Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN OKSIGENASI JENIS TINDAKAN PEMBERIAN


NEBULIZER

MUHAMMAD FARHAN RAMADHAN


NIM : 30140121012

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2023
A. Pengertian Konsep Dasar Oksigenasi

Oksigenasi adalah sebuah proses dalam pemenuhan kebutuhan O2 dan pembuangan CO2.
Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem pernapasan secara
fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem respirasi, maka kebutuhan
oksigen akan mengalami gangguan. Apabila lebih dari 4 menit seseorang tidak
mendapatkan oksigen, maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat
diperbaiki dan kemungkinan berujung fatal seperti meninggal (Kusnanto, 2016).

B. Etiologi
Menurut Ambarwati (2014) dalam Eki (2017), terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen, seperti faktor fisiologis, status
kesehatan, faktor perkembangan, faktor perilaku, dan lingkungan.
1. Faktor Psikologis
Gangguan pada fungsi fisiologis akan berpengaruh pada kebutuhan oksigen
seseorang. Kondisi ini dapat mempengaruhi fungsi pernapasannya diantaranya
adalah :
a. Penurunan kapasitas angkut oksigen seperti pada pasien anemia atau pada
saat terpapar zat beracun
b. Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi
c. Hipovoloemia
d. Peningkatan laju metabolic
e. Kondisi lain yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti
kehamilan, obesitas dan penyakit kronis
2. Status Kesehatan
Pada individu yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar oksigen
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi, pada individu yang
sedang mengalami sakit tertentu, proses oksigenasi dapat terhambat sehingga
mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh seperti gangguan pada sistem
pernapasan, kardiovaskuler dan penyakit kronis.
3. Faktor Perkembangan
Tingkat perkembangan juga termasuk salah satu faktor penting yang
mempengaruhi sistem pernapasan individu. Berikut faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi individu berdasarkan tingkat perkembangan :
a. Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan
b. Bayi dan toddler: adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut
c. Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok
d. Dewasa muda dan paruh baya: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, dan
stres yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru
e. Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi paru menurun
4. Perilaku keseharian individu tentunya juga dapat mempengaruhi fungsi
pernapasan. Status nutrisi, gaya hidup, kebiasaan olahraga, kondisi
emosional dan penggunaan zatzat tertentu secara sedikit banyaknya akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.
5. Lingkungan
Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen. Kondisi
lingkungan yang dapat mempengaruhi pemenuhan oksigenasi yaitu :
a. Suhu lingkungan
b. Ketinggian
c. Tempat kerja (polusi)
C. Proses Oksigenasi
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas 3 tahapan yaitu
ventilasi, difusi dan transportasi (Kusnanto, 2016).
1. Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau
dari alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi (inspirasi-ekspirasi). Ventilasi
paru dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat
maka tekanan udara semakin rendah. Demikian pula sebaliknya.
b. Daya pengembangan dan pengempisan thorak dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis.
c. Jalan napas
Inspirasi udara dimulai dari hidung hingga alveoli dan sebaliknya saat ekspirasi,
yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem
saraf otonom.
Terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga dapat
terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan
kontriksi sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi atau proses penyempitan.
d. Pengaturan nafas
Pusat pernafasan terdapat pada medulla oblongata dan pons. Pusat nafas biasanya
terangsang oleh peningkatan CO2 darah yang merupakan hasil metabolism sel
yang mampu dengan mudah melewati sawar darah otak atau sawar darah cairan
cerebrospinalis. Kenaikan CO2 inilah yang akan meningkatkan konsentrasi
hydrogen dan akan merangsang pusat nafas. Perangsangan pusat pernafasan oleh
peningkatan CO2 merupakan mekanisme umpan balik yang penting untuk
mengatur konsentrasi CO2 seluruhtubuh. Adanya trauma kepala atau edema otak
atau peningkaan tekanan intracranial dapat menyebabkan gangguan pada system
pengendalian ini.
2. Difusi gas

Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2, di kapiler
dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti luasnya
permukaan paru, tebal membran respirasi atau permeabilitas yang terdiri atas epitel
alveoli dan interstisial (keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses
penebalan).

Transpotasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :

a. Kardiak output
Merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah. Normalnya 5 L/menit. Saat
volume darah yang dipompakan oleh jatung berkurang, maka jumlah oksigen
yang ditransport juga akan berkurang.
b. Jumlah eritrosit atau Hb
Dalam keadaan anemia oksigen yang berikatan dengan Hb akan berkurang juga
sehingga jaringan akan kekurangan oksigen.
c. Latihan fisik
Aktivitas yang teratur akan berdampak pada keadaan membaiknya pembuluh
darah sebagai sarana transfortasi, sehingga darah akan lancar menuju daerah
tujuan.
d. Hematokrit
Perbandingan antara zat terlarut atau darah dengan zat pelarut atau plasma darah
akan memengaruhi kekentalan darah, semakin kental keadaan darah maka akan
semakin sulit untuk ditransportasi.
e. Suhu lingkungan
Panas lingkungan sangat membantu memperlancar peredaran darah (Eki, 2017).

Anatomi Sistem Pernapasan

1. Hidung
a. Sistem pernapasan Atas
Pada hidung, udara yang masuk akan mengalami proses penyaringan,
humidifikasi dan penghangatan. Dinding hidung terdiri dari jaringan mukosa yang
mengandung cairan mukus dan sel epitel bersilia. Di dalam hidung juga terdapat
jaringan rambut. Partikel debu/ zat asing yang masuk bersama udara akan tertahan
oleh jaringan rambut. Partikel tersebut kemudian jatuh dan melekat/ tertangkap di
cairan mucus. Kemudian sel epitel silia memindahkan cairan mucus bersama
partikel asing tersebut ke tenggorokan. Oleh karena itu, partikel asing yang
berdiameter lebih dari 4-6 μ akan tersaring dan tidak masuk ke sistem pernafasan
(Kusnanto, 2016).
b. Laring-Faring
Laring-faring sering disebut juga dengan tenggorok. Faring terdapat di superior
yang untuk selanjutnya melanjutkan diri menjadi laring. Faring merupakan bagian
belakang dari rongga mulut (kavum oris). Di faring terdapat percabangan 2
saluran yaitu trakea di anterior sebagai saluran nafas dan esophagus di bagian
posterior sebagai saluran pencernaan. Trakea dan esophagus selalu terbuka,
kecuali saat menelan. Ketika bernafas, udara akan masuk ke kedua saluran
tersebut. Melalui gerakan reflek menelan, saluran trakea akan tertutup sehingga
zat makanan akan aman masuk ke esophagus. Refleks menelan akan terjadi bila
makanan yang sudah dikunyah oleh mulut didorong oleh lidah ke belakang
sehingga menyentuh dinding faring. Saat menelan epiglottis dan pita suara akan
menutup trakea. Bila reflek menelan tidak sempurna maka berisiko terjadi aspirasi
(masuknya makanan ke trakea) yang dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas
(Kusnanto, 2017).
2. Sistem pernapasan Bawah
a. Trakea
Merupakan pipa membran yang disokong oleh cincin-cincin kartilago yang
menghubungkan laring dan bronkus utama kanan dan kiri. Di dalam paru, bronkus
utama terbagi menjadi bronku-bronkus yang lebih kecil dan berakhir di bronkiolus
terminal. Keseluruhan jalan napas tersebut membentuk pohon brokus.
b. Bronkus (Cabang Tenggorokan)
Bronkus merupakan cabang batang tenggorokan. Jumlahnya sepasang, yang satu
menuju paru-paru kanan dan yang satu menuju paru-paru kiri. Bronkus yang ke
arah kiri lebih panjang, sempit, dan mendatar daripada yang ke arah kanan. Hal
inilah yang mengakibatkan paru-paru kanan lebih mudah terserang penyakit.
Struktur dinding bronkus hampir sama dengan trakea. Perbedaannya dinding
trakea lebih tebal daripada dinding bronkus. Bronkus akan bercabang menjadi
bronkiolus. Bronkus kanan bercabang menjadi tiga bronkiolus sedangkan bronkus
kiri bercabang menjadi dua bronkiolus.
c. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan cabang dari bronkus. Bronkiolus bercabang-cabang
menjadi saluran yang semakin halus, kecil, dan dindingnya semakin tipis.
Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan tetapi rongganya bersilia. Setiap
bronkiolus bermuara ke alveolus. Disepanjang trakea, bronkus dan bronkiolus,
terdapat jaringan mukosa dengan sel-sel goblet yang diselingi sel epitel bersilia.
Sel goblet menghasilkan cairan mucus yang berperan untuk melembabkan udara
inspirasi dan menagkap partikel-partikel asing. Partikel asing yang tertangkap
akan digerakkan oleh silia sel epitel ke kavum oris (Kusnanto, 2016; Eki 2017).

Fisiologi Pernafasan

1. Pernafasan Eksternal
Pernapasan eksternal (pernapasan pulmoner) mengacu pada keseluruhan
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Secara umum,
proses ini berlangsung dalam langkah, yakni ventilasi pulmoner, pertukaran gas
alveolar, serta transpor oksigen dan karbondioksida.
a. Ventilasi Pulmoner
Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui proses ventilasi
sehingga terjadi pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan alveolus. Proses
ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jalan napas yang bersih,
sistem saraf pusat dan sistem pernapasan yang utuh, rongga toraks yang mampu
mengembang dan berkontraksi dengan baik, serta komplian paru yang adekuat.
b. Pertukaran gas alveolar
Setelah oksigen memasuki alveolus, proses pernapasan berikutnya adalah difusi
oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah pergerakan
molekul dari area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi
atau bertekanan rendah. Proses ini berlangsung di alveolus dan membran kapiler
dan dipengaruhi oleh ketebalan membran serta perbedaan tekanan gas.
c. Transport oksigen dan karbondioksida
Tahap ketiga pada proses pernafasan adalah transport gas-gas pernafasan pada
proses ini, oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan karbondioksida
diangkut dari jaringan kembali menuju paru.
2. Pernapasan Sistemik
Pernapasan internal mengacu pada proses metabolisme intrasel yang berlangsung
dalam mitokondria, yang menggunakan oksigen dan menghasilkan
karbondioksida selama proses penyerapan energi molekul nutrien. Pada proses ini,
darah yang banyak mengandung oksigen dibawa keseluruh tubuh hingga
mencapai kapiler sistemik.

Gangguan-Gangguan pada Fungsi Pernafasan

1. Gangguan Irama Pernafasan


a. Pernapasan Cheyne Stokes
Pernapasan cheyne stokes merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya mula-mula
dangkal, makin naik, kemudian menurun dan berhenti, lalu pernapasan dimulai lagi
dengan siklus yang baru. Jenis pernapasan Ini biasanya terjadi pada klien gagal jantung
kongestif, peningkatan tekanan intrakranial, overdosis obat. Namun secara fisiologis jenis
pernapasan ini, terutama terdapat pada orang di ketinggian 12.000 – 15.000 kaki diatas
permukaan air laut dan pada bayi saat tidur.

b. Pernapasan Biot

Pernapasan biot adalah pernapasan yang mirip dengan pernapasan cheyne stokes, tetapi
amplitudonya rata dan disertai apnea. Keadaan ini kadang ditemukan pada penyakit
radang selaput otak.

c. Pernapasan Kussmaul

Pernapasan kussmaul adalah pernapasan yang jumlah dan kedalamannya meningkat dan
sering melebihi 20 kali/menit. Jenis pernapasan ini dapat ditemukan pada klien dengan
asidosis metabolic dan gagal ginjal.

2. Gangguan frekuensi pernafasan


a. Takipnea
Takipnea merupakan pernapasan yang frekuensinya meningkat dan melebihi
jumlah frekuensi pernapasan normal.
b. Bradipnea
Bradipnea merupakan pernapasan yang frekuensinya menurun dengan jumlah
frekuensi pernapasan dibawah frekuensi pernapasan normal.
3. Insufisiensi pernapasan Penyebab insufisiensi pernapasan dapat dibagi
menjadi tiga kelompok utama yaitu ;
a. Kondisi yang menyebabkan hipoventilasi alveolus, seperti :
1) Kelumpuhan otot pernapasan, misalnya pada poliomyelitis, transeksi
servikal.
2) Penyakit yang meningkatkan kerja ventilasi, seperti asma, emfisema, TBC,
dan lain-lain.
b. Kelainan yang menurunkan kapasitas difusi paru
1) Kelumpuhan otot pernapasan, misalnya pada poliomyelitis, transeksi
servikal.
2) Kondisi yang menyebabkan penebalan membrane pernapasan, misalnya
pada edema paru, pneumonia, dan lainnya.
3) Kondisi yang menyebabkan rasio ventilasi dan perfusi yang tidak normal
dalam beberapa bagian paru, misalnya pada thrombosis paru.
c. Kondisi yang menyebabkan terganggunya pengangkutan oksigen dari
paru-paru ke jaringan
1) Anemia merupakan keadaan berkurangnya jumla total hemoglobin yang
tersedia untuk transfor oksigen.
2) Keracunan karbon dioksida yang menyebabkan sebagian besar
hemoglobin menjadi tidak dapat mengangkut oksigen.
3) Penurunan aliran darah ke jaringan yang disebabkan oleh curah jantung
yang rendah.
4. Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi terjadinya kekurangan oksigen di dalam jaringan.
Hipoksia dapat dibagi kedalam empat kelompok yaitu hipoksemia, hipoksia
hipokinetik, overventilasi hipoksia, dan hipoksia histotoksik.
a. Hipoksemia
Hipoksemia merupakan kondisi kekurangan oksigen didalam darah arteri.
Hipoksemia terbagi menjadi dua jenis yaitu hipoksemia hipotonik (anoksia
anoksik) dan hipoksemia isotonic (anoksia anemik). Hipoksemia hipotonik terjadi
jika tekanan oksigen darah arteri rendah karena karbondioksida dalam darah
tinggi dan hipoventilasi. Hipoksemia isotonik terjadi jika oksigen normal, tetapi
jumlah oksigen yang dapat diikat hemoglobin sedikit. Hal ini dapat terjadi pada
kondisi anemia dan keracunan karbondioksida.
b. Hipoksia hipokinetik Hipoksia hipokinetik merupakan hipoksia yang
terjadi akibat adanya bendungan atau sumbatan. Hipoksia hipokinetik
dibagi menjadi dua jenis yaitu hipoksia hipokinetik iskemik dan hipoksia
hipokinetik kongestif
c. Overventilasi Hipoksia
Overventilasi hipoksia yaitu hipoksia yang terjadi karena aktivitas yang
berlebihan sehingga kemampuan penyediaan oksigen lebih rendah dari
penggunaannya.
d. Hipoksia Histotoksik
Hipoksia histotoksik yaitu keadaan disaat darah di kapiler jaringan mencukupi,
tetapi jaringan tidak dapt menggunakan oksigen karena pengaruh racun sianida.
Hal tersebut mengakibatkan oksigen kembali dalam darah vena dalam jumlah
yang lebih banyak daripada normal (oksigen darah vena meningkat).

Pengkajian Keperawatan

1. Identitas
2. Riwayat Kesehatan
Meliputi pengkajian tentang riwayat masalah kesehatan pada sistem pernapasan
dulu dan sekarang, gaya hidup, adanya batuk, sputum, nyeri, dan adanya faktor
resiko untuk gangguan status oksigenasi.
a. Masalah pada pernapasan (dahulu dan sekarang)
b. Riwayat penyakit
1) Nyeri
2) Paparan lingkungan
3) Batuk
4) Bunyi nafas
5) Faktor resiko penyakit paru
6) Frekuensi infeksi pernapasan
7) Masalah penyakit paru masa lalu
8) Riwayat penggunaan obat
c. Kebiasaan promosi kesehatan : kebiasaan merokok, kebiasaan dalam
bekerja yang dapat memperberat masalah oksigenasi
d. Stressor yang dialami
e. Status mental dan atau kondisi kesehatan
3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi. Pada saat melakukan inspeksi, perawat mengamati dan menilai :
1) Tingkat kesadaran pasien
2) Keadaan umum
3) Postur tubuh
4) Turgor kulit dan membrane mukosa
5) Dada (kontur rongga interkosta, diameter anteroposterior, struktur toraks,
pergerakan dinding dada)
6) Pola napas (frekuensi dan kedalaman pernapasan, durasi inspirasi dan
ekspirasi)
b. Palpasi
Dilakukan dengaan menggunakan tumit tangan pemeriksa mendatar diatas dada
pasien. Saat palpasi, perawat menilai :
1) Taktil fremitus taktil pada dada dan punggung pasien dengan memintanya
menyebutkan “tujuh-tujuh” secara ulang. Normalnya, fremitus taktil akan
terasa pada individu yang sehat dan meningkat pada kondisi konsolidasi.
Getaran meningkat : pneumonia, penumpukan sekret, atektasis yang belum
totalm infark atau fibrosis paru.
Getaran menurun : efusi pleura, pneumothorak, penebalan pleura, emfisema atau
sumbatan bronkus.
2) Dinding thorak: adakah pulsasi, rasa nyeri, tumor, cekungan ? Serta
bandingkan perbedaan dinding thorak bagian kanan dan kiri.
c. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ dalam serta
mengkaji adanya abnormalitas, cairan / udara dalam paru. Normalnya, dada
menghasilkan bunyi resonan / gaung perkusi. Berikut beberapa macam suara
ketukan yang timbul :
1) Sonor. Suara normal terdengar di seluruh lapang paru-paru
2) Redup. Suara yang timbul akibat konsolidasi paru (pemadatan); tumor,
atalektasis, atau cairan
3) Hipersonor. Suara yang ditimbulkan lebih keras dibandingkan dengan
suara sonor; akibat adanya udara berlebihan di paru-paru
4) Timpani. Suara yang terdengar nyaring seperti jika memukul gendang.
Normalnya terdengar di bawah diafragma kiri, dimana terletak lambung
dan usus besar. Namun jika terdengar di dinding thorak, artinya tidak
normal; akibat adanya udara
d. Auskultasi
1) Auskultasi sistem kardiovaskuler meliputi: pengkajian dalam mendeteksi
bunyi S1dan S2 normal/tidak normal, bunyi murmur, serta bunyi gesekan.
Auskultasi juga digunakan untuk mengidentifikasi bunyi bruit di atas arteri
karotis, aorta abdomen, dan arteri femoral.
2) Auskultasi bunyi paru dilakukan dengan mendengarkan gerakan udara di
sepanjang lapangan paru. Suara napas tambahan terdengar, jika suatu
daerah paru mengalami kolaps, terdapat cairan atau terjadi obstruksi.
4. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengkaji status, fungsi dan oksigenasi
pernapasan pasien. Beberapa jenis pemeriksaan diagnostik antara lain :
a. Penilaian ventilasi dan oksigenasi : uji fungsi paru, pemeriksaan gas darah
arteri, oksimetri, pemeriksaan darah lengkap
b. Tes struktur sistem pernapasan : sinar- x dada, bronkoskopi, scan paru
c. Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernapasan : kultur
kerongkongan, sputum, uji kulit torakosintesis

Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul untuk klien dengan masalah


oksigenasi adalah (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola nafas tidak efektif
3. Rencana Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan Keperawatan dan Rencana Tindakan


DX Keperawatan Kriteria Hasil
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan asuhan Airway management
nafas tidak keperawatan selama …. x 24 jam -Jaga kepatenan jalan
efektif Respiratory : airway patency napas: buka jalan napas,
Subyektif: -Klien mampu mengidentifikasi suction, fisioterapi dada
-Sulit bicara dan mencegah faktor yang dapat sesuai indikasi
-Monitor pemberian
-Dispnea menghambat jalan napas oksigen, vital sign
-Ortopnea -Menunjukan jalan napas yang tiap .... jam
Obyektif: paten: klien tidak merasa -Monitor status
-Sputum tercekik, tidak terjadi aspirasi, respirasi: adanya suara
berlebih frekuensi napas dalam rentang tambahan
-Terdengar suara normal -Ajarkan teknik nafas
mengi/ -Tidak ada suara napas abnormal dalam dan batuk napas
wheezing, dan / -Tidak ada bunyi napas efektif
ronkhi kering tambahan -Kolaborasi dengan tim
-Frekuensi napas -Mampu mengeluarkan sputum medis pemberian O2,
berubah dari jalan napas bronkodilator, terapi
-Bunyi napas nebulizer, insersi jalan
menurun nafas, dan pemeriksaan
-Pola napas laboratorium: AGD
berubah Suction
-Monitor dan catat tipe
dan jumlah sekret
pencegahan aspirasi
-Monitor saturasi
oksigen dan status
hemodinamik selama
dan setelah suction
Pencegahan Aspirasi
-Monitor tingkat
kesadaran, reflek batuk,
muntah, dan
kemampuan menelan
-Tinggikan posisi kepala
tempat tidur 30-45
derajat setelah makan
untuk mencegah aspirasi
dan mengurangi dispnea
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan asuhan Airway management
efektif keperawatan selama …. x 24 jam -Pantau adanya pucat
Subyektif: Respiratory : ventilation dan sianosis
-Dispnea -Ekspirasi dada simetris -Pantau efek obat pada
-Ortopnea -Tidak terdapat pengunaan otot status respirasi
Obyektif: bantu pernapasan -Pantau bunyi respirasi,
-Penggunaan -Tidak terdengar bunyi napas pola respirasi, dan vital
otot bantu tambahan sign
pernapasan -TTV dalam batas normal -Kaji TTV dan adanya
-Fase ekspirasi -Fungsi paru menunjukkan nilai sianosis
memanjang dalam batas normal -Kaji adanya penurunan
-Pola napas ventilasi dan bunyi
abnormal napas tambahan, serta
-Pernapasan kebutuhan insersi jalan
cuping hidung napas
-Tekanan -Monitor pola
ekspirasi / pernapasan (bradipnea,
inspirasi takipnea, hiperventilasi):
menurun kecepatan, irama,
kedalaman, dan usaha
respirasi
-Monitor tipe
pernapasan :kussmaul,
cheyne stoker, biot
-Pertahankan pemberian
O2 sesuai kebutuhan
-Informasikan dan
ajarkan kepada klien dan
keluarga tentang teknik
relaksasi
-Kolaborasi dengan tim
medis untuk program
terapi, pemberian
oksigen, bronkodilator,
nebulizer, serta
pemeriksaan medis

DAFTAR PUSTAKA

Eki. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Pmemenuhan Kebutuhan Oksigen


Pada Pasien Dengan Congestive Heart Failure (CHF) di IRNA Penyakit
Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2017. Padang; Politeknik
Kesehatan Kemenkes Padang.

Hidayat, A.A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta; Penerbit Salemba Medika.

Kusnanto. (2016). Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigen. Surabaya;


Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagostik. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Tarwoto & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi
5. Jakarta; Penerbit Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai