasakan semakin
memberat dan mengencang sehingga tanggal 26 Desember 2018 pasien dibawah ke
RSUD Soe. Tiga hari SMRS di RSUD Soe pasien sempat mengeluhkan demam
selama 3 hari yang lalu, mual, dan muntah sebanyak lebih dari 5 kali, nafsu makan
menurun. BAK dan BAB pasien baik.
Riwayat pengobatan :
Pasien sempat diurut oleh tukang urut pada tanggal 20 Desember 2018. Kemudian
pada tanggal 26/12/2018, pasien dibawakan ke RSUD Soe dan telah mendapat terapi
injeksi paracetamol 210 mg, injeksi metronidazole 750 mg, injeksi antrain 750 mg,
injeksi ceftriaxone 750 mg.
Riwayat kebiasaan :
Pasien merupakan seorang pelajar dan setiap harinya pasien makan-makanan di
sekolah. Pasien juga makan nasi, ikan dan sayur. Pasien juga sering makan lombok
biji dengan jambu.
IMT : -1 SD -2SD
Status gizi : Normal
Tanda vital
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Suhu : 37,7 °C
Pernapasan : 26 x/menit
Sistem organ
Kepala : normocephal, rambut tidak mudah rontok, warna rambut hitam, wajah
simetris.
Kulit : Sianosis (-), ikterik (-)
Mata : Konjungtiva tampak pucat (-/-), sklera tampak ikterik (-/-), perdarahan
konjungtiva (-/-), pupil isokor, reflek cahaya langsung (+/+)
Telinga : Deformitas daun telinga (-/-), otorea (-/-)
Hidung : sekret (-/-), epistaksis (-/-)
Mulut : Sianosis (-), bibir tampak lembab, perdarahan gusi (-), mukosa merah
muda, lidah bersih
Leher : Perbesaran kelenjar tiroid (-), perbesaran KGB (-)
Pulmo
Paru-paru anterior
I : Pengembangan dada simetris saat statis dan dinamis, tidak tampak
penggunaan otot bantu pernapasan.
Paru-paru posterior
I : Pengembangan dada simetris saat statis dan dinamis
P : Tidak terdapat nyeri tekan, tidak teraba massa
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A : Suara nafas vesikuler : ronki : wheezing :
Jantung
I : Ictus kordis tidak terlihat
P : Ictus kordis tidak teraba
P : Batas jantung atas : ICS 2 linea parasternal sinistra
Batas jantung kanan : ICS 4 linea parasternal dekstra
Batas jantung kiri : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
A : S1–S2 tunggal, reguler, tidak terdengar murmur ataupun gallop
Abdomen
I : Simetris, tampak cembung, distensi (+)
A : Terdengar bising usus, kesan menurun
P : Nyeri tekan (+) seluruh abdomen, defans muscular (+), massa (+) RLQ
pelvis ukuran + 20x30x20 cm
P : hipertimpani
Ekstremitas
CRT < 2 detik, akral teraba hangat
Edema (-)
Tanggal pemeriksaan
Pemeriksaan Rujukan Satuan
26/12/2018 27/12/2018
Darah Rutin
Hemoglobin 8.8 9.5 12,0 – 16,0 g/dL
Hct 25.8 28.4 37-47 %
MCV 70.5 69.1 81,0 – 96,0 fL
MCH 24.0 23.1 27,0 – 36,0 pg
Leukosit 26.9 24.03 4,0 – 10,0 103/ul
Trombosit 650 603 150 – 400 103/ul
Kimia Darah
GDS 76 70 – 150 mg/dL
BUN 32.0 < 48 mg/dL
Kreatinin 1.23 < 1,0 mg/dL
Bil. Total < 1,3 mg/dL
Bil. Direk < 0,2 mg/dL
Bil. Indirek 0,00 – 0,70 mg/dL
Albumin 3,5 – 5,2 mg/dL
SGPT < 41 U/L
SGOT < 35 U/L
BUN < 48 mg/dL
Kreatinin 0,7 – 1,3 mg/dL
Elektrolit
Natrium 125 132 – 147 mmol/L
Kalium 2.8 3,5 – 4,5 mmol/L
Klorida 92 96-111 mmol/L
Ca Ion 0.950 1.120-1.320 mmo/L
Total Ca 2.1 2.1-2.55 mmol/L
Koagulasi
PT 12.3 10,8 – 14,4 Detik
INR 1.24
APTT 42.6 26,4 – 37,6 Detik
Diagnosis
Peritonitis generalisata post laparatomi explorasi
Appendicitis perforasi
Periappendicullar abses
Different Diagnosis
Anemis
PAI
Hipokalemia
Follow up
28/12/2018 29/12/2018
Nyeri (+) pada perut dan luka operasi, keadaan Nyeri (+) pada perut dan luka operasi, demam,
S makan minum baik, mual dan muntah tidak ada
lemah. Makan minum baik, mual (-), muntah (-)
- GCS = 15 (E4V5M6) - GCS = 15 (E4V5M6)
- TD : 110/70 mmHg - TD : 100/60 mmHg
- N : 110 x/menit - N : 90 x/menit
- RR : 26 x/menit - RR : 20 x/menit
- S : 36,00 C - S : 37,50 C
- Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis - Mata : sklera ikterik (-/-),konjungtiva anemis
(+/+) (+/+)
O - Pulmo : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-) - Pulmo : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
- Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop(- - Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop(-
) )
- Abdomen : drain minimal, datar, ikut gerak - Abdomen : drain minimal, datar, ikut gerak
nafas, massa (+), peristaltic (+), flatus (+), BAB nafas, massa (+) cenderung menetap, peristaltic
(-) (+), flatus (+), BAB (-)
- Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, - Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik,
edema tungkai (-/-) edema tungkai (-/-)
Peritonitis generalisata post laparatomi eksplorasi Peritonitis generalisata post laparatomi eksplorasi
H1 H2
Periappendicular abses Periappendicular abses
A Appendixitis perforasi Appendixitis perforasi
Anemia Anemia
PAI PAI
hipokalemia hipokalemia
Tanggal pemeriksaan
Pemeriksaan Rujukan Satuan
28/12/18
Elektrolit
Natrium 130 132 – 147 mmol/L
Kalium 3,0 3,5 – 4,5 mmol/L
Klorida 96 96-111 mmol/L
Calcium ion 1.010 1.120-1.320 mmol/L
Total ion 2.1 2.1-2.55 mmol/L
Follow up
30/12/2018 31/12/2018
Nyeri (+) pada perut dan luka operasi, keadaan Nyeri (+) pada perut dan luka operasi, keadaan
S lemah, makan minum baik, mual (-), muntah (-)
lemah. Makan minum baik, mual (-), muntah (-)
Follow up
01/01/2019 02/01/2019
Nyeri pada perut dan luka operasi sudah Nyeri pada perut dan luka operasi berkurang,
S berkurang, keadaan baik. Makan minum baik, Makan minum baik, mual (-), muntah (-)
mual (-), muntah (-)
- GCS = 15 (E4V5M6) - GCS = 15 (E4V5M6)
- TD : 120/80 mmHg - TD : 100/80 mmHg
- N : 90 x/menit - N : 90 x/menit
- RR : 22 x/menit - RR : 20 x/menit
- S : 36,50 C - S : 36,00 C
- Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (- - Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-
/-) /-)
O - Pulmo : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-) - Pulmo : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
- Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop(- - Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop(-
) )
- Abdomen : drain minimal, datar, ikut gerak - Abdomen : drain minimal, datar, ikut gerak
nafas, nyeri tekan (+), massa cenderung nafas, nyeri tekan berkurang, massa cenderung
berkurang, peristaltic (+), flatus (+), BAB (+) berkurang, peristaltic (+), flatus (+), BAB (+)
- Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, - Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik,
edema tungkai (-/-) edema tungkai (-/-)
Peritonitis generalisata post laparatomi eksplorasi Peritonitis generalisata post laparatomi eksplorasi
H5 H6
Periappendicular abses Periappendicular abses
A Appendixitis perforasi Appendixitis perforasi
Anemia perbaikan Anemia perbaikan
PAI PAI
Hipokalemia perbaikan Hipokalemia perbaikan
Follow up
03/01/2019 04/01/2019
BAB 4
PEMBAHASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus dari seorang laki-laki 12 tahun, pasien rujukan
dari RSUD SOE datang diantar oleh keluarganya dengan keluhan nyeri perut seluruh
lapang perut sejak 19 November 2018. Pasien kemudian dibawa ke RSUD SOE pada
tanggal 26 Desember 2018. Awalnya pasien nyeri perut muncul secara tiba-tiba
ketika pasien sedang makan, nyeri dirasakan pertama kali pada perut kanan bawah
dan menetap. Nyeri tersebut disertai mual dan muntah lebih dari 5x dan demam yang
hilang timbul. Nyeri tidak berkurang dengan perubahan posisi dan memberat ketika
akan bangun dari tempat tidur. Nyeri yang dirasakan tidak berkurang akhirnya
keluarga meminta orang urut untuk mengurut perut pasien pada tanggal 20 Desember
2018. Setelah diurut, nyeri perut yang dirasakan semakin memberat dan mengencang
sehingga tanggal 26 Desember 2018 pasien dibawah ke RSUD Soe. Tiga hari SMRS
di RSUD Soe pasien sempat mengeluhkan demam selama 3 hari yang lalu, mual, dan
muntah sebanyak lebih dari 5 kali, nafsu makan menurun. BAK dan BAB pasien
baik.
aseptik pada selaput organ perut (peritoneum). Adanya darah atau cairan dalam
Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati
bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun
sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.4 Bila telah terjadi peritonitis
bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan
penderita tampak letargik dan syok.4 Manifestasi klinis yang mendukung pasien ini
Nyeri hebat pada seluruh regio abdomen dalam keadaan diam dan bergerak
Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang
1,2
atau distended. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya
proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang
murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa
reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan3,5 Pada pasien dengan peritonitis,
pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya
udara bebas tadi.7,8 Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau
menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga
peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal. 3,7 pada pemriksaan laboratorium
Dari data pemeriksaan fisik, didapatkan beberapa hal yang bermakna dan
Palpasi : nyeri tekan (+) seluruh region abdomen, terdapat massa di RLQ
Perkusi : hipertimpani
analgetik, antibiotik harus spektrum luas, yang mengenai baik aerob dan anaerob,
primer.
atau lower midline tergantung dari lokasi yang dikira. Tujuannya untuk :
yang mengalami inflamasi atau ischemic (atau penutupan viscus yang mengalami
laparoskopi efektif pada penanganan appendicitis akut dan perforasi ulkus duodenum.
Laparoskopi dapat digunakan pada kasus perforasi kolon, tetapi angka konversi ke
laparotomi lebih besar. Syok dan ileus adalah kontraindikasi pada laparoskopi9.
Selain itu dengan drain yang efektif digunakan pada tempat yang terlokalisir, tetapi
cepat melekat pada dinding sehingga seringkali gagal untuk menjangkau rongga
Minum bebas
perawatan selama 8 hari dan kontrol poli 07 Januari 2019 dengan obat pulang seperti
BAB 5
PENUTUP
Kesimpulan
Telah dilaporkan sebuah kasus dari seorang laki-laki 12 tahun, pasien rujukan
dari RSUD SOE datang diantar oleh keluarganya dengan keluhan nyeri perut seluruh
lapang perut sejak 19 November 2018. Pasien kemudian dibawa ke RSUD SOE pada
tanggal 26 Desember 2018. Pasien dirawat selama 8 hari dan kemudian dinyatakan
Tindakan penegakan diagnosa yang telah dilakukan pada pasien ini meliputi
kegagalan multi organ sebelum dilakukannya terapi, usia, dan keadaan umum
penderita. Angka mortalitas < 10% pada : Ulkus perforasi dan appendicitis, usia
muda, kontaminasi yang minimal, dan jika peritonitis terdiagnosis dan diterapi
dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
2. Daldiyono, Syam AF. Nyeri abdomen akut. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor (penyunting). Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-5 Jilid ke-1. Jakarta: Interna Publishing; 2010. hlm. 474-6.
3. Ridad MA. Infeksi. Dalam: R. Sjamsuhidajat, editor (penyunting). Buku ajar
ilmu bedah Sjamsuhidajat- de jong. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2007. hlm.52.
4. World Health Organization. Typhoid fever, Democratic Republic of the Kongo.
Weekly Epidemiological Record. 2005; 1(80):1-8.
5. Wittman DH. Intra abdominal infections. New York: Marcel Dekker INC; 1991.
6. Samuel JC, Qureshi JS, Mulima G, Shores CG, Cairns BA, Charles AG. An
observational study of the etiology, clinical presentation, and outcomes
associated with peritonitis in lilongwe, malawi. World Journal of Emergency
Surgery. 2011: 6-38.
7. Zain LH. Tuberkulosis peritoneal. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor (penyunting). Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jakarta : Interna Publishing; 2010. hlm. 727-30.
8. Alvarino, Zahari A. Tuberculosa intra abdominal. MKA. 2003;1(27):29-34.
9. Sahu S, Gupta A, Sachan P, Bahl D. Outcome of secondary peritonitis based on
APACHE II score. The Internet Journal of Surgery. 2007;14(2).
10. Singh R, Kumar N, Bhattacharya A, Vajifdar H. Preoperatif predictors of
mortality in adults patient with perforation peritonitis. Indian Journal of Critical
Care Medicine. 2011;15(3):157-63.