Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN PADA TN.

DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA PASIEN CKD

DI RUANG LAVENDER

RSUD R. GOETENG TAROENADIBRATA

Dosen Pengampu: Ns. Meida Laely R,. S.Kep.,MNS.

Disusun Oleh

Nama : Novianira Nur Laila


NIM : 2211020020
Kelas :A
Kelompok : 10

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP KEBUTUHAN OKSIGENASI


A.1 Definisi Kebutuhan Oksigenasi
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam
mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya bertujuan untuk
mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Teori hirarki kebutuhan dasar manusia yang
dikemukakan Abraham Maslow mengembangkan bahwa setiap manusia memiliki lima
kebutuhan dasar salah satunya kebutuhan fisiologis yang mencangkup kebutuhan akan
oksigen, nutrisi, cairan dan elektrolit, intek dan output, eliminasi, personal hygiene, bodi
mekanik dan posisi (Hidayat & Uliyah, 2015).
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar. Keberadaan
oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme dan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh.
Oksigen adalah gas untuk bertahan hidup yang diedarkan ke sel-sel dalam melalui
sistem pernapasan dan sistem kardiovaskuler (peredaran darah). Oksigenasi adalah proses
penambahan O2 kedalam sistem (kimia atau fisika). Oksigen (O2) merupakan gas tidak
bewarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai
hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi, penambahan CO2 yang
melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap
aktivitas sel (Andarmoyo, 2012).
A.2 Anatomi & Fisiologi Sistem Oksigenasi
Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri atas saluran pernafasan
bagian atas, bagian bawah, dan paru-paru.
1. Saluran pernafasan bagian atas
Saluran pernafasan bagian atas berfungsi menyaring, menghangatkan dan
melembabkan udara yang terhirup. Saluran pernafasan terdir dari atas :
a. Hidung
Hidung terdiri dari neser anterior (saluran lubang dalam lubang hidung) yang
memuat kelenjar sebaseus dengan yang di tutupi bulu yang kasar dan bermuara
kerongga hidung dan rongga hidung yang di lapisi oleh selaput lendir yang
mangandung pembulu darah. Proses oksigenasi di awali dengan penyaringan udara
yang masuk melalui hidung oleh bulu yang ada dalam vestibulum (bagian rongga
hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
b. Faring
Faring merupakan pipa yang memeliki otot, memanjang dari dasar tengkorak
sampai esofagus yang terletak dibelakang nasofaring (di belakang hidung), di belakang
mulut (orofaring), dan di belakang laring (laring ofaring).
c. Laring (tenggorokan)
Laring merupakan saluran perfasan setelah faring yang terdiri atas bagian dari
tulang rawan yang diikat bersama ligament dan membran, terdiri atas dua lamina yang
tersambung di garis tengah.
d. Epiglottis
Epiglottis merupakan katub tulang rawan yang bertugas membantu menutup
laring pada saat proses menelan.
2. Saluran pernafasan bagian bawah
Saluran pernafasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara yang memproduksi
surfaktan. Saluran ini terdiri atas :
a. Trakea
Trakea atau disebut sebagai batang tengorok memiliki panjang kurang lebih 9 cm
yang di mulai dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima. Trakea
tersusun atas 16 sampai 20 lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput lendir
yang terdiri atas epithelium bersila yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
b. Bronkus
Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakea yang terdiri
atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan lebih lebih pendek dan lebar dari
pada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan bawah, sedangkan bronkus
kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dari bolus atas dan bawah.
c. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan saluran percabangan serta bronkus. Paru merupakan organ
utama dalam sistem pernafasan. Paru terletak dalam rongga torak setinggi tulang
selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi
oleh pleura viselaris, serta dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan.
Paru terdiri atas dua bagian paru kiri dan paru kanan. Pada bagian tengah organ ini
terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian
puncak disebut apeks.
3. Paru-paru
Paru adalah organ pernapasan utama yang terletak di rongga dada, memiliki 2 bagian
utama, paru kanan dan kiri yang dipisahkan oleh mediastinum diantara kedua paru, di dalam
mediastinum terdapat bangunan-bangunan penting seperti pembuluh darah besar dan
jantung. Paru dilapisi oleh pleura yang terdiri dari pleura visceral yang menempel langsung
pada paru dan pleura parietal yang menempel pada dinding dada, diantara kedua pleura
terdapat cavum pleura. Fungsi utama paru adalah untuk pertukaran gas antara udara
atmosfer dan darah. Dalam menjalankan fungsinya, paru seperti sebuah pompa mekanik
yang berfungsi ganda, yaitu menghisap udara atmosfer ke dalam paru (inspirasi) dan
mengeluarkan udara alveolus dari dalam tubuh (ekspirasi) (Hidayat & Uliyah, 2015).
A.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Fungsi Sistem Oksigenasi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi suatu individu yang
tentunya akan sangat berpengaruh terhadap oksigenasi yang dibutuhkan untuk hidup. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi, antara lain:
1. Faktor Fisiologis
a. Menurunnya kapasitas pengiktan O2 seperti anemia.
b. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran napas
bagian atas
c. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transpor O2
terganggu.
d. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka dan
lain-lain.
e. Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada sepertipada kehamilan,
obesitas, musculus skeleton yang abnormal, penyakit kronik seperti TBC paru.
2. Faktor Perkembangan
a. Bayi premature, bayi yang lahir prematur beresiko menderita penyakit membran
hialin yang ditandai dengan berkembangnya membran serupa hialin yang
membatasi ujung saluran pernapasan. Kondisi ini disebabkan oleh produksi
surfaktan yang masih sedikit karena kemampuan paru dalam menyintesis surfaktan
baru berkembang pada trimester terakhir
b. Bayi dan anak-anak, kelompok usia ini beresiko mengalami infeksi saluran napas
atas, seperti faringitis, influenza, tonsilitis, dan aspirasi benda asing (mis. Makanan,
permen, dll).
c. Anak usia sekolah dan remaja, kelompok usia ini beresiko mengalami infeksi
saluran napas akut akibat kebiasaan buruk, seperti merokok.
d. Dewasa muda dan paruh baya, kondisi stres, kebiasaan merokok, diet yang tidak
sehat, kurang berolahraga merupakan faktor yang dapat meningkatkan resiko
penyakit jantung dan paru pada kelompok usia ini.
e. Lansia, proses penuaan yang terjadi pada lansia menyebabkan perubahan pada
fungsi normal pernapasan, seperti penurunan elastisitas paru, pelebaran alveolus,
dilatasi saluran bronkus, dan kifosis tulang belakang yang menghambat ekspansi
paru sehingga berpengaruh pada penurunan kadar O2.
3. Faktor Perilaku
Perilaku keseharian individu dapat berpengaruh terhadap fungsi pernapasannya. Status
nutrisi, gaya hidup, olahraga, kondisi emosional, dan penggunaan zat-zat tertentu secara
tidak langsung akan berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.
a. Nutrisi, kondisi berat badan berlebih (obesitas) dapat menghambat ekspansi paru,
sedangkan malnutrisi berat dapat mengakibatkan pelisutan otot pernapasan yang
akan mengurangikekuatan kerja pernapasan.
b. Olahraga, latihan fisik akan meningkatkan aktivitas metabolik, denyut jantung, dan
kedalaman serta frekuensi pernapasan yang akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
c. Ketergantungan zat adiktif, penggunaan alkohol dan obat-obatan yang berlebihan
dapat mengganggu proses oksigenasi.
d. Emosi, perasaan takut, cemas, dan marah yang tidak terkontrol akan merangsang
aktivitas saraf simpatis. Kondisi ini menyebabkan peningkatan denyut jantung dan
frekuensi pernapasan sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Selain itu, kecemasan
juga dapat meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan.
e. Gaya hidup, nikotin yang terdapat didalam tubuh menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah perifer dan menyebabkan gangguan vasklarisasi perifer dan
penyakit jantung koroner.
4. Faktor Lingkungan
a. Suhu, faktor suhu (panas atau dingin) dapat berpengaruh terhadap afinitas atau
kekuatan ikatan Hb dan O2. Dengan kata lain, suhu lingkungan juga bisa
mempengaruhi kebutuhan oksigen seseorang.
b. Ketinggian, pada dataran yang tinggi akan terjadi penurunan pada tekanan udara
sehingga tekanan oksigen juga ikut turun. Akibatnya, orang yang tinggal didataran
tinggi cenderung mengalami peningkatan frekunsi pernapasan dan denyut jantung.
Sebaliknya, pada dataran rendah akan terjadi peningkatan tekanan oksigen.
c. Polusi, polusi udara seperti asap atau debu sering kali menyebabkan sakit kepala,
pusing, batuk, tersedak, dan berbagai gangguan pernapasan lain pada orang yang
menghisapnya. Pada pekerja pabrik asbes atau bedak tabur beresiko tinggi
menderita penyakit paru akibat terpapar zat-zat berbahaya.
5. Saraf Otonomik
Rangsangan simpatis dan para simpatis dari saraf otonomik dapat mempengaruhi
kemampuan untuk dilatasi dan kontriksi, sebagai hal ini dapat terlihat simpatis maupun
parasimpatis. Ketika terjadi rangsangan, ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmitter
(untuk simpatis dapat mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh pada bronkhokontriksi)
karena pada saluran pernafasan terdapat reseptor adrenergic dan reseptor kolinergik.
6. Hormon dan Obat
Semua hormone termaksuk derivate catecholamine dapat melebarkan saluran
pernafasan. Obat yang tergolong parasimpatis, seperti sulfat atropin dan ekstrak belladona,
dapat melebarkan saluran napas, sedangkan obat yang menghambat adrenergik tipe bête
(khususnya beta-2), seperti obat yang tergolong penyakit beta nonselektif, dapat
mempersempit saluran napas (bronkho kontriksi) (Takatelide et al., 2017).
A.4 Macam-macam Gangguan Sistem Oksigenasi
Dalam sistem oksigenasi terdapat gangguan-gangguan yang dapat mempengaruhi
fungsi sistem oksigenasi, yaitu (Andarmoyo, 2012):
1. Hipoksia
Merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksiganasi dalam tubuh
akibat defisien di oksigen atau peningkatan oksigen dalam sel, ditandai dengan adanya
warna kebiruan pada kulit (sianosis). Secara umum terjadi hipoksia disebabkan oleh
menuruunannya kadar Hb, mnurunnya difusi O2 dari alveoli kedalam darah,menurunya
perfusi jaringan. Perfusi jaringan.atau gangguan pentilasi yang dapat menurunkan konstrasi
oksigen
2. Perubahan pola napas
a. Tachypnea, meruapakan pernapasan yang memiliki frekuensi lebih dari 24 kali per
menit. Proses ini terjadi karena paru dalam keadaan ateleketaksis atau terjadinya
emboli.
b. Bradypnea, merupakan pola pernapasn yang lambat dan kurang dari 10 kali per
menit. Pola ini dapat ditemukan dalam keadan peningkatan tekanan intrakranial
yang disertai narkotik atau seatif.
c. Hiverpentilasi, merupakan cara tubuh dalam mengompensasi peningkatan jumlah
oksigen dalam paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam.proses ini ditandai
dengan adanya peningkatan denyut nadi, napas pendek, adanya nyeri dada
menurunya konsentrasi CO2, dan lain-lain. Keadaan demikian dapat disebabkan
oleh adanya infeksi, keseimbangan asam basa, atau gangguan psikologis.
Hiperventilasi dapat menyebabka hipokapnea, yaitu berkuranya CO2 tubuh di bawa
batas normal, sehingga rangsanganya terhadap pusat pernapasan menurun.
d. Hipoventilasi, merupakan upaya tubuh ntuk mengeluarkan karbondioksidadengan
cukup yang dilakukan pada saat ventilasi alveolar serta tidak cukupnya penggunaan
oksigen yang ditandai dengan adanya nyeri kepala, penurunan kesehatan,
diseorentasi atau ketidak seimbangan elektrolit yang terjadi akibat eteektasis,
lumpunya otot-otot pernapasan, depresi pusat pernapasan, peningkatan tahanan
jalan udara, penurunan tahanan jaringan paru dan thoraks, serta penurunan
complianceparu dan toraks.keaadan demikian dapat menyebabkan hiperkapnea,
yaitu retensi CO2 dalam tubuh sehingga PCO2 meningkat (akibat hipoventilasi) dan
mengakibatkan depresi susunan saraf pusat.
e. Dispnea, merupakan perasaan sesak dan berat saat bernapas. Hal ini dapat
disebabkan oleh perubahan kadar gas dalam darah/jaringan, kerja berat/berlebihan,
dan pengaruh psikis.
f. Orothpnea, merupakan kesulitan bernapas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri
dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang mengalami kongestip paru.
g. Cheyne stokes, merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya mula-mula naik,
turun, berhenti, kemudian mulai dari siklus baru.
h. Pernapasan pardoksial, merupakan pernapasan yang ditandai dengan pergerakan
dinding paru yang berawal arah dari keadaan normal, sering di temukan pada
keadaan atelktaksis.
i. Biot, merupakan pernapasan dengan irama yang mirip dengan cheyne stoke, tetapi
amplitudnya tidak teratur. Pola ini sering dijumpai pada rangsangan selaput otak,
tekanan intrakranial yang meningkat, trauma kepala, dan lain-lain.
j. Striod, merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran
pernapasan.
3. Obstruksi Jalan Napas
Obstruksi jalan napas (bersihan jalan napas) merupakan kondisi pernapasan yang tidak
normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi, dan
batuk tidak efektif karena penyakit pernapasan seperti cerebo vascular accident (cva), efek
pengobatan sedatif, dan lain-lain.
Tanda klinis yang dapat terjadi pada obstuksi jalan napas adalah batuk batuk tidak
efektif, idak mampu mengeluarkan sekresi di jalan napas, suara napas menunjukan adanya
sumbatan, jumlah irama dan kedalaman pernapasan tidak normal.
4. Pertukaran Gas
Pertukaran gas merupakan penurunan gas. Baik oksigen maupun karbondioksida
antara alveoli paru dan sistem vascular, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental
imobilisasi akibat penyakit sistem saraf, depresi susunan saraf pusat, ataupun penyakit
radang paru.
Terjadinya gangguan pertukaran gas ini menunjukan kapasitas difusi menurun, antara
lain disebabkan oleh penurunan luas permukaan difusi, penebalan membran alveolar kapiler,
terganggunya pengangkutan O2 dari paru kejaringan akibat rasio ventilasi perfusi tidak baik,
anemia, keracunan CO2 dan terganggunya aliran darah (Nugraha et al., 2021).
B. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
KEBUTUHAN OKSIGENASI
B.1 Pengkajian
B.1.1 Riwayat Keperawatan
1. Pengumpulan Data
a. Biodata Klien
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
agama, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa
medis, nomor medrek dan alamat.
b. Identitas Penanggungjawab
Meliputi : nama, umur, alamat, dan hubungan dengan klien.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan dasar oksigenasi biasanya akan
merasakan badannya lemas dan merasa sesak napas.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi pengkajian tentang riwayat masalah kesehatan pada sistem
pernapasan,gaya hidup, adanya batuk, sputum, nyeri, dan adanya factor resiko
untuk gangguan status oksigenasi.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Merupakan penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan
penyakitsaat ini atau penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi atau
mempengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit keluarga yang pernah dialami.
B.1.2 Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Mengamati tingkat kesadaran pasien, keadaan umum, postur tubuh,kondisi kulit,
dan membran mukosa, dada (kontur rongga interkosta, diameteranteroposterior,
struktur toraks, pergerakan dinding dada), pola napas(frekuensi dan kedalaman
pernapasann, durasi inspirasi dan ekspirasi
2. Palpasi
Dilakukan dengaan menggunakan tumit tangan pemeriksa mendatardiatas dada
pasien. Saat palpasi perawat menilai adanya fremitus taktil pada
dada dan punggung pasien dengan memintanya menyebutkan “tujuh-tujuh”
secara ulang. Normalnya, fremitus taktil akan terasa pada individu yang sehatdan
meningkat pada kondisi konsolidasi.
3. Perkusi
erkusi dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ dalamsertamengkaji
adanya abnormalitas , cairan /udara dalam paru. Normalnya,dada menghasilkan
bunyi resonan / gaung perkusi.
4. Auskultasi
Dapat dilakukan langsung / dengan menggunakan stetoskop. bunyiyang terdengar
digambarkan berdasarkan nada, intensitas, durasi dankualitasnya. Untuk
mendapatkan hasil terbaik , valid dan akurat, sebaiknyaauskultasi dilakukan lebih
dari satu kali.

B.1.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang/laboratorium adalah pemeriksaan khusus di laboratorium
dengan mengambil dan menginspeksi bahan atau sampel dari pasien untuk menemukan
faktor etiologi dan mendeteksi tanda penyakit sebagai bantuan menegakkan diagnosis dan
merencanakan penatalaksanaan perawatan pasien.

B.2 Diagnosa Keperawatan


1. Pola Napas Tidak Efektif
a. Definisi: Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
b. Batasan karakteristik: Dyspnea, pola napas abnormal, ortopnea, pernapasan
cuping hidung.
c. Faktor yang berhubungan: Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.
2. Hipervolemia
a. Definisi: Peningkatan volume cairan intravascular, interstisial, dan atau
intraselular.
b. Batasan karakteristik: Ortopnea, dyspnea, edema anasarca dan edema perifer,
terdengar suara napas tambahan, kadar Hb turun, oliguria.
c. Faktor yang berhubungan: Gangguan mekanisme regulasi.
B.3 Perencanan Keperawatan
1. Pola Napas Tidak Efektif
a. Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, maka pola napas membaik, dengan
kriteria hasil (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018):

Indikator Awal Target

Dyspnea 2 5
(Cukup Meningkat) (Menurun)
Ortopnea 2 5
(Cukup Meningkat) (Menurun)
Frekuensi napas 2 5
(Cukup Memburuk) (Membaik)
Kedalaman napas 1 5
(Memburuk) (Membaik)

b. Intervensi Keperawatan dan Rasional


Pemantauan Respirasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
 Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
Rasional: Mengetahui frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
pasien
- Monitor pola napas
Rasional: Mengetahui pola napas pasien
- Auskultasi bunyi napas
Rasional: Mengetahui bunyi napas pasien
 Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Rasional: Mengetahui perkembangan kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Rasional: Mengetahui focus keperawatan dan mengevaluasi hasil
keperawatan serta sebagai tanggung gugat perawat
 Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Rasional: Memberi informasi kepada pasien dan keluarga terkait
tindakan yang akan diberikan
- Informasikan hasil pemantauan
Rasional: Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga mengenai
kondisi terkait masalah kesehatan
2. Hipervolemia
a. Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, maka keseimbangan cairan
meningkat, dengan kriteria hasil (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018):

Indikator Awal Target

Edema 2 5
(Cukup Meningkat) (Menurun)
Asites 1 4
(Meningkat) (Cukup Menurun)
Tekanan darah 1 5
(Meningkat) (Menurun)
b. Intervensi Keperawatan
Manejemen Hipervolemia
 Observasi
- Periksa tanda dan gejala hypervolemia
Rasional: Mengetahui adanya tanda dan gejala Hipervolemia pada
pasien
- Monitor intake dan output cairan
Rasional: Mengetahui keseimbangan cairan pasien
- Monitor efek samping diuretic
Rasional: Mengetahui adanya efek samping diuretic pada pasien
- Monitor status hemodinamik
Rasional: Mengetahuin status hemodinamik pada pasien
 Terapeutik
- Batasi asupan cairan dan garam
Rasional: Mengurangi asupan cairan
- Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat
Rasional: Mempertahankan kenyamanan, meningkatkan ekspansi paru,
dan memaksimalkan oksigenasi pasien.
 Edukasi
- Ajarkan cara mencatat asupan dan haluaran
Rasional: Agar pasien dan keluarga dapat mengetahui cara mencatat
asupan dan haluaran cairan
- Anjurkan melapor jika haluaran urin kurang dari 0,5 ml/kg/jam dalam 6
jam
Rasional: Agar haluaran urin pasien tetap terpantau
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretic
Rasional: Membantu mengeluarkan kelebihan garam dan air dalam
tubuh melalui urin
- Kolaborasi penggantian kalium akibat diuretic
Rasional: Mengembalikan konsentrasi kalium akibat diuretik

3. Penurunan Curah Jantung


a. Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, maka curah jantung meningkat,
dengan kriteria hasil:

Indikator Awal Target

Oliguria 2 5
(Cukup Meningkat) (Menurun)
Lelah 2 5
(Cukup Meningkat) (Menurun)
Sianosis 2 5
(Cukup Meningkat) (Menurun)

b. Intervensi Keperawatan
Perawatan Jantung
 Observasi
- Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
Rasional: Mengetahui tanda dan gejala primer penurunan curah
jantung
- Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
Rasional: Mengetahui tanda dan gejala sekunder penurunan curah
jantung
- Monitor tekanan darah
Rasional: Mengetahui tekanan darah pasien
 Terapeutik
- Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki kebawah atau
posisi nyaman
Rasional: Mempertahankan kenyamanan , meningkatkan ekspansi
paru, dan memaksimalkan oksigenasi pasien
 Edukasi

- Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi


Rasional: Melatih pasien beraktivitas sesuai toleransi
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) Konsep, Proses dan Praktik
Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hidayat, A. A., & Uliyah, M. (2015). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya: Health
Books Publishing.

Nugraha, L. P., Oktaliansah, E., & Aditya, R. (2021). Efektivitas Oksigenasi dan Ventilasi Saat
Induksi Anestesi Umum Menggunakan Masker Bedah Dinilai berdasar atas SpO2 dan
EtCO2. Jurnal Anestesi Perioperatif, 9(2), 111–118.

Takatelide, F. W., Kumaat, L. T., & Malara, R. T. (2019). Pengaruh Terapi Oksigenasi Nasal
Prong Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Pasien Cedera Kepala Di Instalasi Gawat
Darurat Rsup Prof. Dr. RD Kandou Manado. Jurnal Keperawatan, 5(1).

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai