Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

DI SUSUN OLEH :
TUROCHMAN
2108046

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA DENGAN
GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. PENGERTIAN
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem (kimia atau
fisika). Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon
dioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan CO2 yang melebihi batas normal
pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel
(Wahit Iqbal Mubarak, 2007). 
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolismeuntuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara
normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap kali bernapas
(Wartonah Tarwanto, 2006).

B. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI
1. Faktor Fisiologis
a. Penurunan kapasitas angkut O₂

Secara fisiologis, daya angkut hemoglobin untuk membawa O ke jaringan adalah


97%. Akan tetapi, nilai tersebut dapat berubah sewaktu-waktu apabila terdapat
gangguan pada tubuh. Misalnya, pada penderita anemia atau pada saat yang
terpapar racun. Kondisi tersebutdapat mengakibatkan penurunan kapasitas
pengikatan O₂.
b. Penurunan Konsentrasi O₂ inspirasi

Kondisi ini dapat terjadi akibat penggunaan alat terapidan penurunan kadar O₂
inspirasi.
c. Hipovolemik

Kondisi ini disebabkan oleh penurunan volume sirkulasi darah akibat kehilangan
cairan ekstraselular yang berlebihan.
d. Peningkatan Laju Metabolik
Kondisi ini dapat terjadi pada kasus infeksi dan demam yang terus-menerus yang
mengakibatkan peningkatan laju metabolik. Akibatnya, tubuh mulai memecah
persediaan protein dan menyebabkan penurunan massa otot.
e. Kondisi Lainnya

Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada, seperti kehamilan, obesitas,


abnormalitas musculoskeletal, trauma, penyakit otot, penyakit susunan saraf,
gangguan saraf pusat dan penyakit kronis.
2. Faktor perkembangan
a. Bayi prematur

Bayi yang lahir prematur berisiko menderita penyakit membran hialin yang
ditandai dengan berkembangnya membran serupa hialin yang membatasi ujung
saluran pernafasan. Kondisi ini disebabkan oleh produksi surfaktan yang masih
sedikit karena kemampuan paru menyintesis surfaktan baru berkembang pada
trimester akhir.
b. Bayi dan anak-anak

Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran pernapasan atas, seperti
faringitis, influenza, tonsilitis, dan aspirasi benda asing (misal: makanan, permen
dan lain-lain).
c. Anak usia sekolah dan remaja

Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran napas akut akibat kebiasaan
buruk, seperti merokok.
d. Dewasa muda dan paruh baya

Kondisi stress, kebiasaan merokok, diet yang tidak sehat, kurang berolahraga,
merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan paru pada
kelompok usia ini.
e. Lansia

Proses penuaan yang terjadi pada lansia menyebabkan perubahan fungsi normal
pernafasan, seperti penurunan elastis paru, pelebaran alveolus, dilatasi saluran
bronkus dan kifosis tulang belakang yang menghambat ekspansi paru sehingga
berpengaruh pada penurunan kadar O₂.
3. Faktor Perilaku
a. Nutrisi

Kondisi berat badan berlebih (obesitas) dapat menghambat ekspansi paru,


sedangkan malnutrisi berat dapat mengakibatkan pelisutan otot pernapasan yang
akan mengurangi kekuatan kerja pernapasan.
b. Olahraga

Latihan fisik akan meningkatkan aktivitas metabolik, denyut jantung dan


kedalaman serta frekuensi pernapasan yang akan meningkatkan kebutuhan
oksigen.
c. Ketergantungan zat adiktif

Penggunaan alkohol dan obat-obatan yang berlebihan dapat mengganggu


oksigenasi. Hal ini terjadi karena :
1) Alkohol dan obat-obatan daoat menekan pusat pernapasan dan susunan saraf
pusat sehingga mengakibatkan penurunan laju dan kedalaman pernapasan.
2) Penggunaan narkotika dan analgesik, terutama morfin dan meperidin, dapat
mendepresi pusat pernapasan sehingga menurunkan laju dan kedalaman
pernafasan.
d. Emosi

Perasaan takut, cemas dan marah yang tidak terkontrol akan merangsang
aktivitas saraf simpatis. Kondisi ini dapat menyebabkan peningkatan denyut
jantung dan frekuensi pernapasan sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Selain
itu, kecemasan juga dapat meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan.
e. Gaya hidup

Kebiasaan merokok dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan oksigen


seseorang. Merokok dapat menyebabkan gangguan vaskulrisasi perifer dan
penyakit jantung. Selain itu nikotin yang terkandung dalam rokok bisa
mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan koroner.
4. Faktor Lingkungan
a. Suhu

Faktor suhu dapat berpengaruh terhadap afinitas atau kekuatan ikatan Hb dan O₂.
Dengan kata lain, suhu lingkungan juga bisa memengaruhi kebutuhan oksigen
seseorang.
b. Ketinggian

Pada dataran yang tinggi akan terjadi penurunan pada tekanan udara sehingga
tekanan oksigen juga ikut turun. Akibatnya, orang yang tinggal di dataran tinggi
cenderung mengalami peningkatan frekuensi pernapasan dan denyut jantung.
Sebaliknya, pada dataran yang rendah akan terjadi peningkatan tekanan oksigen.
c. Polusi

Polusi udara, seperti asap atau debu seringkali menyebabkan sakit kepala, pusing,
batuk, tersedak, dan berbagai gangguan pernapasan lain pada orang yang
menghisapnya. Para pekerja di pabrik asbes atau bedak tabur berisiko tinggi
menderita penyakit paru akibat terpapar zat-zat berbahaya.

C. KLASIFIKASI
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas 3 tahapan yaitu ventilasi,
difusi dan transportasi.
1. Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan atmosfer ke dalam
alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain:
a. Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat
maka tekanan udara semakin rendah. Demikian pula sebaliknya.
b. Adanya kemampuan thorak dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi
atau kembang kempis
c. Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas
berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf otonom.
Terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga dapat
terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan
kontriksi sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi atau proses penyempitan
d. Adanya reflek batuk dan muntah
Adanya peran mukus sillialis sebagai penangkal benda asing yang mengandung
interferon dan dapat mengikat virus. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah
complience recoil. Complience yaitu kemampuan paru untuk meengembang dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu adanya sulfaktor pada lapisan alveoli yang
berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan dan adanya sisa udara yang
menyebabkan tidak terjadinya kolaps dan gangguan thoraks. Sulfaktor diproduksi
saat terjadi peregangan sel alveoli dan disekresi saat pasien menerik napas,
sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan co2 atau kontraksi
menyempitnya paru. Apabila complience baik akan tetapi recoil terganggu maka
co2 tidak dapat dikelurkan secara maksimal. Pusat pernapasan yaitu medula
oblongata dan pons dapat mempengaruhi proses ventilasi, karena c02 memiliki
kemampuan merangsang pusat pernapasan. Peningkatan co2 dalam batas 6 mmhg
dapat dengan baik merangsang pusat pernapasan dan bila PaCO, kurang dari sama
dengan 80 mmhg maka dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.

2. Difusi gas
Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kamler paru dan co2, di
kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor :
a. Luasnya permukaan paru
b. Tebalnya membran respirasi atau permeabilitas yang terjadi antara epitel alveoli
dan intertisial. Keduanya ini dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi
proses penebalan
c. Perbedaan tekanan dan konsentrasi o2 hal ini dapat terjadi sebagai mana o2 dari
alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan o2 dari rongga alveoli lebih
tinggi dari tekanan o2 dalam darah vena pulmonalis (masuk dalam darah secara
berdifusi ) dan PaCO. Dalam arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam
alveoli
d. Afinitas gas
Yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat hb
3. Transportasi gas
Merupakan proses pendistribusian antara o2 kapiler ke jaringan tubuh c02, jaringan
tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi akan berikatan dengan hb membentuk
oksihemoglobin (97 %) dan larut dalam plasma (3 %) sedangkan co2 akan berikatan
dengan hb membentuk karbominohemiglobin (3o%) dan larut dalm plasma (50%) dan
sebagaian menjadi Hco3 berada pada darah (65%). Transpotasi gas dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya:
a. Kardiak output merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah. Normalnya 5
L/menit. Dalam kondisi patologi yang dapat menurunkan kardiak output (misal
pada kerusakan otot jantung, kehilangan darah) akan mengurangi jumlah oksigen
yang dikirim ke jaringan umumnya jantung menkompensasi dengan
menambahkan rata-rata pemompaannya untuk meningkatkan transport oksigen
b. Kondisi pembuluh darah, latihan dan lain lain secara langsung berpengaruh
terhadap transpor oksigen bertambahnya latihan menyebabkan peningkatkan
transport o2 (20 x kondisi normal). Meningkatkan kardiak output dan penggunaan
o2 oleh sel.

D. TANDA DAN GEJALA


Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan oksigenasi.
Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan untuk bernafas,
pernafasan nafas faring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan
dada, nafas pendek, nafas dengan mulut, ekspirasi memanjang, peningkatan diameter
anterior-posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda
dan gejala adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan
oksigenasi (NANDA, 2013).
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi, hiperkapnea,
kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, sianosis, warna kulit
abnormal (pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika
bangun, abnormal frekuensi, irama dan kedalaman nafas (NANDA, 2013).

E. PATOFISIOLOGI
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses
ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke
paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat
tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda
asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari
alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran
gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi
seperti perubahan volume sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard
juga dapat mempengaruhi pertukaran gas (Brunner & Suddarth, 2002).

F. PATHWAY
Pernapasan

Oksigenasi

Ventilasi Transportasi

Gangnguan Batuk Adanya sumbatan


pada jalan napas Difusi

ketidakefektifan
Obstruksi jalan napas
jalan napas

Ketidakefektifan
pola napas

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengkaji status, fungsi dan oksigenasi
pernapasan pasien. Beberapa jenis pemeriksaan diagnostik antara lain :
a. Penilaian ventilasi dan oksigenasi : uji fungsi paru, pemeriksaan gas darah
arteri, oksimetri, pemeriksaan darah lengkap.
b. Tes struktur sistem pernapasan : sinar- x dadabronkoskopi, scan paru.
c. Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernapasan : kultur
kerongkongan, sputum, uji kulit toraketensis.
H. PENATALAKSANAAN
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
a. Pembersihan jalan nafas
b. Latihan batuk efektif
c. Suctioning
d. Jalan nafas buatan
2. Pola Nafas Tidak Efektif
a. Atur posisi pasien ( semi fowler )
b. Pemberian oksigen
c. Teknik bernafas dan relaksasi
3. Gangguan Pertukaran Gas
a. Atur posisi pasien ( posisi fowler )
b. Pemberian oksigen
c. Suctioning
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Riwayat Keperawatan

Meliputi pengkajian tentang masalah pernapasan dulu dan sekarang , gaya hidup,
adanya batuk, sputum, nyeri, dan adanya faktor resiko untuk gangguan status
oksigenasi.
a. Masalah pada pernapasan (dahulu dan sekarang)
b. Riwayat penyakit
1) Nyeri
2) Paparan lingungan
3) Batuk
4) Bunyi nafas
5) Faktor resiko penyakit paru
6) Frekuensi infeksi pernapasan
7) Masalah penyakit paru masa lalu
8) Penggunaan obat
c. Adanya batuk dan penanganan
d. Kebiasaan merokok
e. Masalah pada fungsi kardiovaskuler
f. Faltor resiko yang memperberat masalah oksigenasi
g. Riwayat penggunaan medikasi’
h. Stressor yang dialami
i. Status atau kondisi kesehatan
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi

Mengamati tingkat kesadaran pasien, keadaan umum, postur tubuh, kondisi


kulit, dan membran mukosa, dada (kontur rongga interkosta, diameter
anteroposterior, struktur toraks, pergerakan dinding dada), pola napas
(frekuensi dan kedalaman pernapasann, durasi inspirasi dan ekspirasi)
b. Palpasi

Dilakukan dengaan menggunakan tumit tangan pemeriksa mendatar diatas


dada pasien. Saat palpasi perawat menilai adanya fremitus taktil pada dada dan
punggung pasien dengan memintanya menyebutkan “tujuh-tujuh” secara
ulang. Normalnya, fremitus taktil akan terasa pada individu yang sehat dan
meningkat pada kondisi konsolidasi.

c. Perkusi

Perkusi dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ dalam


sertamengkaji adanya abnormalitas , cairan /udara dalam paru. Normalnya,
dada menghasilkan bunyi resonan / gaung perkusi.
d. Auskultasi

Dapat dilakukan langsung / dengan menggunakan stetoskop. bunyi yang


terdengar digambarkan berdasarkan nada, intensitas, durasi dan kualitasnya.
Untuk mendapatkan hasil terbaik , valid dan akurat, sebaiknya auskultasi
dilakukan lebih dari satu kali.
3. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengkaji status, fungsi dan


oksigenasi pernapasan pasien. Beberapa jenis pemeriksaan diagnostik antara
lain :
a. Penilaian ventilasi dan oksigenasi : uji fungsi paru, pemeriksaan gas darah
arteri, oksimetri, pemeriksaan darah lengkap.
b. Tes struktur sistem pernapasan : sinar- x dadabronkoskopi, scan paru.
Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernapasan : kultur
kerongkongan, sputum, uji kulit toraketensis.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan napas b.d hiperekresi jalan napas ( D.0001)
b. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (D.0005)
c. Gangguan pola tidur b.d Kurangnya kontrol tidur (D.0019)

K. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


No.DX Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
1 Tujuan : setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas (01001)
keperawatan selama 1x24 jam maka Observasi
Bersihan jalan napas tidak efektif - Monitor pola napas
teratasi dengan
- Monitor bunyi napas
Kriteria hasil:
- Monitor sputum
- Bersihan jalan napas meningkat
Terapeutik
- Frekuensi napas membaik
- Posisikan semi fowler
- Pola napas membaik
- Berikan minum hangat
- Berikan oksigen
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran , mukolitik
2 Tujuan : setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
tindakan keperawatan selama 3x24
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
jam maka pola napas tidak efektif
usaha napas)
dengan
Kriteria hasil: - Monitor bunyi napas tambahan
Pola napas membaik (L.01004)
- Monitor sputum
- Dispnea menurun
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Frekuensi napas membaik
- Posisikan semi fowler
- Kedalaman napas membaik
- Berikan air minum hangat
-
- Lakukan fisioterapi dada

Pematauan Respirasi (I.01014)

- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan


upaya napas

- Monitor adanya sumbatan jalan napas

- Monitor saturasi oksigen

- Monitor nilai AGD

- Monitor hasil x-ray thorax

- Atur interval respirasi sesuai kondisi pasien

- Doumentasikan hasil pemantauan

Informasikan hasil pemantauan.


3 Setelah dilakukan tindakan Dukungan Tidur (I.05174)
keperawatan selama 1x24 jam, Observasi
diharapkan masalah gangguan pola - Identifikasi pola aktivitas dan tidur
tidur teratasi dengan kriteria hasil :
- Identifikasi factor pengganggu tidur
Pola tidur (L.05045)
- Terapeutik
Keluhan tidak puas tidur
menurun - Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan,
- Keluhan pola tidur berubah kebisingan, suhu, matras, dan tempat tidur)
menurun - Lakukan prosedur untuk meningkatkan
- Keluhan istirahat tdak kenyamanan (mis. Pijat, pengaturan posisi,
cukup menurun terapi akupresure)
- Kemampuan beraktivitas
meningkat

DAFTAR PUSTAKA

Brunner &Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta

Mubarak, Wahit Iqbal & Cahyani, Nurul. 2007. Kebutuhan Dasar. Jakarta : EGC

Nanda International (2013). Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. Jakarta : EGC

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan Edisi 4.
Salemba Medika: Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.).
Jakarta.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Implementasi Keperawatan Indonesia
(1sted.).Jakarta

Anda mungkin juga menyukai