Saminan
Abstrak. Paru dapat mengembang dan mengempis dengan terjadi pertukaran gas yairu
inspirasi pengambilan oksigen (O2) dan ekspirasi pengeluaran karbondioksida (CO2) melalui
saluran pernapasan, jika terjadi peningkatan produksi sputum dan viskositas yang sulit untuk
dibersihkan (obstruksi), juga akibat penyempitan saluran udara sehingga daya kembang paru
terganggu. Tujuan penulisan efek obstruksi saluran pernapasan terhadap daya kembang paru
supaya dapat memahami di saluran pernapasan mudah mengalami gangguan pembengkakan
dan penyempitan sehingga berefek tidak kuat melakukan ekspirasi paksa, bila lama tidak
sembuh maka mudah terjadi penyakit paru obstruksi (PPOK). Mendiagnosis daya kembang
paru berdasarkan kapasitas vital paksa dan volume udara ekspirasi paksa adalah metode yang
sangat membantuuntuk memeriksa fungsi saluran pernapasan dengan pengukuran spirometri,
pada orang normal tidak obstruksi nilai ukur Forced Expiratory Volume In One Second (FEV1)
mencapai ≥ 75%, bila ada obstruksi ≤ 75%. (JKS 2016; 1: 34-39)
Kata Kunci: Saluran Pernapasan, Obstruksi
Abstract. Lungs can inflate and deflate with the exchange of gas, the inspiration of oxygen
(02) and the expiration of carbon dioxide (C02) through the respiratory tract. If the production
of sputum and viscosity increases which is difficult to clean (obstruction) and the airways
narrows, it can hinder the expandability of lung. The purpose of writing the effects of airway
obstruction on the expandability of lung is to understand that the respiratory tract is easily
swelling and narrowing, resulting in one’s inability to perform forced expiratory. If not
immediately treated, chronic obstructive pulmonary disease (COPD) may develop. Diagnosing
the expandability of lung based on forced vital capacity and forced expiratory of air volume is
a very helpful method to check the function of the respiratory tract using spirometry
measurements. In normal people who are not obstructed, the value of Forced expiratory
volume in One Second (Fevi) is > 75%, while in those who are, the value is < 75%.
(JKS 2016; 1: 34-39)
Pendahuluan
Sistem pernapasan atau respirasi adalah proses Saluran-saluran udara yang dilalui oleh
pengambilan oksigen (O2) dari udara bebas oksigen dan karbon dioksida, bukanlah sekadar
saat menarik napas. O2 tersebut kemudian terowongan lalu lintas udara. Saluran-saluran
melewati saluran napas (bronkus) dan sampai tersebut juga berperan sebagai salah satu front
ke dinding alveoli (kantong udara). terdepan mekanisme pertahanan tubuh. Paru-
Sesampainya di kantong udara, O2 akan paru memiliki permukaan yang terekspos pada
ditransfer ke pembuluh darah yang didalamnya dunia luar, yang wilayahnya jauh lebih luas
mengalir sel-sel darah merah untuk dibawa ke dibanding bagian tubuh yang lain, termasuk
sel-sel di berbagai organ tubuh lain sebagai kulit. Sehingga saluran pernapasan juga harus
energy dalam proses metabolisme. Setelah berfungsi mengusir kotoran, debu, tungau, dan
metabolisme, sisa-sisa metabolisme, terutama bakteri dari benda-benda asing yang
karb1ondioksida (CO2) akan dibawa darah merugikan lainnya.2,7
untuk dibuang kembali ke udara bebas melalui Mantel lender yang sudah mengental (dahak)
paru-paru pada saat membuang napas.1,10 di saluran napas maka akan mengalami
hambatan aliran udara keluar (obstruksi jalan
Saminan adalah Dosen Bagian Ilmu Fisiologi napas) yang mencakup semua penyakit saluran
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala nafas yang bercirikan penyumbatan (obstruksi)
Banda Aceh
34
Saminan efek obstruksi pada saluran pernapasan
Terhadap daya kembang paru
35
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 16 Nomor 1 April 2016
36
Saminan efek obstruksi pada saluran pernapasan
Terhadap daya kembang paru
37
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 16 Nomor 1 April 2016
dinamakan spirometri, dengan menggunakan pleura negative pada saat inspirasi akan
spirometer. Dari spirometri didapatkan dua menarik jalan napas sehingga membuka pada
istilah yaitu volume dan kapasitas paru.14,15,16 saat yang sama dengan pengembangan alveoli,
Volume dan kapasitas pernapasan merupakan oleh karena itu udara cenderung untuk lebih
gambaran fungsi ventilasi system pernapasan. mudah memasuki paru tetapi kemudian
Dengan mengetahui besarnya volume dan terperangkap di dalamnya, bila hal itu terjadi
kapasitas pernapasan dapat diketahui besarnya selama berbulan atau bertahun-tahun efek ini
kapasitas ventilasi maupun ada tidaknya akan menaikkan kapasitas total paru dan
kelainan fungsi ventilasi pada seseorang.1,4,14 volume residu, jika obstruksi jalan napas lebih
Cara yang dilakukan uktuk mengukur mudah saluran napas kolaps maka aliran
kapasitas vital paru yaitu dengan menggunakan ekspirasi maksimum jauh berkurang.11,12
spirometer. Untuk melakukan pengukuran Pada corak obstruksi ciri-ciri utama adalah
kapasitas vital paru pertama-tama subjek harus penurunan kecepatan aliran ekspirasi
meniup udara sebanyak-banyaknya sampai (expiratory flow).11 Pasien penyakit obstruksi
subjek tidak lagi mampu menarik napas, mengalami kesulitan mengosongkan paru
kemudian subjek disuruh mengeluarkan napas mereka daripada mengisinya, oleh karena itu
ke dalam spirometer melalui mulut piece kapasitas paru total (KPT) pada dasarnya
secepat-cepatnya dengan usaha yang normal, tetapi kapasitas residual fungsional
maksimum. Dengan adanya dahak (KRF) dan volume residual (VR) meningkat
kemungkinan besar akan berpengaruh pada akibat bertambahnya udara yang terperangkap
kemampuan system pernapasan dalam hal di dalam paru setelah ekspirasi karena VR
pengambilan dan pengeluaran udara, hal ini meningkat, kapasitas vital (KV) berkurang.
dapat diuji melalui pengukuran kapasitas Dengan lebih banyak udara yang tertinggal
paru.13 dalam paru, KPT yang tersedia untuk
pertukaran gas antara udara dan atmosfer
Fungsi paru menurun diklasifikasi menjadi 2 berkurang. Hal lain yang sering ditemukan
yaitu restriktif dan obstruktif. Restriktif adalah penurunan mencolok FEV1, karena laju
merupakan kelainan pada proses inspirasi yang (kecepatan) aliran udara berkurang akibat
dapat diartikan jumlah udara dalam paru obstruksi saluran pernapasan. Walaupun baik
terbatas sehingga volume paru dan kapasitas KV maupun FEV1 lebih besar dibandingkan
paru menurun. Obstruktif merupakan kelainan KV. Akibatnya perbandingan FEV1 terhadap
pada proses ekspirasi yang dapat di artikan KV jauh lebih rendah dari pada nilai normal
udara dalam paru sulit dikeluarkan pada waktu sebesar 80% yaitu, jumlah yang dapat
ekspirasi karena sumbatan pada saluran naps dihembuskan ke luar selama detik pertama
sehingga volume dan kapasitas paru jauh lebih kecil daripada 80% KV.10,11,12
meningkat.9 Interprestasi pemeriksaan fungsi
paru dapat diklasifikasi menjadi 3 yaitu Tabel. Derajat Obstruksi
obstruktif, restriktif dan campuran antara Derajat VEP1 Rasio
restriktif dan obstruktif.10 (%) VEP1/KVP
Adapun tujuan penulisan efek obstruksi (%)
saluran pernapasan terhadap daya kembang 0(normal) >75% ≥80
paru supaya dapat memahami disaluran 1 (ringan) 60-70 60-79
pernapasan mudah mengalami gangguan 2 (sedang) 40-60 50-59
pembengkakan dan penyempitan sehingga 3 (berat) <40 <40
berefek tidak kuat melakukan ekspirasi paksa, 4 (sangat Berat) <20
bila lama tidak sembuh maka mudah terjadi Sumber: ATS (American Thoracic Society)
penyakit paru obstruksi kronik (PPOK).
Kesimpulan Dan Saran
Diskusi Saluran pernapasan berfungsi sebagai tempat
Penyakit-penyakit paru dengan obstruksi lintasan dan tempat pertukaran gas yang
saluran napas biasanya jauh lebih sukar diperlukan untuk proses pernapasan, secara
melakukan ekspirasi daripada inspirasi karena fungsional saluran napas dibedakan menjadi
kencenderungan menutupnya jalan napas dua bagian, yaitu zona konduksi berguna untuk
sangat bertambah dengan tekanan positif pada lalu lintas udara pernapasan dimulai dari trakea
dada selama ekspirasi, sementara tekanan dan berakhir pada saluran yang terkecil yaitu
38
Saminan efek obstruksi pada saluran pernapasan
Terhadap daya kembang paru
bronkiolus terminalis dan zona respiratorik 8. Pellegrino, R., Viegi, G., Brusasco, V.,
yang terdiri dari bronkioli respiratorik berguna Crapo, R.O., Burgos, F., Casaburi, R.,
untuk pertukaran gas. Coates, A., Grinten, C.P.M.v.d.,
Sesorang dianggap mempunyai gangguan Gustafsson, P., Hankinson, J., Jensen,
aliran udara pada saluran pernapasan maka R., Johson, D.C., Macintyre, N.,
orang tersebut tidak mampu bernapas dengan
normal adanya suatu obstruksi jalan
McKay, R., Miller, R.M., Navajas, D.,
pernapasan hasil ukur dengan spirometer nilai Pedersen, O.F., dan Wanger, J. 2005.
FEV1 kurang 75%. Interpretative strategis for lung
Dengan adanya gejala gangguan paru yang function test. European Respiratory
menunjukkan pernapasan tidak kuat Journal, 26: 948-968.
melakukan ekspirasi paksa, maka dihindari 9. Levivztky, M.G. 2003. Pulmonary
tidak merokok atau asap rokok dan kamar Physiologi. Edisi 6. New York:
selalu bersih dan rapi, sehingga daya kembang Mcgraw-Hill Companies.
paru normal. Bila mengalami obstruksi saluran 10. Sherwood, L.2001. Fisiologi manusia;
pernapasan bereaksi dengan cara menyempit Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. EGC.
dan menghalangi udara keluar. Penyempitan
Jakarta.
atau hambatan bisa mengakibatkan salah satu
gabungan dari berbagai gejala mulai dari
11. Djaja-surya-A. 1990. Manual Ilmu
batuk, sesak, napas pendek, tersengal- sengal, Penyakit Paru. Binarupa Aksara.
hingga napas yang berbunyi “ngik-ngik”. Jakarta.
12. Alsagaf H, Mukty HA. 1995. TB Paru
Daftar Pustaka Dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit
1. Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuh Paru. 73-109.
Gangguan Sistem Pernapasan. 13. Yunus, F. 1993. Penatalaksanaan
Bentang Pustaka. Yogyakarta. Batuk dalam Praktek Sehari-hari.
2. Hadibroto, I dan Alam, S. 2005. Asma. Cermin Dunia Kedokteran. 84: 13-18.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 14. Syamsiah, A dan Yunus F. 1997.
3. Tjay, T.H. & Raharja, K. 2002. Obat- Pemekrisaan spirometri Collis. Jurnal
obatan penting. Penerbit PT Elex Respiratori Indonesia. 17 (1) : 46-51.
Media Komputindo Kelompok 15. Surjadhana, A. 2004. Laju Puncak
Gramedia. Jakarta. Ekspirasi pada Mahasiswa Pria Sehat.
4. Imron, A., 1993. Respirasi. Dalam Majalah Ilmu Faal Indonesia. 3 (3):
buku Monograf Fisiologi manusia, 158-164.
suwono (ed). Pusat Antar Universitas 16. Darmawan, M.T.S. Naning, R. dan
UGM. Yogvakarta. Sadjimin, T. 2001. Nilai Faal Paru
5. Price, S.A., Wilson, L.M. 1995. Penderita Asma Siswa Sekolah
Fisiologi proses-proses penyakit. Lanjutan Tingkat Pertama di
EGC. Jakarta. kotamadya Yogyakarta. Berkala Ilmu
6. Wibowo DS. 2008. Anatomi Tubuh Kedokteran. 33 (1): 33-42.
Manusia. Grasindo. Jakarta.
7. Guyton, Hall. 1996. Text Book of
Medical Physiologi. New York. W B
Saunders Company.
39