Anda di halaman 1dari 10

Prinsip Pemenuhan Kebutuhan 

Oksigenasi
April 6, 2015dks0112

KEBUTUHAN FISIOLOGIS

Kebutuhan Oksigenasi

Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk


kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya, dan untuk aktivitas
berbagai organ atau sel.

Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kebutuhan Oksigenasi

Sistem tubuh yang berperan dalam oksigenasi terdiri atas: saluran pernafasana bagian atas,
saluran pernafasan bagian bawah dan paru.

1. Saluran pernafasan bagian atas

Saluran pernafasan bagian atas terdiri atas hidung, faring, laring dan epiglotis. Saluran in
berfungsi menyaring, menghangatkan dan melembabkan udara yang dihirup.

Hidung

Bagian ini terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung yang memuat kelenjar
sbaseus dengan ditutupi bulu yang kasar dan bermuara ke rongga hidung. Bagian hidung lain
adalah rongga hidung yang di lapisi oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh darah.
Proses oksigenasi diawali dengan masuknya udara melalui hidung, udara yang masuk melalui
hidung akan disarig oleh bulu yang ada di dalam vestibulum (bagian rongga hidung)
kemudian dihangatkan dan dilembabkan.

Faring

Faring merupakan pipa yan memiliki otot memanjang dari daa tengkorak sampai dengan
eosofagus yang terletak di belakang hidung (nasofaring), dibelakang mulut (orofaring), dan di
belakang laring(laringofaring)

Laring (Tenggorokan)

Laring merupakan saluran nafas setelah faring yang terdiri atas bagian dari tulang rawan yang
diikat bersama ligamen dan membran yang terdiri atas 2 lamina yang bersambung di garis
tengah.

Epiglotis

Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas untuk menutup laring saat proses
menelan.

 
2. Saluran Pernafasan Bagian Bawah

Salauran pernafasan bagian bawah terdiri dari trakhea, tandan bronkus, segmen bronkil, dan
bronkiolus. Saluran ini berfungsi mengaitka udara dan memproduksi surfaktan

Trakea

Trakea atau yang disebut batang teggorok, memiliki panjang kurang lebih 9 cm yang dimulai
dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima. Trakea tersebut tersusun
atas 16-20 lingkaran tak lengkap yang berupa cincin. Trakea dilapisi oleh selaput lendir yang
terdiri atas epitelium bersilia yang dapat mengelarkan debu dan benda asing.

Bronkus

Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjuta dari trakea yang terdiri atas 2
percabangna  yakni kanan dan kiri. Pada bagian kanan lebih pendek dan lebar dari pada
bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah dan bawah. Sedangkan bronkus kiri lebih
panjang dari bagian kanan yang berjalan dari lobus atas dan bawah. Saluran setelah bronkus
adalah bagian percabangan yang disebut bronkeolus.

3. Paru

Paru merrupakan orang utama dalam rgan pernafasan. Paru terletak di dalam rongga torak
setinggi tulang selangka sampe dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang
diselaputi oleh pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viselaris, serta dilindugi oleh cairan
pleura yang berisi cairan surfaktan.

Paru sebagai alat pernafasan utama terdiri dari 2 bagian ( paru kanan dan kiri) dan pada
bagian tengah dari organ tersebt terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang
berbentuk kerucut denga bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat
elastis, berpori dan memiliki fungsi sebagai tempat pertukara gas oksigen dan karbon
dioksida.

Proses Oksigenasi

Proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi di dalam tubuh terdiri atas tiga tahapan yaitu
ventilasi, difusi dan transportasi.

1. Ventilasi

Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfir ke dalam alveoli
atau dari alveoli ke atmosfir. Proses ventiasi ini dipengaruhi oleh beberpa faktor, antara lain:

 Adanya perbedaan tekanan antara atmosfir denga paru, semakin tinggi tempat, maka
tekanan udara semakin rendah. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah tempat
maka tekanan udara semakin tinggi.
 Adanya kemampuan toraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi atau
kembang kempis
 Adaya jalan nafas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas berbagai
otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf otonom. Terjadinya
rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi vasodilatasi,
kemudian kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan konstriksi sehingga dapat
menyebabkan vasokonstriksi atau proses penyempitan.
 Adanya reflek batuk dan muntah
 Adanya peran mukus siliaris sebagai penangkal benda asing yang mengandung
interveron dan dapat mengikat virus. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah
Complience dan Recoil. Complience adalah kemampuan paru untuk mengembang
yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu surfaktan pada lapisan alveoli yang
berfungsi untuk menurunkan teganganpermukaan dan adanya sisa udara yang
menyebabkan tidak terjadinya kolaps dan gangguan toraks. Surfaktan di produksi saat
terjadi peregangan sel alveoli, dan di sekresi saat pasien menarik nafas, sedangkan
recoil adalah kemampuan mengeluarkan CO2 atau konraksi penyempitan paru.
Apabila compience baik akan tetapi recoil terganggu maka CO2 tidak akan keluar
secara maksimal.

Pusat pernafasan yaitu medula oblongata dan pons dapat memengaruhi proses ventilasi,
karena CO2 memiliki kemampuan merangsang pusat pernafasan. Peningkatan CO2 dalam
batas 60mmHg dapat denga baik merangsang pusat pernapasan dan bila paCO2 kurang sama
dengan 80mmHg maka dapat menyebabkan depresi pusat pernafasan.

2. Difusi Gas

Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dengan CO2
dikapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

 Luasnya permukaan paru


 Tebal membran respirasi/premeabilitas yang terdiri dari epitel alveoli dan interstisial
keduanya ini dapat memengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan.
 Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2, hal ini dapat terjadi sebagaimana O2 dalam
rongga alveoli lebih tiggi dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis,  (masuk
dalam darah secara berdifusi) dan paCO2 dalam arteri pulmonalis akan berdifusi ke
dalam alveoli.
 Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat Hb.

3. Transportasi Gas

transportasi gas merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jarigan tubuh dan CO2
jarigan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, O2 akan berikatan denga Hb membentuk
oksi hemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%), sedangkan CO2 akan berikatan denga
Hb dengan membentuk karbominohaemoglobin (30%), dan larut dalam plasma (5%), dan
sebagian menjadi HCO3 berada dalam darah (65%).

Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:

 Kardiak output yang dapat dinilai melalui isi sekuncup dan frekuensi denyut jantung.
 Kondisi pembuluh darah, latihan dan lain lain.
 

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi

1. Saraf Otonomik

Pada rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonom dapat mempengaruhi
kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi. Hal ini dapat terlihat baik oleh simpatis dan
parasimpatis ketika terjadi rangsangan, ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmiter
(untuk simpatis dapat mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh pada bronkodilatasi dan
untuk parasimpatis mengeluarkan asetilkolin yang berpengaruh bronkokonstriksi) karena
pada saluran pernafasan terdapat reseptor adrenergik dan reseptor kolinergik.

2. Hormonal dan Obat

Semua hormon termasuk derivat katekolamin dapat melebarkan saluran pernapasan.obat


tergolong parasimpatis dapat melebarkan saluran nafas, seperti sulfas atropin, ekstrak
belladona, dan obat yang menghambat adrenergik tipe beta (khususnya beta-2) dapat
mempersempit saluran nafas (bronkokonstriksi), seperti obat tergolong beta bloker
nonselektif.

3. Alergi pada Saluran Nafas

Banyak faktor yang menimbulkan keadaan alergi, antara lain debu yang terdapat di dalam
hawa pernapasan, bulu binatang, serbuk benang sari, buga, kapuk, makanan dan lain-lain. Ini
menyebabkan bersin, apabila ada rangsangan di daerah nasal, batuk bila di salurran bagian
atas, dan bronkokonstriksi bila asma bronkial, dan jika terletak saluran nafas bagian bawah
menyebabkan rhinitis.

4. Faktor Perkembangan

Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan oksigenasi. Mengingat


usia organ dalam tubuh seiring dan usia perkembangan anak. Hal ini dapat terlihat pada bayi
usia prematur, yaitu adanya kecenderungannyakurang pembentukan surfaktan. Demikian juga
setelah anak tumbuh menjadi dewasa kemampuan kematangan organ seiring dengan
pertambahan usia.

5. Faktor Lingkungan

Kondisi ligkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti faktor alergi,


ketinggian dan suhu. Kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan adaptasi.

6. Faktor Perilaku

Perilaku yang dimaksud adalah konsumsi makanan (status nutrisi), seperti obesitas dapat
mepengaruhi perkembanga  paru, kemudian perilaku aktivitas yang dapat mempengaruhi
proses peningkatan oksigenasi, perilaku merokok dapat menyebabkan proses penyempitan
pada pembuluh darah, dan lain-lain.

 
Gangguan/ Masalah Kebutuhan Oksigenasi

1. Hipoksia

Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh
akibat defisiensi oksigen atau peningkatan penggunaan oksige di tingkat sel, tanda yang
muncul seperti kulit kebiruan(sianosis). Secara umum terjadinya hipoksia ini disebabkan
karna menurunnya kadar Hb, menurunnya difusi o2 dari alveoli ke dalam darah, menurunnya
perfusi jaringan, atau gangguan ventilasi yang dapat menurunkan konsentrasi oksigen.

2. Perubahan Pola Pernafasan

 Tachypnea merupakan pernafasan yang memiliki frekuensi lebih dari 24 kali


permenit. Proses ini terjadi karena paru dalam keadaan atelektaksis atau terjadi
emboli.
 Bradypnea merupaka pola pernafasan yang ditandai dengan pola lambat, kurag lebih
10 kali permenit. Pola ini dapat ditemukan dalam keadaan peningkatan tekanan
intrakranial yang disertai denga konsumsi obat-obatan narkotika atau sedatif.
 Hiperventilasi merupakan cara tubuh dalam mengkompensasi peningkatan jumlah
oksigen dalam paru agar pernafasan lebih cepat dan dalam. Proses ini ditandai denga
adanya peningkatan denyut nadi, nafas pendek, adanya nyeri dada, merunnya
konsentrasi CO2 dan lain-lain. Keadaan demikian dapat di sebabkan karena adanya
infeksi, ketidak seimbangan asam-basa atau gangguan psikologis. Apabila pasien
mengalami hipeventilasi dapat menyebabkan hipokapnea, yaitu berkurangya CO2
dalam tubuh dibawah batas normal, sehingga rangsang terhadap pusat pernafasan
menurun.
 Kusmaul merupakan pola pernafasan  ceat dan dangkal yang dapat di temukan pada
orang dalam keadaan asidosis metabolik (metabolisme aam yang tinggi).
 Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan karbondioksida dengan
cukup yang dilakukan pada saatventilsi alveolar, serta tidak cukupnya dalam
penggunaan oksigen dengan ditandai dengan nyeri kepala, enurunan kesadaran,
disorientasi atau ketidakseimbangan elektrolit yang terjadi akibat atelektasis, otot
pernafasan lumpuh, depresi pusat pernafasan, tahanan jalan udara pernafasan
meningkat, tahanan jaringan paru dan toraks menurun,. Keadaan semikian dapat
menyebabkan hiperkapnea yaitu retensi karbondioksida dalam tubuh sehingga
pakarbondioksida meningkat (akibat hipoventilasi) akhirnya menyebabkan depresi
susunan saraf pusat.
 Dipsnea merupakan perasaan sesak dan berat saat bernafas. Hal ini dapat disebabkan
oleh perubahan kadar as dalam darah/jarigan, kerja berat/berlebihan, dan pengaruh
psikis.
 Orthopnea merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri dan
pola ini sering ditemukan pada orang yang kongestif paru
 Cheyne stokes merupakan siklus pernafasan yang amplitudonya mula-mula naik
kemudian menurun dan berhenti dan kemudian mulai dari siklus baru.
 Pernafasan paradoksial merupakan pernapasan dimana dinding paru bergerak
berlawanan arah dari keadaan normal. Sering ditemukan pada keadaan atelektasis.
 Biot merupakan pernafasan dengan irama yang mirip denga cheyne stoke akan tetapi
amplitudonya tidak teratur. Pola ini sering dijumpai pada rangsangan selaput otak,
tekanan intrakranial yang meningkat, trauma kepala dan lain-lain
 Stridor merupakan pernafaan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran
pernafasan. Pada umumnya ditemukan pada kasus spasme trakea, atau obstruksi
laring

3. Obstruksi Jalan Nafas

Obstruksi jalan nafas merupakan suatu kondisi individu mengalami ancaman pada kondisi
pernafasannya terkait denga ketidakmampuan batuk secara efektif, yang dapat disebabkan
oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi, statis sekresi dan
batuk tidak efektif karena penyakit persarafan seperti CVA ( cerebro vascular accident),
akibat efek pengobatan sedatif, dan lain-lain.

Tanda klinis :

 Batuk tidak efektif atau tidak ada


 Tidak mampu mengeluarkan sekresi di jalan nafas
 Suara nafas menunjukan adanya sumbatan.
 Jumlah, irama, dan kedalaman pernafasan tidak normal

4. Pertukaran Gas

Pertukaran Gas merupakan kondisi individu mengalami penurunan gas baik oksigen maupun
karbon dioksida antara alveoli paru dan sistem vascular, dapat disbabkan oleh sekresi yang
kental atau imobilisasi akibat sistem saraf, depresi susunan saraf pusat, atau penyakit radang
paru. Terjadinya gangguan pertukaran gas ini menunjukan penurunan kapasitas difusi yang
antara lain  disebabkan oleh menurunya luas permukaan difusi, menebalnya membran
alveolar kapiler, rasio ventilasi perfusi tidak baik dan dapat menyebabkan pengangkutan O2
dari paru ke jaringan terganggu, anemia dengan segala macam bentuknya, keracunan CO2 dan
terganggunya aliran darah.

Tanda klinis:

1. Dipsnea pada usaha nafas.


2. Nafas dengan bibir pada fase ekspirasi yang panjang.
3. Agitasi
4. Lelah, letargi
5. Meningkatnya tahanan vaskular paru.
6. Menurunnya saturasi oksigen, meningkatnya paCO.
7. Sianosis.

Tindakan untuk Mengatasi Masalah Kebutuhan Oksigenasi

1. Latihan Napas
Latihan napas merupaka cara bernafas untuk memperbaiki ventilasi alveoli atau memerlihara
pertukaran gas, mencegah etelektasis, meningkatkan efisiensi batuk, dan dapat di gunakan
untuk mengurangi stress.

Prosedur Kerja:

1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur posisi (duduk atau terlentang).
4. Anjurkan untuk mulai latihan dengan cara menarik nafas dahulu melalui hidung
dengan mulut tertutup.
5. Kemudian anjurkan untuk menahan nafas selama 1 – 1,5 detik dan disusul dengan
menghembuskan nafas mellui bibir dengan bentuk mulut mencucu atau seperti orang
meniup.
6. Catat respon yang terjadi.
7. Cuci tangan.

2. Latihan bentuk efektif

Latihan bentuk efektif merupakan cara untuk melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan
batuk secara efektif dengan tujuan untuk membersihkan  laring, trakhea, dan bronkeolus dari
secret atau benda asing di jalan napas.

Prosedur kerja:

1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yng akan dilakukan.
3. Atur possisi pasien dengan duduk di tepi tempat tidur membungkuk ke depan.
4. Anjurkan untuk menarik nafas secara pelan dan dalam dengan menggunakan
pernafasan diafragma.
5. Setelah itu tahan nafas kurang lebih 2 detik.
6. Batukan 2 kali dengan mulut terbuka.
7. Tarik napas dengan ringan.
8. Istirahat
9. Catat respons yang terjadi
10. Cuci tangan.

3. Pemberian Oksigen

Pemberian oksigen merupakan tindakan keperawatan dengan cara memberikan oksigen ke


dalam paru melalui saluran pernafasan  dengan mengguakan alat bantu okasigen. Pemberian
oksigen paa pasien dapat melauli 3 cara yaitu melalui kanula, nasal, dan masker dengan
tujuan memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya hipoksia.

Alat dan bahan :


1. Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier.
2. Nasal kateter, kanula atau masker.
3. Vaselin/lubrikan atau pelumas (jelly).

Prosedur kerja :

1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akn di lakukan.
3. Cek flowmeter dan humidifier.
4. Hidupkan tabung oksigen.
5. Atur posisi pasien semifowler atau sesuai dengan kondisi pasien.
6. Berikan oksigen melalui kanula atau masker.
7. Apabila menggunakan kateter, ukur dulu jarak hidung dengan telinga, setelah itu beri
lubrikan dan masukan.
8. Catat pemberian dan lakukan observasi.
9. Cuci tangan.

4. Fisiterapi Dada

Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan dengan melakukan, postural drainage,


claping dan vibrating pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan dengan tujuan
meningkatkan efisiensi pola pernafasan dan membersihkan jalan napas.

Alat dan bahan:

1. Pot sputum berisi desinfektan


2. Kertas tisu
3. 2 balok tempat tidur (untuk postural drainage).
4. 1 bantal (untuk postral drainage).

Prosedur Kerja:

Postural drainage

1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
3. Miringkan ke kiri (untuk membersihkan paru kanan).
4. Miringkan ke kanan (untuk membersihkan paru kiri).
5. Miring ke kiri dan tubuh bagian kanan di sokong dengan satu bantal (untuk
membersihkan bagian lobus tengah).
6. Lakukan postural drainage kurang lebih 10-15 menit.
7. Iobservasi tanda vital selama prosedur.
8. Setelah pelaksanaan posural drainage dilakukan clapping, vibrating dan suction.
9. Lakukan hingga lendir bersih.
10. Catat respon yang terjadi.
11. Cuci tangan.

Clapping
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
3. Atur posisi pasien sesuai dengan kondisi.
4. Lakukan clapping dengan cara kedua tangan perawat menepuk punggung pasien
secara bergantian hingga ada rangsangan batuk.
5. Bila pasien sudah batuk, berhenti sebentar dan anjurkan untuk menampung pada pot
sputum.
6. Lakukan hingga lendir bersih.
7. Catat respon yang terjadi.
8. Cuci tangan.

Vibrating

1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
3. Atur posisi pasien sesuai dengan kondisi.
4. Lakukan vibrating dengan cara njurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan minta
pasien untuk mengeluarkan napas pelahan-lahan. Kedua tangan perawat diletakan
diatas bagian samping depan dari cekungan iga kemudian getarkan secara perlahan-
lahan. Dan lakukan berkali-kali hingga pasien ingin membatukkan.
5. Bila paien sudah batuk, berhenti sebentar dan anajurkan untuk menampung pada pot
sputum.
6. Lakukan hingga lendir bersih.
7. Catat respon yang terjadi.
8. Cuci tangan.

5. Penghisapan lendir

Penghisapan lendir (suction) merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien
yang tidak mampu mengeluarkan secret atau lendir secara sendiri dengan melakukan
penghisapan (suction) untuk membersihkan jalan nafas dan memenuhi kebutuhan oksigenasi.

Alat dan bahan:

1. Alat penghisap lendir denga botol berisi larutan desinfektan.


2. Kateter penghisap lendir
3. Pinset steril
4. Sarung tangn steril
5. Dua buah kom berisi larutan aquades atau NaCl 0,9% dan berisi larutan desinfektan
6. Kasa steril
7. Kertas tisu

Prosedur kerja

1. Cuuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan di laksanakan
3. Atur posisi pasien dengan posisi terlentang dengan kepala miring ke arah perawat
4. Gunakan sarung tangan.
5. Hubungkan kateter penghisap dengan selang penghisap
6. Hidupkan mesin penghisap
7. Lakukan penghisapan lendir dengan memasukan kateter penghisap ke dalam kom
berisi aquades atau NaCL 0,9% untuk mencegah trauma mukosa.
8. Masukan kateter penghisap dalam keadaan tidak menghisap.
9. Tarik dengan memutar kateter penghisp sekitar dari 3 sampai 5 detik
10. Bilas kateter dengan aquades atau NaCl 0,9%
11. Lakukan hingga lendir bersih
12. Catat respon yang terjadi
13. Cuci tangan

Anda mungkin juga menyukai