OLEH
21203015
2021/2022
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Defenisi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum yang dapat terjadi karena kontaminasi
mikroorganisme dalam rongga peritoneum, bahan kimiawi, atau keduanya. Peritonitis
merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari
organorgan abdomen. Peritonitis adalah suatu radang akut selaput perut, yang adalah
lapisan dari rongga abdominal. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membran
serosa rongga abdomen dan meliputi viresela. Biasanya, akibat dari infeksi bakteri:
organisme yang berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita dari organ
reproduksi internal ( Sayuti, 2020).
Peritonitis dapat diklasifikasikan menjadi peritonitis primer, peritonitis sekunder, dan
peritonitis tersier
1. Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi melalui darah dan kelenjar
getah bening di peritoneum dan sering dikaitkan dengan penyakit sirosis hepatis.
2. Peritonitis sekunder disebabkan oleh infeksi pada peritoneum yang berasal dari
traktus gastrointestinal yang merupakan jenis peritonitis yang paling sering terjadi.
3. Peritonitis tersier merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung yang
sering terjadi pada pasien imunokompromais dan orang-orang dengan kondisi
komorbid ( Sayuti, 2020).
B. Anatomi Fisiologi
1. Peritoneum
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh yang
terdiri dari bagian utama yaitu peritoneum parietal yang melapisi dinding rongga
abdominal dan peritoneum viseral yang meliputi semua organ yang ada didalam
rongga itu. Peritoneum parietal yaitu bagian peritoneum yang melapisi dinding
abdomen dan peritoneum yaitu lapisan yang menutup viscera (misalnya gaster
dan intestinum). Cavitas peritonealis adalah ruangan sebuah potensi karena
organ
organ tersusun amat berdekatan. Dalam cavitas terdapat sedikit cairan sebagai
lapisan tipis untuk melumasi permukaan peritoneum sehingga memungkinkan
viscera abdomen bergerak satu terhadap yang lain tanpa adanya gerakan.
Organ intraperitoneal adalah abdomen yang meliputi peritoneum vesiceral dan
organ ekstraperitoneal (retroperitoneal) adalah vesicelera yang terletak antaran
peritoneum pariatale dan dinding abdomen dorsal.
2. Mesinterium
Yaitu lembaran ganda peritoneum yang berawal sebagai lanjutan peritoneum
visceral pembungkus sebuah organ. Mesenterium berisi jaringan ikat yang
berisi pembuluh darah, pembuluh limfe.
3. Omentum
Yaitu lanjutan peritoneum visceral bilaminar yang melintasi gaster dan bagian
proksimal duadenum ke struktur lain. Omentum terbagi menjadi 2 yaitu
omentum minus dan omentum majus, omentum minus menghubungkan curvatura
minor gaster dan bagian proksimal duodeneum dengan hepar dan ementum
mencegah melekatnya peritoneum visceral pada peritoneum parietal yang
melapisi dinding abdomen. Daya gerak omentum majus cukup besar dan dapat
bergeser-geser keseluruh cavitas paritonealis serta membungkus organ yang
meradang seperti appendiks vermiformitis artinya omentum majus dapat
mengisolasi organ itu dan melindungi organ lain terhadap organ yang terinfeksi.
4. Ligamentum Peritoneal
Yaitu lembar lembar ganda peritoneum. Hepar dihubungkan pada dinding
abdomentum ventral oleh ligamentum falciforme dan aster dihubungkan pada
permukaan kaudal diafragma oleh ligamentum gatrophenicul lien yang
melipatkan balik pada hilum splenicum dan colon tranversum oleh ligamentum
gastroconicum. Plica peritonealis adalah peritoneum yang terangkat dari abdomen
oleh pembuluh darah, saluran, dan pembuluh fetal yang telah mengalami oblitersi
dan resucessus peritonealis adalah sebuah kantong peritoneal yang
dibentuk oleh plica peritonealis (Muja, 2019).
C. Etiologi
1. Patogen
Terdapat banyak patogen yang dapat menyebabkan peritonitis, yaitu bakteri gram
negatif, bakteri gram positif, bakteri anaerob, dan fungi. Parasit yang paling
sering menyebabkan peritonitis adalah bakteri gram negative, seperti E.coli,
Enterobacter, Klebsiella, Proteus sp. Bakteri gram positif yang dapat
menyebabkan peritonitis yaitu Enterococcus, Streptocci, Staphylococci. Bakteri
anaerob yang sebagai pathogen yaitu Bacteriodes dan Clostridium.
2. Perforasi Peritonitis
Peradangan pada tratus gastrointestinal yang mengalami perforasi, iskemik
intestinal, peradangan panggul yang perforasi dapat menyebabkan peritonitis yang
bersifat akut.
3. Pasca Operasi Peritonitis
Prosedur operasi yang tidak sesuai prosedural dapat menyebabkan
kebocoran pada anastomosis pembuluh darah pada organ dalam abdomen serta
menyebabkan penurunan suplai darah pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan iskemik organ, lalu berujung pada nekrosis jaringan yang
menyebabkan peradangan pada peritonitits.
4. Pasca Traumatis Peritonitis
Trauma pada abdomen, baik luka akibat pukulan benda tumpul maupun
tusukan benda tajam dapat menyebabkan peradangan pada organ dalam abdomen
(Siregar, 2019).
D. Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen kedalam rongga
abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma, atau perforasi tumor,
peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk kedalam rongga
abdomen adalah steril kecuali pada kasus peritoneal dialysis tetapi dalam beberapa jam
terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edema jaringan dan pertambahan eksudat.
Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambah sejumlah protein, sel-sel
yang rusak.
Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera diikuti
oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan dalam usus besar. Timbulnya
peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlengketan fibrosa yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi .
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau
menyebar dapat timbul peritonitis umum. Perkembangan tersebut dapat aktivasi
peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi
syok, gangguan sirkulasi dan oliguria, perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-
lengkung usus yang meregang dan dapat menganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus. Gejala berbeda-beda tergantung luas peritonitis, beratnya
peritonitis, dan jenis organisme yang bertanggungjawab. Gejala utama adalah sakit perut
(biasanya terus menerus), muntah dan abdomen yang tegang, kaku, nyeri, dan tanpa
bunyi, demam dan leukositosis sering terjadi (Muja, 2019).
Patoflodiagram
Peradangan saluran
cerna
Masuk ke rongga
peritonium
PERITONITIS
4. Manifestasi klinis
a. Nyeri tekan
b. Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan
c. Kelemahan
d. Gangguan integumen dan jaringan subkutan
e. Konstipasi
f. Mual dan munta, anoreksia
5. Komplikasi
a. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya
besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah
sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu
latihan kaki, ambulasi dini post operasi.
b. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi, organisme yang
paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilococus aurens, organisme gram
positif. Stapilococus mengakibatkan pernanahan .untuk menghindari infeksi luka
yang palaing penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan
antiseptik.
c. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau epiverasi
d. Ventilasi paru tidak adekuat
e. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
f. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan (Tefnai, 2019)
I. Askep teori
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,
suku/bangsa, agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor
medrec, diagnosis medis, dan alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, hubungan dengan klien, alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama pada klien pasca laparotomi adalah rasa sakit, mual muntah, dan
demam.
b. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya pada klien pasca operasi laparatomi mengeluh nyeri yang dirasakan
sangat berat dan biasanya pada klien pasca operasi laparatomi mengeluh
nyeri yang dirasakan lokal atau pun menyeluruh nyeri dirasakan, tiba-tiba atau
bertahap, seberapa lama gejala dirasakan.Biasanya pada klien pasca operasi
laparatomi mengeluh nyeri dirasakan ketika bergerak.
c. Riwayat penyakit terdahulu
Biasanya terjadi pada klien yang memiliki riwayat adanya trauma penetrasi
abdomen, contoh luka tembak/tusuk atau trauma tumpul pada abdomen, perforasi
kandung kemih/rupture, penyakit saluran GI appendicitis, perforasi,
gangrene/ruptur kandung empedu, perforasi kardsinoma gaster, perforasi
gaster/duodenal, obstruksi gangrenosa usus, perforasi diverticulum, hernia
strangulasi.
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolik
Pola fungsi yang diisi dengan kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi sebelum sakit sampai dengan saat sakit (saat ini) yang meliputi: jenis
makanan dan minuman yang dikonsumsi, frekuensi makan, porsi makan yang
dihabiskan, makanan selingan, makanan yang disukai, alergi makanan, dan
makanan pantangan. Keluhan yang berhubungan dengan nutrisi seperti anoreksia,
mual, muntah.
b. Pola eliminasi
Pada pasca operasi biasanya dijumpai ketidakmampuan defekasi dan flatus
c. Pola aktivitas dan kebersihan diri
Pada pasca operasi biasanya klien tidak dapat melakukan personal hygine secara
mandiri karena pembatasan gerak akibat nyeri dan kelemahan.
d. Pola istirahat tidur
Pada pasca operasi biasanya klien memiliki gangguan pola tidur karena nyeri
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dipatkan sesuai dengan menifestasi klinik yang
muncul. Pada surve umum klien terlihat lemah dan kesakitan, TTV mengalami
perubahan sekunder dari nyeri dan gangguan hemodinamik. Bila telah terjadi
peritonitis bakterial, suhu badan klien akan naik > 38,5ºC dan terjadi
takikardi, hipotensi, klien tampak latergi, serta intravaskuler disebabkan oleh
anoreksia dan muntah, demam, serta kerugian ruang ketiga kerongga
peritoneum. Dengan dehidrasi yang progesif, klien mungkin menunjukan
adanya penurunan urine output, dan dengan peritonitis berat.
4. Pemeriksaan persistem
a. Sistem pernapasan
Biasanya klien mengalami pernapasan dangkal dan takipneu
b. Sistem kardiovaskuler
Umumnya klien mengalami takikardi, berkeringat, pucat dan hipotensi
sebagai indikasi terjadinya syok.
c. Sistem pencernaan
Biasanya pada klien pasca operasi ditemukan distensi abdomen, kembung,
kekakuan abdomen, nyeri tekan, mukosa bibir kering, penurunan peristaltic
usus, muntah, dan konstipasi akibat pembedahan.
d. Sistem perkemihan
Perpindahan sejumlah besar cairan dan elektrolit dari lumen usus ke rongga
peritoneal dan menurunkan cairan dalam ruang vaskuler menyebabkan penurunan
haluaran urine menjadi pekat/ gelap, distensi kandung kemih dan retensi urine
e. Sistem integumen
Akan tampak adanya luka operasi diabdomen karena insisi bedah. Turgo kulit
akan membaik seiring dengan peningkatan intake oral, membrane mukosa kering.
f. Sistem musculoskeletal
Kelemahan dan kesulitan ambulasi terjadi akibat nyeri berat diabdomen yang
menyebabkan kekakuan pada otot
B. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
3. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
C. Intervensi
ASKEP KASUS
A. Pengkajian
Kekuatan Otot :
2 2
2 2
RISIKO CIDERA/JATUH
Morse fall scale (MFS) skala jatuh dari morse
Nama pasien : Ny. KD
Umur : 66 Tahun
No Pengkajian Skala Nilai Keterangan
1. Riwayat jatuh: apakah pasien Tidak 0 0 Tidak ada
pernah jatuh dalam 3 bulan
terahkir? Ya 25
Keterangan:
Tidak beresiko : 0-24
Resiko rendah : 25-50
Resiko tinggi : lebih dari 51.
STATUS FUNGSIONAL
Form Indeks Barthel
Variabel: Kemampuan Fungsional
Merupakan variabel yang digunakan untuk mengukur status fungsional pada pasien
yang mengalami gangguan sistem saraf. Prosedur tes: Pasien dinilai menggunakan
Barthel Index pada awal treatment, selama masa rehabilitasi, dan pada masa akhir
rehabilitasi
Bila skor ≥ 2 dan atau pasien dengan diagnosis/kondisi khusus dilakukan pengkajian
lanjut oleh Tim Terapi Gizi.
a. BB : 50 Kg TB : 150 cm IMT : 22,2
Dari hasil indeks masa tubuh yang di dapatkan pasien tergolong memiliki berat badan
normal
b. Pasien terpasang NGT dekompresi untuk melihat produksi cairan lambungnya, cairan
berwarna hijau
c. Pasien masih dipuasakan atau belum diperbolehkan untuk diberi makanan
d. Cara pemberian makan melalui selang NGT
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
WBC 7,31 4.1- 11.0 103/uL
NE% 83,90 47-80 %
LY% 12,90 13-40 %
MO% 2,90 2,0-11,0%
EO% 0,30 0,0-5,0 %
BA% 0,00 0,0-2,0 %
NE 6,14 2,50-7,50 103/uL
LY 0,94 1,00-4,00 103/uL
MO 0,21 0,10-1,20 103/uL
EO 0,02 0,00-0,50 103/uL
BA 0,00 0,0-0,1 103/uL
RBC 3,59 4,0-5,2 106/uL
HGB 9,90 12,0-16,0 g/dl
HCT 29,30 36,0-46,0 %
MCV 81,60 80,0-100,0 fL
MCH 27,60 26,0-34,0 pg
MCHC 33,80 31-36 g/dl
RDW 13,40 11,6-14,8 %
PLT 77,00 140-440 103/uL
MPV 10,90 6,80-10,0 fL
NLR 6,50 3,13
PH 7,30 7,35-7,45
PCO2 47,0 35,0-45,0 mmHg
PO2 45,00 80,00-100,0 mmHg
Beecf -5,7 -2-2 mmol/L
HCO3 20,70 22,00-26,00 mmol/L
SO2C 80 95-100 %
TCO2 22,0 24,00-30,00 mmol/L
Natrium (Na) 129 136-145 mmol/L
Kalium (K) 4,10 3,50-5,10 mmol/L
TERAPI FARMAKOLOGI
Nama obat Golongan Dosis Rute Indikasi
B. Analisa Data
D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi
ditandai dengan PCO2 meningkat, PO2 menurun, takikardi.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
ditandai dengan sputum berlebih, suara napas tambahan ronkhi, terpasang ventilator,
takipnea, SpO2 menurun
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan invasif yang ditandai
dengan adanya bekas luka operasi di bagian abdomen terpasang drain di bagaian
bekas operasi, tanpak sedikit kemerahan
E. Implementasi
A:
- Produksi sputum menurun
(5)
- Ronkhi menurun (5)
- Dispnea menurun (5)
- Frekuensi nafas membaik
(5)
- Pola nafas cukup membaik
(5)
P:
- Manajemen jalan napas
25/6/2022 - Memonitor karakteristik S:-
luka O:
- Membersihkan luka - Terdapat luka bekas
menggunakan cairan Nacl operasi
atau pembersih nontoksik - Terpasang drain di bagaian
- Membersikan jaringan bekas operasi
nekrotik - Tanpak sedikit kemerahan
- Mempertahankan teknik - Suhu 37 o C
steril saat melakukan A:
perawatan luka - Keruskan lapisan kulit
- Mengkolaborasikan sedang 3
pemberian nutrisi yang - Perdarahan sedang 3
sesuai untuk - Kemerahan cukup
penyembuhan luka menurun 4
- Suhu kulit cukup membaik
4
P:
- Perawatan luka
26/6/2022 - Memonitor pola nafas dan S :
saturasi oksigen O:
- Memonitor tanda-tanda - Hasil pemeriksaan AGD
hipo atau hiperventilasi didapatkan :
- Memonitor hasil AGD - PCO2 37.0 mmHg
- Mengatur interval - PO2 155.0 mmHg
pemantauan respirasi - SO2c 99 %
sesuai kondisi pasien - PH arteri 7,46
- Mengatur posisi alat terapi - Takikardi 105 x/menit
oksigen - Pucat berkurang
- Memantau hasil A:
pemeriksaan AGD pasien - Tingkat kesadaran sedang
(3)
- Dispnea sedang (3)
- PCO2 sedang (3)
- PO2 cukup memburuk (2)
- SO2c membaik (5)
- Takikardi sedang (3)
P:
- Pemantauan respirasi
26/6/2022 - Memonitor pola nafas S:-
- Memonitor bunyi napas O:
tambahan - Sputum pada jalan nafas
- Memonitor sputum berkurang
(jumlah, warna) - Suara nafas tambahan
- Memonitor adanya berkurang
sumbatan jakan napas - Terpasang ventilator
- Mempertahankan - Sesak meningkat
kepatenan jalan napas - RR 24 x/menit
- Melakukan pengisapan - SpO2 95 %
lendir berkala - Dilakukan suction berkala
A:
- Produksi sputum menurun
(5)
- Ronkhi menurun (5)
- Dispnea sedang (3)
- Frekuensi nafas sedang (3)
- Pola nafas sedang (3)
P:
- Manajemen jalan napas
26/6/2022 - Memonitor karakteristik S:-
luka O:
- Memonitor tanda-tanda - Terdapat luka bekas
infeksi operasi
- Melakukan perawatan - Terpasang drain di bagaian
luka bekas operasi
- Membersihkan luka - Tanpak sedikit kemerahan
menggunakan cairan Nacl - Suhu 36 o C
atau pembersih nontoksik A:
- Membersikan jaringan - Keruskan lapisan kulit
nekrotik cukup menurun 4
- Mempertahankan teknik - Perdarahan cukup menurun
steril saat melakukan 4
perawatan luka - Kemerahan cukup
- Mengkolaborasikan menurun 4
pemberian nutrisi yang - Suhu kulit cukup membaik
sesuai untuk 4
penyembuhan luka P:
- Perawatan luka
KUMPULAN RESUM
Kekuatan Otot :
3 3
3 3
Pasien terpasang drain di daerah kepala bekas operasi, pasien tanpak lemas, pucat, akral
dingin, CRT > 3 detik, pasien mendapat transfusi darah 1 Bag PRC
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hb 5,2 12-26 g/dl
TERAPI FARMAKOLOGI
Nama obat Golongan Dosis Rute Indikasi
G. Analisa Data
Data Fokus Etiologi Masalah
Ds :- Penurunan konsentrasi Perfusi perifer tidak
Do : hemoglobin efektif
- Pengisian kapiler > 3 detik
- Tanpak pucat
- Akral dingin
- Hb 5,2 g/dl
- Mendapat transfusi PRC 1
bag
H. Intervensi
Diagnosa keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Perawatan perifer
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam Observasi
penurunan konsentrasi diharapkan perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi perifer
hemoglobin meningkat dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor
a. Denyut nadi perifer risiko gangguan
meningkat sirkulasi
b. Warna kulit pucat 3. Monitor akral panas,
meningkat dingin
c. Akral membaik Terapeutik
d. Pengisian kapiler membaik 1. Hindari pemasangan
infus atau pengambilan
darah pada daerah
keterbatasan perfusi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
transfusi
I. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin
J. Implementasi
Hari/tgl Jam Implementasi Evaluasi Jam
(SOAP)
25/6/2022 - Memeriksa sirkulasi S:
perifer O:
- Mengidentifikasi faktor - Pengisian kapiler > 3 detik
risiko gangguan sirkulasi - Tanpak pucat
- Monitor akral panas, - Akral dingin
dingin - Mendapat transfusi PRC 1
- Mengindari pemasangan bag
infus atau pengambilan A:
darah pada daerah - Perfusi perifer menurun
keterbatasan perfusi P:
- Mengkolaborasikan - Perawatan perifer
pemberian transfusi PRC
1 Bag
DAFTAR PUSTAKA
Dictara, Ahmad. (2018). Efektivitas Pemberian Nutrisi Adekuat dalam
Penyembuhan Luka Pasca Laparotomi. Karya Tulis Ilmiah
Sayuti, Muhammad. (2020). Karakteristik Peritonitis Perforasi Organ Berongga
Di Rsud Cut Meutia Aceh Utara. Journal Averrous, Vol 6, No 2.
Siregar, Lintong. (2019). Profil Penderita Peritonitis Di Rsup Haji Adam Malik
Medan Periode 2017-2018. Karya Tulis Ilmiah
Tefnai, Saint. (2019). Asuhan Keperawatan Komprehensif Pada Tn.A.N Dengan
Post Operasi Laparatomi Di Ruang Kelimutu Rsud Prof.Dr.W.Z Johanes
Kupang. Karya Tulis Ilmiah
Muja, Rahadiyan. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi
Laparatomi Eksplorasi A.I Peritonitis Dengan Nyeri Akut Di Ruang Topaz
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Slamet Garut. Karya Tulis Ilmiah
Nabila, Faiza. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Ny.S Dengan Post Operasi
Laparatomi Atas Indikasi Ket Diruang Rawat Inap Kebidanan Dr.
Achmadmochtar Bukittinggi Tahun 2019. Karya Tulis Ilmiah