Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


TUBERKULOSIS DI RUMAH SAKIT KARTIKA HUSADA

DISUSUN OLEH:

RIMA OCKTAVIA
NIM. 201133056

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
VISI DAN MISI

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam
Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di
Tingkat Regional Tahun 2020"

MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang
Berbasis  Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional.
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

Telah Mendapatkan Persetujuan dari Pembimbing Akademik (Clinical Teacher)


dan Pembimbing Lahan (Clinical Instructure)
Telah disetujui pada:
Hari : ……….
Tanggal : ………………………………..

Pontianak, Maret 2021


Mahasiswa

Rima Ocktavia
NIM. 201133056

Mengetahui,
Clinical Teacher Clinical Instructure
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan limpahan karunia-Nya sehingga Laporan Studi Kasus Praktik Klinik
Keperawatan Anak dengan judul ”Laporan Studi Kasus Asuhan Keperawatan
Pada Anak Dengan Pemberian Imunisasi di Puskesmas Sungai Ambawang” ini
dapat terselesaikan.
Dalam penyusunan laporan studi kasus ini penulis telah melibatkan
bantuan moril dan material dari banyak pihak sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan studi kasus ini. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga atas bantuan, kerja
sama, terutama yang terhormat:
1. Bapak Didik Hariyadi, S. Gz., M. Si selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Pontianak.
2. Ibu Nurbani, S. Kp., M. Kep selaku Ketua Jurusan Keperawatan.
3. Ibu Ns. Puspa Wardhani, M. Kep selaku Ketua Program Studi Profesi Ners
Poltekkes Kemenkes Pontianak.
4. Bapak Ns. Azhari Baedlawi, M. Kep selaku koordinator Mata Kuliah Praktik
Klinik Keperawatan Anak.
5. Seluruh rekan-rekan dosen yang telah bekerja sama dan solid sampai saat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan studi kasus ini masih
jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan studi kasus ini. Semoga laporan
studi kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa di Poltekkes
Kemenkes Pontianak dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran mahasiswa
di Prodi Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Pontianak.

Pontianak, Maret 2021

Penulis
BAB I
KONSEP DASAR

1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditularkan
melalui percikan dahak (droplet) dari penderita tuberkulosis kepada
individu yang rentan. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis
menyerang paru, namun dapat juga menyerang organ lain seperti pleura,
selaput otak, kulit, kelenjar limfe, tulang, sendi, usus, sistem urogenital,
dan lain-lain. (Kemenkes RI. 2015)
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menular
langsung melalui orang yang telah terinfeksi kuman/basil tuberkulosis.
(Ardiansyah, M. 2012)
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis yang merupakan
salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang sebagian besar
basil tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection
dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari
ghon. (WHO. 2017)

2. Etiologi
Penyebab TB paru yaitu kuman Mycobacteria Tuberculosis yang
berbentuk batang berukuran panjang 1 - 4 mikron dan tebal 0,3 - 0,6
mikron dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan. Oleh karena itu, disebut pula sebagi Basil Tahan Asam
(BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan beberapa jam ditempat gelam dan lembab, sehingga dalam
jaringan tubuh kuman ini dapat dorman (tertidur), tertidur lama selama
bertahun tahun (Kemenkes, 2015).
Apabila seseorang telah terinfeksi TB Paru namun belum sakit
maka tidak dapat menyebarkan infeksi ke orang lain. Masa inkubasinya
yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai terjadinya sakit,
diperkirakan selama 4 sampai 6 minggu. Kuman ditularkan oleh penderita
TB Paru BTA positif melalui batuk, bersin atau saat berbicara lewat
percikan droplet yang keluar. Risiko penularan setiap tahunnya
ditunjukkan dengan Annual Risk of TB Infection (ARTI) yaitu proporsi
penduduk yang beresiko terinfeksi TB Par selama satu tahun (Ardiansyah,
M. 2012)

3. Klasifikasi
Menurut WHO (2017) menjelaskan klasifikasi TB paru adalah
sebagai berikut: Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik,
bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi
ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk
menetapkan strategi terapi. Sesuai dengan program Gerdunas P2TB
klasifikasi TB paru dibagi sebagai berikut:
a. TB paru BTA positif dengan kriteria:
1) Dengan atau tanpa gejala klinik
2) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali
disokong biakan positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1
kali.
3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru
b. TB paru BTA negatif dengan kriteria:
1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru
aktif.
2) BTA negatif, biarkan negatif tetapi radiologik positif.
3) Bekas TB paru dengan kriteria.
4) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif.
5) Gejala klinik tidak ada atau gejala sisa akibat kelainan paru.
6) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan
serial foto yang tidak berubah.
7) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
Klasifikasi menurut American Thoracic Society dalam Amin dan
Hardhi (2015), adalah sebagai berikut:
a. Kategori 0: tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak
negatif, tes tuberculin negatif.
b. Kategori 1: terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Disini
riwayat kontak positif, tes tuberculin negatif.
c. Kategori 2: terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin
positif, radiologis dan sputum negatif.
d. Kategori 3: terinfeksi tuberkulosis dan sakit.
Sedangkan menurut WHO dalam Amin dan Hardhi (2015) , yaitu :
a. Kategori 1, ditujukan terhadap:
1) Kasus baru dengan sputum positif
2) Kasus baru dengan bentuk TB berat
b. Kategori 2, ditujukan terhadap:
1) Kasus kambuh
2) Kasus gagal dengan sptum BTA positif
c. Kategori 3, ditujukan terhadap:
1) Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang luas
2) Kasus TB ekstra paru selain yang disebut dalam kategori
d. Kategori 4, dutujukan terhadap: TB kronik

4. Patofisiologi
Basil tuberculosis yang mencapai permukaan alveoli biasanya
diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena
gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak
menyebabkan penyakit, setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya di
bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus bawah) basil
tuberculosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit
polimorfunuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri
tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari – hari pertama
maka lekosit diganti oleh magrofat (Wijaya, 2013, Hal. 138).
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
gejala-gejala pneumonia akut. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe
regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel spiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20
hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang
terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda.
Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang
akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelingi tuberkel (Wijaya,
2013, Hal. 138).
Lesi primer paru –paru disebut focus ghon dan gabungan
terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks
ghon. Kompleks ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada
orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.
Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah percairan dimana
bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi
tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada
bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga tengah
atau usus. Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan parut fibrosa (Wijaya, 2013, Hal. 138).
Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan
bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak
terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama
atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau
pembuluh darah (limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar
limfe akan memcapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain
(ekstrapulmaner). Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut
yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi apabila focus
nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke
dalam sistem vascular dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ –
organ tubuh (Wijaya, 2013. Hal. 138)

5. Tanda Dan Gejala


Gambaran klinik TB paru dapat di bagi menjadi 2 golongan, gejala
respiratorik dan gejala sistemik :
a. Gejala respiratorik, meliputi :
1) Batuk : Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan
yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
2) Batuk darah : Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan
darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
3) Sesak napas : Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru
sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi
pleura, pneumothorax, anemia, dan lain – lain.
4) Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik
yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura
rusak.
b. Gejala sistemik, meliputi : Demam merupakan gejala yang sering
dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam
influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek. Gejala sistemik lainnya
yaitu keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan,
akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas
walaupun jarang dapat juga timbulnya menyerupai gejala pneumonia/
tuberkulosis paru termasuk insidius (Wijaya, 2013).

6. Komplikasi Penyakit
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi, yang dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut (Setiadi.2012) :
a. Komplikasi dini : Pleuritis, efusi pleura, emplema, laringitis, dan
Menjalar ke organ lain seperti usus.
b. Komplikasi lanjut :
- Obstruksi jalan napas: SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberculosis)
- Kerusakan arenkim berat: SOPT, fibrosis paru, korpulmonal
- Amiloidosis
- Karsinoma paru dan sindrom gagal napas dewasa.

7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut PPNI, (2016) pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
pada klien dengan Tuberculosis paru, yaitu:
a. Laboratorium darah rutin : LED normal/meningkat dan limfositosis.
b. Pemeriksaan sputum BTA : Untuk memastikan diagnostik TB paru,
namun pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70% pasien
yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) : Merupakan uji serologi
imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan
adanya IgH spesifik terhadap basil TB.
d. Tes Mantoux Tuberkulin : Merupakan uji serologi Imunoperoksidase
memakai alat histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik
terhadap basil TB.
e. Teknik Polymerase Chain Reaction : Deteksi DNA kuman secara
spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu
mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya
resistensi.
f. Becton Dickinson diagnostik instrument Sistem (BACTEC) : Deteksi
growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme
asam lemak oleh mykobakterium tuberculosis.
g. MYCODOT : Deteksi antibody memakai antigen liporabinomanan
yang direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik,
kemudian dicelupkan dalam jumlah memadai memakai warna sisir
akan berubah.
h. Pemeriksaan radiologi : Rontgen thorax PA dan lateral, gambaran foto
thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu:
- Bayangan lesi terletak di lapangan paru atau segment apikal lobus
bawah.
- Bayangan berwarna ( patchy ) atau bercak ( nodular)
- Adanya kavitas, tunggal atau ganda
- Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
- Adanya klasifikasi
- Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
- Bayangan milier
i. Pemeriksaan CT Scan : Dilakukan untuk menemukan hubungan kasus
TB inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-
garis fibrotik ireguler, pita parenkimal, klasifikasi nodul, dan
adenopati, perubahan kelengkungan berkas bronkhovaskuler,
bronkhiektasis, dan emfisema perisikatriksial.
j. Radiologis TB Paru Milier : TB paru milier terbagi menjadi dua tipe,
yaitu TB paru milier akut dan TB paru milier subakut (kronis).
Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB milier akut diikuti
oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta
mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat
yang fatal sebelum penggunaan OAT.

8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan kegawatdaruratan pada TB Paru dengan Batuk
darah memiliki tujuan yaitu mencegah asfiksia, melokalisasi asal
perdarahan, menghentikan perdarahan, mendapatkan diagnosis dan
tatalaksana penyakit dasar, serta mencegah distress napas. (Kemenkes.
2015)
a. Pembebasan jalan napas (Airway) : Menenangkan dan
mengistirahatkan penderita, pasien diberitahu agar tidak takut
membatukkan darah yang ada di saluran napasnya dan menjaga agar
jalan napas tetap terbuka bila perlu dilakukan pengisapan (dengan
bronkoskop akan lebih baik)
b. Pengaturan Pernafasan (Breathing) : Memberikan bantuan pernafasan
ventilasi buatan dan pemberian terapi oksigenisasi.
c. Sirkulasi ( Circulation) : Dilakukan Resusitasi cairan / darah untuk
mengganti kehilangan darah.
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain untuk mengobati
juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap
OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis
terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7
bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisan, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis
obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide, Amoksisilin,
asam klavulanat, derivat Rifampisin/INH, dapat dilihat pada tabel berikut:
Obat Anti TB serta cara kerja potensi dan dosisnya. (Kemenkes,2015)

Rekomendasi dosis

Obat Anti TB (mg/kg BB)


Aksi Potensi
Esensial Perminggu
Per
hari 3x 2x

Isoniazid Bakterisidal Tinggi 5 10 15

Rifamphisin Bakterisidal Tinggi 10 10 10

Pirasinamid Bakterisidal Rendah 25 35 50

Streptomisin Bakterisidal Rendah 15 15 15


rendah
Etambutol Bakteriostatik 15  30 45

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih


dahulu bedasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil
pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Disamping itu perlu pemahaman tentang strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment
Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO (2017) yang
terdiri dari lima komponen yaitu :
a. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan
dalam penanggulangan TB.
b. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik
langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan
radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang
memiliki sarana tersebut.
c. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya
dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
d. Kesinambungan ketersediaan padua OAT jangka pendek yang cukup.
e. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
BAB III
PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Keluhan Utama : Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB
paru meminta pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu:
c. Keluhan respiratoris, meliputi:
1) Batuk, nonproduktif/ produktif atau sputum bercampur darah
2) Batuk darah, seberapa banyak darah yang keluar atau hanya berupa
blood streak, berupa garis, atau bercak-bercak darah
3) Sesak napas dan nyeri dada
d. Keluhan sistematis, meliputi: Demam, timbul pada sore atau malam
hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin
panjang serangannya, sedangkan masa bebas serangan semakin pendek
e. Keluhan sistemis lain: keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan dan malaise.
f. Riwayat Penyakit Sekarang : Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat
lebih memudahkan perawat dalam melengkapi pengkajian.
g. Riwayat penyakit Dahulu : Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa
diminum oleh klien pada masa lalu yang relevan, obat-obat ini
meliputi obat OAT dan antitusif. Catat adanya efek samping yang
terjai di masa lalu. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan
berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir. Penurunan BB pada
klien dengan TB paru berhubungan erat dengan proses penyembuhan
penyakit serta adanya anoreksia dan mual yang sering disebabkan
karena meminum OAT.
h. Riwayat penyakit Keluarga
i. Pemeriksaan Fisik : Keadaan Umum dan Tanda Vital, pemeriksaan
fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang
terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. (Setiadi, 2012)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
napas
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi
pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan
penurunan curah jantung
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan (PPNI,2018)

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA INTERVENSI
KEPERAWATAN
NOC NIC
1. Bersihan jalan NOC : Respiratory NIC : Airway suction
nafas tidak efektif status: ventilation 1.1 Auskultasi suara
berhubungan Respiratory status : nafas sebelum dan
dengan spasme airway patency sesudah suctioning
jalan napas 1. Dengan kriteria 1.2 Keluarkan sekret
hasil : dengan batuk efektif
mendemonstrasikan atau suction
batuk efektif dan suara 1.3 Berikan O2
nafas yang bersih, 1.4 Anjurkan pasien
tidak ada sianosis dan untuk istirahat dan
dyspneu (mampu napas dalam
mengeluarkan sputum, 1.5 Posisikan pasien
mampu bernafas untuk memaksimalkan
dengan mudah). ventilasi
2. Menunjukkan jalan 1.6 Atur intake untuk
nafas yang paten cairan mengoptimalkan
(klien tidak merasa keseimbangan.
tercekik, irama nafas, 1.7 Monitor respirasi
frekuensi pernafasan dan status O2
dalam rentang normal, 1.8 Pertahankan hidrasi
dan tidak ada suara yang adekuat untuk
nafas abnormal). mengencerkan secret
3. Mampu
mengidentifikasi dan
mencegah faktor yang
dapat menghambat
jalan nafas.
2. Gangguan NOC : Respiratory NIC : Airway
pertukaran gas status : Gas exchange Management
berhubungan Respiratory status : 2.1 Posisikan pasien
dengan kengesti Ventilation Vital sign untuk memaksimalkan
paru, hipertensi status ventilasi
pulmonal, 1. Dengan kriteria 2.2 Keluarkan sekret
penururnan hasil : dengan batuk efektif
perifer yang mendemonstrasikan atau suction
mengakibatkan peningkatan ventilasi 2.3 Atur intake untuk
asidosis laktat dan oksigenasi yang cairan mengoptimalkan
dan penurunan adekuat keseimbangan.
curah jantung 2. Memelihara 2.4 Monitor respirasi
kebersihan paru-paru dan status O2
dan bebas dari tanda 2.5 Catat pergerakan
tanda distress dada,amati kesimetrisan,
pernafasan penggunaan otot
3.Mendemonstrasikan tambahan, retraksi otot
batuk efektif dan suara supraclavicular dan
nafas yang bersih intercostal
4. Tidak ada sianosis 2.6 Monitor suara nafas,
dan dyspneu (mampu seperti dengkur
mengeluarkan sputum 2.7 Monitor pola nafas
5. Mampu bernafas bradipena, takipenia,
dengan mudah), tanda kussmaul, hiperventilasi,
tanda vital dalam cheynestokes, biot
rentang normal 2.8 Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan /tidak adanya
ventilasi dan suara
tambahan
2.9 Observasi sianosis
3 Defisit nutrisi NOC : Nutritional NIC : Nutrition
berhubungan status : Management
dengan food and fluid Intake 3.1 Kaji adanya alergi
ketidakmampuan Nutritional status : makanan
mencerna Nutrient Intake 3.2 Kolaborasi dengan
makanan Weight control ahli gizi untuk
Dengan kriteria hasil : menentukan jumlah
1. Adanya kalori dan nutrisi yang
peningkatan berat dibutuhkan pasien
badan sesuai dengan 3.3 Anjurkan pasien
tujuan untuk menigkatkan Fe
2. Berat badan ideal 3.4 Anjurkan pasien
sesuai dengan tinggi untuk meningkatkan
badan protein dan vitamin C
3. Mampu 3.5 Monitor adanya
mengidentifikasi penurunan BB dan
kebutuhan nutrisi gula darah
4. Tidak ada tanda- 3.6 Berikan makanan
tanda mal nutrisi yang terpilih (sudah
5. Menujukkan dikonsultasikan
peningktan fungsi dengan ahli gizi)
pengecapan dari 3.7 Monitor intake
menelan dan tidak nutrisi
terjadi penurunan 3.8 Monitor turgor kulit
berat badan yang 3.9 Monitor mual dan
berarti. muntah
3.10 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
3.11 Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi dan kaji
kemampuan pasien
untuk mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan.
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DAN EVALUASI
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan. (PPNI,2018)
Ada 3 tahap implementasi :
a. Fase orentasi
Fase orientasi terapeutik dimulai dari perkenalan klien pertama kalinya
bertemu dengan perawat untuk melakukan validasi data diri.
b. Fase kerja
Fase kerja merupakan inti dari fase komunikasi terapeutik, dimana
perawat mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan, maka
dari itu perawat diharapakan mempunyai pengetahuan yang lebih
mendalam tentang klien dan masalah kesehatanya.
c. Fase terminasi
Pada fase terminasi adalah fase yang terakhir, dimana perawat
meninggalkan pesan yang dapat diterima oleh klien dengan tujuan,
ketika dievaluasi nantinya klien sudah mampu mengikuti saran perawat
yang diberikan, maka dikatakan berhasil dengan baik komunikasi
terapeutik perawat-klienapabila ada umpan balik dari seorang klien
yang telah diberikan tindakan atau asuhan keperawatan yang sudah
direncanakan.
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dari semua tindakan
keperawatan yang telah diberikan dengan menggunakan SOAP
(subyektif, obyektif, analisa, dan perencanaan). (PPNI.2018)
DAFTAR PUSTAKA

Amin & Hardhi (2016) Asuhan Keperawatan Praktis NANDA Jilid 2


Yogyakarta: Hal. 318.
Andra Saferi ,Wijaya. 2013. KMB1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep.Yogyakarta:Nuha
Medika.
Ardiansyah, M. 2012 .Medikal Bedah Untuk mahasiswa. Yogyakarta : Diva
Press
Kemenkes. 2015. Pedomasn nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. 2016 . Jakarta
Kementerian Kesehatan RI (2016) National Strategic Plan of Tuberculosis
Control 2016-2020, Jakarta.
Setiadi (2012), Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan, Yogyakarta:
Graha Ilmu.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
WHO (2017) Global Tuberculosis Report 2017, Jenewa.

Anda mungkin juga menyukai