Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

Pembimbing:
Yanto Suryanto, S. Kep. Ns. M. Kep
Disusun oleh:
Angga Pramadhi
4338114901230064
Progam Studi Profesi Ners

HORIZON UNIVERSITY INDONESIA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JL. PANGKAL PERJUANG KM 1 BY PASS KARAWANG 41316 – TAHUN 2023
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia.
Dalam tubuh, oksigen berperan penting di dalam metabolisme sel. Kekurangan
oksigen akan menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh, salah satunya
kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk menjamin agar
kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik.
Oksigenasi adalah proses penambahan O₂ ke dalam sistem (kimia/fisika). Oksigen
merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam
proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbondioksida, energi,
dan air. Akan tetapi, penambahan CO₂ yang melebihi batas normal pada tubuh
akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel.
Pernapasan atau respirasi adalah proses pertukaran gas antara individu dan
lingkungan yang berfungsi untuk memperoleh O₂ agar dapat digunakan oleh sel-
sel tubuh dan mengeluarkan CO₂ yang dihasilkan oleh sel. Saat bernapas, tubuh
mengambil O₂dari lingkungan untuk kemudian diangkut keseluruh tubuh (sel-
selnya) melalui darah guna dilakukan pembakaran. Selanjutnya, sisa pembakaran
berupa CO₂ akan kembali diangkut oleh darah ke paru-paru untuk dibuang ke
lingkungan karena tidak berguna lagi oleh tubuh.

2. Anatomi
a. Sistem pernafasan atas
 Hidung
Pada hidung, udara yang masuk akan mengalami proses penyaringan,
humidifikasi dan penghangatan.
 Faring
Faring merupakan saluran yang terbagi dua, untuk udara dan makanan.
Faring terdiri atas nasoraing dan orofaring yang kaya akan jaringan limfoid
yang berfungsi menangkap dan menghancurkan kuman patogenyang masuk
bersama udara.
 Laring
Laring merupakan struktur menyerupai tulang rawan yang biasa disebut
jakun. Selain berperan dalam menghasilkan suara, laring berfungsi
mempertahankan kepatenan jalan napas dan melindungi jalan napas bawah
dari air dan makanan yang masuk.

b. Sistem pernafasan bawah


 Trakea
Merupakan pipa membran yang disokong oleh cincin-cincin kartilago yang
menghubungkan laring dan bronkus utama kanan dan kiri. Di dalam paru,
bronkus utama terbagi menjadi bronku-bronkus yang lebih kecil dan berakhir
di bronkiolus terminal. Keseluruhan jalan napas tersebut membentuk pohon
brokus.
 Paru-paru
Terdapat 2 buah, terletak di sebelah kanan dan kiri. Masing-masing paru
terdiri atas beberapa lobus (patu kanan 3 lobus dan paru kiri 2 lobus) dan
dipasok oleh 1 bronkus. Jaringan paru sendiri terdiri atas serangkaian jalan
napsa yang bercabang-cabang, yaitu alveolus, pembuluh darah paru dan
jaringan ikat elastis. Permukaan luar paru dilapisi oleh kantong tertutuup
berdinding ganda yang disebut pleura. Pleura parietal membatasi toraks dan
permukaan diafragma, sedangkan pleura viseral membatasi permukaan luar
paru. Di antara tutup berdinding ganda yang disebut pleura. Pleura parietal
membatasi toraks dan permukaan diafragma, sedangkan pleura viseral
membatasi permukaan luar paru. Di antara kedua lapisan tersebut terdapat
cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas guna mencegah friksi selama
gerakan bernapas.

3. Fisiologis Pernafasan
a. Pernafasan eksternal
Pernapasan ekstrenal (pernapasan pulmoner) mengacu pada keseluruhan
pertukaran O₂ dan CO₂ antara lingkungan ekstrenal dan sel tubuh. Secara
umum, proses ini berlangsung dalam langkah, yakni ventilasi pulmoner,
pertukaran gas alveolar, serta transpor oksigen dan karbondioksida.
1). Ventilasi pulmoner
Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui proses
ventilasi sehingga terjadi pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan
alveolus. Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jalan
napas yang bersih, sistem saraf pusat dan sistem pernapasan yang utuh,
rongga toraks yang mampu mengembang dan berkontraksi dengan baik,
serta komplian paru yang adekuat.
2). Pertukaran gas alveolar
Setelah oksigen memasuki alveolus, proses pernapasan berikutnya adalah
difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah
pergerakan molekul dari area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke
area berkonsentrasi atau bertekanan rendah. Proses ini berlangsung di
alveolus dan membran kapiler dan dipengaruhi oleh ketebalan membran
serta perbedaan tekanan gas.
3). Transport oksigen dan karbondioksida
Tahap ketiga pada proses pernafasan adalah transport gas-gas pernafasan
pada proses ini, oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan
karbondioksida diangkut dari jaringan kembali menuju paru.
 Transport O₂
Proses ini berlangsung pada sistem jantung dan paru-paru. Normalnya,
sebagian besar oksigen (97%) berikatan lemah dengan Hb dan
diangkut keseluruh jaringan dalam bentuk oksihemmoglobin (HbO₂),
dan sisanya terlarut dalam plasma. Proses ini dipengaruhi oleh
ventilasi (jumlah oksigen yang masuk dalam ke paru) dan perfusi
(aliran darah ke paru dan jaringan). Kapasitas darah yang membawa
oksigen dipengaruhi oleh jumlah O₂ dalam plasma, jumlah
hemoglobin dan ikatan oksigenasi dengan hemoglobin.
 Transport CO₂
Karbondioksida sebagai hasil metabolisme sel terus menerus produksi
dan diangkut menuju paru dalam 3 cara: a) Sebagian besar
karbondioksida (70%) diangkut dalam sel darah merah dalam bentuk
bikarbonat b) Sebanyak 23% karbondoksida berikatan dengan Hb
membentuk karbaminohemoglobin c) Sebanyak 7% diangkut dalam
bentuk larutan di dalam plasma dan dalam bentuki asam karbonat.

b. Pernafasan sistemik
Pernapasan internal mengacu pada proses metabolisme intrasel yang
berlangsung dalam mitokondria, yang menggunakan oksigen dan
menghasilkan karbondioksida selama proses penyerapan energi molekul
nutrien. Pada proses ini, darah yang banyak mengandung oksigen dibawa
keseluruh tubuh hingga mencapai kapiler sistemik.

4. Faktor yang mempengaruhi oksigenasi


a. Faktor Fisiologis
1). Penurunan kapasitas angkut O₂
Secara fisiologis, daya angkut hemoglobin untuk membawa O₂ ke
jaringan adalah 97%. Akan tetapi, nilai tersebut dapat berubah sewaktu-
waktu apabila terdapat gangguan pada tubuh. Misalnya, pada penderita
anemia atau pada saat yang terpapar racun. Kondisi tersebutdapat
mengakibatkan penurunan kapasitas pengikatan O₂.
2). Penurunan Konsentrasi O₂ inspirasi
Kondisi ini dapat terjadi akibat penggunaan alat terapidan penurunan
kadar O₂ inspirasi.
3). Hipovolemik
Kondisi ini disebabkan oleh penurunan volume sirkulasi darah akibat
kehilangan cairan ekstraselular yang berlebihan.
4). Peningkatan Laju Metabolik
Kondisi ini dapat terjadi pada kasus infeksi dan demam yang terus-
menerus yang mengakibatkan peningkatan laju metabolik. Akibatnya,
tubuh mulai memecah persediaan protein dan menyebabkan penurunan
massa otot.
5). Kondisi Lainnya
Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada, seperti kehamilan,
obesitas, abnormalitas musculoskeletal, trauma, penyakit otot, penyakit
susunan saraf, gangguan saraf pusat dan penyakit kronis.
b. Faktor perkembangan
1). Bayi Prematur
Bayi yang lahir prematur berisiko menderita penyakit membran hialin
yang ditandai dengan berkembangnya membran serupa hialin yang
membatasi ujung saluran pernafasan. Kondisi ini disebabkan oleh
produksi surfaktan yang masih sedikit karena kemampuan paru
menyintesis surfaktan baru berkembang pada trimester akhir.
2). Bayi dan anak-anak
Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran pernapasan atas,
seperti faringitis, influenza, tonsilitis, dan aspirasi benda asing (misal:
makanan, permen dan lain-lain).
3). Anak usia sekolah dan remaja
Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran napas akut akibat
kebiasaan buruk, seperti merokok.
4). Dewasa muda dan paruh baya
Kondisi stress, kebiasaan merokok, diet yang tidak sehat, kurang
berolahraga, merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko penyakit
jantung dan paru pada kelompok usia ini.
5). Lansia
Proses penuaan yang terjadi pada lansia menyebabkan perubahan fungsi
normal pernafasan, seperti penurunan elastis paru, pelebaran alveolus,
dilatasi saluran bronkus dan kifosis tulang belakang yang menghambat
ekspansi paru sehingga berpengaruh pada penurunan kadar O₂.

c. Faktor perilaku
1). Nutrisi
Kondisi berat badan berlebih (obesitas) dapat menghambat ekspansi paru,
sedangkan malnutrisi berat dapat mengakibatkan pelisutan otot
pernapasan yang akan mengurangi kekuatan kerja pernapasan.
2). Olahraga Latihan fisik
Meningkatkan aktivitas metabolik, denyut jantung dan kedalaman serta
frekuensi pernapasan yang akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
3). Ketergantungan zat adiktif
Penggunaan alkohol dan obat-obatan yang berlebihan dapat mengganggu
oksigenasi. Hal ini terjadi karena : Alkohol dan obat-obatan daoat
menekan pusat pernapasan dan susunan saraf pusat sehingga
mengakibatkan penurunan laju dan kedalaman pernapasan. serta
penggunaan narkotika dan analgesik, terutama morfin dan meperidin,
dapat mendepresi pusat pernapasan sehingga menurunkan laju dan
kedalaman pernafasan.
4). Emosi Perasaan takut, cemas dan marah yang tidak terkontrol
Kondisi ini dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung dan frekuensi
pernapasan sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Selain itu, kecemasan
juga dapat meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan.
5). Gaya hidup Kebiasaan merokok
Dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan oksigen seseorang. Merokok
dapat menyebabkan gangguan vaskulrisasi perifer dan penyakit jantung.
Selain itu nikotin yang terkandung dalam rokok bisa mengakibatkan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan coroner.

d. Faktor Lingkungan
1). Suhu
Faktor suhu dapat berpengaruh terhadap afinitas atau kekuatan ikatan Hb
dan O₂. Dengan kata lain, suhu lingkungan juga bisa memengaruhi
kebutuhan oksigen seseorang.
2). Ketinggian
Pada dataran yang tinggi akan terjadi penurunan pada tekanan udara
sehingga tekanan oksigen juga ikut turun. Akibatnya, orang yang tinggal
di dataran tinggi cenderung mengalami peningkatan frekuensi pernapasan
dan denyut jantung. Sebaliknya, pada dataran yang rendah akan terjadi
peningkatan tekanan oksigen.
3). Polusi
Polusi udara, seperti asap atau debu seringkali menyebabkan sakit kepala,
pusing, batuk, tersedak, dan berbagai gangguan pernapasan lain pada
orang yang menghisapnya. Para pekerja di pabrik asbes atau bedak tabur
berisiko tinggi menderita penyakit paru akibat terpapar zat-zat berbahaya
5. Tanda dan gejala
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan
oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan untuk
bernafas, pernafasan nafas flaring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea,
penyimpangan dada, nafas pendek, posisi tubuh menunjukan posisi 3 poin, nafas
dengan bibir, ekspirasi memanjang, peningkatan diameter anterior-posterior,
frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya
pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA,
2018). Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi,
hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, AGS
abnormal, sianosis, warna kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia,
hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun, abnormal frekuensi, irama dan kedalaman
nafas (NANDA, 2018).

6. Gangguan pada fungsi pernafasan


a. Takipnea
Frekuensi pernafasan yang cepat. Biasanya ini terlihat pada kondisi demam,
asidosis metabolic, nyeri dan pada kasus hiperkapnia atau hipoksemia.
b. Bradipnea
Frekuensi pernapasan yang lambat dan abnormal. Biasanya terlihat pada orang
yang baru menggunakan obat-obatan seperti morfin dan pada kasus alkalosis
metabolic, dan lain-lain.
c. Apnea
Biasanya juga disebut dengan henti napas.
d. Hiperventilasi
Peningkatan jumlah udara yang memasuki paru-paru. Kondisi ini terjadi saat
kecepatan ventilasi melebihi kebutuhan metabolic untuk pembuangan
karbondioksida.
e. Hipoventilasi
Penurunan jumlah udara yang memasuki paru-paru. Kondisi ini terjadi saat
ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolic untuk
penyaluran oksigen dan pembuangan karbondioksida.
7. Komplikasi
a. Hipoksemia
Suatu keadaan dimana kadar oksigen didalam darah berada dibawah normal
b. Hipoksia
Suatu keadaan disaat tubuh sangat kekurangan oksigen sehingga sel gagal
melakukan metabolisme secara efektif.
c. Gagal napas
Suatu kondisi dimana tubuh kehilangan kemampuan menyalurkan oksigen dari
par uke darah atau mengangkut karbondioksida dari darah.
d. Perubahan pola napas
Perubahan pola napas yang terjadi seperti takipnea, bradypnea, hiperventilasi,
napas kusmaul, hipoventilasi dan orthopnea.

8. Pemeriksaan penunjang dan hasilnya


a. Pemeriksaan fungsi paru/Spirometri
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas secara
efisien.
Hasil dari pemeriksaan Spirometri
 80% atau lebih: normal
 kurang dari 80%: tidak normal
Hasil FVC yang tidak normal dalam tes spirometri dapat menandakan
adanya penyumbatan pada saluran pernapasan, seperti penyakit paru-paru
obstruktif atau restriktif.
b. Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler
alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
Hasil pemeriksaan gas darah arteri
 pH darah: < 7,4, Bikarbonat: Tinggi, pCO2: Tinggi => Asidosis
Respiratorik, contohnya pada penyakit paru-paru, termasuk pneumonia
atau PPOK.
 pH darah: > 7,4, Bikarbonat: Rendah, pCO2: Rendah => Alkalosis
Respiratorik, contohnya pada napas terlalu cepat, rasa sakit, atau
kecemasan
c. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler.
 Hasil oksimetri Saturasi oksigen rendah: di bawah 95%
d. Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel sputum/benda asing
yang menghambat jalan nafas.
Hasil bronkoskopi dapat dikatakan normal bila sel dan cairan yang diambil
bersifat normal, atau tidak ditemukan sumbatan, jaringan abnormal, atau
benda asing di dalam saluran pernapasan.
e. Fluoroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal
f. CT-SCAN
Untuk mengidentifikasi adanya massa abnormal

9. Metode pemberian terapi oksigen


Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 teknik:
a. Sistem aliran rendah
Teknik sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara
ruangan. Teknik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe
pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran
rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu
bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal
500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit (Harahap, 2005).
Yang termasuk dalam sistem aliran rendah yaitu kataeter nasal, kanula nasal,
sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan kantong rebreathing,
sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
 Kateter nasal
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan pemberian
O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman
serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap. Kerugian Tidak dapat
memberikan konsentrasi O2 lebih dari 45%, tehnik memasuk kateter nasal
lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat
terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran lebih dari 6 L/mnt dapat
menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter
mudah tersumbat.
 Kanul nasal
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan Pemberian
O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah
memasukkan kanul dibanding kateter, klien bebas makan, bergerak,
berbicara, lebih mudah ditolerir klien. Kerugian tidak dapat memberikan
konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien bernafas
lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi
selaput lendir.
 Simple mask
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 5-8. Keuntungan konsentrasi
O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system
humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang
besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol. Kerugian Tidak
dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpukan CO2 jika aliran rendah.
 Rebreathing mask
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lender. Kerugian Tidak dapat memberikan O2
konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan
penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat.
 Non rebreathing
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan konsentrasi
O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput
lendir. Kerugian kantong O2 bisa terlipat.
b. Sistem aliran tinggi
Suatu teknik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi
oleh tipe pernafasan, sehingga dengan teknik ini dapat menambahkan
konsentrasi O2 yang lebih tepat dan teratur. Adapun contoh teknik sistem
aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury. Prinsip pemberian O2
dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup
kemudian dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan
negatif, akibat udara luar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih
banyak. Aliran udara pada alat ini ± 4–14 L/mnt dan konsentrasi 30 – 55%.

10. Penatalaksanaan
a. Bersihan jalan tidak efektif
1) Pembersihan jalan nafas
2) Latihan batuk efektif
3) Suctioning
4) Jalan nafas buatan
b. Pola nafas tidak efektif
1) Atur posisi pasien (semi fowler)
2) Pemberian oksigen
3) Teknik bernafas dan relaksasi
c. Gangguan pertukaran gas
1) Atur posisi pasien (semi fowler)
2) Pemberian oksigen
3) Suctioning

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian fokus (pemeriksaan fisik, laboratorium, penunjang)
a. Pengkajian fokus
1). Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama. umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan. alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
2). Keluhan Utama
Batuk, sesak nafas, dahak tidak bisa keluar dan demam tidak terlalu tinggi
tiga hari yang lalu.
3). Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya sesak nafas, penyebab terjadinya sesak
nafas. serta upaya yang telah dilakukan oleh pasien untuk mengatasinya.
4). Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat sesak nafas atau penyakit-penyakit lain yang ada
kaitannya dengan pernafasan pada kasus terdahulu serta tindakan medis
yang pernah didapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
5). Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat sakit yang sama pada keluarga atau penyakit lain yang
berpotensi menurun atau menular pada anggota keluarga lain.

b. Pemeriksaan fisik
1). Pengkajian sistem
a). Status kesehatan umum
Meliputi keadaan pasien, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda-tanda vital.
b). Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran.
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah,
gusi mudah bengkak dan berdarah. apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia. lensa mata keruh.
c). Sistem integument
Kaji seluruh permukaan kulit. adakah turgor kulit menurun. luka atau
warna kehitaman bekas luka. kelembaban dan suhu kulit. tekstur rambut
dan kuku.
d). Sistem pernafasan
Biasanya terdapat sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada dan terdapat
retraksi dinding dada, serta suara tambahan nafas.
e). Sistem kardiovaskuler
Pengkajian untuk mengetahui adakah perfusi jaringan menurun, nadi
perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi.hipertensi/hipotensi,
aritmia, kardiomegalis.
f). Sistem urinary
Pengkajian untuk mengetahui adakah poliuri, retensio urine.
inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
g). Sistem musculoskeletal
Kaji penyebaran lemak. penyebaran masa otot. perubahan tinggi badan,
apakah cepat lelah. lemah dan nyeri. apakah adanya gangren di
ekstrimitas.
h). Sistem neurologis
Pengkajian untuk mengetahui apakah terjadi penurunan sensoris.

2). Pengkajian fisik


a). Inspeksi, pengkajian ini meliputi:
 Pertama, penentuan tipe jalan napas, seperti menilai apakah napas
spotan melalui hidung, mulut, oral, nasal, atau menggunakan selang
endotrakeal atau trachcostomi, kemudian menentukan status kondisi
seperti kebersihan, ada atau tidaknya sekret, pendarahan, bengkak, atau
obstruksi mekanik;
 Kedua, perhitungan frekuensi pernapasan dalam waktu satu menit
(umumnya wanita bernapas lebih cepat) yaitu 20 kali permenit orang
dewasa, kurang dari 30 kali permenit pada anak-anak, pada bayi
pernapasan kurang dari 50 kali per menit.
 Ketiga, pemeriksaan sifat pernapasan, yaitu torakal, abdominal dan
kombinasi dari keduanya.
 Keempat, pengkajian irama pernapasan, yaitu menelaah masa inspirasi
dan ekspirasi. Pada keadaan normal ekspirasi lebih lama dari inspirasi
yaitu 2:1 pada orang sesak napas ekspirasi lebih cepat. Dalam keadaan
normal perbandingan frekuensi pernapasan dan prekuensi nadi
adalah1:1 sedangkan pada orang yang keracunan barbiturat
perbandinganya adalah 1:6. Kaji ritme/irama pernapasan yang
secara normal adalah reguler atau irregular. a) cheyne stokes yaitu
pernapasan yang cepat kemudian menjadi lambat dan kadang diselingi
apnea. b) kusmaul yaitu pernapasan yang cepat dan dalam, atau
pernapasan biot yaitu pernapasan yang ritme maupun amplitodunya
tidak teratur dan diselingi periode apnea.
 Kelima, pengkajian terhadap dalam/ dangkalnya pernapasan. Pada
pernapasan dangkal dinding toraks hampir kelihatan tidak bergerak ini
biasanya dijumpai pada pasien penderita emfisema.
b). Palpasi
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi kelainan seperti nyeri tekan
yang dapat timbul akibat luka, peradangan setempat, metastasis tumor
ganas, pleuritis, atau pembengkakan dan benjolan pada dada. Melalui
palpasi dapat diteliti gerakan dinding toraks pada saat ekspirasi dan
inspirasi terjadi. Kelainan pada paru, seperti getaran suara atau fremitus
vokal, dapat dideteksi bila terdapat getaran sewaktu pemeriksa.
c). Perkusi
Pengkajian ini dilakukan untuk mengkaji suara normalnya suara perkusi
paru. Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner,
organ yang ada di sekitarnya, dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
Jenis suara perkusi ada dua jenis yaitu:
 Suara perkusi normal
Resonan (sonor): dihasilkan pada jaringan dannormalnya bergaung
dan bersuara rendah. paru-paru
Dullness: dihasilkan di atas bagian jantung atau paru-paru
Tympany: dihasilkan di atas perut yang berisi udara umumnya
bersifat musical.
 Suara perkusi abnormal
Hiperresonan: bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan
dan timbul pada bagian paru-paru yang abnormal berisi udara.
latness: nadanya lebih tinggi dari dullness dan dapat didengar pada
perkusi daerah paha. dimana seluruh areanya berisi jaringan.
d). Auskultasi
Auskultasi merupakan pengkajian yang sangat bermakna mencangkup
mendengar suara napas normal dan suara tambahan (abnormal).Suara
napas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan napas
dari laring ke alveoli dan bersifat bersih. Jenis suara napas normal
adalah
 Bronchial
Sering juga disebut tubular sound karena suara ini dihasilkan oleh
udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdngar keras,
nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih
panjang daripada inspirasi dan tidak ada jeda di antara kedua fase
tersebut (E> I). Normal terdengar di atas trachea atau daerah lekuk
suprasternal.
 Bronkovesikular
Merupakan gabungan dari suara napas bronkhial dan vesikular.
Suaranya terdengar nyaring dengan intensitas sedang. Inspirasi
sama panjang dengan ekspirasi (E = I). Suara ini terdengar di daerah
dada dimana bronkus tertutupoleh dinding dada.
 Vesikular
Merdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih
panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan (E <I).

Jenis suara napas tambahan adalah:

 Wheezing: terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter


suara nyaring, musical, suara terus-menerus yang disebabkan aliran
udara melalui jalan napas yang menyempit.
 Ronchi: terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara
terdengar perlahan, nyaring, dan suara mengorok terus-menerus.
Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan produksi
sputum.
 Pleural fiction rub: terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter
suara kasar, berciut, dan suara seperti gesekan akibat dari inflamasi
pada daerah pleura. Sering kali pasien mengalami nyeri saat
bernapas dalam.

c. Pemeriksaan laboratorium
1). Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi,
sedangkan leukosit dapat meninggi normal.walaupun terdapat komplikasi
asma atau

2) Analisa gas darah:


 Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat
peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis
yang buruk.
 Kadang-kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi.
 Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi.
 Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi

2. Diagnosa Keperawatan Utama


1). Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0149)
Kondisi di mana pasien tidak mampu membersihkan secret/slem sehingga
menimbulkan obstruksi saluran pernapasan dalam rangka mempertahankan
saluran napas. Kemungkinan berhubungan dengan :
a. Menurunnya energy dan kelelahan
b. Infeksi
c. Gangguan kognitif dan persepsi
d. Trauma
e. Bedah toraks
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada :
a. ARDS, cystic fibrosis
b. Pneumonia, injuri dada
c. Ca. paru, gangguan neuromuskuler
d. COPD
e. Bronkiolitis akut
2). Pola napas tidak efektif (D.0005)
Kondisi di mana pola inhalasi dan ekshalasi pasien tidak mampu karena
adanya gangguan fungsi paru. Kemungkinan berhubungan dengan:
a. Obstruksi tracheal
b. Perdarahan aktif
c. Menurunnya ekspansi paru
d. Insfeksi paru
e. Depresi pusat pernapasan
f. Kelemahan otot pernapasan
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada :
a. Penyakit kanker, infeksi pada dada
b. Penggunaan obat dan keracunan alcohol
c. Trauma dada
d. Myasthenia gravis, Guillian Barre Syndrome
3). Gangguan pertukaran gas (D.0003)
Suatu kondisi di mana pasien mengalami penurunan pengiriman oksigen dan
karbon dioksida di antara alveoli paru dan system vaskuler. Kemungkinan
berhubungan dengan :
a. Penumpukan cairan dalam paru
b. Gangguan pasokan oksigen
c. Obstruksi saluran pernapasan
d. Bronkhospasme
e. Edema paru
f. Pembedahan paru
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada :
a. COPD
b. CHF
c. Asma
d. Pneumonia

3. Perencanaan Keperawatan

No Dx Intervensi
D.0149 Latihan batuk efektif
Observasi
 Identifikasi kemampuan batuk
 Monitor adanya retensi sputum
 Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
 Monitor input dan output cairan (misal jumlah dan
karakteristik)
Terapeutik
 Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
 Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir mencucuk (dibulatkan)
selama 8 detik
 Anjurkan mengulangi Tarik nafas dalam hingga 3
kali
 Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran,
Jika perlu

D.0005 Manajemen jalan napas (I.01011)


Tindakan
Observasi
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
napas) Monitor bunyi napas tambahan (mis.
gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
 Monitor sputum (jumlah, wama, aroma)
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt
dan chin-lift (Jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
 Posisikan semi-Fowler atau Fowler
 Berikan minumn hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
McGill
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
D.0003 Pemantauan respirasi (I.01014)
Tindakan Observasi
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
napas
 Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes,
Biot, ataksik) Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produksi sputum Monitor adanya
sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith. M. 2006. Diagnosa Keperawatan NIC dan NOC, Edisi 7.


Jakarta: EGC

Mubarak,Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: EGC.

Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2 Edisi 4.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC Tarwoto & Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar
Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.

Doengoes. E. marlynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta, EGC.

Elisabeth j.corwin, 2011. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai