Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIK STASE GAWAT DARURAT DAN KRITIS

DIRUANG ICU RSUP SANGLAH DENPASAR

OLEH

ALDEGONDA FITRI JEHARUT

21203015

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG

2021/2022
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Defenisi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum yang dapat terjadi karena kontaminasi
mikroorganisme dalam rongga peritoneum, bahan kimiawi, atau keduanya. Peritonitis
merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari
organorgan abdomen. Peritonitis adalah suatu radang akut selaput perut, yang adalah
lapisan dari rongga abdominal. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membran
serosa rongga abdomen dan meliputi viresela. Biasanya, akibat dari infeksi bakteri:
organisme yang berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita dari organ
reproduksi internal ( Sayuti, 2020).
Peritonitis dapat diklasifikasikan menjadi peritonitis primer, peritonitis sekunder, dan
peritonitis tersier
1. Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi melalui darah dan kelenjar
getah bening di peritoneum dan sering dikaitkan dengan penyakit sirosis hepatis.
2. Peritonitis sekunder disebabkan oleh infeksi pada peritoneum yang berasal dari
traktus gastrointestinal yang merupakan jenis peritonitis yang paling sering terjadi.
3. Peritonitis tersier merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung yang
sering terjadi pada pasien imunokompromais dan orang-orang dengan kondisi
komorbid ( Sayuti, 2020).
B. Anatomi Fisiologi
1. Peritoneum
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh yang
terdiri dari bagian utama yaitu peritoneum parietal yang melapisi dinding rongga
abdominal dan peritoneum viseral yang meliputi semua organ yang ada didalam
rongga itu. Peritoneum parietal yaitu bagian peritoneum yang melapisi dinding
abdomen dan peritoneum yaitu lapisan yang menutup viscera (misalnya gaster
dan intestinum). Cavitas peritonealis adalah ruangan sebuah potensi karena
organ
organ tersusun amat berdekatan. Dalam cavitas terdapat sedikit cairan sebagai
lapisan tipis untuk melumasi permukaan peritoneum sehingga memungkinkan
viscera abdomen bergerak satu terhadap yang lain tanpa adanya gerakan.
Organ intraperitoneal adalah abdomen yang meliputi peritoneum vesiceral dan
organ ekstraperitoneal (retroperitoneal) adalah vesicelera yang terletak antaran
peritoneum pariatale dan dinding abdomen dorsal.
2. Mesinterium
Yaitu lembaran ganda peritoneum yang berawal sebagai lanjutan peritoneum
visceral pembungkus sebuah organ. Mesenterium berisi jaringan ikat yang
berisi pembuluh darah, pembuluh limfe.
3. Omentum
Yaitu lanjutan peritoneum visceral bilaminar yang melintasi gaster dan bagian
proksimal duadenum ke struktur lain. Omentum terbagi menjadi 2 yaitu
omentum minus dan omentum majus, omentum minus menghubungkan curvatura
minor gaster dan bagian proksimal duodeneum dengan hepar dan ementum
mencegah melekatnya peritoneum visceral pada peritoneum parietal yang
melapisi dinding abdomen. Daya gerak omentum majus cukup besar dan dapat
bergeser-geser keseluruh cavitas paritonealis serta membungkus organ yang
meradang seperti appendiks vermiformitis artinya omentum majus dapat
mengisolasi organ itu dan melindungi organ lain terhadap organ yang terinfeksi.
4. Ligamentum Peritoneal
Yaitu lembar lembar ganda peritoneum. Hepar dihubungkan pada dinding
abdomentum ventral oleh ligamentum falciforme dan aster dihubungkan pada
permukaan kaudal diafragma oleh ligamentum gatrophenicul lien yang
melipatkan balik pada hilum splenicum dan colon tranversum oleh ligamentum
gastroconicum. Plica peritonealis adalah peritoneum yang terangkat dari abdomen
oleh pembuluh darah, saluran, dan pembuluh fetal yang telah mengalami oblitersi
dan resucessus peritonealis adalah sebuah kantong peritoneal yang
dibentuk oleh plica peritonealis (Muja, 2019).
C. Etiologi
1. Patogen
Terdapat banyak patogen yang dapat menyebabkan peritonitis, yaitu bakteri gram
negatif, bakteri gram positif, bakteri anaerob, dan fungi. Parasit yang paling
sering menyebabkan peritonitis adalah bakteri gram negative, seperti E.coli,
Enterobacter, Klebsiella, Proteus sp. Bakteri gram positif yang dapat
menyebabkan peritonitis yaitu Enterococcus, Streptocci, Staphylococci. Bakteri
anaerob yang sebagai pathogen yaitu Bacteriodes dan Clostridium.
2. Perforasi Peritonitis
Peradangan pada tratus gastrointestinal yang mengalami perforasi, iskemik
intestinal, peradangan panggul yang perforasi dapat menyebabkan peritonitis yang
bersifat akut.
3. Pasca Operasi Peritonitis
Prosedur operasi yang tidak sesuai prosedural dapat menyebabkan
kebocoran pada anastomosis pembuluh darah pada organ dalam abdomen serta
menyebabkan penurunan suplai darah pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan iskemik organ, lalu berujung pada nekrosis jaringan yang
menyebabkan peradangan pada peritonitits.
4. Pasca Traumatis Peritonitis
Trauma pada abdomen, baik luka akibat pukulan benda tumpul maupun
tusukan benda tajam dapat menyebabkan peradangan pada organ dalam abdomen
(Siregar, 2019).
D. Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen kedalam rongga
abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma, atau perforasi tumor,
peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk kedalam rongga
abdomen adalah steril kecuali pada kasus peritoneal dialysis tetapi dalam beberapa jam
terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edema jaringan dan pertambahan eksudat.
Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambah sejumlah protein, sel-sel
yang rusak.
Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera diikuti
oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan dalam usus besar. Timbulnya
peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlengketan fibrosa yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi .
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau
menyebar dapat timbul peritonitis umum. Perkembangan tersebut dapat aktivasi
peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi
syok, gangguan sirkulasi dan oliguria, perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-
lengkung usus yang meregang dan dapat menganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus. Gejala berbeda-beda tergantung luas peritonitis, beratnya
peritonitis, dan jenis organisme yang bertanggungjawab. Gejala utama adalah sakit perut
(biasanya terus menerus), muntah dan abdomen yang tegang, kaku, nyeri, dan tanpa
bunyi, demam dan leukositosis sering terjadi (Muja, 2019).
Patoflodiagram

Patogen (Bakteri, Post operasi Pasca traumatis


Perforasi peritonitis
parasit) peritonitis peritonitis

Masuk ke saluran cerna

Peradangan saluran
cerna

Masuk ke rongga
peritonium

PERITONITIS

Laparatomi Perdangan peritonium Peristaltik usus Gangguan


menurun gastrointestinal
Respon lokal terhadap
Pre operasi Post operasi inflamasi Mual, munta,
Ileus
anoreksia

Respon Luka insisi Nyeri Akut Malabsorbsi Intake nutrisi


Penurunan
psikologis pada kolon tidak adekuat
kesadaran
Kerusakan
Ansietas jaringan Refleks Konstipasi Defisit Nutrisi
menelan
Pelemasan mediator
menurun
kimia, bradikinin,
Luka histamin
terbuka Penumpukan
Merangsang saraf sekret di jalan
nyeri nafas
Resiko
infeksi
Nyeri Akut Bersihan jalan
nafas tidak efektif
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala umum yang dapat terjadi pada penderita Peritonitis diantaranya adalah:
1. Hipertermi atau demam
2. Distensi abdomen
3. Nyeri tekan pada abdomen
4. Bising usus menurun
5. Mual munta
6. Penurunan peristaltik
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan darah rutin penting dikerjakan untuk menegakkan diagnosis
peritonitis. Tanda-tanda peradangan adalah peningkatan jumlah sel darah putih
(leukosit) yang siginfikan. Pemeriksaan darah lengkap berupa pemeriksaan
amilase
serum, lipase serum, elektrolit, kadar glukosa, dam ureum kreatinin. Hal tersebut
berguna untuk menyingkirkan diagnosis peritonitis dengan inflamasi pada traktus
gastrointestinal dan organ hepatobilier.
b. Pemeriksaan Apusan Darah
Pemeriksaan apusan darah untuk melihat apakah terdapat sepsis bakterimia dan
etiologi patogen dengan menggunakan kultur darah.
c. Pemeriksaan Analisis Cairan Peritoneum
Analisis cairan peritoneum dapat diperoleh dengan caramelakukan aspirasi cairan
peritoneum. Cairan peritoneum yang diakibatkan oleh infeksi bakteri umumya
menghasilkan cairan yang eksudat. Umumnya cairan peritoneum adalah transudat
(Siregar, 2019).
2. Radiologi
a. Foto polos abdomen
Melihat apakah ada free air secondary yang merupakan tanda perforasi, dilatasi
usus, identifikasi fekalith, dan obstruksi sekunder pada usus.
b. Chest X-Ray
Melihat apakah adanya elevasi diafragma karena peningkatan tekanan intra
abdominal, maupun pneumonia.
c. Ultrasonografi Abdomen FAST dan Pelvi
Melihat apakah adanya pembentukan abses yang merupakan tanda peritonitis
terlokalisir, massa abdomen maupun adanya tanda-tanda kehamilan baik
intrauterine maupun ektopik. USG juga dapat mengidentifikasi isi dari free fluid
apakah darah atau berupa asites. USG FAST digunakan untuk melakukan
mengidentifikasi laserasi pada trauma tajam maupun tumpul
d. Computed tomography (CT – Scan)
Melihat apakah adanya massa maupun asites. CT-Scan juga dapat mendeteksi
apakah adanya kelainan patologis selain dari tempat yang kita curigai tempat
terjadinya nyeri (Siregar, 2019).
G. Komplikasi
1. Syok septic
2. Syok hipovolemik
3. Sepsis intra abdomen rekuren
4. Abses residual intraperitoneal
H. LAPARATOMI
1. Defenisi
Laparatomi merupakan jenis operasi bedah mayor yang dilakukan di daerah
abdomen. Pembedahan dilakukan dengan penyayatan pada lapisan-lapisan dinding
abomen untuk mendapatkan bagian organ abdomen yang mengalami masalah seperti
perdarahan, perforasi, kanker, dan obstruksi. Sayatan pada bedah laparatomi
menimbulkan luka yang berukuran besar dan dalam, sehingga membutuhkan waktu
penyembuhan yang lama dan perawatan berkelanjutan. Pasien akan dilakukan
pemantauan selama di rumah sakit dan mengharuskan pasien mendapat pelayanan
rawat inap selama beberapa hari. Tindakan laparotomi biasanya dipertimbangkan
untuk pasien yang mengalami nyeri pada bagian abdomen, baik abdomen akut
maupun abdomen kronik. Nyeri abdomen dapat diindikasikan pada penyakit
apendisitis, hernia, kanker ovarium, kanker lambung, kanker kolon, kanker kandung
kemih, peritonitis, dan pankreatis (Dictara, 2018)
2. Etiologi
Etiologi sehingga dilakukan laparatomi adalah karena disebabkan oleh beberapa hal
yaitu:
a. Trauma abdomen
b. Peritonitis
c. Perdarahan saluran cerna
d. Sumbatan pada usus halus dan usus besar
e. Masa pada abdomen
3. Jenis- jenis Laparatomi
a. Midline incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan, eksplorasi
dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong ligamen dan
saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah terjadinya hernia
cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di
bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis,rektosigmoid, dan organ dalam
pelvis.
b. Paramedian
Yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5cm). Terbagi atas
2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi lambung,
eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta plenoktomi.
Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi
anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah
diperluas ke arah atas dan bawah.
c. Transverse upper abdomen incision
Yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan
splenektomy.
d. Transverse lower abdomen incision
Yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka,
misalnya; pada operasi appendectomy (Nabila, 2019)

4. Manifestasi klinis
a. Nyeri tekan
b. Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan
c. Kelemahan
d. Gangguan integumen dan jaringan subkutan
e. Konstipasi
f. Mual dan munta, anoreksia
5. Komplikasi
a. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya
besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah
sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu
latihan kaki, ambulasi dini post operasi.
b. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi, organisme yang
paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilococus aurens, organisme gram
positif. Stapilococus mengakibatkan pernanahan .untuk menghindari infeksi luka
yang palaing penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan
antiseptik.
c. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau epiverasi
d. Ventilasi paru tidak adekuat
e. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
f. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan (Tefnai, 2019)
I. Askep teori
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,
suku/bangsa, agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor
medrec, diagnosis medis, dan alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, hubungan dengan klien, alamat.

2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama pada klien pasca laparotomi adalah rasa sakit, mual muntah, dan
demam.
b. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya pada klien pasca operasi laparatomi mengeluh nyeri yang dirasakan
sangat berat dan biasanya pada klien pasca operasi laparatomi mengeluh
nyeri yang dirasakan lokal atau pun menyeluruh nyeri dirasakan, tiba-tiba atau
bertahap, seberapa lama gejala dirasakan.Biasanya pada klien pasca operasi
laparatomi mengeluh nyeri dirasakan ketika bergerak.
c. Riwayat penyakit terdahulu
Biasanya terjadi pada klien yang memiliki riwayat adanya trauma penetrasi
abdomen, contoh luka tembak/tusuk atau trauma tumpul pada abdomen, perforasi
kandung kemih/rupture, penyakit saluran GI appendicitis, perforasi,
gangrene/ruptur kandung empedu, perforasi kardsinoma gaster, perforasi
gaster/duodenal, obstruksi gangrenosa usus, perforasi diverticulum, hernia
strangulasi.
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolik
Pola fungsi yang diisi dengan kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi sebelum sakit sampai dengan saat sakit (saat ini) yang meliputi: jenis
makanan dan minuman yang dikonsumsi, frekuensi makan, porsi makan yang
dihabiskan, makanan selingan, makanan yang disukai, alergi makanan, dan
makanan pantangan. Keluhan yang berhubungan dengan nutrisi seperti anoreksia,
mual, muntah.
b. Pola eliminasi
Pada pasca operasi biasanya dijumpai ketidakmampuan defekasi dan flatus
c. Pola aktivitas dan kebersihan diri
Pada pasca operasi biasanya klien tidak dapat melakukan personal hygine secara
mandiri karena pembatasan gerak akibat nyeri dan kelemahan.
d. Pola istirahat tidur
Pada pasca operasi biasanya klien memiliki gangguan pola tidur karena nyeri
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dipatkan sesuai dengan menifestasi klinik yang
muncul. Pada surve umum klien terlihat lemah dan kesakitan, TTV mengalami
perubahan sekunder dari nyeri dan gangguan hemodinamik. Bila telah terjadi
peritonitis bakterial, suhu badan klien akan naik > 38,5ºC dan terjadi
takikardi, hipotensi, klien tampak latergi, serta intravaskuler disebabkan oleh
anoreksia dan muntah, demam, serta kerugian ruang ketiga kerongga
peritoneum. Dengan dehidrasi yang progesif, klien mungkin menunjukan
adanya penurunan urine output, dan dengan peritonitis berat.
4. Pemeriksaan persistem
a. Sistem pernapasan
Biasanya klien mengalami pernapasan dangkal dan takipneu
b. Sistem kardiovaskuler
Umumnya klien mengalami takikardi, berkeringat, pucat dan hipotensi
sebagai indikasi terjadinya syok.
c. Sistem pencernaan
Biasanya pada klien pasca operasi ditemukan distensi abdomen, kembung,
kekakuan abdomen, nyeri tekan, mukosa bibir kering, penurunan peristaltic
usus, muntah, dan konstipasi akibat pembedahan.
d. Sistem perkemihan
Perpindahan sejumlah besar cairan dan elektrolit dari lumen usus ke rongga
peritoneal dan menurunkan cairan dalam ruang vaskuler menyebabkan penurunan
haluaran urine menjadi pekat/ gelap, distensi kandung kemih dan retensi urine
e. Sistem integumen
Akan tampak adanya luka operasi diabdomen karena insisi bedah. Turgo kulit
akan membaik seiring dengan peningkatan intake oral, membrane mukosa kering.
f. Sistem musculoskeletal
Kelemahan dan kesulitan ambulasi terjadi akibat nyeri berat diabdomen yang
menyebabkan kekakuan pada otot

B. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
3. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
C. Intervensi

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
dengan agen cedera fisik keperawatan selama … jam Observasi
diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi,
menurun dengan kriteria hasil : karakteristik, durasi,
a. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas
b. Meringis menurun nyeri
c. Sikap protektif menurun 2. Identifikasi skala nyeri
d. Gelisah menurun 3. Identifikasi respon
e. Kesulitan tidur menurun nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor
yang memperberat dan
meringankan nyeri
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredahkan nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgesik
Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan tindakan Observasi
efektif berhubungan keperawatan selama … jam - Monitor pola nafas
dengan hipersekresi jalan diharapkan bersihan jalan nafas - Monitor bunyi napas
napas meningkat dengan kriteria hasil : tambahan
a. Produksi sputum - Monitor sputum
menurun (jumlah, warna)
b. Ronkhi menurun - Monitor adanya
c. Dispnea menurun sumbatan jakan napas
d. Gelisah membaik Terapeutik
e. Frekuensi nafas membaik - Pertahankan
f. Pola nafas membaik kepatenan jalan napas
- Posisikan semi fowler
atau fowler
- Lakukan pengisapan
lendir berkala
Kolaborasi
- Pemantauan
penggunaan ventilator
dan kebutuhan
oksigen klien
Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi
berhubungan dengan efek keperawatan selama … jam Observasi
prosedur invasif diharapkan derejat infeksi 1. Monitor tanda gejala
menurun dengan kriteria hasil : infeksi lokal dan
a. Demam menurun sistemik
b. Kemerahan menurun Terapeutik
c. Nyeri menurun 1. Batasi jumlah
d. Bengkak menurun pengunjung
e. Kadar sel darah putih 2. Berikan perawatan
membaik kulit pada daerah
edema
3. Cuci tangan sebelum
dan setelah kontak
dengan pasien
4. Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Ajarkan cara
memeriksa luka
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antibiotik
BAB II

ASKEP KASUS

(DI RUANGAN ICU)

A. Pengkajian

Tanggal Pengkajian : 24/6/2022


Jam : 08.00
Sumber Data : Pasien dan RM
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien (inisial) : Ny. KD
Nomor RM : 22032290
Tanggal Lahir : 12/12/1955
Umur : 66 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Diagnosis : Post operasi Laparatomi (Peritonitis Generalisata)
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan merasa nyeri diseluruh
Pendidikan Pasien : SD
lapang perut, mual, tidak bisa BAB dan flaktus. Awalnya nyeri
Pekerjaan :tidak
Petanimenjalar tetapi lama kelamaan nyeri memberat disertai
Keluhan utama :dengan demam dan pasien mengalami sesak nafas. Dari hasil
pemeriksaan didapatkan pasien terdiagnosa mengalami peritonitis
generalisata, kemudian
Pasien mengalami pasien
masalah dilakukan
pada pola nafas operasi laparastomi
tanggal 24/6/2022. Pasien sempat mengalami penurunan kondisi
Riwayat keluhan utamadimana
: pasien dilakukan tindakan intubasi untuk membantu
pernafasannya di ruangan ICU. Dari hasil pengkajian tanpak
pasien terpasang ventilator, NGT, kateter, CVP, terpasang drain.
Pasien mengalami penurunan kesadaran
PEMERIKSAAN FISIK
Sistem Pernapasan
Inspeksi : Bentuk dada simstris dan tanpak ada retraksi dada
Palpasi : Tidak ada krepitasi
Perkusi : Sonor
Auskultasi : ronkhi
Jalan napas : Terdapat obstruksi di jalan nafas akibat sekret
RR : 25 x/menit
SpO2 : 96 %
Irama napas : Tidak teratur
Retraksi : Tanpak retraksi dada
Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Ictus kordis tidak tanpak
Palpasi : Ictus kordis teraba
Perkusi :
- Batas kiri atas jantung ICS 2 parasternalis kiri
- Batas kiri bawah jantung ICS V Midclavicularis kiri
- Batas kanan atas jantung ICS II linea parastenarlis kanan
- Batas kiri bawah jantung ICS III-IV linea parasternalis kanan
Auskultasi : Normal, reguler dan tidak ada suara jantung tambahan
Nadi : 115 x/menit
Irama : Teratur
TD : 110/67 mmHg
Pulsasi : Lemah
Akral : dingin
Warna kulit : Pucat
Perdarahan : Tidak ada perdarahan, pasien terpasang selang drainase di bagian bekas operasi
Sistem Saraf Pusat
Kesadaran : Apatis
GCS : E:4 V:3 M:5 = 12

Kekuatan Otot :
2 2

2 2

0 Kontraksi otot tidak terdeteksi (paralisis sempurna)


1 Tidak ad agerakan, kontraksi otot dapat dipalpasi atau dilihat
2 Gerakan otot penuh, melawan gravitasi dengan topangan
3 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 Gerakan penuh yg normal melawan gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 Kekuatan otot normal, melawan gravitasi dan tahanan penuh
Sistem Gatrointestinal
Inspeksi : Pasien tanpak terpasang selang NGT dekompresi, cairan berwarna hijau
Palpasi : Tidak ada pembesaran hati, tidak ada distensi abdomen
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus 10x/menit
Distensi : Tidak ada ditensi
Peristaltik : Positif, 10 x/menit
Defekasi : 1 x sehari
Sistem Perkemihan
BAK : BAK menggunakan kateter
Warna : kuning kecoklatan
Distensi kandung kemih : tidak ada distensi kandung kemih
Nyeri saat berkemih : tidak dapat di kaji
Penggunaan catheter urine : menggunakan kateter urin
Sistem Hematologi
Perdarahan : Tidak ada perdarahan, pasien terpasang selang drainase di bagian bekas
operasi laparatomi.

Sistem Muskuloskeletal dan Integumen


Turgor kulit : Elastis
Terdapat luka : Terdapat luka bekas laparatomi
Fraktur : Tidak terdapat fraktur
Alat Bantu : Pasien tidak menggunakan alat bantu untuk bergerak

Luka bekas laparatomi terdapat dibagian perut

Alat invasive/non invasive yang terapasang saat ini


Drain/ WSD : Pasien terpasang selang drain pada bagian abdomen
IV Line : Terpasang CVC NaCL 0,9 % dan RL
NGT : Pasien terpasang NGT
Oksigen : Terpasang ventilator

RIWAYAT PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL


Psikososial
Komunitas yang diikuti : -
Koping : Tidak dikaji
Afek : Tanpa gelisah, pasien selalu menarik alat yang terpasang di
tubuhnya
Hubungan keluarga : Tanpak pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarganya
terlihat dari keluarga yang selalu datang dan menjaga klien
Spiritual
Kebiasaan mengatasi stres : Tidak dapat di kaji
Kebiasaan beribadah : Tidak dapat di kaji

RISIKO CIDERA/JATUH
Morse fall scale (MFS) skala jatuh dari morse
Nama pasien : Ny. KD
Umur : 66 Tahun
No Pengkajian Skala Nilai Keterangan
1. Riwayat jatuh: apakah pasien Tidak 0 0 Tidak ada
pernah jatuh dalam 3 bulan
terahkir? Ya 25

2. Diagnose sekunder: apakah pasien Tidak 0 15 Ya


memiliki lebih dari satu penyakit?
Ya 15
3. Alat bantu jalan: 0 0 Pasien bed
 Bed rest/dibantu perawat rest/dibantu
 Kruk/tongkat/walker 15 perawat

 Berpegangan pada benda- 30


benda di sekitar (kursi,
lemari, meja)

4. Terapi intravena: apakah saat ini Tidak 0 20 Pasien terpasang


pasien terpasang infuse? infuse Nacl 0.9
Ya 20 %
5. Gaya berjalan/cara berpindah: 0 10 Lemah ( tidak
 Normal/bed rest/immobile bertenaga)
(tidak dapat bergerak
sendiri)
 Lemah ( tidak bertenaga) 10
 Gangguan/tidak normal 20
(pincang/diseret)
6. Status mental 0 15 Pasien
 Pasien menyadari kondisi mengalami
dirinya keterbatasan
 Pasien mengalami 15 daya ingat
keterbatasan daya ingat
Total nilai 60 Resiko tinggi

Keterangan:
Tidak beresiko : 0-24
Resiko rendah : 25-50
Resiko tinggi : lebih dari 51.
STATUS FUNGSIONAL
Form Indeks Barthel
Variabel: Kemampuan Fungsional
Merupakan variabel yang digunakan untuk mengukur status fungsional pada pasien
yang mengalami gangguan sistem saraf. Prosedur tes: Pasien dinilai menggunakan
Barthel Index pada awal treatment, selama masa rehabilitasi, dan pada masa akhir
rehabilitasi

Aktivitas Elemen Penilaian Skor


Makan 0 = Tidak Mampu 0
5 = Memerlukan bantuan seperti, mengoleskan
mentega, atau memerlukan bentuk diet khusus
10= Mandiri/ tanpa bantuan
Mandi 0= Tergantung 0
5= Mandiri
Kerapian/ 0= Memerlukan bantuan untuk menata
Penampilan penampilan diri
5= Mandiri (mampu menyikat gigi, mengelap 0
wajah, menata rambut, bercukur)
Berpakaian 0 = Tergantung/ tidak mampu
5= Mandiri (Mampu mengancingkan 0
baju,menutup resleting)
Buang Air 0= inkontinesia
besar
5= Kadang mengalami kesulitan
10= Mandiri
Buang air 0= Inkontinesia, harus dipasang kateter, tidak 0
kecil mampu mengontrol BAK secara mandiri
5= Kadang mengalami kesulitan
10= Mandiri
Penggunaan 0= Tergantung 0
Kamar mandi/
Toilet 5= Perlu dibantu tapi tidak tergantung penuh
10= Mandiri
Berpindah 0 = tidak mampu, mengalami gangguan
tempat (dari keseimbangan
tempat tidur
ke tempat 5= memerlukan bantuan (perlu satu atau dua 0
duduk atau orang) untuk bisa duduk
sebaliknya) 10= Memerlukan sedikit bantuan (hanya
diarahkan secara verbal)
15= Mandiri
Mobilitas 0 = tidak mampu atau berjalan kurang dari 50 0
(berjalan pada meter
permukaan
yang rata) 5 = hanya bisa bergerak dengan kursi roda, lebih
dari 50 meter
10 = berjalan dengan bantuan lebih dari 50
meter
15 = Mandiri (meski menggunakan alat bantu)
Menaiki/ 0 = Tidak mampu 0
menuruni
tangga 5 = Memerlukan bantuan
10 = Mandiri
Kriteria Hasil: pasien ketergantungan berat
- 0 – 20 = Ketergantungan penuh
- 21 – 61 = Ketergantungan berat (sangat tergantung)
- 62 – 90 = Ketergantungan moderat
- 91 – 99 = Ketergantungan ringan
100 = Mandiri
SKRINING STATUS GIZI
Berdasarkan Malnutrition Screening Tool (MST)
(Lingkari skor sesuai dengan jawaban, Total skor adalah jumlah skor yang dilingkari
No Parameter Skor
1. Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yang
tidak diinginkan dalam 6 bulan terakhir?
a. Tidak ada penurunan berat badan
b. Tidak yakin / tidak tahu / terasa baju lebih longgar
c. Jika ya, berapa penurunan berat badan tersebut
1. 1-5
2. 6-10
3. 11-15 kg
4. >15 kg
5. Tidak yakin penurunannya
2. Apakah asupan makan berkurang karena berkurangnya
nafsu makan?
1. Tidak
2. Ya
3. Pasien dengan diagnosa khusus :
Ya, pasien mengalami peritonitis, Diabetes Melitus dan
Hipertensi

Bila skor ≥ 2 dan atau pasien dengan diagnosis/kondisi khusus dilakukan pengkajian
lanjut oleh Tim Terapi Gizi.
a. BB : 50 Kg TB : 150 cm IMT : 22,2
Dari hasil indeks masa tubuh yang di dapatkan pasien tergolong memiliki berat badan
normal
b. Pasien terpasang NGT dekompresi untuk melihat produksi cairan lambungnya, cairan
berwarna hijau
c. Pasien masih dipuasakan atau belum diperbolehkan untuk diberi makanan
d. Cara pemberian makan melalui selang NGT
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
WBC 7,31 4.1- 11.0 103/uL
NE% 83,90 47-80 %
LY% 12,90 13-40 %
MO% 2,90 2,0-11,0%
EO% 0,30 0,0-5,0 %
BA% 0,00 0,0-2,0 %
NE 6,14 2,50-7,50 103/uL
LY 0,94 1,00-4,00 103/uL
MO 0,21 0,10-1,20 103/uL
EO 0,02 0,00-0,50 103/uL
BA 0,00 0,0-0,1 103/uL
RBC 3,59 4,0-5,2 106/uL
HGB 9,90 12,0-16,0 g/dl
HCT 29,30 36,0-46,0 %
MCV 81,60 80,0-100,0 fL
MCH 27,60 26,0-34,0 pg
MCHC 33,80 31-36 g/dl
RDW 13,40 11,6-14,8 %
PLT 77,00 140-440 103/uL
MPV 10,90 6,80-10,0 fL
NLR 6,50 3,13
PH 7,30 7,35-7,45
PCO2 47,0 35,0-45,0 mmHg
PO2 45,00 80,00-100,0 mmHg
Beecf -5,7 -2-2 mmol/L
HCO3 20,70 22,00-26,00 mmol/L
SO2C 80 95-100 %
TCO2 22,0 24,00-30,00 mmol/L
Natrium (Na) 129 136-145 mmol/L
Kalium (K) 4,10 3,50-5,10 mmol/L

TERAPI FARMAKOLOGI
Nama obat Golongan Dosis Rute Indikasi

Fentanil Analgesik 300 mg/jam Intra vena Diindikasikan untuk


narkotik mengatasi nyeri
terutama untuk
pasien dengan nyeri
kronis
Norephineprin Agonis alfa 0,2 mcg/kgBB Intra vena Diberikan untuk
dan beta/ mengatasi hipotensi
vasokonstriktor akut yang
mengancam nyawa
Omeprazole Penghambat 40 mg/12 jam Intra vena Diberikan untuk
pompa proton menurunkan
produksi asam
lambung berlebih
Cefoperazone Antibiotik 2 gram/24 jam Intra vena Diberikan untuk
sefalosporin menghambat
pertumbuhan bakteri
Paracetamol Antipiretik dan 1000 gram/8 Intra vena Diberikan untuk
analgesik jam mengatasi nyeri dan
menurunkan
hipertermi
Insulin Antidiabetik 2 unit/jam Sub Cutan Diberikan untuk
membantu
mengontrol kadar
gulah di dalam
darah
BALANCE CAIRAN
Tanggal Cairan masuk Cairan keluar IWL Balance cairan
24/6/2022 2523 1610 500 413
25/6/2022 2447 4025 500 - 2070

B. Analisa Data

Data Fokus Etiologi Masalah


Ds : - Ketidakseimbangan Gangguan pertukaran gas
Do : ventilasi perfusi
- Hasil pemeriksaan AGD
didapatkan : Asidosis
respiratorik
- PCO2 meningkat 47.00
mmHg
- PO2 menurun 45.00 mmHg
- PH arteri 7,30
- Takikardi 115x/menit
- Terdengar bunyi nafas
tambahan ronkhi

Ds : - Hipersekresi jalan nafas Bersihan jalan nafas tidak


Do : efektif
- Sputum berlebih pada jalan
nafas
- Suara nafas tambahan
ronkhi
- Terpasang ventilator
- Takipnea
- RR 23 x/menit
- SpO2 96 %
Ds : - Tindakan invasif (Operasi) Keruskan integritas
Do : jaringan
- Terdapat luka bekas operasi
- Terpasang drain di bagaian
bekas operasi
- Tanpak sedikit kemerahan
C. Intervensi

Diagnosa keperawatan Kriteria Hasil Intervensi


Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam - Monitor pola nafas
ketidakseimbangan ventilasi diharapkan gangguan pertukaran - Monitor saturasi
perfusi ditandai dengan gas membaik dengan kriteria hasil: oksigen
PCO2 meningkat, PO2 a. Tingkat kesadaran - Monitor tanda-tanda
menurun, takikardi. meningkat hipo atau hiperventilasi
b. Dispnea menurun - Monitor hasil AGD
c. Bunyi napas tambahan Terapeutik
menurun - Atur interval
d. PCO2 membaik pemantauan respirasi
e. PO2 membaik sesuai kondisi pasien
f. PH arteri membaik - Atur posisi alat terapi
g. Takikardi membaik oksigen
h. Warna kulit membaik Kolaborasi
- Kolaborasi pemantauan
penggunaan ventilator
pada pasien
Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Observasi
efektif berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam - Monitor pola nafas
hipersekresi jalan nafas diharapkan bersihan jalan nafas - Monitor bunyi napas
ditandai dengan sputum meningkat dengan kriteria hasil : tambahan
berlebih, suara napas g. Produksi sputum menurun - Monitor sputum
tambahan ronkhi, terpasang h. Ronkhi menurun (jumlah, warna)
ventilator, takipnea, SpO2 i. Dispnea menurun - Monitor adanya
menurun j. Gelisah membaik sumbatan jakan napas
k. Frekuensi nafas membaik Terapeutik
l. Pola nafas membaik - Pertahankan kepatenan
jalan napas
- Posisikan semi fowler
atau fowler
- Lakukan pengisapan
lendir berkala
Kolaborasi
- Pemantauan
penggunaan ventilator
dan kebutuhan oksigen
klien
Kerusakan integritas jaringan Setelah dilakukan tindakan Perawatan luka
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam Observasi
tindakan invasif yang diharapkan integritas kulit dan a. Monitor karakteristik
ditandai dengan adanya jaringan meningkat dengan kriteria luka
bekas luka operasi di bagian hasil : b. Monitor tanda-tanda
abdomen terpasang drain di a. Keruskan jaringan infeksi
bagaian bekas operasi, menurun Terapeutik
tanpak sedikit kemerahan b. Keruskan lapisan kulit a. Lakukan perawatan
menurun luka
c. Perdarahan menurun b. Bersihkan luka
d. Kemerahan menurun menggunakan cairan
e. Suhu kulit membaik Nacl atau pembersih
nontoksik
c. Bersikan jaringan
nekrotik
d. Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
nutrisi yang sesuai
untuk penyembuhan
luka

D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi
ditandai dengan PCO2 meningkat, PO2 menurun, takikardi.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
ditandai dengan sputum berlebih, suara napas tambahan ronkhi, terpasang ventilator,
takipnea, SpO2 menurun
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan invasif yang ditandai
dengan adanya bekas luka operasi di bagian abdomen terpasang drain di bagaian
bekas operasi, tanpak sedikit kemerahan
E. Implementasi

Hari/tgl Jam Implementasi Evaluasi Jam


(SOAP)
24/6/2022 - Memonitor pola nafas S:-
 Pola napas tidak O:
teratur - Hasil pemeriksaan AGD
- Memonitor saturasi didapatkan :
oksigen - PCO2 47.00 mmHg
 SpO2 96 % - PO2 45.00 mmHg
- Memonitor tanda-tanda - PH arteri 7,30
hipo atau hiperventilasi - Takikardi 110x/menit
 Frekuensi nafas - Pasien tanpak pucat
meningkat 25 A:
x/menit - Tingkat kesadaran
- Memonitor hasil AGD menurun (1)
 PCO2 meningkat, - Dispnea cukup menurun
PO2 menurun (4)
- Mengatur posisi alat terapi - PCO2 cukup memburuk
oksigen (2)
 Menggunakan - PO2 cukup memburuk (2)
ventilator - Takikardi sedang (3)
- Mengatur interval - Warna kulit cukup
pemantauan respirasi memburuk (2)
sesuai kondisi pasien P:
 Terpasang monitor - Pemantauan respirasi
untuk memantau
ttv pasien
- Mengkolaborasikan hasil
pemeriksaan AGD pasien

24/6/2022 - Memonitor pola nafas S:-


- Memonitor bunyi napas O:
tambahan - Sputum pada jalan nafas
 Terdengar suara sedikit berkurang setelah
napas tambahan suction
ronkhi - Suara nafas tambahan
- Memonitor sputum ronkhi berkurang
(jumlah, warna) - Terpasang ventilator
 Berwarna sedikit - Sesak cukup menurun
kehujauan, - RR 23 x/menit
produksi sputum - SpO2 96 %
meningkat - Dilakukan suction berkala
- Memonitor adanya A:
sumbatan jakan napas - Produksi sputum cukup
 Sumbatan jalan menurun (4)
napas oleh - Ronkhi cukup menurun (4)
sputum/lendir - Dispnea cukup menurun
- Mempertahankan (4)
kepatenan jalan napas - Frekuensi nafas cukup
 Terpasang membaik (4)
ventilator - Pola nafas cukup membaik
- Memposisikan semi (4)
fowler atau fowler P:
 Semi fowler 45o - Manajemen jalan nafas
- Melakukan pengisapan
lendir berkala
 Dilakukan suction
setiap kurang lebih
15 menit
- Memantau penggunaan
ventilator dan kebutuhan
oksigen klien
24/6/2022 - Memonitor karakteristik S :-
luka O:
- Memonitor tanda-tanda - Terdapat luka bekas
infeksi operasi
- Melakukan perawatan - Terpasang drain di bagaian
luka bekas operasi
- Membersihkan luka - Tanpak sedikit kemerahan
menggunakan cairan Nacl - Suhu 37 O C
atau pembersih nontoksik A:
- Membersikan jaringan - Keruskan lapisan kulit
nekrotik meningkat 1
- Mempertahankan teknik - Perdarahan cukup
steril saat melakukan meningkat 2
perawatan luka - Kemerahan meningkat 1
- Mengkolaborasikan - Suhu kulit cukup
pemberian nutrisi yang memburuk 2
sesuai untuk P:
penyembuhan luka - Perawatan luka

25/6/2022 - Memonitor pola nafas dan S :


saturasi oksigen O:
- Memonitor tanda-tanda - Hasil pemeriksaan AGD
hipo atau hiperventilasi didapatkan :
- Memonitor hasil AGD - PCO2 32,0 mmHg
- Mengatur interval - PO2 86 mmHg
pemantauan respirasi - SO2c 97 %
sesuai kondisi pasien - PH arteri 7,43
- Mengatur posisi alat terapi - Takikardi 90 x/menit
oksigen - Pasien tanpak pucat
- Memantau hasil
pemeriksaan AGD pasien A:
- Tingkat kesadaran sedang
(3)
- Dispnea menurun (5)
- PCO2 sedang (3)
- PO2 membaik (5)
- SO2c membaik (5)
- Takikardi membaik (5)
P:
- Pemantauan respirasi
25/6/2022 - Memonitor pola nafas S:-
- Memonitor bunyi napas O:
tambahan - Sputum pada jalan nafas
- Memonitor sputum sedikit berkurang
(jumlah, warna) - Suara nafas tambahan
- Memonitor adanya ronkhi berkurang
sumbatan jakan napas - Terpasang ventilator
- Mempertahankan - Sesak menurun
kepatenan jalan napas - RR 18 x/menit
- Melakukan pengisapan - SpO2 99 %
lendir berkala - Dilakukan suction berkala

A:
- Produksi sputum menurun
(5)
- Ronkhi menurun (5)
- Dispnea menurun (5)
- Frekuensi nafas membaik
(5)
- Pola nafas cukup membaik
(5)
P:
- Manajemen jalan napas
25/6/2022 - Memonitor karakteristik S:-
luka O:
- Membersihkan luka - Terdapat luka bekas
menggunakan cairan Nacl operasi
atau pembersih nontoksik - Terpasang drain di bagaian
- Membersikan jaringan bekas operasi
nekrotik - Tanpak sedikit kemerahan
- Mempertahankan teknik - Suhu 37 o C
steril saat melakukan A:
perawatan luka - Keruskan lapisan kulit
- Mengkolaborasikan sedang 3
pemberian nutrisi yang - Perdarahan sedang 3
sesuai untuk - Kemerahan cukup
penyembuhan luka menurun 4
- Suhu kulit cukup membaik
4
P:
- Perawatan luka
26/6/2022 - Memonitor pola nafas dan S :
saturasi oksigen O:
- Memonitor tanda-tanda - Hasil pemeriksaan AGD
hipo atau hiperventilasi didapatkan :
- Memonitor hasil AGD - PCO2 37.0 mmHg
- Mengatur interval - PO2 155.0 mmHg
pemantauan respirasi - SO2c 99 %
sesuai kondisi pasien - PH arteri 7,46
- Mengatur posisi alat terapi - Takikardi 105 x/menit
oksigen - Pucat berkurang
- Memantau hasil A:
pemeriksaan AGD pasien - Tingkat kesadaran sedang
(3)
- Dispnea sedang (3)
- PCO2 sedang (3)
- PO2 cukup memburuk (2)
- SO2c membaik (5)
- Takikardi sedang (3)
P:
- Pemantauan respirasi
26/6/2022 - Memonitor pola nafas S:-
- Memonitor bunyi napas O:
tambahan - Sputum pada jalan nafas
- Memonitor sputum berkurang
(jumlah, warna) - Suara nafas tambahan
- Memonitor adanya berkurang
sumbatan jakan napas - Terpasang ventilator
- Mempertahankan - Sesak meningkat
kepatenan jalan napas - RR 24 x/menit
- Melakukan pengisapan - SpO2 95 %
lendir berkala - Dilakukan suction berkala
A:
- Produksi sputum menurun
(5)
- Ronkhi menurun (5)
- Dispnea sedang (3)
- Frekuensi nafas sedang (3)
- Pola nafas sedang (3)
P:
- Manajemen jalan napas
26/6/2022 - Memonitor karakteristik S:-
luka O:
- Memonitor tanda-tanda - Terdapat luka bekas
infeksi operasi
- Melakukan perawatan - Terpasang drain di bagaian
luka bekas operasi
- Membersihkan luka - Tanpak sedikit kemerahan
menggunakan cairan Nacl - Suhu 36 o C
atau pembersih nontoksik A:
- Membersikan jaringan - Keruskan lapisan kulit
nekrotik cukup menurun 4
- Mempertahankan teknik - Perdarahan cukup menurun
steril saat melakukan 4
perawatan luka - Kemerahan cukup
- Mengkolaborasikan menurun 4
pemberian nutrisi yang - Suhu kulit cukup membaik
sesuai untuk 4
penyembuhan luka P:
- Perawatan luka
KUMPULAN RESUM

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KRITIS


(DI RUANGAN ICU)
F. Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 26/6/2022
Jam : 08.00
Sumber Data : Pasien dan RM
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien (inisial) : Ny. NR
Nomor RM : 22032606
Tanggal Lahir : 31/12/1950
Umur : 71 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Diagnosis : Post Kraniotomi
Pendidikan Terakhir : -
Pekerjaan : IRT
Keluhan utama :

Pasien tanpak lemah dan mengalami masalah pada pola nafas

Riwayat keluhan utama :


Pasien masuk RS setelah mengalami kecelakaan lalu lintas, pasien
ditabrak sepeda motor yang menyebabkan klien mengalami
perdarahan di bagian kepala dan mengalami penurunan kesadaran.
Kemudian pasien di lakukan tindakan operasi kraniatomi dan di
rawat di ruangan ICU.
-----------PEMERIKSAAN FISIK
Sistem Pernapasan
Inspeksi : Bentuk dada simstris
Palpasi : Tidak ada krepitasi
Perkusi : Sonor
Auskultasi : vesikuler
Jalan napas : Tidak terdapat obstruksi jalan napas
RR : 22 x/menit
SpO2 : 98 %
Irama napas : Irama napas teratur
Retraksi : Tidak ada retraksi dada
Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Ictus kordis tidak tanpak
Palpasi : Ictus kordis teraba
Perkusi :
- Batas kiri atas jantung ICS 2 parasternalis kiri
- Batas kiri bawah jantung ICS V Midclavicularis kiri
- Batas kanan atas jantung ICS II linea parastenarlis kanan
- Batas kiri bawah jantung ICS III-IV linea parasternalis kanan
Auskultasi : Normal, reguler dan tidak ada suara jantung tambahan
Nadi : 100 x/menit
Irama : Teratur
TD : 102/53 mmHg
Pulsasi : Lemah
Akral : dingin
Warna kulit : Pucat
Perdarahan : Tidak ada perdarahan
Sistem Saraf Pusat
Kesadaran : Composmentis
GCS : E : 4 V : 5 M : 6 = 15

Kekuatan Otot :
3 3

3 3

0 Kontraksi otot tidak terdeteksi (paralisis sempurna)


1 Tidak ad agerakan, kontraksi otot dapat dipalpasi atau dilihat
2 Gerakan otot penuh, melawan gravitasi dengan topangan
3 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 Gerakan penuh yg normal melawan gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 Kekuatan otot normal, melawan gravitasi dan tahanan penuh
Sistem Gatrointestinal
Inspeksi : Pasien terpasang NGT, tidak ada mual munta
Palpasi : Tidak ada pembesaran hati, tidak ada distensi abdomen
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus 10x/menit
Distensi : Tidak ada ditensi
Peristaltik : Positif, 10 x/menit
Defekasi : 1 x sehari
Sistem Perkemihan
BAK : BAK menggunakan kateter
Warna : Warna urin kuning
Distensi kandung kemih : tidak ada distensi kandung kemih
Nyeri saat berkemih : tidak ada nyeri saat berkemih
Penggunaan catheter urine : menggunakan kateter urin
Sistem Hematologi

Pasien terpasang drain di daerah kepala bekas operasi, pasien tanpak lemas, pucat, akral
dingin, CRT > 3 detik, pasien mendapat transfusi darah 1 Bag PRC

Sistem Muskuloskeletal dan Integumen


Turgor kulit : Elastis
Terdapat luka : Terdapat luka bekas operasi
Fraktur : Tidak terdapat fraktur
Kesulitan bergerak : Pasien mengeluh nyeri saat bergerak
Alat Bantu : Pasien tidak menggunakan alat bantu untuk bergerak
Alat invasive/non invasive yang terapasang saat ini
Drain/ WSD : Pasien terpasang selang drain
IV Line : Terpasang infus NaCL 0,9 %
NGT : terpasang NGT
Oksigen : menggunakan oksigen simpel mask

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hb 5,2 12-26 g/dl
TERAPI FARMAKOLOGI
Nama obat Golongan Dosis Rute Indikasi

Paracetamol Analgetik, 100 mg Iv Diindikasikan untuk


antipiretik meredahkan nyeri
dan meredahkan
deman
Fentanil Analgesik 300 mg/jam Intra vena Diindikasikan untuk
narkotik mengatasi nyeri
terutama untuk
pasien dengan nyeri
kronis
Omeprazole Penghambat 40 mg/12 jam Intra vena Diberikan untuk
pompa proton menurunkan
produksi asam
lambung berlebih

G. Analisa Data
Data Fokus Etiologi Masalah
Ds :- Penurunan konsentrasi Perfusi perifer tidak
Do : hemoglobin efektif
- Pengisian kapiler > 3 detik
- Tanpak pucat
- Akral dingin
- Hb 5,2 g/dl
- Mendapat transfusi PRC 1
bag

H. Intervensi
Diagnosa keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Perawatan perifer
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam Observasi
penurunan konsentrasi diharapkan perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi perifer
hemoglobin meningkat dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor
a. Denyut nadi perifer risiko gangguan
meningkat sirkulasi
b. Warna kulit pucat 3. Monitor akral panas,
meningkat dingin
c. Akral membaik Terapeutik
d. Pengisian kapiler membaik 1. Hindari pemasangan
infus atau pengambilan
darah pada daerah
keterbatasan perfusi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
transfusi

I. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin
J. Implementasi
Hari/tgl Jam Implementasi Evaluasi Jam
(SOAP)
25/6/2022 - Memeriksa sirkulasi S:
perifer O:
- Mengidentifikasi faktor - Pengisian kapiler > 3 detik
risiko gangguan sirkulasi - Tanpak pucat
- Monitor akral panas, - Akral dingin
dingin - Mendapat transfusi PRC 1
- Mengindari pemasangan bag
infus atau pengambilan A:
darah pada daerah - Perfusi perifer menurun
keterbatasan perfusi P:
- Mengkolaborasikan - Perawatan perifer
pemberian transfusi PRC
1 Bag
DAFTAR PUSTAKA
Dictara, Ahmad. (2018). Efektivitas Pemberian Nutrisi Adekuat dalam
Penyembuhan Luka Pasca Laparotomi. Karya Tulis Ilmiah
Sayuti, Muhammad. (2020). Karakteristik Peritonitis Perforasi Organ Berongga
Di Rsud Cut Meutia Aceh Utara. Journal Averrous, Vol 6, No 2.
Siregar, Lintong. (2019). Profil Penderita Peritonitis Di Rsup Haji Adam Malik
Medan Periode 2017-2018. Karya Tulis Ilmiah
Tefnai, Saint. (2019). Asuhan Keperawatan Komprehensif Pada Tn.A.N Dengan
Post Operasi Laparatomi Di Ruang Kelimutu Rsud Prof.Dr.W.Z Johanes
Kupang. Karya Tulis Ilmiah
Muja, Rahadiyan. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi
Laparatomi Eksplorasi A.I Peritonitis Dengan Nyeri Akut Di Ruang Topaz
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Slamet Garut. Karya Tulis Ilmiah
Nabila, Faiza. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Ny.S Dengan Post Operasi
Laparatomi Atas Indikasi Ket Diruang Rawat Inap Kebidanan Dr.
Achmadmochtar Bukittinggi Tahun 2019. Karya Tulis Ilmiah

Anda mungkin juga menyukai