Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN

KEBUTUHAN OKSIGENASI

Disusun Oleh :
Wahyu tiyo takeshi p
P1337420120325

PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG


KELAS KENDAL
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KEEHATAN SEMARANG
2022
KONSEP DASAR OKSIGENASI
A. Pengertian
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia. Dalam
tubuh, oksigen berperan penting bagi proses metabolisme sel secara fungsional. Tidak adanya
oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional mengalami kemunduran atau bahkan
dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu, kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang
paling utama dan sangat vital bagi tubuh. Oksigenasi adalah sebuah proses dalam pemenuhan
kebutuhan O2 dan pembuangan CO2. Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari
kondisi sistem pernapasan secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem
respirasi, maka kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan. Apabila lebih dari 4 menit
seseorang tidak mendapatkan oksigen, maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak
dapat diperbaiki dan kemungkinan berujung fatal seperti meninggal (Kusnanto, 2016).
B. Etiologi
Menurut Ambarwati (2014) dalam Eki (2017), terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kebutuhan oksigen, seperti faktor fisiologis, status kesehatan, faktor
perkembangan, faktor perilaku, dan lingkungan.
1. Faktor fisiologis Gangguan pada fungsi fisiologis akan berpengaruh pada kebutuhan oksigen
seseorang. Kondisi ini dapat mempengaruhi fungsi pernapasannya diantaranya adalah :
a. Penurunan kapasitas angkut oksigen seperti pada pasien anemia atau pada saat terpapar zat
beracun
b. Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi
c. Hipovolemia
d. Peningkatan laju metabolik
e. Kondisi lain yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti kehamilan, obesitas dan
penyakit kronis
2. Status kesehatan
Pada individu yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar oksigen yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi, pada individu yang sedang mengalami
sakit tertentu, proses oksigenasi dapat terhambat sehingga mengganggu pemenuhan
kebutuhan oksigen tubuh seperti gangguan pada sistem pernapasan, kardiovaskuler dan
penyakit kronis.
3. Faktor perkembangan
Tingkat perkembangan juga termasuk salah satu faktor penting yang mempengaruhi sistem
pernapasan individu. Berikut faktor-faktor yang dapat mempengaruhi individu berdasarkan
tingkat perkembangan :
a. Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan
b. Bayi dan toddler: adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut
c. Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan dan merokok
d. Dewasa muda dan paruh baya: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, dan stres yang
mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru
e. Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan arteriosklerosis,
elastisitas menurun, dan ekspansi paru menurun
4. Faktor perilaku
Perilaku keseharian individu tentunya juga dapat mempengaruhi fungsi pernapasan. Status
nutrisi, gaya hidup, kebiasaan olahraga, kondisi emosional dan penggunaan zatzat tertentu
secara sedikit banyaknya akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.
5. Lingkungan
Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen. Kondisi lingkungan yang
dapat mempengaruhi pemenuhan oksigenasi yaitu :
a. Suhu lingkungan
b. Ketinggian
c. Tempat kerja (polusi)

C. Proses Oksigenasi
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas 3 tahapan yaitu ventilasi,
difusi dan transportasi (Kusnanto, 2016).
1. Ventilasi Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau
dari alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi (inspirasi-ekspirasi). Ventilasi paru
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat maka tekanan
udara semakin rendah. Demikian pula sebaliknya.
b. Daya pengembangan dan pengempisan thorak dan paru pada alveoli dalam melaksanakan
ekspansi atau kembang kempis.
c. Jalan napas. Inspirasi udara dimulai dari hidung hingga alveoli dan sebaliknya saat ekspirasi,
yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf
otonom. Terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi
vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan kontriksi sehingga dapat
menyebabkan vasokontriksi atau proses penyempitan.
d. Pengaturan Nafas Pusat pernafasan terdapat pada medulla oblongata dan pons. Pusat nafas
biasanya terangsang oleh peningkatan CO2 darah yang merupakan hasil metabolism sel yang
mampu dengan mudah melewati sawar darah otak atau sawar darah cairan cerebrospinalis.
Kenaikan CO2 inilah yang akan meningkatkan konsentrasi hydrogen dan akan merangsang
pusat nafas. Perangsangan pusat pernafasan oleh peningkatan CO2 merupakan mekanisme
umpan balik yang penting untuk mengatur konsentrasi CO2 seluruhtubuh. Adanya trauma
kepala atau edema otak atau peningkaan tekanan intracranial dapat menyebabkan gangguan
pada system pengendalian ini.

2. Difusi gas
Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2, di kapiler
dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti luasnya
permukaan paru, tebal membran respirasi atau permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan
interstisial (keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan).
Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 (hal ini sebagai mana O2 dari alveoli masuk ke dalam
darah oleh karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah
vena pulmonalis, masuk dalam darah secara difusi).
a. Luasnya permukaan paru Bila luas permukaan total berkurang menjadi tinggal sepertiga saja,
pertukaran gasgas tersebut dapat terganggu secara bermakna bahkan dalam keadaan istirahat
sekalipun. Penurunan luas permukaan membran yang paling sedikitpun dapat menganggu
pertukaran gas yang hebat saat olahraga berat atau aktifitas lainnya. Pada konsolidasi paru
seperti dijumpai pada randang paru akut, atau pada tuberkulosa paru, pengangkatan sebagian
lobus paru, terjadi penurunan luas permukaan membran respirasi.
b. Tebalnya membran respirasi atau permeabilitas yang terjadi antara epitel alveoli dan
intertisial. Keduanya ini dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan.
c. Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2. Hal ini dapat terjadi sebagaimana O2 dari alveoli
masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2 dari rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2
dalam darah vena pulmonalis (masuk dalam darah secara berdifusi ) dan PaCO. Dalam arteri
pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli.
d. Afinitas gas Yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat hb.
3. Transportasi gas
Merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan
tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, oksigen akan berikatan dengan hb membentuk
oksihemoglobin (97 %) dan larut dalam plasma (3 %) sedangkan co2 akan berikatan dengan hb
membentuk karbominohemiglobin (3o%) dan larut dalm plasma (50%) dan sebagaian menjadi
Hco3 berada pada darah (65%). Transpotasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya :
a. Kardiak output Merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah. Normalnya 5 L/menit.
Saat volume darah yang dipompakan oleh jatung berkurang, maka jumlah oksigen yang
ditransport juga akan berkurang.
b. Jumlah eritrosit atau HB Dalam keadaan anemia oksigen yang berikatan dengan Hb akan
berkurang juga sehingga jaringan akan kekurangan oksigen.
c. Latihan fisik Aktivitas yang teratur akan berdampak pada keadaan membaiknya pembuluh
darah sebagai sarana transfortasi, sehingga darah akan lancar menuju daerah tujuan.
d. Hematokrit Perbandingan antara zat terlarut atau darah dengan zat pelarut atau plasma
darah akan memengaruhi kekentalan darah, semakin kental keadaan darah maka akan semakin
sulit untuk ditransportasi.
e. Suhu lingkungan Panas lingkungan sangat membantu memperlancar peredaran darah (Eki,
2017).
D. Anatomi Sistem Pernapasan
1. Sistem pernapasan Atas
a. Hidung Pada hidung, udara yang masuk akan mengalami proses penyaringan, humidifikasi
dan penghangatan. Dinding hidung terdiri dari jaringan mukosa yang mengandung cairan
mukus dan sel epitel bersilia. Di dalam hidung juga terdapat jaringan rambut. Partikel debu/ zat
asing yang masuk bersama udara akan tertahan oleh jaringan rambut. Partikel tersebut
kemudian jatuh dan melekat/ tertangkap di cairan mucus. Kemudian sel epitel silia
memindahkan cairan mucus bersama partikel asing tersebut ke tenggorokan. Oleh karena itu,
partikel asing yang berdiameter lebih dari 4-6 μ akan tersaring dan tidak masuk ke sistem
pernafasan (Kusnanto, 2016).
b. Laring-Faring Laring-faring sering disebut juga dengan tenggorok. Faring terdapat di superior
yang untuk selanjutnya melanjutkan diri menjadi laring. Faring merupakan bagian belakang dari
rongga mulut (kavum oris). Di faring terdapat percabangan 2 saluran yaitu trakea di anterior
sebagai saluran nafas dan esophagus di bagian posterior sebagai saluran pencernaan. Trakea
dan esophagus selalu terbuka, kecuali saat menelan. Ketika bernafas, udara akan masuk ke
kedua saluran tersebut. Melalui gerakan reflek menelan, saluran trakea akan tertutup sehingga
zat makanan akan aman masuk ke esophagus. Refleks menelan akan terjadi bila makanan yang
sudah dikunyah oleh mulut didorong oleh lidah ke belakang sehingga menyentuh dinding
faring. Saat menelan epiglottis dan pita suara akan menutup trakea. Bila reflek menelan tidak
sempurna maka berisiko terjadi aspirasi (masuknya makanan ke trakea) yang dapat
menyebabkan obstruksi saluran nafas (Kusnanto, 2017).

2. Sistem Pernapasan Bawah


a. Trakea Merupakan pipa membran yang disokong oleh cincin-cincin kartilago yang
menghubungkan laring dan bronkus utama kanan dan kiri. Di dalam paru, bronkus utama
terbagi menjadi bronku-bronkus yang lebih kecil dan berakhir di bronkiolus terminal.
Keseluruhan jalan napas tersebut membentuk pohon brokus.
b. Bronkus (Cabang Tenggorokan) Bronkus merupakan cabang batang tenggorokan. Jumlahnya
sepasang, yang satu menuju paru-paru kanan dan yang satu menuju paru-paru kiri. Bronkus
yang ke arah kiri lebih panjang, sempit, dan mendatar daripada yang ke arah kanan. Hal inilah
yang mengakibatkan paru-paru kanan lebih mudah terserang penyakit. Struktur dinding
bronkus hampir sama dengan trakea. Perbedaannya dinding trakea lebih tebal daripada dinding
bronkus. Bronkus akan bercabang menjadi bronkiolus. Bronkus kanan bercabang menjadi tiga
bronkiolus sedangkan bronkus kiri bercabang menjadi dua bronkiolus.
c. Bronkiolus Bronkiolus merupakan cabang dari bronkus. Bronkiolus bercabang-cabang
menjadi saluran yang semakin halus, kecil, dan dindingnya semakin tipis. Bronkiolus tidak
mempunyai tulang rawan tetapi rongganya bersilia. Setiap bronkiolus bermuara ke alveolus.
Disepanjang trakea, bronkus dan bronkiolus, terdapat jaringan mukosa dengan sel-sel goblet
yang diselingi sel epitel bersilia. Sel goblet menghasilkan cairan mucus yang berperan untuk
melembabkan udara inspirasi dan menagkap partikel-partikel asing. Partikel asing yang
tertangkap akan digerakkan oleh silia sel epitel ke kavum oris (Kusnanto, 2016; Eki 2017).

E. Fisiologi Pernapasan
1. Pernapasan Eksternal Pernapasan eksternal ( pernapasan pulmoner) mengacu pada
keseluruhan pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Secara umum,
proses ini berlangsung dalam langkah, yakni ventilasi pulmoner, pertukaran gas alveolar, serta
transpor oksigen dan karbondioksida.
a. Ventilasi pulmoner Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui proses
ventilasi sehingga terjadi pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan alveolus. Proses
ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jalan napas yang bersih, sistem saraf pusat
dan sistem pernapasan yang utuh, rongga toraks yang mampu mengembang dan berkontraksi
dengan baik, serta komplian paru yang adekuat.
b. Pertukaran gas alveolar Setelah oksigen memasuki alveolus, proses pernapasan berikutnya
adalah difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah pergerakan
molekul dari area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi atau
bertekanan rendah. Proses ini berlangsung di alveolus dan membran kapiler dan dipengaruhi
oleh ketebalan membran serta perbedaan tekanan gas.
c. Transport oksigen dan karbondioksida Tahap ketiga pada proses pernafasan adalah transport
gas-gas pernafasan pada proses ini, oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan
karbondioksida diangkut dari jaringan kembali menuju paru.
2. Pernapasan Sistemik

Pernapasan internal mengacu pada proses metabolisme intrasel yang berlangsung dalam mitokondria,
yang menggunakan oksigen dan menghasilkan karbondioksida selama proses penyerapan energi
molekul nutrien. Pada proses ini, darah yang banyak mengandung oksigen dibawa keseluruh tubuh
hingga mencapai kapiler sistemik.

F. Gangguan-Gangguan pada Fungsi Pernapasan

1. Gangguan Irama Pernapasan

a. Pernapasan Cheyne Stokes

Pernapasan cheyne stokes merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya mulamula dangkal, makin
naik, kemudian menurun dan berhenti, lalu pernapasan dimulai lagi dengan siklus yang baru. Jenis
pernapasan Ini biasanya terjadi pada klien gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan intrakranial,
overdosis obat. Namun secara fisiologis jenis pernapasan ini, terutama terdapat pada orang di
ketinggian 12.000 – 15.000 kaki diatas permukaan air laut dan pada bayi saat tidur.

b. Pernapasan Biot

Pernapasan biot adalah pernapasan yang mirip dengan pernapasan cheyne stokes, tetapi amplitudonya
rata dan disertai apnea. Keadaan ini kadang ditemukan pada penyakit radang selaput otak.

c. Pernapasan Kussmaul Pernapasan kussmaul adalah pernapasan yang jumlah dan kedalamannya
meningkat dan sering melebihi 20 kali/menit. Jenis pernapasan ini dapat ditemukan pada klien dengan
asidosis metabolic dan gagal ginjal.

2. Gangguan frekuensi pernapasan

a. Takipnea

Takipnea merupakan pernapasan yang frekuensinya meningkat dan melebihi jumlah frekuensi
pernapasan normal.

b. Bradipnea

Bradipnea merupakan pernapasan yang frekuensinya menurun dengan jumlah frekuensi pernapasan
dibawah frekuensi pernapasan normal.
3. Insufisiensi pernapasan Penyebab insufisiensi pernapasan dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama
yaitu ;

a. Kondisi yang menyebabkan hipoventilasi alveolus, seperti :

1) Kelumpuhan otot pernapasan, misalnya pada poliomyelitis, transeksi servikal.

2) Penyakit yang meningkatkan kerja ventilasi, seperti asma, emfisema, TBC, dan lain-lain.

b. Kelainan yang menurunkan kapasitas difusi paru

1) Kondisi yang menyebabkan luas permukaan difusi berkurang misalnya kerusakanjaringan paru, TBC,
kanker dan lain-lain.

2) Kondisi yang menyebabkan penebalan membrane pernapasan, misalnya pada edema paru,
pneumonia, dan lainnya.

3) Kondisi yang menyebabkan rasio ventilasi dan perfusi yang tidak normal dalam beberapa bagian paru,
misalnya pada thrombosis paru.

c. Kondisi yang menyebabkan terganggunya pengangkutan oksigen dari paru-paru ke jaringan

1) Anemia merupakan keadaan berkurangnya jumla total hemoglobin yang tersedia untuk transfor
oksigen.

2) Keracunan karbon dioksida yang menyebabkan sebagian besar hemoglobin menjadi tidak dapat
mengangkut oksigen.

3) Penurunan aliran darah ke jaringan yang disebabkan oleh curah jantung yang rendah.

4. Hipoksia

Hipoksia merupakan kondisi terjadinya kekurangan oksigen di dalam jaringan. Hipoksia dapat dibagi
kedalam empat kelompok yaitu hipoksemia, hipoksia hipokinetik, overventilasi hipoksia, dan hipoksia
histotoksik.

a. Hipoksemia Hipoksemia merupakan kondisi kekurangan oksigen didalam darah arteri. Hipoksemia
terbagi menjadi dua jenis yaitu hipoksemia hipotonik (anoksia anoksik) dan hipoksemia isotonic (anoksia
anemik). Hipoksemia hipotonik terjadi jika tekanan oksigen darah arteri rendah karena karbondioksida
dalam darah tinggi dan hipoventilasi. Hipoksemia isotonik terjadi jika oksigen normal, tetapi jumlah
oksigen yang dapat diikat hemoglobin sedikit. Hal ini dapat terjadi pada kondisi anemia dan keracunan
karbondioksida.

b. Hipoksia hipokinetik Hipoksia hipokinetik merupakan hipoksia yang terjadi akibat adanya bendungan
atau sumbatan. Hipoksia hipokinetik dibagi menjadi dua jenis yaitu hipoksia hipokinetik iskemik dan
hipoksia hipokinetik kongestif.

c. Overventilasi hipoksia Overventilasi hipoksia yaitu hipoksia yang terjadi karena aktivitas yang
berlebihan sehingga kemampuan penyediaan oksigen lebih rendah dari penggunaannya.

d. Hipoksia histotoksik Hipoksia histotoksik yaitu keadaan disaat darah di kapiler jaringan mencukupi,
tetapi jaringan tidak dapt menggunakan oksigen karena pengaruh racun sianida. Hal tersebut
mengakibatkan oksigen kembali dalam darah vena dalam jumlah yang lebih banyak daripada normal
(oksigen darah vena meningkat).

G. Pathway

Pernapasan

Oksigenasi

Ventilasi Transportasi

Inspirasi / Ekspirasi Adanya sumbatan

Inadekuat pada jalan napas

Difusi

Obstriksi jalan napas

Pola napas tidak


efektif

Berihan jalan napas


tidak efektif

Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul untuk klien dengan masalah oksigenasi adalah (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017) :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif

2. Pola nafas tidak efektif


PERENCANAAN (Nursing Care Plan)

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi


D.0001 L.01001 1.01006
Bersihan jalan nafas Bersihan Jalan Napas Latihan Batuk Efektif
tidak efektif Definisi:
Setelah dilakukan Intervensi
Melatih pasien yang
keperawatan selama 3x 24 jam,
Definisi : tidak memiliki
maka status kenyamanan
Ketidakmampuan kemampuan batuk
meningkat dengan kriteria
beradaptasi dengan secara efektif untuk
hasil :
pengurangan bantuan membersihkan laring,
1. Batuk efektif meningkat
ventilator mekanik trakea dan brokiolus
2. Produksi sputum menurun dari sekret atau benda
yang dapat menghambat
3. Mengi menurun asing di jalan napas.
dan
memperlama proses 4. Wheezing menurun
Tindakan :
penyapihan. 5. Mekonium (pada neonates) Observasi
menurun  Identifikasi kemampuan
6. Dyspnea menurun batuk
7. Ortopnea menurun  Monitor adanya retensi
8. Sulit bicara menurun sputum
9. Sianosis menurun  Monitor tanda dan gejala
10. Gelisah menurun infeksi saluran napas
11. Frekuensi napas membaik  Monitor input dan output
cairan (mis. jumlah dan
12. Pola nafas membaik
karakteristik)
Terapeutik
 Atur posisi semi-Flower
atau flower
 Pasang perlak dan bengkok
di pangkuan pasien
 Buang sekret pada tempat
sputum
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
 Anjurkan tarik napasdalam
melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
 Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
 Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik
napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika
Perlu

1.01011
Managemen Jalan Nafas

Definisi:
Mengidentifikasi dan
mengelola kepatenan
jalan napas

Tindakan :
Observasi
 Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
 Monitor bunyi napas
tambahan (mis. gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi
kering)
 Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-
tilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika curiga trauma
servikal)
 Posisikan semi- Flower
atau Flower
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
 lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

1.01014
Pemantauan Respirasi

Definisi:
Mengumpulkan dan
menganalisis data
untuk memastikan
kepatenan jalan napas
dan keefektifan
pertukaran gas

Tindakan :
Observasi
 Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas.
 Monitor pola napas
(seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne- Stokes,
Biot, ataksik)
 Monitor kemampuan batuk
efektif
 Monitor adanya sumbatan
jalan napas
 Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai A G D
 Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
 Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
 Dokumtasikan hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantaun
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

D.0005 L.01004 1.01011


Pola Nafas Tidak Pola Nafas
Efektif Setelah dilakukan intervensi Managemen Jalan Nafas
keperawatan selama 3x 24 jam,
Definisi : maka status pernapasan Definisi:
Inspirasi dan/atau membaik dengan kriteria hasil Mengidentifikasi dan
ekspirasi yang tidak : mengelola kepatenan
memberikan ventilasi 1. Ventilasi semenit jalan napas
adekuat meningkat
2. Kapasitas vital meningkat Tindakan :
Observasi
3. Diameter thoraks
 Monitor pola napas
anteriorposteilor
meningkat (frekuensi, kedalaman,
4. Tekanan ekspirasi usaha napas)
meningkat  Monitor bunyi napas
5. Tekanan inspirasi tambahan (mis. gurgling,
meningkat mengi, wheezing, ronkhi
6. Dyspnea menurun kering)
7. Penggunaan otot bantu  Monitor sputum (jumlah,
napas menurun warna, aroma)
8. Pemanjangan fase ekspirasi Terapeutik
menurun  Pertahankan kepatenan
9. Ortopnea menurun jalan napas dengan head-
10. Pernapasan pursed-tip tilt dan chin-lift (jaw-
menurun thrust jika curiga trauma
11. Pernapasan cuping hidung servikal)
menurun  Posisikan semi- Flower
12. Frekuensi napas membaik atau Flower
13. Kedalaman napas membaik  Berikan minum hangat
14. Ekskursi dada membaik  Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
 lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
1.01014
Pemantauan Respirasi

Definisi:
Mengumpulkan dan
menganalisis data
untuk memastikan
kepatenan jalan napas
dan keefektifan
pertukaran gas

Tindakan :
Observasi
 Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas.
 Monitor pola napas
(seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne- Stokes,
Biot, ataksik)
 Monitor kemampuan batuk
efektif
 Monitor adanya sumbatan
jalan napas
 Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai A G D
 Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
 Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
 Dokumtasikan hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantaun
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Anda mungkin juga menyukai