Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

Disusun dalam rangka memenuhi tugas


stase Keperawatan Dasar

Disusun oleh :

Elmelisa Luturmas : A1C121013


Sitti santi : A1C1210
Jusmira : A1C1210
Ivon dukkun : A1C1210

CI INSTITUSI CI LAHAN

(…………………………..) (…………………………..)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
2021
GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. Definisi

Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam system (kimia


atau fisika). Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang
sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Pemberian O2 Binasal
merupakan pemberian oksigen melalui hidung dengan kanula ganda.

Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O 2) lebih dari 21 %


pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh.
Oksigenasi juga dapat diartikan sebagai kegiatan memasukkan zat asam (O2) ke
dalam paru dengan alat khusus.

Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O 2). Kebutuhan


fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan
untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya,
dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang
tidak mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang
tidak dapat diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal. Dalam keadaan
biasa manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam) atau
sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam mempertahakan
kelangsungan metabolisme sel. Sehingga di perlukan fungsi respirasi yang
adekuat. Terapi oksigen merupakan salah satu terapi pernafasan dalam
mempertahankan oksigenasi yang bertujuan untuk memberikan transpor
oksigen yang adekuat dalam darah serta menurunkan upaya bernafas dan
mengurangi stress pada miokardium.
Beberapa metode pemberian oksigen:

a. Low Flow Oxygen System. Hanya menyediakan sebagian dari udara inspirasi
total pasien. Pada umumnya sistem ini lebih nyaman untuk pasien tetapi
pemberiannya bervariasi menurut pola pernafasan pasien.
b. High Flow Oxygen System. Menyediakan udara inspirasi total untuk pasien.
Pemberian oksigen dilakukan dengan konsisten, teratur, teliti dan tidak
bervariasi dengan pola pernafasan pasi
B. ETIOLOGI
1. Lingkungan
Pada lingkungan yang panas tubuh berespon dengan terjadinya
vasodilatasi pembuluh darah perifer, sehingga darah banyak mengalir ke
kulit. Hal tersebut mengakibatkan panas banyak dikeluarkan melalui kulit.
Respon demikian menyebabkan curah jantung meningkat dan kebutuhan
oksigen pun meningkat. Sebaliknya pada lingkungan yang dingin, pembuluh
darah mengalami konstriksi dan penurunan tekanan darah sehingga
menurunkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen.
Pengaruh lingkungan terhadap oksigen juga ditentukan oleh ketinggian
tempat. Apabila seseorang berada pada tempat yang tinggi, misalnya pada
ketinggian 3000 meter diatas permukaan laut, maka tekanan oksigen alveoli
berkurang sehingga kandungan oksigen dalam paru-paru sedikit.
Semakin tinggi suatu tempat maka makin sedikit kandungan oksigennya,
sehingga seseorang yang berada pada tempat yang tinggi akan mengalami
kekurangan oksigen.
Selain itu, kadar oksigen di udara juga dipengaruhi oleh polusi udara.
Udara yang dihirup pada lingkungan yang mengalami polusi udara memiliki
konsentrasi oksigen rendah. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan oksigen
dalam tubuh tidak terpenuhi secara optimal. Respon tubuh terhadap
lingkungan polusi udara diantaranya mata perih, sakit kepala, pusing, batuk
dan merasa tercekik.
2. Latihan
Latihan fisik atau peningkatan aktivitas dapat meningkatkan denyut jantung
dan respirasi rate sehingga kebutuhan terhadap oksigen semakin tinggi.
3. Emosi
Takut, cemas, dan marah akan mempercepat denyut jantung sehingga
kebutuhan oksigen meningkat.
4. Gaya Hidup
Kebiasaan merokok akan memengaruhi status oksigenasi seseorang sebab
merokok dapat memperburuk penyakit arteri koroner dan pembuluh darah
arteri. Nikotin yang terkandung dalam rokok dapat menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh darah darah koroner.
Akibatnya, suplai darah ke jaringan menurun.
5. Status Kesehatan
Pada orang sehat, sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi berfungsi
dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh secara
adekuat. Sebaliknya, orang yang mempunyai penyakit jantung ataupun
penyakit pernapasan dapat mengalami kesulitan dalam pemenuhan
kebutuhan oksigen tubuh.
6. Saraf Otonom
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonom dapat
mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi. Hal ini dapat
terlihat ketika terjadi rangsangan baik oleh simpatis maupun parasimpatis.
Ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmiter (simpatis mengeluarkan
noradrenalin yang berpengaruh pada bronkhodilatasi, sedangkan
parasimpatis mengeluarkan asetilkolin yang berpengaruh pada
bronkhokonstriksi) karena terdapat reseptor adrenergik dan reseptor
kolinergik pada saluran pernafasan.
7. Hormonal dan Obat
Semua hormon termasuk derivat katekolamin yang dapat melebarkan
saluran pernafasan. Obat yang tergolong parasimpatis, seperti sulfa
atropin dan ekstrak belladona, dapat melebarkan saluran nafas. Sedangkan
obat yang menghambat adrenergik tipe beta (khususnya beta-2), seperti
obat yang tergolong penyakat beta nonselektif, dapat mempersempit saluran
nafas (bronkhokontriksi).
8. Alergi pada Saluran Nafas
Banyak faktor yang menimbulkan keadaan alergi antara lain debu, bulu
binatang, serbuk benang sari bunga, kapuk, makanan, dan lain-lain. Hal-hal
tersebut dapat menyebabkan bersin apabila ada rangsangan di daerah nasal,
batuk apabila rangsangannya di saluran nafas bagian atas, bronkhokontriksi
terjadi pada asma bronkhiale, dan rhinitis jika rangsangannya terletak di
saluran nafas bagian bawah.
9. Faktor Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan
oksigenasi karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring dengan usia
perkembangan anak. Hal ini dapat terlihat pada bayi usia prematur, yaitu
adanya kecenderungan kekurangan pembentukan surfaktan. Setelah anak
tumbuh dewasa, kemampuan kematangan organ juga berkembang seiring
bertambahnya usia.
10. Usia
Perubahan yang terjadi karena penuaan yang memengaruhi sistem
pernapasan lansia menjadi sangat penting jika sistem mengalami gangguan
akibat perubahan seperti infeksi, stres fisik atau emosional, pembedahan,
anestesi, atau prosedur lain. Perubahan-perubahan tersebut adalah:
a. Dinding nada dan jalan napas menjadi lebih kaku dan kurang elastis.
b. Jumlah pertukaran udara menurun.
c. Refleks batuk dan kerja silia berkurang.
d. Membran mukosa menjadi lebih kering dan lebih rapuh.
e. Terjadi penurunan kekuatan otot dan daya tahan.
f. Apabila terjadi osteoporosis, keadekuatan ekspansi paru dapat menurun.
g. Terjadi penurunan efesiensi sistem imun.
h. Penyakit refluks gastroesofagus lebih sering terjadi pada lansia dan
meningkatkan risiko aspirasi. Aspirasi isi lambung ke dalam paru sering
kali menyebabkan bronkospasme dengan menimbulkan respon
inflamasi.
11. Gaya Hidup
Olahraga fisik atau aktivitas fisik meningkatkan frekuensi dan kedalaman
pernapasan dan oleh karena itu juga meningkatkan suplai oksigen di dalam
tubuh. Sebaliknya, orang yang banyak duduk, kurang memiliki ekspansi
alveolar dan pola napas dalam seperti yang dimiliki oleh orang yang
melakukan akvitas secara teratur dan mereka tidak mampu berespons
secara efektif terhadap stresor pernapasan.
12. Stres
Apabila stres dan stresor dihadapi, baik respon psikologis maupun
fisiologis dapat memengaruhi oksigenasi. Beberapa orang dapat
mengalami hiperventilasi sebagai respon terhadap stres. Apabila ini terjadi,
PO2 arteri meningkat dan PCO2 menurun. Akibatnya, orang dapat
mengalami berkunang-kunang dan bebas serta kesemutan pada jari
tangan, jari kaki, dan di sekitar mulut
C. PATOFISIOLOGI

Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi.


Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar
dari dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen
tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan
nafas sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi
(penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan
menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses
ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume
sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat
mempengaruhi pertukaran gas.

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Bunyi nafas tambahan (ronchi, wheezing, stridor)

2. Perubahan pada irama dan frekuensi pernafasan

3. Batuk tidak ada atau tidak efektif

4. Sianosis

5. Kesulitan untuk bersuara

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Metode Morfologis
a. Radiologi
Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil
terhadap jalannya sinar X sehingga memberi bayangan yang sangat
memancar. Bagian padat udara akan memberikan udara bayangan yang
lebih padat karena sulit ditembus sinar X. benda yang padat member
kesan warna lebih putih dari bagian berbentuk udara.
b. Bronkoskopi
Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trachea dan
cabang utamanya. Biasanya digunakan untuk memastikan karsinoma
bronkogenik, atau untuk membuang benda asing. Setelah tindakan ini
pasien tidak bolelh makan atau minum selama 2 -3 jam sampai tikmbul
reflex muntah. Jika tidak, pasien mungki9n akan mengalami aspirasi ke
dalam cabanga trakeobronkeal.
c. Pemeriksaan Biopsi
Manfaat biopsy paru –paru terutama berkaitan dengan penyakit paru
yang bersifat menyebar yang tidak dapat didiagnosis dengan cara lain.
d. Pemerikasaan Sputum
Bersifat mikroskopik dan penting untuk mendiagnosis etiologi berbagai
penyakit pernapasan. Dapat digunakan untuk menjelaskan organisme
penyebab penyakit berbagai pneumonia, bacterial, tuberkulosa, serta
jamur. Pemeriksaan sitologi eksploitatif pada sputum membantu proses
diagnosis karsinoma paru. Waktu yang baik untuk pengumpulan
sputum adalah pagi hari bangun tidur karena sekresi abnormal bronkus
cenderung berkumpul waktu tidur.
2. Metode Fisiologis
Tes fungsi paru menggunakan spirometer akan menghasilkan:
a. Volume Alun Napas (Tidal Volume – TV), yaitu volume udara yang
keluar masuk paru pada keadaan istirahat (±500ml).
b. Volume Cadangan Inspirasi (Inspiration Reserve Volume – IRV), yaitu
volume udara yang masih dapat masuk paru pada inspirasi maksimal
setelah inspirasi secara biasa. L = ±3300 ml, P = ±1900 ml.
c. Volume Cadangan Ekspirasi (Ekspirasi Reserve Volume – ERV), yaitu
jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari paru melalui
kontraksi otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa. L = ± 1000 ml, P = ±
700 ml.
d. Volume Residu (Residu Volume – RV), yaitu udara yang masih tersisa
dlam paru setelah ekpsirasi maksimal. L = ± 1200 ml, P = ±1100 ml.
Kapasitas pulmonal sebagai hasil penjumnlahan dua jenis volume atau
lebih dalam satu kesatuan.
e. Kapasitas Inspirasi (Inspiration Capacity – IC), yaitu jumlah udara yang
dapat dimasukkan ke dalam paru setelah akhir ekspirasi biasa (IC

= IRV + TV)
f. Kapasitas Residu Fungsional (Fungtional Residual Capacity – FRC),
yaitu jumlah udara paru pada akhir respirasi biasa (FRC = ERV + RV)
g. Kapasitas Vital (Vital Capacity – VC), yaitu volume udara maksimal
yang dapat masuk dan keluar paru selama satu siklus pernapasan yaitu
setelah inspirasi dan ekspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV)
Kapasitas Paru – paru Total (Total Lung Capacity – TLC), yaitu jumalh
udara maksimal yang masih ada di paru – paru (TLC = VC + RV). L =
± 6000 ml, P = ± 4200 ml.
h. Ruang Rugi (Anatomical Dead Space), yaitu area disepanjang saluran
napas yangvtidak terlibat proses pertukaran gas (±150 ml). L = ± 500 ml.
i. Frekuensi napas (f), yaitu jumlah pernapasan yang dilakukan permenit
(±15 x/menit). Secara umum, volume dan kapasitas paru akan menurun
bila seseorang berbaring dan meningkat saat berdiri. Menurun karena isi
perut menekan ke atas atau ke diafragma, sedangkan volume udara paru
meningkat sehingga ruangan yang diisi udara berkurang.
j. Analisis Gas Darah (Analysis Blood Gasses – ABGs). Sampel darah yang
digunakan adalah arteri radialis (mudah diambil).

F. PENATALAKSANAAN
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
o Pembersihan jalan nafas
o Latihan batuk efektif
o Suctioning
o Jalan nafas buatan
2. Pola Nafas Tidak Efektif
o Atur posisi pasien (semi fowler)
o Pemberian oksigen
o Teknik bernafas dan relaksasi
3. Gangguan Pertukaran Gas
o Atur posisi pasien (posisi fowler)
o Pemberian oksigen
o Suctioning

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
H. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
A. BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF
1. Definisi
Ketidak mampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten
2. Penyebab
a. Spasme jalan napas
b. Hipersekresi jalan napas
c. Disfungsi neuromuskuler
d. Benda asing dalam jalan napas
e. Adanya jalan napas buatan
f. Sekresi yang tertahan
g. Hiperplasia dinding jalan napas
h. Proses infeksi
i. Respon alergi
j. Efek agen farmakologis (anastesi)
3. Gejalan dan tanda
Gejala dan tanda mayor
 Subjektif
(tidak tersedia)
 Objektif
1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu batuk
3. Sputum berlebih
4. Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering
5. Mekonium di jalan napas (pada neonatus)
Gejala dan tanda minor
 Subjektif
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
 Objektif
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas berubah
5. Pola napas berubah

B. LUARAN
1. Luaran Utama
 Bersihan jalan napas
a. Definisi
Kemampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten
b. Ekspektasi
Meningkat
- Btatuk efektif (5)
Menurun
- Produkdi sputum (5)
- Mengi (5)
- Wheezing (5)
- Mekonium (pada neonatus) (5)
Membaik
- Dispnea (5)
- Ortopnea (5)
- Sulit bicara (5)
- Sianosis (5)
- Gelisa (5)
Membaik
- Frekuensi napas (5)
- Pola napas (5)
2. Luaran tambahan
 Pertukaran gas
a. Definisi
Oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membran
alveolus kapiler dalam batas normal
b. Ekspektasi
Meningkat
- Tingkat kesadaran (5)
Menurun
- Dispnea (5)
- Bunyi napas tambahan (5)
- Pusing (5)
- Penglihatan kabur (5)
- Diaforesis (5)
- Napas cuping hidung (5)
Membaik
- pco₂ membaik (5)
- po₂ (5)
- takikardi (5)
- PH arteri (5)
- Sianosis (5)
- Pola napas (5)
- Warna kulit (5)
C. INTERVENSI
1. Intervensi utama
 Latihan batuk efektif
a. Definisi
Melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif
untuk memberikan laring, trakea dan bronkiolus dari skret atau benda
asing di jalan napas
b. Tindakan
Observasi
- Identivikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya rentasi sputum
- Monitor tanda dan gejalah infeksi saluran napas
- Monitor input dan autput cairan (jumlah dan karakteristik)
Terapeutik
- Atur posisi semi-fowler atau fowler
- Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarika napas dalam melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan
bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulagi tarik napas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarika napas dalam
3 kali
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perluh
2. Intervensi tambahan
 Pengaturan posisi
a. Definisi
Menmpatkan bagian tubuh untuk meningkatkan kesehatan fisiologis
dan/atau psikologis
b. Tindakan
Observasi
- Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah mengubah posisi
Terapeutik
- Tempatkan pada matras/tempat tidur terapeutik yang tepat
- Tempatkan pada posisi terapeutik
- Sediakan matras yang koko/padat
- Atur posisi tidur yang disukai, jika tidak kontraindikasi
- Atur posisi untuk mengurangi sesak (semi-Fowler)
- Posisikan pada kesejajaran tubuh yang tepat
- Imobilisasi topang bagian tubuh yang cedera dengan tepat
- Tinggikan bagian tubuh yang sakit dengan tepat
- Tinggikan tempat tidur bagian kepala
- Berikan bantal yang tepat pada leher
- Posisikan untuk mempermudah ventilasi/perfusi (tengkurap/good
lung down)
- Motivasi melakukan ROM aktif atau pasif
- Motivasi terlibat dalam perubahan posisi, sesuai kebutuhan
- Hindari menempatkan pada posis yang dapat meningkatkan nyeri
- Minimalkan gesekan atau tarikan saat mengubah posisi
Edukasi
- Infomasikan saat akan dilakukan perubahan posisi
- Ajarkan cara mengunakan postur yang baik dan mekanika tubuh
yang baik selama melakukan perubahan posisi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum mengubah posisi, jika
perluh
DAFTARPUSTAKA

Aifudin,M.(2016). LaporanPendahuluanKebutuhanDasarManusia(CairandanEle
ktrolit).
Unggaran:PendidikanProfesiNers,STIKESNgudiWiloyo,Unggaran.

Ariningrum, D., & Subandono, D. (2017). Buku Pedoman Ketrampila Klinis


Pemsangan InfusUntukMahasiswaSemesterVII. 
Surakarta:FakultasKedokteran,UniversitasSebelasMaret,Surakarta.

Bulechek,G.M.,&Butcher,H.K.
(2016).NursingInterventionClasification(NIC)6thEdition.InI.Nurjannah,&
R.D.Tumanggor, EdisiKeensmNursingIntervensioan(NIC)
EdisiBahasaIndonesia (pp.570-571).Singapore:CV.Mocomedia.

Heather, H., & Kamitshuru, S. (2018). NandaIDiagnosis


KeperawatanDenisidanKlasifikasi2018-2020. Jakarta:EGC.

 Nurarif,A.,&Kusuma,H.(2015). 
AplikasiAhunaKeprewatanBerdasarkanDiagnosaMedisdanNanda
Nic-NocEdisiRevisiJilidKe3. Jogjakarta:Medication.

Saputra, L. (2013). Panduan Praktik Keperawatan Klinis. Tanggerang: Binarupa


Aksara.Sloane,E.(2010). AnatomidanFisiologiUntukPemula. Jakarta:EBC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai