Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PRAKTIK

STASE GAWAT DARURAT DAN KRITIS


DI IGD
RSUP SANGLAH DENPASAR

Nama : V C AGNES BATTA

NIM : 21203021

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG
2021/2022
LAPORAN PRAKTIK
Tension Pneumothorax
Di IGD RSUP Sanglah Denpasar

A. Defenisi
Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/penimbunan udara di ikuti peningkatan
tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila salah satu rongga paru terluka,
sehingga udara masuk ke rongga pleura dan udara tidak bisa keluar secara alami. Kondisi
ini bisa dengan cepat menyebabkan terjadinya insufisiensi pernapasan, kolaps
kardiovaskuler, dan, akhirnya, kematian jika tidak dikenali dan ditangani. Hasil yang baik
memerlukan diagnosa mendesak dan penanganan dengan segera. Tension pneumothoraks
adalah diagnosa klinis yang sekarang lebih siap dikenali karena perbaikan di pelayanan-
pelayanan darurat medis dan tersebarnya penggunaan sinar-x dada (Wiadnyani, 2016).
Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam
rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks
mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi
paru yang mengalami tekanan (Anggraeny, 2016).
Tension pneumotorak merupakan suatu keadaan udara yang masuk ke dalam ruang
pleura dari paru-paru yang mengalami laserasi atau melalui lubang kecil dalam dinding
dada (Brunner & Suddarth, 2013). Pada tension pneumotorak, udara terperangkap di
ruang pleura karena pleura memiliki fungsi seperti katup satu arah. Sehingga
mengakibatkan udara bisa masuk saat inspirasi, namun udara yang di dalam tidak bisa
keluar saat ekspirasi. Hal tersebut mengakibatkan semakin banyak udara yang
terperangkap, sehingga terjadi peningkatan tekanan intratorak yang mengakibatkan paru
kolaps dan terjadinya pergeseran mediastinum ke arah paru-paru yang sehat.
Akibat dari hal tersebut maka terjadi gangguan venous return dan curah jantung yang
menyebabkan penurunan cardiac output dan hipotensi berat (Rini, 2019). Pada kasus tension
pneumotorak, peningkatan tekanan intrapleura positif dan progresivitas penyakit semakin tinggi
disebabkan karena terdapat fistel di pleura visceralis yang bersifat ventil. Ketika fase inpirasi, udara
masuk melaui trakea, bronkus serta percabangannya lalu menuju pleura melalui fistel yang terbuka.
Ketika fase ekspirasi, udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar, sehingga mengakibatkan
tekanan di dalam rongga pleura semakin tinggi.
B. Anatomi Fisiologi
Paru adalah struktur elastis yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan suatu
bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan
gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya, yaitu diafragma. Efek dari gerakan ini
adalah secara bergantian meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas
dalam dada meningkat, udara masuk melalui trakea (inspirasi), karena penurunanan
tekanan di dalam, dan mengembangkan paru. Ketika dinding dada dan diafragma kembali
ke ukurannya semula (ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut mengempis dan
mendorong udara keluar melalui bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari pernapasan
normalnya membutuhkan energi; fase ekspirasi normalnya pasif. Inspirasi menempati
sepertiga dari siklus pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya.
a. Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membrane halus, licin, yaitu pleura, yang
juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior
diafragma. Pleura parietalis melapisi toraks, dan pleura viseralis melapisi paru-paru.
Antar kedua pleura ini terdapat ruang, yang disebut spasium pleura, yang mengandung
sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser
dengan bebas selama ventilasi.

b. Mediastinum
Mediatinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian membagi
rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua
struktuk toraks kecuali paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura.
c. Lobus
Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus bawah dan atas,
sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah, dan bawah. Setiap lobus lebih jauh
dibagi lagi menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasaan
pleura.
d. Bronkus dan Bronkiolus
Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus
lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi
bronkus segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang merupakan struktur
yang dicari ketika memilih posisi drainage postural yang paling efektif untuk pasien
tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus subsegmental.
Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik, dan saraf.
Bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus, yang
tidak mempunyai kartilago dalam dindingnya. Patensi bronkiolus seluruhnya tergantung
pada recoil elastik otot polos sekelilinginya dan pada tekanan alveolar. Brokiolus
mengandung kelenjar submukosa, yang memproduksi lendir yang membentuk selimut
tidak terputus untuk lapisan bagian dalam jalan napas. Bronkus dan bronkiolus juga
dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh “rambut” pendek yang disebut silia.
Silia ini menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang berfungsi untuk
mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.
Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis, yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus
respiratori, yang dianggap menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan
jalan udara pertukaran gas. Sampai pada titik ini, jalan udara konduksi mengandung
sekitar 150 ml udara dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam
pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian
mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran
oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli.
e. Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster anatara 15
sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk
membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi (seukuran lapangan
tennis). Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang
membentuk dinding alaveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara metabolic,
mensekresi surfaktan, suatu fosfolid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah
alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel
fagositis yang besar yang memakan benda asing (mis., lender, bakteri) dan bekerja
sebagai mekanisme pertahanan yang penting.
Selama inspirasi, udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam trakea, bronkus,
bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi, gas alveolar menjalani rute yang sama dengan
arah yang berlawanan. Faktor fisik yang mengatur aliran udara masuk dan keluar paru-
paru secara bersamaan disebut sebagai mekanisme ventilasi dan mencakup varians
tekanan udara, resistensi terhadap aliran udara, dan kompliens paru. Varians tekanan
udara, udara mengalir dari region yang tekanannya tinggi ke region dengan tekanan lebih
rendah. Selama inspirasi, gerakan diafragma dan otot-otot pernapasan lain memperbesar
rongga toraks dan dengan demikian menurunkan tekanan dalam toraks sampai tingkat di
bawah atmosfir. Karenanya, udara tertarik melalui trakea dan bronkus ke dalam alveoli.
Selama ekspirasi normal, diafragma rileks, dan paru mengempis, mengakibatkan
penurunan ukuran rongga toraks. Tekanan alveolar kemudian melebihi tekanan atmosfir,
dan udara mengalir dari paru-paru ke dalam atmosfir.
Resistensi jalan udara, ditentukan terutama oleh diameter atau ukuran saluran udara
tempat udara mengalir. Karenanya setiap proses yang mengubah diameter atau kelebaran
bronkial akan mempengaruhi resistensi jalan udara dan mengubah kecepatan aliran udara
sampai gradient tekanan tertentu selama respirasi. Faktor-faktor umum yang dapat
mengubah diameter bronkial termasuk kontraksi otot polos bronkial, seperti pada asma ;
penebalan mukosa bronkus, seperti pada bronchitis kronis ; atau obstruksi jalan udara
akibat lender, tumor, atau benda asing. Kehilangan elastisitas paru seperti yang tampak
pada emfisema, juga dapat mengubah diameter bronkial karena jaringan ikat paru
mengelilingi jalan udara dan membantunya tetap terbuka selama inspirasi dan ekspirasi.
Dengan meningkatnya resistensi, dibutuhkan upaya pernapasan yang lebih besar dari
normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.
Kompliens, gradien tekanan antara rongga toraks dan atmosfir menyebabkan udara untuk
mengalir masuk dan keluar paru-paru. Jika perubahan tekanan diterapkan dalam paru
normal, maka terjadi perubahan yang porposional dalam volume paru. Ukuran elastisita,
ekspandibilitas, dan distensibilitas paruparu dan strukur torakas disebut kompliens.
Factor yang menentukan kompliens paru adalah tahanan permukaan alveoli (normalnya
rendah dengan adanya surfaktan) dan jaringan ikat, (mis., kolagen dan elastin) paru-paru.
Kompliens ditentukan dengan memeriksa hubungan volume-tekanan dalam paru-paru
dan toraks. Dalam kompliens normal, paru-paru dan toraks dapat meregang dan
membesar dengan mudah ketika diberi tekanan. Kompliens yang tinggi atau meningkat
terjadi ketika diberi tekanan. Kompliens yang tinggi atau meningkat terjadi ketika paru-
paru kehilangan daya elastisitasnya dan toraks terlalu tertekan (mis., emfisema). Saat
paru-paru dan toraks dalam keadaan “kaku”, terjadi kompliens yang rendah atau turun.
Kondisi yang berkaitan dengan hal ini termasuk pneumotorak, hemotorak, efusi pleura,
edema pulmonal, atelektasis, fibrosis pulmonal. Paru-paru dengan penurunan kompliens
membutuhkan penggunaan energi lebih banyak dari normal untuk mencapai tingkat
ventilasi normal.
C. Etiologi
Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena iatrogenik atau
berhubungan dengan trauma. Yaitu sebagai berikut:
a. Trauma benda tumpul atau tajam ,
b. meliputi gangguan salah satu pleura visceral atau parietal dan sering dengan patah tulang
rusuk (patah tulang rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi terjadinya Tension
Pneumotoraks).
c. Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat), biasanya vena
subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter subklavia).
d. Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks sederhana ke Tension
Pneumotoraks.
e. Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks sederhana di
mana fungsi pembalut luka sebagai 1-way katup.
f. Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan pneumothoraks
D. Manifestasi klinis
American College of Surgeons (2018), menyebutkan bahwa Tension Pneumothorax dapat
diketahui atau dicirikan oleh beberapa atau semua tanda dan gejala berikut seperti:
a. Nyeri dada
b. Air hunger yang berupa sensasi tidak bisa bernafas pada udara yang cukup atau
memerlukan oksigen yang lebih banyak dari biasanya sehingga menghasilkan
pernapasan yang dalam, cepat dan sesak napas.
c. Tachypnea
d. Distress pernapasan
e. Tachycardia
f. Hipotensi
g. Pendorongan trakhea dari garis tengah menjauhi sisi yang sakit (deviasi trakhea)
h. Tidak adanya suara napas unilateral
i. Peningkatan hemithoraks tanpa gerakan pernapasan
j. Distensi vena leher/jugularis
k. Sianosis
E. Patoisiologi dan pathway
Meningkatnya tekanan intra pleural sehingga akan menyebabkan kemampuan dilatasi
alveoli menurun dan lama-kelamaan mengakibatkan atelektasis (layuhnya paru-paru).
Apabila luka pada dinding dada tertutup dan klien masih mampu bertahan, udara yang
berlebihan dapat diserap hingga tekanan udara di dalam rongga pleura akan kembali
normal. Karena adanya luka terbuka atau oleh pecahnya dinding paru-paru, kuman dapat
terhisap dan berkoloni di dalam pleura hingga terjadi inspeksi pleuritis. Jenis kuman
penyebab radang yang terbanyak adalah F nechrophorum, chorinebacterium Spp, dan
streptococcus spp. Oleh radang akan terbentuk exudat yang bersifat pnukopurulent,
purulent akan serosanguineus yang disertai pembentukan jonjot-jonjot fibrin.
Pada luka tembus dada, bunyi aliran udara terdengar pada area luka tembus. Yang
selanjutnya disebut “sucking chest wound” (luka dada menghisap). Jika tidak ditangani
maka hipoksia mengakibatkan kehilangan kesadaran dan koma. Selanjutnya pergeseran
mediastinum ke arah berlawanan dari area cedera dapat menyebabkan penyumbatan
aliran vena kaca superior dan inferior yang dapat mengurangi cardiac preload dan
menurunkan cardiac output. Jika ini tidak ditangani, pneumothoraks makin berat dapat
menyebabkan kematian dalam beberapa menit. Beberapa pneumothoraks spontan
disebabkan pecahnya “blebs”, semacam struktur gelembung pada permukaan paru yang
pecah menyebabkan udara masuk ke dalam kavum pleura.
Pneumathoraks. Robekan pada percabangan trakeobronkial menyebabkan kolaps paru
dan pergeseran mediastinum ke sisi yang tidak sakit.
F. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Computed Tomography (CT-Scan) diperlukan apabila pemeriksaan foto
dada diagnosis belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk
membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan
cairan intra dan ekstrapulmonal serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan
dengan pneumotoraks sekunder.
b. Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasive, tetapi memilki
sensivitas yang ebih besar dibandingkan pemeriksaan CT-Scan. Ada 4 derajat.
c. Pemeriksaan foto dada tampak garis pleura viseralis, lurus atau cembung terhadap
dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura
tersebut tampak lusens karena berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan
vascular pada daerah tersebut.
d. Sinar x dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural; dapat menunjukan
penyimpangan struktur mediastinal.
e. Pemeriksaan Laboratorium :
a) GDA : variable tergantung dari derajat paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik
pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat.
PaO2 mungkin normal atau menurun; saturasi oksigen biasanya menurun. Analisa gas
darah arteri memberikan gambaran hipoksemia.
b) Hb : menurun, menunjukan kehilangan darah.
c) Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa.
G. Komplikasi
a. Tension Pneumotoraks
Terjadi peningkatan progresif tekanan intrapleural yang menimbulkan kolaps paru
yang progresif dan diikuti pendorongan mediastinal dan kompresi paru kkontralateral,
biasanya kondisi kegawatan.
b. Pio-Pneumotorak
Pneumotoraks disertai empiema secara bersamaan pada satu sisi paru. Infeksinya
berasal dari mikroorganisme yang membentuk gas atau dari robekan septik jaringan
paru atau esophagus kearah rongga pleura
c. Hidro-Pneumotoraks
Merupakan pneumotoraks yang umumnya diisi pula dengan cairan, dimana cairan ini
biasanya bersifat serosa, serosanguine atau kemerahan.
Tinjaun Teori Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang mana dilakukan
pengumpulan data, pengelompokan data, serta analisa data yang menghasilkan suatu
masalah keperawatan yang dikumpulkan melalui wawancara, pengumpulan riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik, dan review
catatan sebelumnya. Pengkajian dalam keperawatan gawat darurat dilakukan dengan
primary survey dan secondary survey. Proses pengumpulan data primer dan sekunder
terfokus tentang status kseeshatan pasien gawat darurat di rumah sakit secara sistematik,
akurat, dan berkesinambungan.
a. Pengkajian Primer
Pengkajian primer yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma dada yang
utama adalah mengkaji airway, breathing, circulation, disability dan exposure
( Planas, & Waseem, 2019)
a) Airway
 Pastikan patensi airway pasien
 Pastikan tidak ada obstruksi pada jalan napas pasien
b) Breathing
 Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
 Perhatikan apakah pasien mengalami napas cuping hidung
 Perhatikan apakah pasien mengalami sesak napas atau tidak
 Lakukan palpasi torak
 Periksa frekuensi napas pasien
 Periksa pola napas pasien
 Auskultasi suara napas pasien
c) Circulation
 Periksa frekuensi denyut nadi dan denyut jantung pasien
 Periksa tekanan darah
 Pemeriksaan pulse oxymetri
 Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
d) Disability
 Periksa tingkat kesadaran pasien
 Periksa refleks pupil pasien
e) Exposure
 Periksa tubuh pasien apakah terdapat luka dan tentukan lokasi, luas dan
kedalaman luka pasien
b. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder/secondary survey merupakan pemeriksaan secara lengkap
yang dilakukan secara head to toe , dari depan hingga belakang. Secondary surey
hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak
mengalami syok atau tandatanda syok telah mulai membaik.
f) Anamnesis
Anamnesis juga harus meliputi riwayat SAMPLE yang bisa didapat dari
pasien dan keluarga, yaitu :
 S = Sign and Symptom : Tanda dan gejala terjadinya tension
pneumotorak dapat berupa adanya jejas pada thorak, gangguan
pernapasan, berkeringat, hipotensi, dan pucat akibat hipoksia, pergeseran
mediastinum, dan berkurangnya aliran balik vena.
 A = Allergies : Riwayat alergi yang dimiliki oleh pasien baik alergi
obatobatan, alergi makanan maupun minuman.
 M = Medications :Obat – obatan yang sedang digunakan pasien saat ini,
untuk mencegah terjadinya kontraindikasi dalam pemberian obat lainnya
 P = Previous Illnes : Riwayat penyakit yang pernah dialami pasien
sebelumnya yang dapat mempengaruhi penatalaksanaan tension
pneumotorak seperti memiliki riwayat penyakit jantung
 L = Last meal : Waktu klien makan atau minum terakhir
 E = Event : Mengkaji proses terjadinya kecelakaan untuk mengetahui
secara jelas penyebab terjadinya kondisi pasien saat ini.
g) Identitas klien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register,
diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
 Identitas penanggung jawab : Identitas penanggung jawab ini sangat perlu
untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan,
data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien dan alamat.
h) Keluhan utama : Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh
klien saat pengkajian. Biasanya pasien akan mengeluh sesak nafas berat
ditandai dengan wajah pucat
a. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau
kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu
nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat
mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan
klien merasakan nyeri tersebut
b) Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di
riwayat sebelumnya.
b. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala : Lakukan inspeksi dan palpasi pada seluruh kepala dan wajah untuk
mengetahui adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka
termal, ruam, perdarahan, dan nyeri tekan.
b) Wajah
 Mata : Periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah isokor
atau anisokor serta bagaimana refleks cahayanya, apakah pupil
mengalami miosis atau midriasis, adanya icterus, ketajaman mata (macies
visus dan acies campus), apakah konjungtiva anemis atau adanya
kemerahan.
 Hidung : Periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas lakukan palpasi akan kemungkinan
krepitasi dari suatu fraktur.
 Telinga : Periksa danya nyeri tinnitus, pembengkakan, penurunan atau
hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai keutuhan
membrane timpani atau adanya hemotimpanum.
 Mulut : Inspeksi pada bagian mukosa, adanya lesi.
c) Toraks
 Inspeksi : Pada pasien tension pneumotorak, pasien akan mengalami
peningkatan usaha frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu
pernpasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris
(pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga
dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit).
 Palpasi : Pada pasien dengan tension pneumotorak akan ditemukan
Taktil Fremitus menurun pada sisi yang sakit. Di samping itu, pada
palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada
dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar-iga bisa saja normal
atau melebar.
 Perkusi : Adanya suara ketok pada sisi yang sakit, hipersonor sampai
timpani, dan tidak bergetar. Batas jantung terdorong ke arah thoraks
yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi.
 Auskultasi : Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang
sakit. Pada posisi duduk, semakin ke atas letak cairan maka akan
semakin tipis, sehingga suara napas terdengar amforis, bila ada fistel
brongkhopleura yang cukup besar pada pneumotoraks terbuka.
d) Abdomen : Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang untuk adanya
trauma tajam, tumpul, dan perdarahan internal, adakah distensi abdomen,
acites, luka, memar. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen untuk
mendapatkan nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui
adakah kekakuan atau nyeri tekan, hepatomegaly.
e) Ektremitas : Inspeksi adanya kemerahan, edema, ruam, lesi, paralisis,
atropi/hipertropi, pada jari-jari periksa adanya clubbing finger, serta catat
adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill, palpasi untuk
memeriksa denyut nadi distal.
f) Punggung : Memeriksa punggung dilakukan dengan log roll, memerikasa
pasien dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh. Periksa adanya
perdarahan, lecet, luka, hematoma, ruam, lesi, dan edema serta nyeri.
g) Neurologis : Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan
tingkat kesadaran, ukran dan reaksi pupil. Untuk menentukan tingkat
kesadaran klien dapat digunakan perhitungan Glassglow Coma Scale
(GCS). Untuk klien dengan gangguan tension pneumothoraks, biasanya
kesadaranya menurun.Dapat juga dinilai melalui cara berikut :
 A = Alert
Penderita sadar dan mengenali keberadaan dan lingkungannya.
 V = Verbal
Penderita hanya menjawab/bereaksi bila dipanggil atau mendengar
suara.
 P = Pain
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan
oleh penolong, misalnya dicubit, tekanan pada tulang dada.
 U = Unrespon
Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan
oleh penolong. Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap suara
atau sama sekali tidak bereaksi pada rangsang nyeri.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia terhadap
gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentanan terhadap respon tersebut
dari seorang individu, keluarga, kelompok atau komunitas. Diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada Tension Pneumotorak, (SDKI ,2016) :
a. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
terjadinya hambatan upaya nafas (kelemahan otot pernafasan)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (neoplasma)
c. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, mencerna dan
mengabsorpsi makanan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dengan
kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan.
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Pola pernafasan tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
efektif berhubungan tindakan keperawatan jam Observasi:
dengan penurunan pasien menunjukkan Pola a. Monitor pola nafas (frekunsi,
ekspansi paru Nafas Adekuat dibuktikan kedalaman, usaha nafas)
terjadinya hambatan dengan kriteria hasil : b. Monitor bunyi nafas tambahan
upaya nafas a. Dispnea menurun c. Monitor sputum
(kelemahan otot b. Penggunaan otot bantu Terapeutik:
pernafasan) nafas menurun d. Pertahankan kepatenan jalan
c. Ortopnea menurun nafas
d. Pernafasan cuping e. Posisikan semi-fowler atau
hidung menurun fowler
e. Frekuensi nafas f. Berikan minum hangat
membaik g. Lakukan fisioterapi dada jika
f. Kedalaman Nafas perlu
membaik h. Lakukan penghisapan lendir
i. Berikan oksigen
Edukasi:
j. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
k. Kolaborasi pembrian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Nyeri akut Setelah di lakukan Manajemen nyeri


berhubungan dengan tindakan keperawatan di Observasi
agen cedera fisiologis harapkan kontrol nyeri Identifikasi nyeri secara
(neoplasma) meningkat dengan kriteria komperhensif
hasil : Identifikasi respon nyeri non
1. Melaporkan nyeri verbal
terkontrol Identifikasi faktor yang
meningkat (5) memperberat nyeri
2. Kemampuan Idntifikasi nyeri pada kualitas
mengenali omset hidup
nyeri meningkat Terapeutik
(5) Berikan teknik nonfarmakologis
3. Kemampuan untuk mengurangi rasa nyeri
mengenali Kontrol lingkungan yang dapat
penyebab nyeri memperberat rasa nyeri
meningkat (5) Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Kemampuan Edukasi
menggunakan Jelskan penyebab nyeri
tekniknon Jelaskan strategi meredakan nyeri
farmakologis Ajarkan teknik nonfarmakologis
meningkat (5) untuk mengurangi nyeri
5. Keluhan nyeri Kolaborasi
menurun(5) Kolaborasi pemberia antinyeri

Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi:
ketidakmampuan diharapkan klien dapat a. Identifikasi status nutrisi
menelan, mencerna dan terpenuhi Status Nutrisi b. Monitor asupan makanan
mengabsorpsi makanan dengan kriteria hasil: c. Monitor berat badan
a. Porsi makanan yang d. Monitor hasil pemeriksaan
dihabiskan laboratorium
b. Serum albumin Terapeutik:
membaik e. Lakukan oral hygiene sebelum
c. Nafsu makan makan
meningkat Edukasi:
d. Indeks massa tubuh f. Ajarkan diet yang
e. Kekuatan otot diprogramkan
menelan Kolaborasi:
f. Frekuensi makan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
meningkat menentukan jumlah kalori dan
g. Bising usus dalam nutrien jika perlu
batas normal
h. Membran mukosa
membaik
Intoleransi aktivitas Setelah di lakukan Observasi
berhubungan dengan tindakan keperawatan di Identifikasi tingkat aktivitas
ketidakseimbangan harapkan toleransi Identifikai kemampuan
suplai dengan aktivitas meningkat berpartisipasi dalam aktivitas
kebutuhan oksigen, dengan kriteria hasil : tertentu
tirah baring, 1. Frekuensi nadi Identifikasi strategi meningkatkan
kelemahan. meningkat (5) partisipasi dalam aktivitas
2. Kemudahan Monitor respon emosional
dalam melakukan Terapeutik
aktivitas sehari- Fasilitasi aktivitas fisik rutin
hari meningkat Fasilitasi fokus pada kemampuan
(5) bukan defisit
3. Keluhan lelah Edukasi
menurun (1) Anjurkan melakukan aktivitas
4. Dispnea menurun fisik, sosial, spiritual.
(1) Anjurkan terlibat dalam terapi
5. Perasaan lemah aktivitas
menurun (1) Anjurkan keluarga untuk
memberikan penguatan positif
dalam aktivitas
Kolaborasi
Kolaborasi dengan terapis dalam
program aktivitas.
Daftar Pustaka
American College of Surgeons. (2018). Advanced Trauma Life Support, Tenth Edition. United
Stated of America: American College of Surgeons.
Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2. Jakarta
EGC.

Indah Ayu Wiadnyani. 2016. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan


Pada

Tention Pneumothorax. Jakarta

Planas, J., & Waseem, M. (2019). Trauma Primary Survey.

Poppy Ikky Anggraeny. 2016. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Klien Dengan
Diagnosa Medis Tension Pneumothoraks. Jakarta

Rini, I., S., et al. (2019). Buku Ajar Keperawatan Pertolongan Pertama Gawat Darurat.
Malang : UB Press.
Pathway Pneumothorax

Pecahnya blebs Trauma / cedera Luka tembus dada IntervensiMedis


medis

Pneumathoraks spontan, traumatic, iatrogenik

Udara masuk ke dalam Sucking chest wound Pergeseran Mediastinum


kavum pleura

hipoksia
Penyumbatan aliran vena
Meningkatkan tekanan kava superior dan inferior
intra pleura
Kehilangan kesadaran

Mengurangi Cardiac Preload


Kemampuan dilatasi
alveoli menurun koma

Menurunkan cardiac
atelektasis Intoleransi aktivitas output

Hambatan Mobilitas Fisik


Sesak napas
kematian

Pola Napas tidak efektif


Nafsu makan Intoleransi aktivitas
menurun

Gangguan pola tidur


Defisit Nutrisi

PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama Mahasiswa : V C AGNES BATTA


NIM :21203021
Tanggal Pengkajian: 08-07-2022 Jam: 09.30
IDENTITAS PASIEN
No. Rekam Medis: xxx
Diagnosa Medis : Tension Pneumothorax
Nama (inisial) : Tn. IDMS Jenis Kelamin :L
Agama : Hindu Status Perkawinan : belum menikah
Pekerjaan : belum bekerja
Sumber informasi: pasien dan keluarga pasien
Tanggal Masuk RS: 08-Juli 2022
TRIAGE
P1
Merah Kuning P2 Hijau P3
Hitam P4
PRIMARY SURVEY
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama : pasien mengatakan sesak saat bernafas.
Mekanisme Cedera : pasien tidak mengalami cedera
Riwayat kesehatan : pasien mengatakan sesak nafas sejak jam 2 pagi dini hari setelah batuk
keras, sesak tidak membaik dengan perubahan posis, nyeri dada sejak jam 2 pagi dini hari
setelah batuk, nyeri bertambah jika melakukan aktivitas berat, riwayat batuk berdahak, demam
sumer-sumer hilang timbul sejak 1 bulan yang lalu, mual sejak jam 2 pagi, perut terasa tidak
enak.
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : Baik
AIRWAY
Pengkajian:
Jalan Nafas : tidak paten, adanya hambatan pada jalan nafas
Obstruksi : adanya obstuksi sekret pada jalan nafas
Suara Nafas : suara nafas terdengar gurgling
Keluhan Lain : pasien mengalami masalah pada jalan nafas akibat adanya produksi sputum
dengan kental dan berwarna putih.
Diagnosa Keperawatan: (Akual/Risiko)
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas yang
ditandai dengan dispnea, peningkatan produksi sputum, pola nafas memburuk,suara nafas
tambahan gurgling
Rencana Keperawatan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 jam, diharapkan bersihan jalan nafas
meningkat dengan kriteria hasil:
1. Produksi sputum/lendir menurun
2. Gurgling menurun
3. Dispnea menurun
4. Pola nafas membaik
5. Frekuensi nafas membaik
Intervensi (fokus):
Manajemen Jalan Nafas.
Observasi
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, dan usaha nafas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (gurgling, mengi, wheezing atau ronki
3. Monitor sputum/lendir (warna, jumlah, aroma)
Terapeutik
1.Pertahankan kepatenan jalan nafas
2.Berikan posisi semi fowler
3.Berikan oksigen
Edukasi
1.Ajarkan batuk efektif
Kolaborasi
2.Kolaborsi pemberian bronkodilator
Implementasi
Jam Tindakan Evaluasi Nama &
Paraf
1. Memonitor pola napas S: pasien mengatakan sesak
(frekuensi, kedalaman, dan nafas, pasien mengatakan
usaha nafas) batuk berdahak.
2. Memonitor bunyi napas O: pasien tampak sesa,
tambahan (gurgling, mengi, adanya produksi sputum ,
wheezing atau ronki gurgling menurun, pola nafas
3. Memonitor sputum/lendir cukup membaik, frekuensi
(warna, jumlah, aroma) nafas cukup membai, pasien
4. Mempertahankan kepatenan tampak menggunakan o2 SM
jalan nafas 7 lpm
5. Memberikan posisi semi TTV : TD : 100/60 mmHg
fowler S : 36, 2 O C
6. Memberikan oksigen N : 88 X/ menit
7. Mengajarkan batuk efektif RR : 24 X / menit.
A: Bersihan Jalan nafas
cukup meningkat
P: Manajemen Jalan Nafas di
pertahankan.

BREATHING
Pengkajian:
Gerakan dada : Asimetris, pasien terpasang WSD
Irama Nafas : Dangkal
Pola Nafas : tidak teratur
Retraksi otot dada : adanya retraksi dada
Sesak Nafas : pasien tampak sesak nafas
RR : 28 kali/mnt SpO2 : 90 %
Keluhan Lain : Tidak ada keluhan lain. Pasien terpasang simple mask 7 lpm
Diagnosa Keperawatan: (Akual/Risiko)
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler.
Rencana Keperawatan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 jam, diharapkan pertukran gas meningkat
dengan kriteria hasil:
1. Dispnea menurun
2. Bunyi nafas tambahan menurun
3. Gelisah menurun
4. Pco2 membaik
5. Po2 membaik
Intervensi (fokus):
Terapi oksigen
Observasi
1.Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
3. Monitor efektifitas terapi oksigen
Terapeutik
1.pertahankan kepatenan jalan nafas
2.berikan oksigen tambahan
3.bersihkan sekret dari mulut atau hidung

Implementasi
Nama &
Jam Tindakan Evaluasi
Paraf
1. Memonitor kepatenan jalan S: pasien mengatakan sesak `
nafas berkurang
2. Memonitor tanda-tanda O: pasien tampak sesak, pola
hipoventilasi nafas tidak teratur, pasien
3. Memonitor efektifitas terapi tampak menggunakan
oksigen oksigen simple mask 7 lpm.
4. Memopertahankan kepatenan RR : 24 x/ menit
jalan nafas Spo2 : 95 %
5. Memberikan tambahan A: pertukaran gas cukup
oksigen membaik
6. Membersihkab sekret dari P: Terapi Oksigen di
hidung dan mulut. pertahankan

CIRCULATION
Pengkajian:
Nadi : nadi teraba lemah
Sianosis : tidak ada sianosis
CRT : < 2 detik
Pendarahan : tidak ada perdarahan
Keluhan Lain: dari hasil pengkajian pasien tampak pucat, nadi teraba lemah, akral teraba
dingin, tidak ada sianosis.
Diagnosa Keperawatan: (Akual/Risiko)
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran darah arteri atau vena
yang ditandai dengan pengisian kapiler > 2 detik, akral teraba dingin, warna kulit pucat
Rencana Keperawatan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 jam diharapkan perfusi perifer meningkat
dengan kriteria hasil :

1. Warna kulit pucat menurun


2. Kelemahan otot menurun
3. Pengisian kapiler membaik

Intervensi (fokus):

1. Periksa sirkulasi perifer


2. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
3. Monitor panas, kemerahan, pada ektremitas.
4. Pemberian cairan sesuai indikasi

Implementasi
Jam Tindakan Evaluasi Nama &
Paraf
1.Memeriksa sirkulasi S : pasien mengatakan merasa lemah,
perifer pasien mengatakan pasien seorang
2.Mengidentifikasi faktor perokok
resiko gangguan sirkulasi O : pasien tampak lemah, pasien
3.Memonitor panas, tampak pucat, pengisian kapiler > 2
kemerahan, pada detik,akral dingin, tidak terdapat panas
ektremitas dan kemerahan pada ektremitas,
4. Memberikan cairan pasien di berikan Nacl 20 tpm.
sesuai indikasi A : perfusi perifer menurun
P : perawatan sirkulasi di pertahankan.
DISABILITY
Pengkajian:
Respon :  Alert  Verbal  Pain  Unrespon
Kesadaran: Composmentis
GCS : E4V6M5 (Total GCS 15)
Pupil : Isokor
Refleks Cahaya: positif
Keluhan Lain: tidak ada keluhan lain.
SECONDARY SURVEY
ANAMNESA (SAMPLE)
Sign and Symptom (Tanda dan gejala sakit saat ini):
 Pasien sesak nafas
 E4V6M5 : pasien dalam kesadaran penuh
 Bersihan jalan nafas menurun
 Pola nafas menurun
 Pasien tampak lemah dan pucat
 Akral dingin

Allergies (Riwayat Alergi) :


Pasien tidak memiliki riwayat akergi

Medication (Obat yang sedang dikonsumsi saat ini/sebelum kejadian):


Pasien mengatakan mengonsumsi obat OAT dari bulan januari

Past Illness (Riwayat Penyakit Sebelumnya):


Pasien dengan riwayat penyakit TB paru

Last Meal (Makan Minum Terakhir):


keluarga pasien mengatakan selama sakit pasien mengalami penurunan nafsu makan.

Event (Peristiwa Penyebab/mekanisme trauma):


Pasien tidak mengalami trauma tetapi pasien masuk rumah sakit dikarenakan kondisi
kesehatan klien mengalami penurunan.

VITAL SIGN:
BP : 100/60 mmHg
HR : 92 kali/menit
T:36 oC
RR : 28 kali/menit[
PEMERIKSAAN FISIK:
Kepala, Leher,  Jejas, : Negatif
spinal:
 Battle Sign : Negatif
 Racoon Eyes : Negatif
 Edema wajah : Negatif
 Krepitasi : Negatif
 Rinhorhea : Negatif
 Otorhea : Negatif
 Deviasi trakea : Negatif\
 Deformitas cervical & spinal : Negatif

Dada:  Jejas : Negatif


 Ekspansi dada : Negatif
 Flail chest : Negatif
 Emfisema Subcutan : Negatif
 Krepitasi : Negatif
 Fraktur costae : Negatif
 Hipersonor : Negatif
 Dulness : Negatif
 Auskultasi : Gurgling

Abdomen:  Jejas, : Negatif


 Perforasi : Negatif
 Distensi : Negatif
 Edema : Negatif
 Nyeri tekan : Negatif
 Nyeri ketuk : Negatif
 Peristaltik : Peristaltik 13 kali/menit

Muskuloskeleta  Hematoma : Negatif


l:
 Deformitas : Negatif
 Edema : Negatif
 Fraktur : Negatifs
 Krepitasi : Negatif
 Pemendekan ekstremitas : Negatif

Neurologis: Reaksi pupil:positif


Refleks Babinski : positif
Sensasi kesemutan : positif
Kekuatan otot di keempat ekstremitas:
5 5
5 5

Interpretasi:
0 Kontraksi otot tidak terdeteksi (paralisis
sempurna)
1 Tidak ad agerakan, kontraksi otot dapat
dipalpasi atau dilihat
2 Gerakan otot penuh, melawan gravitasi
dengan topangan
3 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 Gerakan penuh yg normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 Kekuatan otot normal, melawan gravitasi
dan tahanan penuh
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Tanggal Pemerksaan Hasil Satuan Nilai normal


pemeriksaan
WBC 17.12 e 3/ul 10e3/ul
NEU 14.87 % 69,7%
LYM 0.77 % 19,7 %
MONO 7.90 % 7,16%
EOS 0.40 % 2.10%
BASO 0.40 % 1.28%
RBC 4.24 e 6/ul 10 e 6u/l
HGB 9.60 g/dl 13 g/dl
HCT 32.30 % 40-50%
MCV 76.70 fl 80-86 fl
MCH 22.60 pg 27,5-33,2 pg
MCHC 29.70 g/dl 334-355 g/dl
RDW 16.00 % 11,5-14.5%
PLT 781.00 e 3/ul 10 e 3/ul
MPV 8.70 fl 11.5-14.5
NLR 19.29 3.13
PPT 11.5 detik 10-12.7
INR 1.01 0.9-1.1
APPT 29.0 detik 23-34.7
TROPONIN 1 pg/ml 28.9-39.2
AST/SGOT 18.2 u/l 5.34
ALT/SGPT 18.00 u/l 11.00-50.00
BUN 5.40 mg/dl 8.00-23.00
Kreatinin 0,62 mg/dl 0.72-1.25
E-LFG 139.82 >= 90
Kalium-SERUM 5.23 mmol/L 3.50-5.10
Natrium-SERUM 141 mmol/L 136-145
Glukosa Darah 108 mg.dl 70-140
(sewaktu) %
<
e-LFG 139.82
>=90
pH 7.46 mmol/L 7.35-45.00
pCO2 35.0 mmol/L 35.00-45.00
pO2 174.00 mmol/L 80.00-100.00
BE 1.1 mmHg -2-2
HCO3 24.90 mmHg 0.200
TCO2 26.00 mmol/L 42.00-30.00
SpO2 100.0 % 95-100%

TERAPI FARMAKOLOGIS YANG DIDAPATKAN OLEH PASIEN SELAMA DI IGD

Nama Obat Dosis Rute Indikasi


Acetylsistein 3 x 200 mg Peroral Merupakan obat yang
tiap 8 jam digunakan untuk
mengencerkan dahak
Omeprazole 2 x 40 mg IV Merupakan obat yang
tiap 12 jam digunakan untuk
mengatasi tukak
lambung.
OAT kategori 1 4 tablet tiap Peroral Pengobatan yang
24 jam diberikan untuk
penderita TB Paru
Levofloxaxine 750 mg x 24 IV Merupakan obat
jam antibiotik untuk
mengatasi penyakit yang
disebabkan oleh infeksi
bakteri
Resume Keperawatan
A. Pengkajian
a. Identitas
Nama : Ny. LS
Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 16 tahun
No RM : 01586460
Diagnosa Medis : syndrome dispepsia
b. Keluhan utama : pasien mengatakan nyeri ulu hati.
Riwayat keluhan utama : pasien mengatakan nyeri ulu hati, sakit kepala, perut kembung
sejk tadi pagi sebelum masuk rumah sakit, pasien juga mengatakan merasa mual tetapi
tidak muntah.
c. Pemeriksaan fisik
Pengkajian nyeri :
P : pasien mengatakan nyeri ulu hati
Q : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan nyeri tekan
R : pasien mengatakan nyeri pada ulu hati
S : pasien mengatakan skal nyeri yang dirasakan adalah 6
T : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan hilang timbul
TTV :
TD : 110/60 mmHg
N : 96 x / menit
Spo2 : 97 %
RR : 18 x/ menit
d. Analisa Data
Data Etiologi Masalah

Ds : : Stress Nyeri Akut


P : pasien mengatakan
nyeri ulu hati Perangsangan saraf simpatis
nervus vagus
Q : pasien mengatakan
nyeri yang dirasakan Peningkatan produksi HCL di
nyeri tekan labung
R : pasien mengatakan
HCL kontak langsung dengan
nyeri pada ulu hati mulosa gaster
S : pasien mengatakan
skal nyeri yang Nyeri Akut
dirasakan adalah 6
T : pasien mengatakan
nyeri yang dirasakan
hilang timbul
.
Do : pasien tampak
meringis, pasien tampak
gelisah, frekuensi nadi
meningkat, akral hangat,
kesadaran CM,ku
sedang.
TD : 110/60 mmHg
N : 96 x / menit
Spo2 : 97 %
RR : 18 x/ menit

B. Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Agen pencedera biologis d.d pasien mengeluh nyeri

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut b.d Agen Setelah di lakukan tindakan Manajemen nyeri
pencedera biologis d.d keperawatan selama1x 6 jam di Observasi
pasien mengeluh nyeri harapkan kontrol nyeri Identifikasi nyeri secara
meningkat dengan kriteria hasil : komperhensif
6. Melaporkan nyeri Identifikasi respon nyeri non
terkontrol meningkat (5) verbal
7. Kemampuan Identifikasi faktor yang
menggunakan tekniknon memperberat nyeri
farmakologis meningkat Terapeutik
(5) Berikan teknik
8. Keluhan nyeri nonfarmakologis untuk
menurun(5) mengurangi rasa nyeri
Edukasi
Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberia
antinyeri
D. Implementasi Keperawatan
Hari/ Jam Implementasi Keperawatan Evaluasi Respon
tanggal
Kamis, 15.00 1. Mengidentifikasi nyeri secara S : P : pasien mengatakan
07 Juli komperhensif nyeri karena penyakit yang
2022 15.35 2. Mengidentifikasi respon nyeri dideritanya
non verbal Q : pasien mengatakan nyeri
3. Mengidentifikasi faktor yang yang dirasakan nyeri tekan
memperberat nyeri R : pasien mengatakan nyeri
4. Mengidntifikasi nyeri pada pada perut bagian bawah
kualitas hidup S : pasien mengatakan skal
15.44 5. Menjelaskan strategi meredakan nyeri yang dirasakan adalah
nyeri 6
6. Mengajarkan teknik T : pasien mengatakan nyeri
nonfarmakologis untuk yang dirasakan hilang timbul
mengurangi nyeri O : pasien tampak meringis,
7. Mengkolaborasi pemberian pasien tampak tenang setelah
antinyeri melakukan teknik relaksasi
napas dalam untuk
mengurangi nyeri yang
dirasakan.

E. Evaluasi Keperawatan
Hari/tanggal Jam Evaluasi (S. O , A, P)
Jumat., 07 17.30 S : P : pasien mengatakan nyeri karena penyakit yang
Juli 2022 dideritanya
Q : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan nyeri tekan
R : pasien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah
berkurang
S : pasien mengatakan skal nyeri yang dirasakan adalah
4
T : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan hilang
timbul
O : pasien tampak tenang, pasien mengatakan nyeri yang
dirasakan berkurang, kes CM, KU sedang, akral hangat.
TTv :
TD : 110/ 70 mmHg
N : 70x/ menit
RR : 18 x / menit
SpO2 : 97 %
A : kontrol nyeri cukup meningkat
P : manajemen nyeri di pertahankan.
Resume Keperawatan
F. Pengkajian
e. Identitas
Nama : Tn. IKT
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 60 tahun
No RM : 22028102
Diagnosa Medis : CAD
f. Keluhan utama : pasien mengatakan nyeri pada dada bagian kiri tembus punggung.
Riwayat keluhan utama : pasien mengatakan nyeri pada dada kiri tembus punggung,
pasien juga mengatakan merasa nafasnya terasa berat dan jantung berdebar, pasien
mengatakan cepat merasa lelah, pasien.
Pemeriksaan fisik
Pengkajian nyeri :
P : pasien mengatakan nyeri dada
Q : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan nyeri seperti di remas
R : pasien mengatakan nyeri pada dada kiri tembus punggung
S : pasien mengatakan skal nyeri yang dirasakan adalah 4
T : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan hilang timbul
TTV :
TD : 100/60 mmHg
N : 67 x / menit
Spo2 : 95 %
RR : 22 x/ menit
g. Analisa Data
Data Etiologi Masalah

Ds : : Sindrome koroner akut Resiko penurunan curah jantung


Pasien mengatakan
nyeri pada dada kiri,
pasien mengatakan
nafasnya terasa berat,
pasien mengatakan
sering merasa lelah..
Do : pasien tampak
lelah, pasien tampak
gelisah, nadi teraba
lemah.
TD : 100/60 mmHg
N : 65 x / menit
Spo2 : 95 %
RR : 22 x/ menit

G. Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
1. Resiko penurunan curah jantung b.d simdrome koronenr akut

H. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Resiko penurunan curah Setelah di lakukan tindakan Observasi
jantung b.d sindrome keperawatan selama 1 x 6 jam Identifikasi karakteristik
koronenr akut di harapkan curah jantung nyeri dada
meningkat dengan Kriteria Monitor aritmia
hasil : Monitor saturasi oksigen
1. Kekuatan nadi perifer Terapeutik
meningkat (5) Pertahankan tirah baring
2. Lelah menurun (1) selama 12 jam
3. Palpitasi menurun(1) Pasang akses intravena
4. Bradikardi Berikan terapi ralaksasi
menurun(1) untuk mengurangi stres
5. Dispnea menurun (1) dan ansietas
Sediakan lingkungan yang
kondusif untuk beristirahat
dan pemulihan
Edukasi
Anjurkan segera
melaporkan bila nyeri dada
Anjurkan menghindari
manuver valsava
Ajarkan teknik
menurunkan kecemasan
dan ketakutan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
antiplatelet
Kolaborasi pemberian
antiangina

I. Implementasi Keperawatan
Hari/ Jam Implementasi Keperawatan Evaluasi Respon
tanggal
Kamis, 16.00 1. Mengidentifikasi karakteristik S :pasien mengatakan
07 Juli nyeri dada nyeri pada dada bagian kiri
2022 16.15 2. Memonitor aritmia tembus punggung, pasien
3. Memonitor saturasi oksigen
mengatakan merasa lelah,
4. Menganjurkan segera
melaporkan bila nyeri dada pasien mengatakan merasa
5. mengkolaborasi pemberian dadanya terasa berat dan
11.20 antiplatelet mengatakn jantungnya
6. mengkolaborasi pemberian berdebar.
antiangina O : Nadi teraba lemah,
pasien tampak lelah,
pasien tampak gelisah.
TD : 100/80 mmhg
N : 69X/menit
RR : 22 x/ menit
Spo2 : 96

J. Evaluasi Keperawatan
Hari/tanggal Jam Evaluasi (S. O , A, P)
Kamis, 07 12.30 S :pasien mengatakan nyeri pada dada bagian kiri
Juli 2022 tembus punggung, pasien mengatakan merasa lelah,
pasien mengatakan merasa dadanya terasa berat dan
mengatakn jantungnya berdebar.
O : Nadi teraba lemah, pasien tampak lelah, pasien
tampak gelisah.
TD : 100/80 mmhg
N : 69X/menit
RR : 22 x/ menit
Spo2 : 96
A : Curah jantung cukup menurun
P perawatan jantung akut di pertahankan.
Resume Keperawatan
K. Pengkajian
h. Identitas
Nama : Ny. P
Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 45 tahun
No RM : 2102747
Diagnosa Medis : Ca Serviks
i. Keluhan utama : pasien mengatakan nyeri pada daerah perut bawah
Riwayat keluhan utama : pasien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah sudah
dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, muntah 1 kali , BAB tidak lancar,
pasien juga mengatakan pasien mengatakan kemoterapi terakhir pada bulan januari.telah
di diagnosa mengalami Ca Cerviks sejak 2 tahun yang lalu dan sudah selesai menjalani
kemoterapi sebanyak 6 kali dan sinar 33 kali. Pasien
j. Pemeriksaan fisik
Pengkajian nyeri :
P : pasien mengatakan nyeri karena penyakit yang dideritanya
Q : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan nyeri tekan
R : pasien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah
S : pasien mengatakan skal nyeri yang dirasakan adalah 7
T : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan hilang timbul tetapi akan kembali merasakan
nyeri setelah beberapa menit.
TTV :
TD : 100/60 mmHg
N : 105 x / menit
Spo2 : 95 %
RR : 18 x/ menit
k. Analisa Data
Data Etiologi Masalah

Ds : : Virus herpes simplex Nyeri Akut


P : pasien mengatakan
nyeri karena penyakit CA SERVIKS
yang dideritanya
Q : pasien mengatakan Penekanan sel Ca pada saraf
nyeri yang dirasakan
nyeri tekan Nyeri
R : pasien mengatakan
nyeri pada perut bagian
bawah
S : pasien mengatakan
skal nyeri yang
dirasakan adalah 7
T : pasien mengatakan
nyeri yang dirasakan
hilang timbul tetapi akan
kembali merasakan
nyeri setelah beberapa
menit.
Do : pasien tampak
meringis, pasien tampak
gelisah, frekuensi nadi
meningkat, akral hangat,
kesadaran CM,ku
sedang.
TD : 100/60 mmHg
N : 105 x / menit
Spo2 : 95 %
RR : 18 x/ menit

L. Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Agen pencedera biologis d.d pasien mengeluh nyeri

M. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut b.d Agen Setelah di lakukan tindakan Manajemen nyeri
pencedera biologis d.d keperawatan selama 3x 8 jam di Observasi
pasien mengeluh nyeri harapkan kontrol nyeri Identifikasi nyeri secara
meningkat dengan kriteria hasil : komperhensif
9. Melaporkan nyeri Identifikasi respon nyeri non
terkontrol meningkat (5) verbal
10. Kemampuan Identifikasi faktor yang
menggunakan tekniknon memperberat nyeri
farmakologis meningkat Terapeutik
(5) Berikan teknik
11. Keluhan nyeri nonfarmakologis untuk
menurun(5) mengurangi rasa nyeri
Edukasi
Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberia
antinyeri

N. Implementasi Keperawatan
Hari/ Jam Implementasi Keperawatan Evaluasi Respon
tanggal
Sabtu, 11.00 8. Mengidentifikasi nyeri secara S : P : pasien mengatakan
09 Juli komperhensif nyeri karena penyakit yang
2022 11.10 9. Mengidentifikasi respon nyeri dideritanya
non verbal Q : pasien mengatakan nyeri
10. Mengidentifikasi faktor yang yang dirasakan nyeri tekan
memperberat nyeri R : pasien mengatakan nyeri
11. Mengidntifikasi nyeri pada pada perut bagian bawah
kualitas hidup S : pasien mengatakan skal
11.20 12. Menjelaskan strategi meredakan nyeri yang dirasakan adalah
nyeri 6
13. Mengajarkan teknik T : pasien mengatakan nyeri
nonfarmakologis untuk yang dirasakan hilang timbul
mengurangi nyeri O : pasien tampak meringis,
14. Mengkolaborasi pemberian pasien tampak tenang setelah
antinyeri melakukan teknik relaksasi
napas dalam untuk
mengurangi nyeri yang
dirasakan.

O. Evaluasi Keperawatan
Hari/tanggal Jam Evaluasi (S. O , A, P)
Sabtu, 09 12.30 S : P : pasien mengatakan nyeri karena penyakit yang
Juli 2022 dideritanya
Q : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan nyeri tekan
R : pasien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah
berkurang
S : pasien mengatakan skal nyeri yang dirasakan adalah
4
T : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan hilang
timbul
O : pasien tampak tenang, pasien mengatakan nyeri yang
dirasakan berkurang, kes CM, KU sedang, akral hangat.
TTv :
TD : 110/ 70 mmHg
N : 70x/ menit
RR : 18 x / menit
SpO2 : 97 %
A : kontrol nyeri cukup meningkat
P : manajemen nyeri di pertahankan.

Resume Keperawatan
P. Pengkajian
l. Identitas
Nama : Ny. SPYT
Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 46 tahun
No RM : 21039675
Diagnosa Medis : Efusi Pleura
m. Keluhan utama : pasien mengatakan sesak nafas.
Riwayat keluhan utama : pasien mengatakan merasa berat saat bernafas sejak 2 minggu
yang lalu, pasien mengatakan sesak jika dalam posisi tiodur dan membaik dalam posisi
duduk, keluhan batuk sejak 2 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 bulan yang lalu,
batuk berdahak dan sputum berwarna putih.
n. Pemeriksaan fisik
Jalan Nafas : tidak paten, adanya hambatan pada jalan nafas
Obstruksi : adanya obstuksi sekret pada jalan nafas
Suara Nafas : suara nafas terdengar gurgling
Kesadaran : composmentis
TTV :
TD : 110/80 mmHg
N : 80 x / menit
Spo2 : 93 %
RR : 26 x/ menit
o. Analisa Data
Data Etiologi Masalah

Ds : pasien mengatakan Batuk Bersihan jalan nafas tidak


sesak nafas, pasien efektif
mengatakan adanya Produksi Sputum
keluhan batuk.
Do : pasien tampak Mengalir ke tenggorokan
sesak, pasien tampak
batuk, pasien tampak Akumulasi sputum
menggunakan SM 7
Lpm, kesadaran cm, ku Bersihan jalan tidak efektif
sedang, akral hangat.
TD : 110/80 mmHg
N : 80 x / menit
Spo2 : 93 %
RR : 26 x/ menit

Q. Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
yang ditandai dengan dispnea, peningkatan produksi sputum, pola nafas
memburuk,suara nafas tambahan gurgling

R. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas.
tidak efektif keperawatan selama 1x6 jam, Observasi
berhubungan dengan diharapkan bersihan jalan 4. Monitor pola napas
hipersekresi jalan nafas nafas meningkat dengan (frekuensi, kedalaman,
yang ditandai dengan kriteria hasil: dan usaha nafas)
dispnea, peningkatan 6. Produksi 5. Monitor bunyi napas
produksi sputum, pola sputum/lendir menurun tambahan (gurgling,
nafas memburuk,suara 7. Gurgling menurun mengi, wheezing atau
nafas tambahan 8. Dispnea menurun ronki
gurgling 9. Pola nafas membaik 6. Monitor sputum/lendir
10. Frekuensi nafas (warna, jumlah, aroma)
membaik Terapeutik
1.Pertahankan kepatenan
jalan nafas
2.Berikan posisi semi
fowler
3.Berikan oksigen
Edukasi
1.Ajarkan batuk efektif
Kolaborasi
2.Kolaborsi pemberian
bronkodilator

S. Implementasi Keperawatan
Hari/ Jam Implementasi Keperawatan Evaluasi Respon
tanggal
Jumat, 11.00 8. Memonitor pola napas S: pasien mengatakan sesak
08 Juli (frekuensi, kedalaman, dan nafas, pasien mengatakan
2022 11.15 usaha nafas) adanya keluhan batuk.
9. Memonitor bunyi napas O: pasien tampak sesak,
pasien tampak batuk, pasien
tambahan (gurgling, mengi,
tampak menggunakan SM 7
wheezing atau ronki Lpm, kesadaran cm, ku
10. Memonitor sputum/lendir sedang, akral hangat.
11.30 (warna, jumlah, aroma) TD : 100/80 mmHg
11. Mempertahankan kepatenan
N : 78 x / menit
jalan nafas
12. Memberikan posisi semi Spo2 : 95 %
fowler RR : 24 x/ menit
13. Memberikan oksigen
14. Mengajarkan batuk efektif

T. Evaluasi Keperawatan
Hari/tanggal Jam Evaluasi (S. O , A, P)
Jumat., 07 12.30 S: pasien mengatakan sesak nafas, pasien mengatakan
Juli 2022 adanya keluhan batuk.
O: pasien tampak sesak, pasien tampak batuk, pasien
tampak menggunakan SM 7 Lpm, kesadaran cm, ku
sedang, akral hangat.
TD : 100/80 mmHg
N : 78 x / menit
Spo2 : 95 %
RR : 24 x/ menit
A : Bersihan jalan nafas cukup meningkat
P : Manajemen jalan nafas di pertahankan.
Resume Keperawatan
U. Pengkajian
p. Identitas
Nama : Ny. NWK
Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 52 tahun
No RM : 21050324
Diagnosa Medis : Susp Limfoma Efusi Pleura
q. Keluhan utama : pasien mengatakan sesak nafas.
Riwayat keluhan utama : pasien mengatakan merasa berat saat bernafas sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit, adanya keluhan batuk sejak 5 hari yang lalu memberat sejak
2 bulan yang lalu, batuk berdahak dan sputum berwarna putih.
r. Pemeriksaan fisik
Jalan Nafas : tidak paten, adanya hambatan pada jalan nafas
Obstruksi : adanya obstuksi sekret pada jalan nafas
Suara Nafas : suara nafas terdengar ronchi
Kesadaran : composmentis
Pasien menggunakan NRM 10 lpm
TTV :
TD : 100/60 mmHg
N : 95 x / menit
Spo2 : 90 %
RR : 28 x/ menit
s. Analisa Data
Data Etiologi Masalah

Ds : pasien mengatakan Batuk Bersihan jalan nafas tidak


sesak nafas, pasien efektif
mengatakan batuk Produksi Sputum
berdahak.
Do : pasien tampak Mengalir ke tenggorokan
sesak, pasien tampak
gelisah, pasien tampak Akumulasi sputum
menggunaka O2 NRM
10 lpm. Bersihan jalan tidak efektif
Kes composmentis, ku
sedang, akral hangat,
TD : 100/60 mmHg
N : 95x/ menit
SpO2 : 90 %
RR : 28 x / menit

V. Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
yang ditandai dengan dispnea, peningkatan produksi sputum, pola nafas
memburuk,suara nafas tambahan gurgling

W. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas.
tidak efektif keperawatan selama 1x6 jam, Observasi
berhubungan dengan diharapkan bersihan jalan 7. Monitor pola napas
hipersekresi jalan nafas nafas meningkat dengan (frekuensi, kedalaman,
yang ditandai dengan kriteria hasil: dan usaha nafas)
dispnea, peningkatan 11. Produksi 8. Monitor bunyi napas
produksi sputum, pola sputum/lendir menurun tambahan (gurgling,
nafas memburuk,suara 12. Gurgling menurun mengi, wheezing atau
nafas tambahan 13. Dispnea menurun ronki
gurgling 14. Pola nafas membaik 9. Monitor sputum/lendir
15. Frekuensi nafas (warna, jumlah, aroma)
membaik Terapeutik
1.Pertahankan kepatenan
jalan nafas
2.Berikan posisi semi
fowler
3.Berikan oksigen
Edukasi
1.Ajarkan batuk efektif
Kolaborasi
2.Kolaborsi pemberian
bronkodilator

X. Implementasi Keperawatan
Hari/ Jam Implementasi Keperawatan Evaluasi Respon
tanggal
Senin, 11.00 15. Memonitor pola napas S : pasien mengatakan sesak
11 Juli (frekuensi, kedalaman, dan nafas, pasien mengatakan
2022 11.15 usaha nafas) batuk berdahak.
16. Memonitor bunyi napas O : pasien tampak sesak,
pasien tampak gelisah, pasien
tambahan (gurgling, mengi,
tampak menggunaka O2
wheezing atau ronki NRM 10 lpm.
17. Memonitor sputum/lendir Pasien diberikan terapi
11.30 (warna, jumlah, aroma) nebulizer
18. Mempertahankan kepatenan Kes composmentis, ku
jalan nafas sedang, akral hangat,
19. Memberikan posisi semi TD : 110/60 mmHg
fowler N : 89x/ menit
20. Memberikan oksigen SpO2 : 93 %
21. Mengajarkan batuk efektif RR : 26 x / menit

Y. Evaluasi Keperawatan
Hari/tanggal Jam Evaluasi (S. O , A, P)
Senin., 11 12.30 S : pasien mengatakan sesak nafas berkuirang setelah
Juli 2022 diberikan terapi nebulizer, pasien mengatakan batuk
berdahak berkurang.
Do : pasien tampak sesak, pasien tampak gelisah, pasien
tampak menggunaka O2 NRM 10 lpm.
Kes composmentis, ku sedang, akral hangat,
TD : 110/60 mmHg
N : 89x/ menit
SpO2 : 93 %
RR : 26 x / menit
A : Bersihan jalan nafas cukup meningkat
P : Manajemen jalan nafas di pertahankan.
Resume Keperawatan
Z. Pengkajian
t. Identitas
Nama : Ny.VF
Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 31 tahun
No RM : 18018327
Diagnosa Medis : dispepsia sindrome
u. Keluhan utama : pasien mengatakan merasa nyeri pada ulu hati
Riwayat keluhan utama : pasien mengatakan nyeri pada ulu hati sejak 3 hari yang lalu,
pasien juga mengatakan merasa mual sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pemeriksaan fisik
Pengkajian nyeri :
P : proses penyakit
Q : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan nyeri seperti di remas-remas
R : pasien mengatakan nyeri pada ulu hati
S : pasien mengatakan skal nyeri yang dirasakan adalah 6
T : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan hilang timbul .
TTV :
TD : 110/60 mmHg
N : 95 x / menit
Spo2 : 96 %
RR : 18 x/ menit
v. Analisa Data
Data Etiologi Masalah

Ds : : Stress Nyeri Akut


P : proses penyakit
Q : pasien mengatakan Perangsangan saraf simpatis
nyeri yang dirasakan nervus vagus
nyeri seperti di remas
R : pasien mengatakan Peningkatan produksi HCL di
nyeri pada ulu hati labung
S : pasien mengatakan
skal nyeri yang HCL kontak langsung dengan
dirasakan adalah 6 mulosa gaster
T : pasien mengatakan
nyeri yang dirasakan Nyeri
hilang timbul
Do : pasien tampak
meringis, pasien tampak
gelisah, frekuensi nadi
meningkat, akral hangat,
kesadaran CM,ku
sedang.
TD : 110/60 mmHg
N : 95 x / menit
Spo2 : 96 %
RR : 18 x/ menit

AA. Diagnosa Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Agen pencedera biologis d.d pasien mengeluh nyeri

BB. Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut b.d Agen Setelah di lakukan tindakan Manajemen nyeri
pencedera biologis d.d keperawatan selama 3x 8 jam di Observasi
pasien mengeluh nyeri harapkan kontrol nyeri Identifikasi nyeri secara
meningkat dengan kriteria hasil : komperhensif
12. Melaporkan nyeri Identifikasi respon nyeri non
terkontrol meningkat (5) verbal
13. Kemampuan Identifikasi faktor yang
menggunakan tekniknon memperberat nyeri
farmakologis meningkat Terapeutik
(5) Berikan teknik
14. Keluhan nyeri nonfarmakologis untuk
menurun(5) mengurangi rasa nyeri
Edukasi
Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberia
antinyeri

CC. Implementasi Keperawatan


Hari/ Jam Implementasi Keperawatan Evaluasi Respon
tanggal
Selasa, 17.00 15. Mengidentifikasi nyeri secara S : P : proses penyakit
13 Juli komperhensif Q : pasien mengatakan
2022 17.10 16. Mengidentifikasi respon nyeri
non verbal nyeri yang dirasakan nyeri
17. Mengidentifikasi faktor yang seperti di remas-remas
memperberat nyeri R : pasien mengatakan
18. Mengidntifikasi nyeri pada nyeri pada ulu hati
kualitas hidup
17.20 19. Menjelaskan strategi meredakan S : pasien mengatakan skal
nyeri nyeri yang dirasakan
20. Mengajarkan teknik adalah 6
nonfarmakologis untuk T : pasien mengatakan
mengurangi nyeri
21. Mengkolaborasi pemberian nyeri yang dirasakan
antinyeri hilang timbul .
TD : 100/80 mmHg
N : 80 x / menit
Spo2 : 97 %
RR : 18 x/ menit
O : pasien tampak meringis,
pasien tampak tenang setelah
melakukan teknik relaksasi
napas dalam untuk
mengurangi nyeri yang
dirasakan.

DD. Evaluasi Keperawatan


Hari/ Jam Evaluasi (S. O , A, P)
tanggal
Selasa, 13 12.30 S : S : P : proses penyakit
Juli 2022 Q : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan nyeri
seperti di remas-remas
R : pasien mengatakan nyeri pada ulu hati
S : pasien mengatakan skal nyeri yang dirasakan
adalah 6
T : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan hilang
timbul .
TD : 100/80 mmHg
N : 80 x / menit
Spo2 : 97 %
RR : 18 x/ menit
O : pasien tampak meringis, pasien tampak tenang
setelah melakukan teknik relaksasi napas dalam untuk
mengurangi nyeri yang dirasakan.
A : kontrol nyeri cukup meningkat
P : manajemen nyeri di pertahankan.

Resume Keperawatan
EE.Pengkajian
w. Identitas
Nama : Tn. RS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 44 tahun
No RM : 21049244
Diagnosa Medis : DM Tipe 2
x. Keluhan utama : pasien mengatakan merasa badannya lemah dan merasa mual.
Riwayat keluhan utama : pasien mengatakan merasa badannya lemah, mual 4-5 kali sejak
5 jam sebelum masuk rumah sakit, merasa pusing, dan pasien mengatakan memiliki
penyakit Diabetes Melitus sejak 6 tahun yang lalu.
Pemeriksaan fisik
Pengkajian nyeri :.
TTV :
TD : 110/70 mmHg
N : 75 x / menit
Spo2 : 97 %
RR : 16 x/ menit
BS : 245 mg/dl
y. Analisa Data
Data Etiologi Masalah

Ds : pasien mengataan Ketidakstabilan kadar


badannya terasa lemah, glukosa dalam darah
pasien mengatakan mual
4-5 kali, pasien
mengatakan merasa
pusing.
Do : pasien tampak
lemah, pasien kadar
glukosa dalam darah
tinggi, pasien tampak
mengantuk.
TTV : TD : 110 /70
mmHg
N : 75 x / menit
RR : 16 x/ menit
spO2 : 96 %
bs : 245 mg/dl

FF. Diagnosa Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan
1. Ketidaksabilan kadar glukosa dalam darah b.d gangguan toleransi glukosa darah
d.d GDA 245 mg/dl

GG. Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidaksabilan kadar setelah di lakukan tindakan Manajemen hiperglikemi
glukosa dalam darah keperawatan selama 1 x 6 jam Observasi
b.d gangguan toleransi di harapakan kestabilan kadar Monitor kadar gula darah
glukosa darah d.d GDA glukosa dalam darah Monitor tanda dan gejala
245 mg/dl meningkat dengan KH: hiperglikemia
1. mengantuk menurun Monitor tekanan darah,
2. pusing menurun Terapeutik
3. lelah menurun Berikan asupan cairan oral
4. kadar gula darah Konsultasikan dengan
menurun menjadi 250 medis jika tanda dan gejala
mg/dl hiperglikemia tetap ada
atau menurun.
Edukasi
Anjurkan monitor kadar
gula darah secara mandiri
Anjurkan kepatuhan
terhadap diet
Kolaborasi
Klaborasi pemberian
cairan iv
HH. Implementasi Keperawatan
Hari/ Jam Implementasi Keperawatan Evaluasi Respon
tanggal
Sabtu, 11.00 Memonitor kadar gula darah .S : pasien mengataan
09 Juli badannya terasa lemah,
2022 Memonitor tanda dan gejala pasien mengatakan perasaan
hiperglikemia mual berkurang.
O : pasien tampak lemah,
Memonitor tekanan darah, hasil pasien kadar glukosa dalam
11.15 darah menurun .
pemeriksaan laboratorium.
TTV : TD : 110 /90 mmHg
N : 88 x / menit
Memberikan asupan cairan oral RR : 18 x/ menit
spO2 : 96 %
Meganjurkan monitor kadar gula bs : 180 mg/dl
darah secara mandiri
Mengkolaborasikan pemberian cairan
iv

II. Evaluasi Keperawatan


Hari/ Jam Evaluasi (S. O , A, P)
tanggal
Sabtu, 09 12.30 S : pasien mengataan badannya terasa lemah, pasien
Juli 2022 mengatakan perasaan mual berkurang.
O : pasien tampak lemah, pasien kadar glukosa dalam
darah menurun .
TTV : TD : 110 /90 mmHg
N : 88 x / menit
RR : 18 x/ menit
spO2 : 96 %
bs : 180 mg/dl
A : kestabilan kadar glukosa dalam darah cukup
membaik
P :Manajemen Hiperglikemi di pertahankan

Anda mungkin juga menyukai