Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI RUANG ASTER


RSUD CHASBULLAH ABDUL MAJID

DISUSUN OLEH :

RIKO MARTINO (2720210109)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH

2022
KONSEP DASAR OKSIGENASI

A. Pengertian
Oksigen merupakan salah satu kebutuhan yang diperlukan dalam proses
kehidupan karena oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh.
Kebutuhan oksigen didalam tubuh harus terpenuhi karena apabila berkurang maka
akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila berlangsung lama akan
menyebabkan kematian Proses pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia dapat
dilakukan dengan cara pemberian oksigen melalui saluran pernafasan, pembebasan
jalan nafas dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen, memulihkan dan
memperbaiki organ pernafasan agar berfungsi secara normal (Taqwaningtyas, Ficka
(2013) (Budyasih, 2014)
Oksigen merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan oleh tubuh
bersama dengan unsur lain seperti hidrogen, karbon, dan nitrogen. Oksigen
merupakan unsur yang diperlukan oleh tubuh dalam setiap menit ke semua proses
penting tubuh seperti pernapasan, peredaran, fungsi otak, membuang zat yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh, pertumbuhan sel dan jaringan, serta pembiakan hanya berlaku
apabila terdapat banyak oksigen. Oksigen juga merupakan sumber tenaga yang
dibutuhkan untuk metabolisme tubuh (Atoilah & Kusnadi, 2013).(Eki, 2017)
Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam sistem
tubuh baik itu bersifat kimia atau fisika. Oksigen ditambahkan kedalam tubuh secara
alami dengan cara bernapas. Pernapasan atau respirasi merupakan proses pertukaran
gas antara individu dengan lingkungan yang dilakukan dengan cara menghirup udara
untuk mendapatkan oksigen dari lingkungan dan kemudian udara dihembuskan untuk
mengeluarkan karbon dioksida ke lingkungan (Saputra, 2013).
Kebutuhan Oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme tubuh dalam mempertahankan
kelangsungan hidup dan berbagai aktivitas sel tubuh dalam kehidupan sehari-hari.
Kebutuhan oksigenasi dipengaruhi oleh beberapa factor seperti fisiologis,
perkembangan, perilaku, dan lingkungan (Ernawati, 2012).
B. Etiologi
Menurut Ambarwati (2014) dalam Eki (2017), terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen, seperti faktor fisiologis, status kesehatan,
faktor perkembangan, faktor perilaku, dan lingkungan.
1. Faktor fisiologis
Gangguan pada fungsi fisiologis akan berpengaruh pada kebutuhan oksigen
seseorang. Kondisi ini dapat mempengaruhi fungsi pernapasannya diantaranya
adalah :
a. Penurunan kapasitas angkut oksigen seperti pada pasien anemia atau pada saat
terpapar zat beracun
b. Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi
c. Hipovolemia
d. Peningkatan laju metabolic
e. Kondisi lain yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti kehamilan,
obesitas dan penyakit kronis.

2. Status Kesehatan
Pada individu yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar oksigen
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi, pada individu yang
pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh seperti gangguan pada sistem pernapasan,
kardiovaskuler dan penyakit kronis.

3. Faktor perkembangan
Tingkat perkembangan juga termasuk salah satu faktor penting yang
mempengaruhi sistem pernapasan individu. Berikut faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi individu berdasarkan tingkat perkembangan :
a. Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan
b. Bayi dan toddler: adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut
c. Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan dan merokok
d. Dewasa muda dan paruh baya: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, dan
stres yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.
e. Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi paru menurun
4. Faktor perilaku
Perilaku keseharian individu tentunya juga dapat mempengaruhi fungsi
pernapasan. Status nutrisi, gaya hidup, kebiasaan olahraga, kondisi emosional dan
penggunaan zat-zat tertentu secara sedikit banyaknya akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.

5. Lingkungan Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen.


Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi pemenuhan oksigenasi yaitu :
a. Suhu lingkungan
b. Ketinggian
c. Tempat kerja (polusi)

C. Klasifikasi / Proses Oksigenasi


Pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas 3 tahapan yaitu
ventilasi, difusi dan transportasi (Kusnanto, 2016).
1. Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli
atau dari alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi (inspirasi-ekspirasi).
Ventilasi paru dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat
maka tekanan udara semakin rendah. Demikian pula sebaliknya
b. Daya pengembangan dan pengempisan thorak dan paru pada alveoli
dalam melaksanakan ekspansi atau kembang kempis.
c. Jalan napas. Inspirasi udara dimulai dari hidung hingga alveoli dan
sebaliknya saat ekspirasi, yang terdiri atas berbagai otot polos yang
kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf otonom. Terjadinya
rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga dapat
terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat
menyebabkan kontriksi sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi
atau proses penyempitan.
d. Pengaturan Nafas Pusat pernafasan terdapat pada medulla oblongata
dan pons. Pusat nafas biasanya terangsang oleh peningkatan CO2
darah yang merupakan hasil metabolism sel yang mampu dengan
mudah melewati sawar darah otak atau sawar darah cairan
cerebrospinalis. Kenaikan CO2 inilah yang akan meningkatkan
konsentrasi hydrogen dan akan merangsang pusat nafas. Perangsangan
pusat pernafasan oleh peningkatan CO2 merupakan mekanisme umpan
balik yang penting untuk mengatur konsentrasi CO2 seluruhtubuh.
Adanya trauma kepala atau edema otak atau peningkaan tekanan
intracranial dapat menyebabkan gangguan pada system pengendalian
ini.
2. Difusi gas
Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2,
di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi atau
permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan interstisial (keduanya dapat
mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan). Perbedaan
tekanan dan konsentrasi O2 (hal ini sebagai mana O2 dari alveoli masuk ke
dalam darah oleh karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari
tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis, masuk dalam darah secara difusi).
a. Luasnya permukaan paru Bila luas permukaan total berkurang menjadi
tinggal sepertiga saja, pertukaran gas-gas tersebut dapat terganggu
secara bermakna bahkan dalam keadaan istirahat sekalipun. Penurunan
luas permukaan membran yang paling sedikitpun dapat menganggu
pertukaran gas yang hebat saat olahraga berat atau aktifitas lainnya.
Pada konsolidasi paru seperti dijumpai pada randang paru akut, atau
pada tuberkulosa paru, pengangkatan sebagian lobus paru, terjadi
penurunan luas permukaan membran respirasi.
b. Tebalnya membran respirasi atau permeabilitas yang terjadi antara
epitel alveoli dan intertisial. Keduanya ini dapat mempengaruhi proses
difusi apabila terjadi proses penebalan.
c. Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2. Hal ini dapat terjadi
sebagaimana O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena
tekanan O2 dari rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam
darah vena pulmonalis (masuk dalam darah secara berdifusi ) dan
PaCO. Dalam arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli.
d. Afinitas gas Yaitu kemampuan untuk menembus dan saling
mengikat hb.
3. Transportasi gas
Merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan
CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, oksigen akan
berikatan dengan hb membentuk oksihemoglobin (97 %) dan larut dalam
plasma (3 %) sedangkan co2 akan berikatan dengan hb membentuk
karbominohemiglobin (3o%) dan larut dalm plasma (50%) dan sebagaian
menjadi Hco3 berada pada darah (65%). Transpotasi gas dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya :
a. Cardiak output
Merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah. Normalnya 5
L/menit. Saat volume darah yang dipompakan oleh jatung berkurang,
maka jumlah oksigen yang ditransport juga akan berkurang.
b. Jumlah eritrosit atau HB
Dalam keadaan anemia oksigen yang berikatan dengan Hb akan
berkurang juga sehingga jaringan akan kekurangan oksigen.
c. Latihan fisik
Aktivitas yang teratur akan berdampak pada keadaan membaiknya
pembuluh darah sebagai sarana transfortasi, sehingga darah akan
lancar menuju daerah tujuan.
d. Hematokrit
Perbandingan antara zat terlarut atau darah dengan zat pelarut atau
plasma darah akan memengaruhi kekentalan darah, semakin kental
keadaan darah maka akan semakin sulit untuk ditransportasi.
e. Suhu lingkungan Panas lingkungan sangat membantu memperlancar
peredaran darah (Eki, 2017).

D. Anatomi Sistem Pernapasan


1. Sistem pernapasan Atas
a. Hidung
Pada hidung, udara yang masuk akan mengalami proses penyaringan,
humidifikasi dan penghangatan. Dinding hidung terdiri dari jaringan
mukosa yang mengandung cairan mukus dan sel epitel bersilia. Di
dalam hidung juga terdapat jaringan rambut. Partikel debu/ zat asing
yang masuk bersama udara akan tertahan oleh jaringan rambut.
Partikel tersebut kemudian jatuh dan melekat/ tertangkap di cairan
mucus. Kemudian sel epitel silia memindahkan cairan mucus bersama
partikel asing tersebut ke tenggorokan. Oleh karena itu, partikel asing
yang berdiameter lebih dari 4-6 μ akan tersaring dan tidak masuk ke
sistem pernafasan (Kusnanto, 2016).
b. Laring-Faring
Laring-faring sering disebut juga dengan tenggorok. Faring terdapat di
superior yang untuk selanjutnya melanjutkan diri menjadi laring.
Faring merupakan bagian belakang dari rongga mulut (kavum oris). Di
faring terdapat percabangan 2 saluran yaitu trakea di anterior sebagai
saluran nafas dan esophagus di bagian posterior sebagai saluran
pencernaan. Trakea dan esophagus selalu terbuka, kecuali saat
menelan. Ketika bernafas, udara akan masuk ke kedua saluran tersebut.
Melalui gerakan reflek menelan, saluran trakea akan tertutup sehingga
zat makanan akan aman masuk ke esophagus. Refleks menelan akan
terjadi bila makanan yang sudah dikunyah oleh mulut didorong oleh
lidah ke belakang sehingga menyentuh dinding faring. Saat menelan
epiglottis dan pita suara akan menutup trakea. Bila reflek menelan
tidak sempurna maka berisiko terjadi aspirasi (masuknya makanan ke
trakea) yang dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas (Kusnanto,
2017).

2. Sistem Pernapasan Bawah


a. Trakea
Merupakan pipa membran yang disokong oleh cincin-cincin kartilago
yang menghubungkan laring dan bronkus utama kanan dan kiri. Di
dalam paru, bronkus utama terbagi menjadi bronku-bronkus yang lebih
kecil dan berakhir di bronkiolus terminal. Keseluruhan jalan napas
tersebut membentuk pohon brokus.
b. Bronkus (Cabang Tenggorokan)
Bronkus merupakan cabang batang tenggorokan. Jumlahnya sepasang,
yang satu menuju paru-paru kanan dan yang satu menuju paru-paru kiri.
Bronkus yang ke arah kiri lebih panjang, sempit, dan mendatar daripada
yang ke arah kanan. Hal inilah yang mengakibatkan paru-paru kanan
lebih mudah terserang penyakit. Struktur dinding bronkus hampir sama
dengan trakea. Perbedaannya dinding trakea lebih tebal daripada dinding
bronkus. Bronkus akan bercabang menjadi bronkiolus. Bronkus kanan
bercabang menjadi tiga bronkiolus sedangkan bronkus kiri bercabang
menjadi dua bronkiolus.
c. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan cabang dari bronkus. Bronkiolus bercabang-
cabang menjadi saluran yang semakin halus, kecil, dan dindingnya
semakin tipis. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan tetapi
rongganya bersilia. Setiap bronkiolus bermuara ke alveolus. Disepanjang
trakea, bronkus dan bronkiolus, terdapat jaringan mukosa dengan sel-sel
goblet yang diselingi sel epitel bersilia. Sel goblet menghasilkan cairan
mucus yang berperan untuk melembabkan udara inspirasi dan menagkap
partikel-partikel asing. Partikel asing yang tertangkap akan digerakkan
oleh silia sel epitel ke kavum oris (Kusnanto, 2016; Eki 2017).

E. Fisiologi Pernapasan
1. Pernapasan Eksternal
Pernapasan eksternal ( pernapasan pulmoner) mengacu pada keseluruhan
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Secara umum,
proses ini berlangsung dalam langkah, yakni ventilasi pulmoner, pertukaran gas
alveolar, serta transpor oksigen dan karbondioksida.
a. Ventilasi pulmoner
Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui proses ventilasi
sehingga terjadi pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan alveolus.
Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jalan napas yang
bersih, sistem saraf pusat dan sistem pernapasan yang utuh, rongga toraks
yang mampu mengembang dan berkontraksi dengan baik, serta komplian paru
yang adekuat.
b. Pertukaran gas alveolar
Setelah oksigen memasuki alveolus, proses pernapasan berikutnya adalah
difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah
pergerakan molekul dari area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area
berkonsentrasi atau bertekanan rendah. Proses ini berlangsung di alveolus dan
membran kapiler dan dipengaruhi oleh ketebalan membran serta perbedaan
tekanan gas.
c. Transport oksigen dan karbondioksida Tahap ketiga pada proses pernafasan
adalah transport gas-gas pernafasan pada proses ini, oksigen diangkut dari
paru menuju jaringan dan karbondioksida diangkut dari jaringan kembali
menuju paru.
2. Pernapasan Sistemik Pernapasan internal mengacu pada proses metabolisme
intrasel yang berlangsung dalam mitokondria, yang menggunakan oksigen dan
menghasilkan karbondioksida selama proses penyerapan energi molekul nutrien.
Pada proses ini, darah yang banyak mengandung oksigen dibawa keseluruh tubuh
hingga mencapai kapiler sistemik.

F. Gangguan-Gangguan pada Fungsi Pernapasan


1. Gangguan Irama Pernapasan
a. Pernapasan Cheyne Stokes Pernapasan cheyne stokes merupakan siklus
pernapasan yang amplitudonya mula-mula dangkal, makin naik, kemudian
menurun dan berhenti, lalu pernapasan dimulai lagi dengan siklus yang baru.
Jenis pernapasan Ini biasanya terjadi pada klien gagal jantung kongestif,
peningkatan tekanan intrakranial, overdosis obat. Namun secara fisiologis
jenis pernapasan ini, terutama terdapat pada orang di ketinggian 12.000 –
15.000 kaki diatas permukaan air laut dan pada bayi saat tidur.
b. Pernapasan Biot Pernapasan biot adalah pernapasan yang mirip dengan
pernapasan cheyne stokes, tetapi amplitudonya rata dan disertai apnea.
Keadaan ini kadang ditemukan pada penyakit radang selaput otak.
c. Pernapasan Kussmaul Pernapasan kussmaul adalah pernapasan yang jumlah
dan kedalamannya meningkat dan sering melebihi 20 kali/menit. Jenis
pernapasan ini dapat ditemukan pada klien dengan asidosis metabolic dan
gagal ginjal.

2. Gangguan frekuensi pernapasan


a. Takipnea Takipnea merupakan pernapasan yang frekuensinya meningkat dan
melebihi jumlah frekuensi pernapasan normal.
b. Bradipnea Bradipnea merupakan pernapasan yang frekuensinya menurun
dengan jumlah frekuensi pernapasan dibawah frekuensi pernapasan normal.

3. Insufisiensi pernapasan Penyebab insufisiensi pernapasan dapat dibagi menjadi


tiga kelompok utama yaitu :
a. Kondisi yang menyebabkan hipoventilasi alveolus, seperti:
1) Kelumpuhan otot pernapasan, misalnya pada poliomyelitis, transeksi
servikal.
2) Penyakit yang meningkatkan kerja ventilasi, seperti asma, emfisema,
TBC, dan lain-lain.
b. Kelainan yang menurunkan kapasitas difusi paru
1) Kondisi yang menyebabkan luas permukaan difusi berkurang misalnya
kerusakanjaringan paru, TBC, kanker dan lain-lain.
2) Kondisi yang menyebabkan penebalan membrane pernapasan,
misalnya pada edema paru, pneumonia, dan lainnya.
3) Kondisi yang menyebabkan rasio ventilasi dan perfusi yang tidak
normal dalam beberapa bagian paru, misalnya pada thrombosis paru.
c. Kondisi yang menyebabkan terganggunya pengangkutan oksigen dari paru-
paru ke jaringan
1) Anemia merupakan keadaan berkurangnya jumla total hemoglobin
yang tersedia untuk transfor oksigen.
2) Keracunan karbon dioksida yang menyebabkan sebagian besar
hemoglobin menjadi tidak dapat mengangkut oksigen.
3) Penurunan aliran darah ke jaringan yang disebabkan oleh curah
jantung yang rendah.
4. Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi terjadinya kekurangan oksigen di dalam jaringan.
Hipoksia dapat dibagi kedalam empat kelompok yaitu hipoksemia, hipoksia
hipokinetik, overventilasi hipoksia, dan hipoksia histotoksik.
a. Hipoksemia
Hipoksemia merupakan kondisi kekurangan oksigen didalam darah arteri.
Hipoksemia terbagi menjadi dua jenis yaitu hipoksemia hipotonik (anoksia
anoksik) dan hipoksemia isotonic (anoksia anemik). Hipoksemia hipotonik
terjadi jika tekanan oksigen darah arteri rendah karena karbondioksida dalam
darah tinggi dan hipoventilasi. Hipoksemia isotonik terjadi jika oksigen
normal, tetapi jumlah oksigen yang dapat diikat hemoglobin sedikit. Hal ini
dapat terjadi pada kondisi anemia dan keracunan karbondioksida.
b. Hipoksia
hipokinetik Hipoksia hipokinetik merupakan hipoksia yang terjadi akibat
adanya bendungan atau sumbatan. Hipoksia hipokinetik dibagi menjadi dua
jenis yaitu hipoksia hipokinetik iskemik dan hipoksia hipokinetik kongestif.
c. Overventilasi hipoksia Overventilasi hipoksia yaitu hipoksia yang terjadi
karena aktivitas yang berlebihan sehingga kemampuan penyediaan oksigen
lebih rendah dari penggunaannya.
d. Hipoksia histotoksik Hipoksia histotoksik yaitu keadaan disaat darah di
kapiler jaringan mencukupi, tetapi jaringan tidak dapt menggunakan oksigen
karena pengaruh racun sianida. Hal tersebut mengakibatkan oksigen kembali
dalam darah vena dalam jumlah yang lebih banyak daripada normal (oksigen
darah vena meningkat)

G. Pathway
Pathway
pernapasan

oksigenasi

ventilasi Difusi Transportasi

Inspirasi/ekspirasi adanya sumbatan


inadekuat pada jalan napas

Pola Nafas Tidak Obstruksi Jalan Nafas


Efektif

Bersihkan Jalan Nafas


Tidak Efektif
H. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015), terapi oksigen adalah tindakan
pemberian oksigen melebihi pengambilan oksigen melalui atmosfir .Tujuan terapi
oksigen Bersihan jalan nafas tidak efektif Pola napas tidak efektif Inspirasi / ekspirasi
inadekuat adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah respirasi
respiratorik, mencegah hipoksia jaringan serta menurunkan kerja napas dan kerja otot
jantung. Indikasi pemberian oksigen dapat dilakukan pada :
1. Perubahan frekuensi atau pola napas
2. Perubahan atau gangguan pertukaran gas
3. Hipoksemia
4. Menurunnya kerja napas
5. Menurunnya kerja miokard
6. Trauma berat

Berikut metode-metode yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan oksigen :

a. Inhalasi oksigen
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015), terdapat dua sistem inhalasi oksigen
yaitu sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi.
1) Sistem aliran rendah Sistem aliran rendah ditujukan pada klien yang
memerlukan oksigen dan masih mampu bernapas sendiri dengan pola
pernapasan yang normal. Sistem ini diberikan untuk menambah
konsentrasi udara ruangan. Pemberian oksigen diantaranya dengan
menggunakan nasal kanula, sungkup muka sederhana, sungkup muka
dengan kantong rebreathing dan sungkup muka dengan kantong non
rebreathing.
a) Nasal kanula/binasal kanula
Nasal kanula merupakan alat yang sederhana dan dapat
memberikan oksigen dengan aliran 1 – 6 liter/menit dan
konsentrasi oksigen sebesar 20% - 40%.
b) Sungkup muka sederhana
Sungkup muka sederhana diberikan secara selang-seling atau
dengan aliran 5 – 10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40 -
60%.
c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing
Sungkup muka dengan kantong rebreathing memiliki kantong yang
terus mengembang baik pada saat inspirasi dan ekspirasi. Pada saat
pasien inspirasi, oksigen akan masuk dari sungkup melalui lubang
antara sungkup dan kantong reservoir, ditambah oksigen dari udara
kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong. Aliran
oksigen 8 – 10 liter/menit, dengan konsentrasi 60 – 80%.
d) Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing
Sungkup muka nonrebreathing mempunyai dua katup, satu katup
terbuka pada saat inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi dan satu
katup yang fungsinya mencegah udara masuk pada saat inspirasi
dan akan membuka pada saat ekspirasi. Pemberian oksigen dengan
aliran 10 – 12 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 80 – 100%.

2) Sistem aliran tinggi Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan


FiO2 lebih stabil dan tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan, sehingga
dapat menambah konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur. Contoh
dari sistem aliran tinggi adalah dengan ventury mask atau sungkup muka
dengan ventury dengan aliran sekitar 2 – 15 liter/menit. Prinsip pemberian
oksigen dengan ventury adalah oksigen yang menuju sungkup diatur
dengan alat yang memungkinkan konsenstrasi dapat diatur sesuai dengan
warna alat, misalnya : warna biru 24%, putih 28%, jingga 31%, kuning
35%, merah 40%, dan hijau 60%.
b. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara
postural drainase, clapping, dan vibrating, pada pasien dengan gangguan
sistem pernapasan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan
efisiensi pola pernapasan dan membersihkan jalan napas (Hidayat, 2009).
1) Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan menepuk-nepuk kulit tangan pada
punggung pasien yang menyerupai mangkok dengan kekuatan penuh
yang dilakukan secara bergantian dengan tujuan melepaskan sekret
pada dinding bronkus sehingga pernapasan menjadi lancar.
2) Vibrasi
Vibrasi merupakan suatu tindakan keperawatan dengan cara
memberikan getaran yang kuat dengan menggunakan kedua tangan
yang diletakkan pada dada pasien secara mendatar, tindakan ini
bertujuan untuk meningkatkan turbulensi udara yang dihembuskan
sehingga sputum yang ada dalam bronkus terlepas.
3) Postural drainase
Postural drainase merupakan tindakan keperawatan pengeluaran sekret
dari berbagai segmen paru dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi
dan dalam pengeluaran sekret tersebut dibutuhkan posisi berbeda pada
setiap segmen paru.
4) Napas dalam dan batuk efektif
Latihan napas dalam merupakan cara bernapas untuk memperbaiki
ventilasi alveolus atau memelihara pertukaran gas, mencegah
atelektasis, meningkatkan efisiensi batuk, dan mengurangi stress.
Latihan batuk efektif merupakan cara yang dilakukan untuk melatih
pasien untuk memiliki kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan
untuk membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus, dari sekret atau
benda asing di jalan napas.
5) Penghisapan lender
Penghisapan lender (suction) merupakan tindakan keperawatan yang
dilakukan pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau
lender sendiri. Tindakan ini memiliki tujuan untuk membersihkan jalan
napas dan memenuhi kebutuhan oksigen (Hidayat, 2009).

I. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
2. Riwayat Kesehatan
Meliputi pengkajian tentang riwayat masalah kesehatan pada sistem
pernapasan dulu dan sekarang, gaya hidup, adanya batuk, sputum, nyeri, dan
adanya faktor resiko untuk gangguan status oksigenasi.
a. Masalah pada pernapasan (dahulu dan sekarang)
b. Riwayat penyakit
1) Nyeri
2) Paparan lingungan
3) Batuk
4) Bunyi nafas
5) Faktor resiko penyakit paru
6) Frekuensi infeksi pernapasan
7) Masalah penyakit paru masa lalu
8) Riwayat penggunaan obat
c. Kebiasaan promosi kesehatan : kebiasaan merokok, kebiasaan dalam
bekerja yang dapat memperberat masalah oksigenasi
d. Stressor yang dialami
e. Status mental dan atau kondisi Kesehatan

3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi.
Pada saat melakukan inspeksi, perawat mengamati dan menilai :
1) Tingkat kesadaran pasien
2) Keadaan umum
3) Postur tubuh
4) Turgor kulit dan membran mukosa
5) Dada (kontur rongga interkosta, diameter anteroposterior, struktur
toraks, pergerakan dinding dada)
6) Pola napas (frekuensi dan kedalaman pernapasan, durasi inspirasi
dan ekspirasi)
b. Palpasi
Dilakukan dengaan menggunakan tumit tangan pemeriksa mendatar
diatas dada pasien. Saat palpasi, perawat menilai :
1) Taktil fremitus taktil pada dada dan punggung pasien dengan
memintanya menyebutkan “tujuh-tujuh” secara ulang. Normalnya,
fremitus taktil akan terasa pada individu yang sehat dan meningkat
pada kondisi konsolidasi. Getaran meningkat : pneumonia,
penumpukan sekret, atektasis yang belum totalm infark atau fibrosis
paru. Getaran menurun : efusi pleura, pneumothorak, penebalan
pleura, emfisema atau sumbatan bronkus.
2) Dinding thorak: adakah pulsasi, rasa nyeri, tumor, cekungan ? Serta
bandingkan perbedaan dinding thorak bagian kanan dan kiri.
c. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ dalam
serta mengkaji adanya abnormalitas, cairan / udara dalam paru.
Normalnya, dada menghasilkan bunyi resonan / gaung perkusi. Berikut
beberapa macam suara ketukan yang timbul :
1) Sonor.
Suara normal terdengar di seluruh lapang paru-paru
2) Redup.
Suara yang timbul akibat konsolidasi paru (pemadatan); tumor,
atalektasis, atau cairan
3) Hipersonor.
Suara yang ditimbulkan lebih keras dibandingkan dengan suara
sonor; akibat adanya udara berlebihan di paru-paru
4) Timpani.
Suara yang terdengar nyaring seperti jika memukul gendang.
Normalnya terdengar di bawah diafragma kiri, dimana terletak
lambung dan usus besar. Namun jika terdengar di dinding thorak,
artinya tidak normal; akibat adanya udara.
d. Auskultasi
1) Auskultasi sistem kardiovaskuler meliputi: pengkajian dalam
mendeteksi bunyi S1dan S2 normal/tidak normal, bunyi murmur,
serta bunyi gesekan. Auskultasi juga digunakan untuk
mengidentifikasi bunyi bruit di atas arteri karotis, aorta abdomen,
dan arteri femoral.
2) Auskultasi bunyi paru dilakukan dengan mendengarkan gerakan
udara di sepanjang lapangan paru. Suara napas tambahan terdengar,
jika suatu daerah paru mengalami kolaps, terdapat cairan atau terjadi
obstruksi.
4. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengkaji
status, fungsi dan oksigenasi pernapasan pasien. Beberapa jenis pemeriksaan
diagnostik antara lain :
a. Penilaian ventilasi dan oksigenasi : uji fungsi paru, pemeriksaan gas
darah arteri, oksimetri, pemeriksaan darah lengkap
b. Tes struktur sistem pernapasan : sinar- x dada, bronkoskopi, scan paru
c. Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernapasan : kultur
kerongkongan, sputum, uji kulit torakosintesis
DAFTAR PUSTAKA

LAPORAN_PENDAHULUAN_DAN_ASKEP_KEBUTUHAN_OKSIGENA
SI-with-cover-page-v2.pdf (d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net)

LP_Oksigenasi_Nurlitasari-with-cover-page-v2.pdf
(d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net)

Eki. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Pmemenuhan Kebutuhan


Oksigen Pada Pasien Dengan Congestive Heart Failure (CHF) di IRNA
Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2017. Padang;
Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang. Hidayat, A.A. (2009).

Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses


Keperawatan. Jakarta; Penerbit Salemba Medika. Kusnanto. (2016).

Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigen. Surabaya; Fakultas


Keperawatan Universitas Airlangga. Tarwoto & Wartonah. (2015).

Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 5. Jakarta; Penerbit


Salemba Medika. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017).

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik.


Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai