Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di
rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan
utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa
tindakan bedah, misalnya padaperforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi,
obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi
yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cernasehingga
terjadilah peritonitis.
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering
terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis,
salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi
post operasi, iritasi kimiawi, ataudari luka tembus abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara
inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen,
resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif,
merupakan faktor-faktor yangmemudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena
setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yangberakibat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya
tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai
penanganan peritonitis. Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di
dalam abdomen yang berupa inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif,
iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera langsung atau
tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.

1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Peritonitis tuberculosis adalah peradangan peritoneum yang disebabkan

oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Biasanya merupakan kelanjutan

proses tiuberculosis di tempat lain, terutama paru-paru (Soeparwan, 2010:

662). Penyakit ini merupakan tuberculosis yang jarang, namun demikian

merupakan salah satu penyebab peritonitis yang penting. Karena perjalanan

penyakitnya perlahan-lahan, serta gejalanya yang tidak jelas, sering kali

penyakit ini dikira sebagai neoplasma atau asites karena sirosis hati. Secara

primer dapat terjadi karena penyebaran dari focus di paru, intestin atau saluran

kemih.

Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang biasanya di akibatkan

oleh infeksi bakteri, organisme yang berasal dari penyakit saluran pencernaan

atau pada organ-organ reproduktif internal wanita (Baugman dan Hackley,

2000).

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu membran yang melapisi

rongga abdomen (Corwin, 2000).

2
Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau

sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasita

peritoneal oleh bakteri atau kimia (Marylinn E,doenges, 1999 hal:513)

Peritonitis adalah peradangan pada semua bagian peritonium. Ini berarti

baik perritoneum parietal, yaitu membran yang melapisi dinding abdomen,

mauoun peritoneum viseral, yang terletak di atas visera atau organ-organ

internal, meradang. ( WHO.2002:63)

Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membran serosa

yang melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnya.

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga

abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat

terjadi dalam bentuk akut maupun kronis / kumpulan tanda dan gejala,

diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan

tanda-tanda umum inflamasi. Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis

yang bersifat epitelial. Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari

sepasang rongga yaitu coelm. Diantara kedua rongga terdapat entoderm yang

merupakan dinding enteron.

Peritonitis adalah peradangan pada peritonitis yang merupakan

pembungkus visera dalam rongga perut. Peritonitis adalah  suatu respon

inflamasi atau supuratif dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi

atau invasi bakteri.

3
Enteron di daerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm,

dorsal, dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut

menjadi peritonium.Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu :

1) Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika


serosa)
2) Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis
3) Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis
Peritonitis dapat berasal dari penyebaran melalui pembuluh limfe uterus,
para metritis yang meluas ke peritoneum, salpingo-ooforitis meluas ke
peritoneum atau langsung sewaktu tindakan perabdominal.
Peritonitis adalah infeksi nifas yang dapat menyebar melalui pembuluh
limfe yang berada di dalam uterus langsung mencapai peritoneum.Peritonitis
adalah peradangan peritoneum, selaput tipis yang melapisi dinding abdomen
dan meliputi organ-organ dalam. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani
dapat berakibat fatal. Pada saat ini penanganan peritonitis dan abses peritoneal
melingkupi pendekatan multimodal yang berhubungan juga dengan perbaikan
pada faktor penyebab, administrasi antibiotik, dan terapi suportif untuk
mencegah komplikasi sekunder dikarenakan kegagalan sistem organ.
Infeksi peritoneal dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.  bentuk primer (spontan),
b.  sekunder (terkait proses patologi pada organ visceral),
c.  tertier (infeksi persisten atau recurrent setelah terapi inisial).
d.  Sedangkan infeksi intraabdomen biasanya dibagi menjadi :
e.  generalized (peritonitis),
f.  localized (abses intra abdomen).

4
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat
juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis
pelvika.Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah
pelvis. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik.

2. Anatomi Fisiologi

a. Peritoneum

Peritoneum ialah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam

tubuh. Peritoneum terdiri artas dua bagianutama, yaitu peritoneum

parietal, yang melapisi dinding rongga abdominal, dan peritoneum

visceral, yang melapisi semua organ yang berada di dalam rongga

abdomen.

Ruang yang berada diantara dua lapisan ini disebut ruang peritonial

atau kantong peritoneum. Banyak lipatan atau kantong terdapat di dalam

peritoneum; sebuah lipatan besar atau omentum mayor yang kaya akan

lemak, bergantungan di sebelah depan lambung, lipatan kecil (omentum

minor) berjalan dari porta hepatica setelah menyelaputi hati ke bawah, ke

kurvatura minor lambung dan disini bercabang untuk menyelaputi

lambung ini. Kolon juga terbungkus oleh peritoneum ini, kemudian

berjalan ke atas dan berbelok ke belakang sebagai meso-kolon kea rah

dinding posterior abdomen. Sebagian dari dari peritoneum ini membentuk

mesentrium usus halus. Omentum besar dan kecil, mesentrium usus halus

5
dan mesokolon, semua memuat penyaluran darah vaskuler dan limfe dari

organ-organ yang diselaputinya.

Fungsi peritoneum adalah menutupi sebagian besar dari organ-

organ abdomen dan pelvis, membentuk perbatasan halus yang

memungkinkan organ saling bergeseran tanpa ada pergesekan. Organ-

organ digabungkan bersama dan menjaga kedudukan organ-organ tersebut

tetap, dan mempertahankan hubungan perbandingan organ-organ terhadap

dinding posterior abdomen. Sejumlah besar kelenjar limfe dan pembuluh

darah yang termuat dalam peritoneum, membantu melindunginya terhadap

infeksi.

b. Rongga abdomen

Abdomen ialah rongga terbesar di dalam tubuh. Bentuknya

lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai pelvis di bawah. Rongga

abdomen dibagi menjadi dua bagian, yaitu rongga sebelah atas yang lebih

besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil.

Batas-batas abdomen diatas diafragma. Di bawah pintu rongga

masuk panggul, dari panggul besar di depan dan di kedua sisi, otot-otot

abdominae, tulang- tulang aliaka da iga-iga sebelah bawah. Di belakang

tulang punggung dan otot psoas dan kuadratus lumborum.

6
Isi abdomen sebagian besar dari saluran pencernaan yaitu

lambung, usus halus dan usus besar.

Pembuluh limfe dan kelenjar, urat saraf, peritoneum dan lemak

juga di jumpai di dalam rongga ini.

1) Lambung

Fungsi lambung adalah :

a) menerima makanan dan bekerja sebagai sebagai penampung untuk

jangka waktu pendek

b) semua makanan dicairkan dan dicampurkan dengan asam

hidroklorida. Dan dengan cara ini disiapkan untuk dicernakan oleh

usus

c) protein diubah menjadi peptone

d) susu dibekukan dan kasein dikeluarkan

e) pencernaan lemak dimulai di dalam lambung

f) khime, yaitu isi lambung yang cair disalurkan masuk duodenum.

2) Usus halus

Usus halus adalah bagian saluran pencernaan diantara lambung

dan usus besar. Usus halus panjang, tube yang berliku-liku yang

memenuhi sebagian besar rongga abdomen. Usus halus terdiri dari :

duodenum, yeyunum dan ileum.

a) Duodenum

7
Duodenum adalah tube yang berbentuk C, dengan panjang kira-

kira 25 cm, pada bagian belakang abdomen, melengkung

melingkari pancreas.

b) Yeyunum dan ileum

Yeyunum merupakan bagian pertama dan illem merupakan bagian

kedua dari saluran usus halus. Semua bagian usus tersebut

mempunyai panjang yang bervariasi mulai dari 300 cm sampai

dengan 900 cm.

Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan

absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dari

dalam mulut dan lambung oleh kerja ptyalin, asam klorida dan pepsin

terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan dalam duodenum

terutama oleh enzim-enzim pancreas yang menghidrolisis karbohidrat

meliputi glukosa, maltosa dan galaktosa, lemak menjadi asam dan

gliserol (dengan bantuan garam empedu pada keluaran empedu ke

dalam duodenum oleh kontraksi kelenjar empedu) serta protein

menjadi asam amino.

Proses pencernaan disempurnakan oleh beberapa enzim dalam

getah usus (sukus enterikus). Enzim-enzim ini terdapat pada brush

bovaer vili dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi.

3. Etiologi

8
Penyebab dari Peritonitis Tuberculosis adalah mycobacterium

tuberculosis. Pada umumnya peritonitis tuberculosis merupakan keadaan

akibat adanya proses tuberculosis di tempat lain, terutama paru-paru. Namun

demikian, sering juga dilaporkan bahwa sewaktu diagnosis peritonitis

tuberculosis ditegakkan ternyata proses tuberculosis di paru sudah

menyembuh atau tidak ada lagi. Hal ini mungkin terjadi oleh karena proses

tuberculosis di paru dapat menyembuh dengan sendirinya walaupun

sebenarnya di tempat lain masih terdapat penyebaran.

Pada kebanyakan kasus peritonitis tuberculosis, penyebarannya tidak

secara langsung berlanjut (kontinu) dari alat sekitarnya, tetapi lebih sering

disebabkan karena reaktivitas proses laten yang terdapat di peritoneum yang

diperoleh sewaktu terjadi penyebaran hematogen dari proses primer terdahulu.

Oleh karena itu pulalah banyak kasus peritonitis tuberculosis tanpa ditemui

ada kelainan di paru-paru

Sebaliknya bisa juga terjadi peritonitis tuberculosis pada kejadian

penyebaran hematogen atau proses tuberculosis milier.

Pada sebagian kecil selain terjadi melalui penyebaran hematogen dapat

juga melalui penyebaran langsung tuberculosis usus, tuberculosis alat

genitalia interna atau akibat pecahnya kelenjar linfe mesentrium yang

mengalami perkejuan.

4. Tanda dan gejala

9
Gejala klinis bervariasi. Pada umumnya keluhan dan gejala timbul

perlahan-lahan, sering penderita tidak menyadari keadaan ini. Pada lebih 70%

kasus ditemukan keluhan yang berlangsung lebih dari empat bulan. Keluhan

yang paling sering adalah adanya nyeri pada perut, pembengkakan perut, tidak

nafsu makan, batuk, demam, kelemahan, berat badan menurun dan distensi

abdomen.

Sedangkan dari hasil penelitian terhadap 30 kasus penderita peritonitis

tuberculosis yang dirawat di rumah sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta,

antara tahun 1975 sampai dengan tahun 1979 ditemukan keluhan sebagai

berikut: sakit perut 57 %, pembengkakan perut 50 %, batuk 40 %, demam 30

%, anoreksia 30 % keringat malam 26 %, kelelahan 23 %, berat badan

menurun 23 %, mencret 20 %.

Keluhan yang berasal dari saluran cerna seperti sakit perut, mencret

dan lain-lain berhubungan dengan ada tidaknya proses dalam usus atau adanya

perlengketan antara usus dengan peritoneum atau usus dengan usus. Jika

perlengketan begitu hebat dapat terjadi penggumpalan sehingga jalan

makanan terganggu dan terjadi gejala illeus obstruktif.

5. Patofisiologi

Ketika kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet

nuclei dalam udara yang dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,

tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik dan

10
kelembaban. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan

menempel pada jalan napas atau paru-paru. Kebanyakan partikel ini akan mati

atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang tracheo-bronkhial beserta

gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman tetap menempel pada alveoli

kemudian baksil berkembang. Reaksi permukaan yang disebabkan oleh baksil

tersebut adalah reaksi inflamasi, leukosit polimorfonuklear berusaha

memfagositosis bakteri tersebut, tetapi organisme tersebut tidak dapat

dimatikan. Sesudah hari-hari pertama terjadi perubahan yaitu leukosit diganti

oleh makrofag, ia tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.

Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang

tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer.

Sarang primer ini dapat terjadi di bagian jaringan paru mana saja. Dari sarang

primer timbul peradangan saluran getah bening menjadi hilus, dan juga diikuti

peradangan getah bening (KGB) hilus hingga menjadi kompleks primer,

kompleks primer ini dapat langsung berkomplikasi dan menyebar secara

limfogen dan hematogen ke organ tubuh lainnya, atau bersifat dormant.

Kuman yang dormant dapat muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi

endogen menjadi tuberculosis dewasa. Tuberculosis ini dapat dimulai dengan

sarang dini di region atas paru-paru (bagian apical posterior lobus superior

atau inferior). Invasi pada daerah parenkim paru-paru sarang dini mula-mula

berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam waktu 3-10 minggu sarang ini

menjadi tuberkel, yaitu suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan

11
sel Datia-langhans (sel besar dengan banyak luti) yang dikelilingi oleh sel-sel

limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat. Sarang dini ini kemudian meluas

dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan di sekitarnya dan

bagian tengahnya mengalami nekrosis dan lembek membentuk jaringan keju,

bila jaringan keju dibatukkan akan terjadi kavitas yang berdinding tipis, lama-

lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah

besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik. Kavitas ini meluas kembali dan

menimbulkan sarang pneumonia. Karena timbulnya peradangan saluran getah

bening dan limfadenitis (pembesaran kelenjar getah bening). Organisme yang

lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah yang disebut

dengan penyebaran limphohematogen. Penyebaran secara hematogen

merupakan suatu pneumonia akut yang menyebabkan tuberculosis milier.

Karena pada peritoneum banyak mengandung pembuluh-pembuluh darah

maka tuberculosis dapat berkembang di daerah ini.

Tuberkel pada daerah peritoneum sering ditemukan, kecil-kecil

berwarna putih kekuning-kuningan tampak menyebar di peritoneum atau pada

alat-alat tubuh yang berada di dalam rongga peritoneum. Selain tuberkel yang

kecil terdapat juga tuberkel yang besar. Di sekitar tuberkel terdapat reaksi

jaringan peritoneum berupa kongesti pembuluh darah. Eksudat dapat

terbentuk banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum sehingga merubah

dinding perut menjadi tegang.

12
6. Pathway

Kuman mycobacterium menjadi droplet nuclei

Terisap oleh host

Menempel pada jalan napas dan paru-paru

Difagositosis oleh leukosit

Difagositosis oleh leukosit polimorfonuklear (namun tidak mati)

Makrofag, tumbuh berkembang biak dalam sitoplasma makrofag

Di paru akan membentuk sarang primer atau apek primer

Peradangan saluran getah bening, pembesaran kelenjar getah bening lulus

Komplek primer

Bersifat dormant Penyebaran infeksi secara langsung

Dengan kondisi yang menunjang dari tuberculosis Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya
primer berkembang menjadi tuberculosis post
primer (dewasa)
Cemas

Sarang dari daerah parenkim paru

Berubah menjadi tuberkel (granuloma yang terdiri


dari sel-sel histiosit dan sel-sel Datia-langhans)

13
dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-
macam jaringan ikat

Meluas, granuloma berkembang dan


menghancurkan jaringan sekitar, bagian tengah
mengalami nekrosis

Perkejuan, bila dibatukkan menjadi pecah

Kavitas yang berdinding tipis lama kelamaan


menjadi tebal dan menjadi kavitas sklerotik

Meluas dan membentuk sarang pneumonia baru

Secara hematogen, limfogen menyebar pada


daerah peritoneum

Reaksi jaringan peritoneum = kongesti pembuluh


darah

Peradangan Menghasilkan eksudat yang


membungkus tuberkel dan peritoneum
(lanjut ke halaman berikutnya) (lanjut ke halaman berikutnya)

Peradangan Menghasilkan eksudat yang


membungkus tuberkel dan peritoneum

Meningkatkan/menurunkan Perpindahan cairan dari Dinding perut tegang


peristaltic usus ekstraseluler, intravaskuler dan
area interstitial kedalam usus
dan/atau peritoneal Merangsang syaraf-syaraf perifer
Reflek balik pada lambung

Ascites Merangsang pengeluaran


Merangsang vomiting center neurotransmitter, bradikinin, histamine
dan prostaglandin
Kekurangan volume cairan
Mual/nafsu makan menurun
Nociceptor menyebrangi sum-sum
belakang pada interneuron-interneuron
Intake nutrisi kurang dari yang bersambung dengan jalur spinalis
kebutuhan ascenden

Tidak kuat pertahanan sekunder

14
Metabolisme glukosa Spinotalamic track (STT)
terganggu
Resiko infeksi
Thalamus
Pembentukan ATP<, energi<

Cortex cerebri
Kelemahan

Nyeri akut

Kerusakan mobilitas fisik

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada yang khas;

1) Leukosit meningkat, kadang-kadang lebih dari 20.000/UL;

2) Thrombosit meningkat, menunjukkan hemikonsentrasi;

3) Laju Endap Darah (LED) pada umumnya meninggi, jarang ditemukan

yang normal;

4) Protein/albumin serum menurun karena perpindahan cairan.

b. Pemeriksaan penunjang diagnosis

1) Pemeriksaan rontgen

Pemeriksaan sinar tembus pada saluran pencernaan dapat

membantu jika terdapat kelainan pada usus kecil atau usus besar.

2) Biopsy peritoneum

Biopsy peritoneum merupakan cara yang paling sering

digunakan untuk menegakkan diagnosis. Cara ini sederhana dan

15
mudah dikerjakan. Dahulu digunakan jarum VIM silverman, seperti

pada biopsy jaringan pleura, kemudian jarum Abram dan cope.

3) Peritoneoskopi

Pemeriksaan peritoneoskopi merupakan pemeriksaan yang

sederhana dan aman jika dilakukan secara hati-hati. Dengan cara ini,

biopsy dapat dilakukan dengan terarah, juga dapat melihat langsung

adanya kelainan di dalam peritoneum serta organ-organ lain di dalam

rongga peritoneum.

Gambaran yang dapat dilihat pada peritonitis tuberculosis

ialah:

a) Tuberkel-tuberkel kecil atau besar yang terdapat pada dinding

peritoneum atau pada organ lain di dalam rongga peritoneum

seperti hati, ligamentum, omentum atau usus.

b) Perlengketan diantara usus, oemntum, hati, kantung empedu dan

peritoneum.

c) Penebalan peritoneum.

d) Adanya cairan eksudat atau cairan yang keruh seperti nanah.

Mungkin juga warna eksudat kemerahan bercampur darah

(serosanguineus).

Biopsy dapat ditujukan kepada tuberkel secara terarah atau pada

jaringan lainnya yang tersangka mengalami kelainan dengan

16
menggunakan alat biopsy khusus dan sekaligus cairan dapat

dikeluarkan.

Walaupun pada umumnya gambaran peritoneoskopi peritonitis

tuberculosis dapat dikenal dengan mudah, namun gambarannya bisa

menyerupai penyakit lain seperti peritonitis karsinomatis, karena itu

pengobatan sebaiknya diberikan jika hasil pemeriksaan patologi

anatomis menyokong suatu peritonitis tuberculosis.

Adanya jaringan perlengketan yang luas akan merupakan

hambatan dan kesulitan dalam memasukkan trokar dan lebih lanjut

ruangan yang sempit di dalam rongga abdomen juga menyulitkan

pemeriksaan.

4) Laparotomi

Laparotomi eksplorasi dahulu merupakan tindakan diagnostik

yang sering dikerjakan. Hughes malahan menganggap cara ini

merupakan cara diagnostik yang paling baik. Pembedahan dilakukan,

jika cara-cara lain yang lebih sederhana tidak memberikan kepastian

diagnosa jika dijumpai adanya indikasi yang mendesak seperti

obstruksi usus.

17
B. DAMPAK PENYAKIT PERITONITIS TUBERKULOSIS TERHADAP

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

1. Kebutuhan Nutrisi

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan diakibatkan karena adanya

nyeri pada abdomen kuadran atas sehingga mengakibatkan tirah baring serta

adanya peradangan pada peritoneum mengakibatkan penurunan/peningkatan

peristaltic usus merangsang pengeluaran gastrin yang dapat merangsang

vomiting center sehingga timbul anoreksia dan mual.

2. Eliminasi

Pola eliminasi terganggu dapat disebabkan karena adanya proses dalam usus

atau adanya perlengketan dalam usus, sehingga terjadinya penurunan

peristaltic usus sampai terjadi gejala ileus obstruktif sehingga menurunkan

reflek defekasi dan terjadilah kesulitan BAB sampai konstipasi.

3. Aktivitas sehari-hari (ADL)

Dengan adanya rasa sakit di daerah perut kuadran atas mengakibatkan pola

aktivitas terganggu dan menurunnya metabolisme glukosa dan pembentukan

Adenosin Tri Pospat (ATP) sehingga energi yang dihasilkan kurang dan

menyebabkan kelemahan fisik.

18
4. Pola tidur

Gangguan pola tidur dapat terjadi dihubungkan dengan rasa nyeri di perut

kuadran atas dan pergerakan tubuh waktu tidur yang dapat menimbulkan

penekanan pada daerah abdomen yang sakit.

5. Personal hygiene

Hal ini dihubungkan dengan ketidakmampuan melakukan aktivitas akibat

kelemahan fisik.

6. Rasa nyaman

Terjadinya peradangan pada peritoneum menimbulkan rangsangan pada

serabut saraf untuk mengeluarkan enzim bradikinin dan serotonin sehingga

nyeri dipersepsikan.

7. Kecemasan

Hal ini dapat terjadi sebagai akibat langsung dari kurangnya pengetahuan

serta pemahaman tentang penyakit serta procedur penanganan atau tindakan

yang dilakukan pada klien.

19
C. TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada

praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai tatanan

pelayanan kesehatan, dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia, sg

menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar

keperawatan dilandasi etik dan etika keperawatan, dalam lingkup wewenang serta

tanggung jawab keperawatan.

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam

praktik keperawatan yang terdiri dari tahapan yang mencakup : pengkajian,

perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Berikut ini adalah tahapan dari proses keperawatan :

1. Pengkajian

a. Pengkajian data dasar

1) Data demografi klien meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, suku

bangsa dan pendidikan. Data ini penting untuk mendapatkan gambaran

tentang kemungkinan factor predisposisi timbulnya masalah

keperawatan peritonitis tuberculosis.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Kaji mengenai tanda dan gejala yang muncul pada penyakit peritonitis

tuberculosis: nyeri pada perut, pembengkakan perut, tidak nafsu

makan. Batuk, demam, kelemahan, distensi abdomen.

20
b. Dapatkan sumber penularan

Karena penyakit peritonitis tuberculosis merupakan awalnya dari penyakit

tuberculosis, maka dapat disebabkan oleh tuberculosis kontak dengan

penderita yang lain, maka untuk sumber penularan harus dikaji:

1) Riwayat peritonitis tuberculosis klien/keluarga

2) Riwayat anggota keluarga yang mengalami penyakit tuberculosis paru.

3) Riwayat kesehatan klien dahulu, apakah pernah mengalami TBC paru

sebelumnya.

4) Riwayat lamanya kontak dengan penderita

5) Kebiasaan klien membuang dahak sembarangan

6) Riwayat pengobatan penyakit TBC paru.

c. Kaji manifestasi klinik terhadap:

1) Biologis

a) Nutrisi

Dengan adanya peradangan mengakibatkan perubahan

metabolisme di dalam tubuh, maka harus dikaji kualitas dan

kualitas nutrisi. Kondisi yang menghambat pemasukan nutrisi

(mual, muntah, anoreksia), penurunan berat badan.

21
b) Eliminasi

Frekuensi dan kuantitas urine dan faeces. Digali juga mengenai

hambatan yang menyertai, apakah terjadi perubahan warna urine,

jumlah ataupun frekkuensi.

c) Keseimbangan cairan dan sirkulasi

Perlu dikaji pada peritonitis tuberculosis adalah ascites karena

adanya perpindahan cairan dari ekstraseluler, intravaskuler, dan

area interstitial ke dalam usus atau area peritoneal, adanya muntah

atau secara medik cairan dibatasi, demam.

d) Aktivitas/istirahat

Pola, kelemahan, hambatan, kebiasaan, malaise umum sehubungan

dengan hambatan dalam metabolisme atau rasa nyeri yang

mengganggu.

e) Personal hygiene

Mengkaji kemandirian dan tingkat pemenuhan kebutuhan personal

hygiene yang juga dihubungkan dengan rasa sakit di perut kuadran

atas.

2) Lakukan pemeriksaan fisik

Metode yang dapat dilakukan adalah inspeksi, palpasi, perkusi

dan aulkutasi (IPPA). Khusus untuk sistem perncernaan maka metode

22
yang digunakan adalah inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi (IAPP),

cara pemeriksaannya dengan head – to – toe, ROS (Review of

System).

Berikut adalah bagian-bagian dari pemeriksaan fisik :

a) Sistem neurology

Kaji kesadaran (melalui penilaian GCS), reflek fisiologis tubuh,

daya orientasi (tempat, orang, waktu), daya ingat.

b) Sistem respirasi

Yang harus dikaji paling utama adalah pola napas dan frekuensi

napas karena dengan penyakit tuberculosis yang sedang aktif

disertai dengan batuk yang produktif, adanya sumbatan jalan

napas.

c) Sistem kardiovaskuler

Dari sistem ini pengkajian yang dilakukan berhubungan dengan

peritonitis tuberculosis adalah tekanan darah, biasanya systole

dibawah 90 mmHg, keadaan yang terus menurun kemungkinan

terjadinya syok hipovolemik. Nadi lebih dari 120 x/menit, apakah

ada perubahan tekanan vena jugularis.

d) Sistem gastrointestinal

Pengkajian pada sistem ini merupakan data focus yang harus dikaji

lebih teliti dan tepat. Data yang harus dikaji meliputi :

23
(1) Mulut dan gigi

Bentuk, kebersihan, kesulitan menelan, warna mukosa, bibir,

proses mengunyah , sensasi rasa.

(2) Abdomen

Secara umum pemeriksaan fisik yang harus dilakukan untuk

klien peritonitis tuberculosis yaitu : adanya distensi abdomen,

peristaltic pada mula-mula meningkat dan lama kelamaan

menjadi menurun. Kadang terjadi ileus obstruktif, nyeri tekan

pada waktu palpasi, abdomen teraba seperti adonan kue atau

tegang, adanya pembengkakan pada perut atau asites.

(3) Hati dan limfa

Pada peritonitis tuberculosis karena riwayat pengobatan

penyakit tuberculosis paru dengan pengobatan isoniazid dapat

mempengaruhi pada faal hati yang kadang disertai dengan

hepatomegali.

(4) Rectum

Apakah ada hambatan daerah rectum (hemoroid, fistula dsb),

keluhan nyeri yang menyertai hal tersebut harus pula dikaji.

e) Sistem genitourinaria

Pengkajian yang berhubungan dengan peritonitis tuberculosis

adalah adanya perubahan haluaran urine menjadi menurun,

24
perubahan warna urine menjadi gelap dan pekat, sebagai salahsatu

tanda terjadinya kekurangan volume cairan pada klien.

f) Sistem musculoskeletal

Yang dikaji adalah dari sikap berjalan pada klien peritonitis

tuberculosis. Prgerakan sendi berhubungan dengan rasa nyeri di

bagian perut kuadran atas.

g) Sistem endokrin

Adakah kelainan endokrin lain yang memperberat kondisi klien.

h) Sistem integument

Harus dikaji perubahan warna kulit kemerahan, kering dan hangat

yang menandakan adanya septicemia. Terjadinya perubahan

menjadi pucat lembab, dingin dan sianosis merupakan tanda-tanda

terjadinya syok hypovolemik.

3) Kaji data psikologis dan lingkungan

Kaji tentang penampilan, status emosi, konsep diri, kecemasan dalam

menghadapi penyakit yang dideritanya termasuk interaksi social

selama masa perawatan.

4) Kaji data tentang keyakinan spiritual

Bagaimana klien menghadapi penyakitnya dihubungkan dengan

agama/kepercayaan yang dianutnya.

25
5) Kaji tentang kondisi dan pemahaman tentang pemeriksaan diagnostik

serta rencana tindakan yang akan dilakukan sehubungan dengan

penyakit yang dideritanya.

2. Perumusan Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan

mengatasi kebutuhan spesifik klien serta respon terhadap masalah actual dan

resiko tinggi (NANDA : 2012).

Diagnosa adalah pernyataan yang dirumuskan berdasarkan data yang

terkumpul dan berupa rumusan tentang respon klien terhadap masalah

kesehatan actual dan potensial serta factor etiologi yang berkontribusi

terhadap timbulnya masalah yang perlu diatasi dengan tindakan/intervensi

keperawatan (Gordon, 2006).

Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan

peritonitis tuberculosis adalah :

a) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan peritoneum perifer (toksin),

akumulasi cairan dalam rongga abdomen/peritoneal (distensi abdomen),

trauma jaringan.

b) Ketidakseimbangan nutrisi :kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

mual/muntah, disfungsi usus, peningkatan kebutuhan metabolic,

anoreksia.

26
c) Kekurangan volume cairan (kehilangan aktif) berhubungan dengan

perpindahan cairan dari ekstraseluler, intravaskuler, dan area interstitial ke

dalam usus dan/atau area peritoneal, muntah, aspirasi NGT/usus, demam,

secara medik cairan dibatasi.

d) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat

pertahanan primer (kulit rusak, trauma jaringan, gangguan peristaltic)

tidak kuat pertahanan sekunder (penekanan imunologi), prosedur invasive.

e) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum,

penurunan kekuatan/ketahanan tubuh, nyeri, keterbatasan aktivitas.

f) Cemas berhubungan dengan krisis situasi, factor fisiologis.

g) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat, salah

interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

3. Perencanaan

Perencanaan adalah acuan tertulis yang terdiri dari berbagai intervensi

keperawatan yang direncanakan dapat mengatasi diagnosa keperawatan

sehingga klien dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya (PPNI, 1999: 8)

Langkah-langkah dalam perencanaan adalah menentukan prioritas,

menentukan criteria hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi.

Perencanaan keperawatan pada klien dengan peritonitis tuberculosis meliputi :

27
a. Prioritas masalah

1) Kontrol infeksi

2) Perbaiki/pertahankan volume sirkulasi

3) Tingkatkan kenyamanan

4) Pertahankan nutrisi

5) Berikan informasi tentang proses penyakit, kemungkinan komplikasi,

dan kebutuhan pengobatan.

b. Tujuan pemulangan

1) Infeksi teratasi

2) Komplikasi tercegah/minimal

3) Nyeri hilang

4) Proses penyakit, potensial komplikasi dan program terapi dipahami.

c. Intervensi dan rasionalisasi

a) Nyeri akut berhubungan dengan :

Peradangan peritoneum perifer (toksin), akumulasi cairan dalam

rongga abdomen/peritoneal (distensi abdomen), trauma jaringan.

Criteria evaluasi :

a) Laporan nyeri hilang

b) Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi, metode lain

untuk meningkatkan kenyamanan

c) Penurunan skala nyeri

28
Tindakan/intervensi Rasional
(1) (2)
Kaji ulang tingkat nyeri klien, Adanya perubahan dalam
lokasi, lama, intensitas dan lokasi, intensitas dapat
karakteristiknya (0-5) menunjukkan terjadinya
komplikasi
Kaji adanya keluhan nyeri secara Adanya keluhan secara verbal
verbal maupun non verbal maupun non verbal dapat
menentukan sejauh mana
nyeri dapat mempengaruhi
kebutuhannya serta
menentukan intervensi yang
dibutuhkan oleh klien
Pertahankan posisi yang nyaman Mengurangi adanya tekanan
bagi klien gravitasi dan membantu
meminimalkan nyeri karena
gerakan yang berlebihan
Merupakan metode dengan
Ajarkan pada klien tentang teknik cara mengalihkan perhatian
distraksi nyeri klien pada hal-hal lain
sehingga klien akan lupa
terhadap nyeri yang dialami
Lakukan teknik “gate control” Sel-sel reseptor yang menerima
stimuli nyeri peripheral
dihambat oleh stimulasi dari
serebral saraf yang lain,
Karena pesan-pesan nyeri
menjadi lambat. Prutis spina
cord yang mengontrol
Ajarkan teknik relaksasi yang tepat jumlah input ke otak
dilakukan menutup
Keadaan otot-otot yang relaks
dapat mengurangi
ketergangan pada saraf yang
dapat merangsang nyeri.
Kolaborasi dalam pemberian obat Keadaan yang
analgetik menyenangkan dapat
merangsang pengeluaran
endorphin
Analgetika mengurangi nyeri
dengan cara menekan saraf
pusat pada thalamus dan

29
cortex

b) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan mual/muntah, disfungsi usus, peningkatan kebutuhan

metabolic, anoreksia.

Criteria evaluasi :

a) Adanya peningkatan nafsu makan

b) Mempertahankan dan meningkatkan berat badan

c) Adanya peningkatan porsi makan

d) Adanya perbaikan peristaltic usus

Tindakan/intervensi Rasional
(1) (2)
Awasi haluaran slang NG. Catat Jumlah besar dari aspirasi
adanya muntah/diare. gaster dan muntah/diare
diduga terjadi obstruksi
usus, memerlukan evaluasi
Auskultasi bising usus, catat bunyi lanjut
tak ada/hiperaktif Meskipun bising usus sering
tak ada, inflamasi/iritasi
usus dapat menyertai
Ukur lingkar abdomen hiperaktivitas usus,
penurunan absorpsi air dan
diare
Tambahkan diet sesuai toleransi, Memberikan bukti kuantitas
contoh cairan jernih sampai perubahan distensi
lembut. gaster/usus dan/atau
akumulasi asites
Timbang berat badan bila Kemajuan diet yang hati-hati
memungkinkan saat masukan nutrisi dimulai
lagi menurunkan risiko
iritasi gaster
Kehilangan/peningkatan dini
Jelaskan pentingnya nutrisi yang menunjukkan perubahan

30
adekuat hidrasi tetapi kehilangan
lanjut diduga ada deficit
nutrisi
Pemahaman dan penjelasan
Berikan pada klien untuk makan yang tepat pada klien
porsi kecil tapi sering (PKTS) tentang nutrisi dapat
meningkatkan kemampuan
klien dalam pemenuhan
nutrisi
Porsi kecil dapat mengurangi
lamanya transit yang terlalu
Pertahankan lingkungan yang lama pada lambung yang
nyaman selama klien makan akan menimbulkan rasa
mual dan tegang pada
lambung. Dengan porsi
Anjurkan untuk minum air hangat sering akan tetap memenuhi
sebelum klien makan kebutuhan nutrisi
Adanya keadaan yang tidak
menyenangkan dapat
mengganggu dan
Kolaborasi dengan dokter untuk menurunkan nafsu makan
pemberian obat antasida pada klien
Air hangat dapat merangsang
peristaltic usus sehingga
dapat meningkatkan nafsu
makan pada klien dan
mengurangi perasaan mual
Jenis antasida dapat
mengurangi pengeluaran
HCl yang berlebihan yang
dapat mengurangi rasa mual
dan nyeri.

c) Kekurangan volume cairan (kehilangan aktif) berhubungan dengan

perpindahan cairan dari ekstraseluler, intravaskuler, dan area

interstitial ke dalam usus dan/atau area peritoneal, muntah, aspirasi

NGT/usus, demam, secara medik cairan dibatasi.

Criteria evaluasi :

31
a) Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan :

haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal

b) Tanda-tanda vital stabil

c) Membrane mukosa lembab

d) Turgor kulit baik

e) Pengisian kapiler meningkat

f) Berat badan dalam rentang normal.

Tindakan/intervensi Rasional
(1) (2)
Pantau tanda vital, catat adanya Membantu dalam evaluasi
hipotensi (termasuk perubahan derajat deficit
postural), takikardia, takipnea, cairan/keefektifan
demam. Ukur CVP bila ada penggantian terapi cairan
Pertahankan masukan dan haluaran dan respon terhadap
yang akurat dan hubungkan pengobatan
dengan berat badan harian. Menunjukkan status hidrasi
Termasuk pengukuran/perkiraan keseluruhan. Keluaran urine
kehilangan contoh penghisapan mungkin menurun pada
gster, drain, balutan, hemovac, hipovolemia dan penurunan
keringat, lingkar abdomen perfusi ginjal, tetapi bert
badan masih meningkat,
menunjukkan adanya edema
jaringan/asites. Kehilangan
dari penghisapan gaster
mungkin besar, dan
Ukur berat jenis urine banyaknya cairan
tertampung pada usus dan
area peritoneal (asites)
Menunjukkan status hidrasi
dan perubahan pada fungsi
ginjal, yang mewaspadakan
Observasi kulit/membrane mukosa terjadinya gagal ginjal akut
untuk kekeringan, turgor. Catat pada respon terhadap
edema perifer/sacral. hipovolemia, mempengaruhi
toksin.

32
Hilangkan tanda bahaya/bau dari Hipovolemia, perpindahan
lingkungan. Batasi pemasukan es cairan, dan kekurangan
batu. nutrisi memperburuk turgor
Ubah posisi dengan sering, berikan kulit, menambah edema
perawatan kulit dengan sering, jaringan
dan pertahankan tempat tidur Menurunkan rangsangan pada
kering dan bebas lipatan. gaster dan respons muntah.
Awasi pemeriksaan laboratorium, Jaringan edema dan adanya
contoh Hb/Ht, elektrolit, protein, gangguan sirkulasi
albumin, BUN, kreatinin. cenderung merusak kulit.

Memberikan informasi tentang


hidrasi, fungsi organ.
Berbagai bentuk dengan
konsekuensi tertentu pada
fungsi sistemik mungkin
Berikan plasma/darah, cairan, sebagai akibat dari
elektrolit, diuretic sesuai indikasi perpindahan cairan,
hipovolemia, hipoksemia,
toksin dalam sirkulasi, dan
produk jaringan nekrotik.
Mengisi/mempertahankan
volume sirkulasi dan
keseimbangan elektrolit.
Koloid (plasma,
darah)membantu
menggerakkan air ke dalam
area intravaskuler dengan
meningkatkan tekanan
osmotic. Diuretic mungkin
digunakan untuk membantu
pengeluran toksin dan
meningkatkan fungsi ginjal.

d) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat

pertahanan primer (kulit rusak, trauma jaringan, gangguan

peristaltic) tidak kuat pertahanan sekunder (penekanan imunologi),

prosedur invasive.

Criteria evaluasi :

33
a) meningkatnya penyembuhan pada waktunya

b) bebas drainage purulen atau eritema

c) tidak demam

d) Menyatakan pemahaman penyebab individu/factor resiko

Tindakan/intervensi Rasional
(1) (2)
Catat factor risiko individu contoh Mempengaruhi pilihan
trauma abdomen, apendisitis intervensi
akut, dialisa peritoneal
Kaji tanda vital dengan sering, catat
tidak membaiknya atau Tanda adanya syok septic,
berlanjutnya hipotensi, endotoksin sirkulais
penurunan tekanan nadi, menyebabkan vasodilatasi,
takikardia, demam, takipnea. kehilangan cairan dan
sirkulasi, dan rendahnya
Catat perubahan status mental status curh jantung
(contoh bingung, pingsan) Hipoksemia, hipotensi dan
asidosis dapat menyebabkan
Catat warna kulit, suhu, kelembaban penyimpangan status mental
Hangat, kemerahan, kulit
kering adalaj tanda dini
septicemia. Selanjutnya
manifestasi termasuk dingin,
Awasi haluaran urine kulit pucat lembab dan
sianosis sebagai tanda syok
Oliguria terjadi sebagai akibat
penurunan perfusi ginjal,
Obserbvasi drainase pada luka/drein toksin dalam sirkulasi
mempengaruhi antibiotik
Pertahankan teknik steril bila pasien Memberikan informasi tentang
dipasang kateter, berikan status infeksi
perawatan kateter /kebersihan Mencegah penyebaran,
perineal rutin membatasi pertumbuhan
Awasi/batasi pengunjung dan staf bakteri pada traktus
sesuai kebutuhan. Berikan urinarius
perlindungan isolasi bila Menurunkan risiko terpajan
diindikasikan pada/menambah infeksi
sekunder pada pasien yang

34
Bantu dalam aspirasi peritoneal, bila mengalami tekanan imun
diindikasikan Dilakukan untuk membuang
cairan dan untuk
mengidentifikasi organisme
infeksi sehingga terapi
antibiotik yang tepat dapat
diberikan

e) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum,

penurunan kekuatan/ketahanan tubuh, nyeri, keterbatasan aktivitas.

Criteria evaluasi :

a) mampu melakukan mobilitas fisik sesuai dengan kondisi klien

b) adanya peningkatan kemampuan klien dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari

Tindakan/intervensi Rasional
(1) (2)
Kaji ulang kemampuan klien dalam Dengan mengetahui
memenuhi kebutuhannya dan kemampuan klien
melakukan aktifitas membantu dalam pemberian
intervensi yang diperlukan
Berikan mobilitas progresif bila oleh klien dan untuk
diindikasikan menghindari ketergantungan
klien
Dampingi klien pada saat melakukan Aktivitas yang bertahap dapat
aktivitas yang dilakukan oleh mengurangi terjadinya
klien kelemahan dan mencegah
terjadinya atropi otot
Menciptakan kemampuan pada
Ajarkan pada klien bagaimana klien dalam melakukan
menggunakan relaksasi yang aktivitas dan mencegah
progresif terjadinya cidera akibat
adanya kelemahan pada
klien
Pengendalian nyeri adalah
komponen yang terpenting
dalam mempertahankan

35
mobilitas otot dan
persendian dengan optimal.

f) Cemas berhubungan dengan krisis situasi, factor fisiologis.

Criteria evaluasi :

a) menyatakan kesadaran terhadap perasaan dan cara yang sehat

untuk menghadapi masalah

b) melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani

c) tampak rileks

Tindakan/intervensi Rasional
(1) (2)
Jelaskan pada klien setiap tindakan Pemberian informasi sebelum
pengobatan yang akan dilakukan dilakukan tindakan
pengobatan yang akan
dilakukan dapat
meningkatkan pemahaman
pada klien tentang
pentingnya pengobatan yang
Berikan kesempatan pada klien dilakukan, sehingga klien
untuk mengekspresikan perasaan merasa tenang
cemas yang dialaminya Dengan pengungkapan secara
verbal maupun nonverbal
dalam mengungkapkan rasa
Lakukan kontak yang sering dengan cemas dapat mengurangi
klien dan dampingi klien pada perasaan cemas yang
saat cemas dialaminya
Dengan banyaknya kontak
dengan petugas kesehatan
Anjurkan pada keluarga untuk tetap dapat memberikan perasaan
mendampingi dan terus bahwa dirinya diprhatikan
menemani klien dan tidak oleh petugas kesehatan
membiarkan klien sendirian Dengan perhatian dari keluarga
memberikan efek psikologis
rasa tenang dan nyaman

36
g) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis,

dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat,

salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

Criteria evaluasi :

a) menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan

b) mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala dengan factor

penyebab

c) melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan

alasan tindakan.

Tindakan/intervensi Rasional
(1) (2)
Kaji ulang proses penyakit dasar dan Memberikan dasar
harapan untuk sembuh pengetahuan pada pasien
yang memungkinkan
membuat pilihan
Diskusikan program pengobatan, berdasarkan informasi
jadwal dan kemungkinan efek Antibiotik dapat dilanjutkan
samping setelah pulang, tergantung
pada lamanya dirawat
Anjurkan melakukan aktivitas Mencegah kelemahan,
biasanya secara bertahap sesuai meningkatkan perasaan
toleransi, dan sediakan waktu sehat
untuk istirahat adekuat

Kaji ulang pembatasan aktivitas Menghindari peningkatan


contoh hindari mengangkat tekanan intraabdomen yang
berat, konstipasi tidak perlu dan tegangan
otot
Lakukan penggantian balutan secara Menurunkan risiko
aseptic, perawatan luka kontaminasi. Memberikan
kesempatan untuk
mengevaluasi proses
Identifikasi tanda/gejala yang penyembuhan

37
memerlukan evaluasi medik, Pengenalan dini dan
contoh berulangnya pengobatan terjadinya
nyeri/distensi abdomen, muntah, komplikasi dapat mencegah
demam, menggigil, atau adanya penyakit/cedera serius.
drainase purulen, bengkak,
eritema pada insisi bedah (bila
ada)

4. Implementasi

Dalam tahap ini merupakan bagian aktif dalam asuhan keperawatan.

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mambantu klien

dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi

koping.

Untuk implementasi pada kasus peritonitis tuberculosis disesuaikan

dengan rencana intervensi yang telah dipersiapkan serta disesuaikan dengan

kondisi klien.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana

tindakan dan pelaksanaannya sudah dapat tercapai.

Evaluasi dilaksanakan mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan.

Tujuan dari evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai

tujuan berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang

diberikan.

38
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah,Edisi 8,Vol.2. 


Jakarta: EGC
 
Silvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
ECG ; Jakarta
 
http://www.webmd.com/digestive-disorders/peritonitis-symptoms-causes-
treatmentsdiakses tanggal : 18 Januari 2018

http://en.wikipedia.org/wiki/Peritonitis diakses tanggal : 18 Januari 2018

 
http://rizqidyan.wordpress.com/tag/peritonitis/ diakses tanggal : 18 Januari
2018

39

Anda mungkin juga menyukai