Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn“H” DENGAN DIAGNOSA MEDIS PLEURA

EFUSSION TUBERCOLOSIS DI RUANG PENYAKIT DALAM RSHS BANDUNG

Disusun Oleh:
NAMA : ALFIAN
NPM : 220120160022
Mahasiswa Magister Keperawatan KMB UNPAD

FAKULTAS ILMU KEPRAWATAN


PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara
berkembang. Meskipun mayoritas pasien dengan TB menderita TB paru, TB mempengaruhi
terutama kelenjar getah bening dan pleura. sebagai presentasi awal sekitar 25% dari orang
dewasa. dan TB adalah penyebab utama dari efusi pleura di beberapa negara berkembang
(Light RW, 2007).
Banyak di belahan dunia bahwa TB merupakan penyebab paling umum dari efusi pleura
tanpa adanya hasil pemeriksaan penyakit paru yang dapat dibuktikan. Misalnya, dalam salah
satu rangkaian 642 efusi pleura dari Spanyol utara pada pertengahan 1990-an, TB merupakan
penyebab paling umum dari efusi pleura, jumlah untuk 25% dari semua efusi pleura.
Penelitian serupa oleh Al-Qorain (1994) Sebuah studi dari Arab Saudi menunjukkan bahwa
TB juga merupakan penyebab paling umum dari efusi pleura di negara itu, kisaran untuk 37%
dari semua efusi pleura. Di Amerika Serikat, kejadian tahunan pleuritis TB telah diperkirakan
sekitar 1, 000 kasus, dan dikatakan bahwa 3% sampai 5% dari pasien dengan TB akan
memiliki pleuritis TB.
Menurut WHO (2008), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat
mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia, bahkan
menjadi problema utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di
negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi pleura per 100.000 orang.
Amerika serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita efusi pleura terutama
disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri.
Menurut Depkes RI (2006), kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi
saluran napas lainnya. Tingginya angka kejadian efusi pleura disebabkan keterlambatan
penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini dan angka kematian akibat efusi pleura
masih sering ditemukan faktor resiko terjadinya efusi pleura karena lingkungan yang tidak
bersih,
Di Indonesia, tuberkolosis paru adalah penyebab utama efusi pleura, disusul oleh
keganasan. Distribusi berdasarkan jenis kelamin, efusi pleura di dapatkan lebih banyak pada
wanita dari pada pria. Efusi pleura yang disebabkan oleh tuberkolosis paru lebih banyak
dijumpai pada pria dari pada wanita. Umur terbanyak untuk efusi pleura karena tuberkolosis
adalah 21-30 tahun (30,26%).

B. Tujuan
1. Menelaah literature terkait Ef. Pleura TB (Patofisiologi (factor risiko, etiologi, gejala,
komplikasi lanjut), masalah kep yg muncul, dan terapi berdasarkan
literature dan penelitian terkait (mandiri, kolaboratif,
komplementary utk ef. Pleura TB)
2. Menganalisis dan memahami kasus efusi pleura tuberkolosis
3. Mampu menyusun asuhan keperawatan pada pasien efusi pleura TB
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Definisi Efusi Pleura Tuberkulosis


Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura dan jarang sebagai
penyakit utama sehingga biasanya menjadi bagian penyakit sekunder untuk penyakit lain.
Biasanya, ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15 mL), yang berperan
sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa gesekan (Gbr. 23-4).
efusi pleura kemungkinan komplikasi pada gagal jantung, TBC, pneumonia, infeksi paru
(terutama infeksi virus), sindrom nefrotik, penyakit jaringan ikat, emboli paru, dan tumor
neoplastik. keganasan yang paling umum yang terkait dengan efusi pleura adalah bronkogenik
karsinoma (Suzanne C. Smeltzer, 2010).
Diagnosis pleuritis tuberkulosis harus dipertimbangkan pada setiap pasien dengan
efusi pleura eksudatif. Efusi pleura sebagai manifestasi tuberkulosis (TB) terisolasi yang telah
disamakan dengan ulkus sebagai tanda utama sebagai manifestasi sifilis. Keduanya butuh
penangan yang tepat dan namun sering penanganan yang kurang. keduanya dapat
menyebabkan penyakit serius (Richard W, 2013).

Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh Microbakteri TB yang
dikenal juga dengan nama pleuritis TB. Peradangan rongga pleura pada umumnya secara
klasik berhubungan dengan infeksi TB paru primer. Berbeda dengan bentuk TB di luar paru,
infeksi TB pada organ tersebut telah terdapat kuman microbakteri TB pada fase basilemia
primer. Proses di pleura terjadi akibat penyebaran atau perluasan proses peradangan melalui
pleura viseral sebagai proses hipersensitiviti tipe lambat.

B. Epidemiologi
Dalam penelitian Richard W. Light (2010) bahwa Persentase pasien dengan TB yang
memiliki efusi pleura telah sangat bervariasi dari negara ke negara. Di Burundi lebih dari 25%
pasien dengan TB memiliki efusi pleura TB. Sementara di Afrika Selatan 20% dari pasien TB
memiliki efusi pleura tuberkulosis. Sedangkan menurut penelitian Saks AM (1992) bahwa
Sebaliknya kejadian Efusi pleura TB hanya 3-5% dari pasien di Amerika Serikat dilaporkan
memiliki TB efusi pleura. Menurut penelitian Baumann MH (2007) menyatakan bahwa di
Amerika Serikat dilaporkan bahwa persentasi kejadian efusi pleura TB tidak terlalu signifikan
tinggi dikarenakan sering ditemukan hasli culture yang negative.
Disisi lain imunodefisiensi tanpa AIDS, persentase pasien TB dengan efusi pleura telah
kurang. efusi pleura terjadi hanya 3 banding 27 pasien (11%) dengan transplantasi ginjal yang
akan menyebabkan TB. Sedangkan Dalam penelitian Queipo JA (2003) efusi pleura terjadi
hanya 5 banding 48 pasien (10,4%) yang mengalami dialisis ginjal dan mengalami TB.

C. Patogenesis Dan Patofisiologis

Ketika efusi pleura TB terjadi karena tidak adanya hasil radiologis TB jelas terbaca,
kemungkinan ini akibat terjadi infeksi primer 6 sampai 12 minggu sebelumnya atau
mungkin telah terjadi reaktivasi TB. Di negara-negara industri, efusi pleura lebih disebabkan
oleh reaktivasi daripada karena pasca infeksi primer. Akan tetapi, dalam sebuah studi di San
Francisco oleh Ong,A (2004) dalam Ricard,W kasus TB pleura kira-kira dua kali lebih
mungkin untuk dikelompokkan (dinilai oleh genoryping dari organisme mikobakteri) dari
yang TB paru dan tiga kali lebih untuk dikumpul dari kasus TB nonrespiratory. 35% dari
kasus TB pleura telah dikelompokan. Temuan ini menunjukkan bahwa setidaknya di San
Francisco, terhitung infeksi primer untuk sebuah persentase besar dari TB pleura.

Dalam penelitian Berger HW (1973) bahwa Efusi Pleura TB merupakan hasil dari
pecahnya jaringan yang sudah nikrotik didalam sub-pleura yang berfokus dalam paru-paru
kedalam rongga pleura. Penelitian diatas didukung oleh penelitian Stead et al (1955) yang
berasal dari temuan operatif yang melaporkan bahwa peneliti menunjukkan tuberkulosis
caseous paru yang berdekatan dengan pleura yang sakit pada 12 dari 15 pasien dengan
pleuritis TB. Tiga pasien yang tersisa dalam penelitian ini ditemukan mengalami parenkim
TB, meskipun pasien tersebut tidak memiliki jaringan nekrotik yang berdekatan dengan
pleura.

Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB suatu keadaan
dimana terjadinya akumulasi cairan dalam rongga pleura. Mekanisme terjadinya efusi pleura
TB bisa dengan beberapa cara:

1. Efusi pleura TB dapat terjadi dengan tanpa dijumpainya kelainan radiologi toraks. Ini
me rupakan sekuele dari infe ksi primer dimana efusi pleura TB biasanya terjadi 6-12
minggu setelah infeksi primer, pada anak-anak dan orang dewasa muda. Efusi pleura TB
ini diduga akibat pecahnya fokus perkijuan subpleura paru sehingga bahan perkijuan dan
kuman M. TB masuk ke rongga pleura dan terjadi interaksi dengan Limfosit T yang akan
menghasilkan suatu reaksi hipersensitiviti tipe lambat. Limfosit akan melepaskan
limfokin yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dari kapiler pleura terhadap
protein yang akan menghasilkan akumulasi cairan pleura. Cairan efusi umumnya disera p
kembali dengan mudah. Namun terkadang bila terdapat banyak kuman di dalamnya,
cairan efusi tersebut dapat menjadi purulen, sehingga membentuk empiema TB.

2. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut. Jarang,
keadaan seperti ini bia berlanjut menjadi nanah (em piema). Efusi pleura ini terjadi akibat
proses reaktivasi yang mungkin terjadi jika penderita mengalami imuniti rendah.

3. Efusi yang terjadi akibat pecahnya kav itas TB dan keluarnya udara ke dalam rongga
pleura. Keadaan ini m emungki nkan udara masuk ke dalam ruang antara paru dan
dinding dada. TB dari kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah (empiema).
Udara dengan nanah bersamaan disebut piopneumotoraks.

D. Manifestasi Klinis

Meskipun TB biasanya dianggap sebagai penyakit kronis dan pleuritis tuberkulosis


paling sering bermanifestasi sebagai penyakit akut. Dalam penelitian menunjukkan dari 71
pasien, 25 (35%) memiliki gejala awal kurang dari 1 minggu dalam durasi, sedangkan 50
(70%) memiliki gejala kurang dari satu bulan. Dalam rangkaian kejadian lain, 31 dari 49
pasien (63%) memiliki penyakit akut yang sering ditemukan jenis dan bentuk mirip dengan
bakteri pneumonia akut (Richard W, 2013).

Kebanyakan pasien (70%) memiliki batuk, biasanya tidak produktif, dan sebagian besar
(75%) mengalami nyeri dada, biasanya pleuritis secara alami. Jika kedua batuk dan nyeri dada
yang timbul, rasa sakit biasanya cendrung lebih awal dbibandingkan batuk. Kebanyakan
pasien mengalami demam, tapi suhu normal tidak sampai terdiagnosis. Dalam satu penelitian
menunjukkan bahwa 7 dari 49 pasien (14%) mengalami demam. Kadang-kadang, TB timbul
secara akut, dengan nyeri dada ringan, demam ringan dan batuk tidak produktif, penurunan
berat badan, dan mudah lelah.

Secara umum, pasien dengan pleuritis TB lebih muda dari pasien dengan TB parenkim.
Dalam salah satu penelitian di Qatar oleh Ibrahim WH (2005) menunjukkan bahwa usia rata-
rata 100 pasien dengan pleuritis TB adalah 31,5 tahun. Di negara-negara industri, usia rata-
rata pasien dengan TB cenderung lebih tua. Dalam penelitian terbaru dari Amerika Serikat
oleh Baumann MH (2007) usia rata-rata dari 14.000 pasien dengan pleuritis TB dilaporkan ke
Pusat Penyakit Menular di Amerika Serikat antara tahun 1993 dan 2003 adalah 49,9 tahun.
Pasien dengan efusi pleura sekunder untuk reaktivasi cenderung lebih tua dibandingkan
dengan efusi pleura paska primer.

Efusi pleura sekunder pada pleuritis TB biasanya pada unilateral dan dapat dari
berbagai ukuran. Dalam penelitian Valdes L dkk (1998) menunjukkan efusi menduduki lebih
dari dua pertiga dari hemothorax di 18%, antara sepertiga dan dua pertiga dari hemothorax di
47%, dan kurang dari sepertiga dari hemothorax di 34%. Dalam penelitian lain dari 46 pasien
dengan efusi pleura masif, 4% dari efusi adalah karena TB. Pada sekitar 20 sampai 25% dari
pasien dengan efusi pleura sekunder untuk TB, sama halnya dengan parenkim pulmonal
deaseas terlihat pada rontgen dada. Jika CT scan dada dilakukan, sekitar 90% akan memiliki
kelainan parenkim. Pada beberapa pasien, efusi pleura hampir selalu di sisi parenkim dan
menunjukkan penyakit parenkim positif. Pada penelitian Ariyurek OM (2000) terdapat
kejadian yang langka bahwa TB pleura dapat timbul dengan disertai nodul pada pleura dan
penebalan.

E. Diagnosis

Dalam penelitian Light RW (1968) Diagnosis pada pleuritis TB tergantung pada hasi
pemeriksaan laboratorium basil tuberkulosis dalam dahak, cairan pleura, atau spesimen
biopsi pleura, atau pemeriksaan granuloma di pleura. Diagnosis juga dapat didirikan dengan
landasan yang kuat dengan menunjukkan peningkatan kadar adenosine deaminase (ADA)
atau interferon-gamma dalam cairan pleura. Dalam pemriksaan darah perifer tidak dapat bisa
digunakan; kebanyakan pasien tidak memiliki leukositosis (Berger HW 1973). Radiografi
dada biasanya menunjukkan hanya cairan pleura, tetapi seperti yang disebutkan sebelumnya,
sekitar 20 sampai 25% dari pasien juga memiliki parenkim yang disebabkan oleh TB.

pemeriksaan fisik yang digunakan adalah x-ray dada, CT dada, dan thoracentesis yang
menunjukkan adanya cairan. Dalam beberapa kasus, decubitus dibagian lateral diperoleh x-
ray. pasien berbaring pada sisi yang terkena dalam posisi berbaring. Sebuah efusi pleura
dapat didiagnosis karena posisi ini memungkinkan untuk mengeluarkan cairan, dan
gelembung udara cairan terlihat. cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan,
asam basil (untuk TB), jumlah sel darah merah dan putih, studi kimia (glukosa, amilase,
laktat dehidrogenase, protein), analisis sitologi untuk sel-sel ganas, dan pH. Biopsi pleura
mungkin juga dilakukan sebagai alat diagnostik (Suzanne C. Smeltzer, 2010).

F. Manajemen keperawatan

Dalam hal manajemen keperawatan ada beberapa yang harus diperhatiakan dan dilakukan
yaitu memperhatiakn bersihan jalan napas, advokasi regimen pengobatan, mempromosikan
aktivitas dan gizi, dan mencegah penularan (Suzanne C. Smeltzer, 2010).

Peran perawat dalam perawatan pasien dengan efusi pleura dengan menerapkan medical
regiment. Perawat mempersiapkan dan posisi pasien untuk thoracentesis dan menjalankan
tindakan dengan sesuai prosedur. Perawat bertanggung jawab untuk memastikan jumlah
cairan thoracentesis yang dicatat dan dikirim untuk dilakukan pengujian laboratorium. Jika
selang drainage dan menggunakan water seal drainage system (WSD), perawat bertanggung
jawab untuk memantau fungsi sistem dan mencatat jumlah drainag pada interval yang
ditentukan. asuhan keperawatan yang berhubungan dengan penyebab dari efusi pleura khusus
untuk kondisi yang mendasarinya (Suzanne C. Smeltzer, 2010).

Selang drainase dimasukan secara perlahan-lahan disertai dengan manajmen nyeri


merupakan tindakan yang proritas dilakaukan saat melakukannya dan perawat membantu
pasien pada posisi yang senyaman mungkin yang dapat membantu mengurangi rasa nyeri.
Perawat mengevaluasi tingkat nyeri pasien dan berkolaborasi dalam pemberian analgesik
seperti yang telah ditentukan dan sesuai kebutuhan. Jika pasien untuk dikelola sebagai pasien
rawat jalan dengan kateter pleura untuk drainase, perawat mendidik pasien dan keluarga
tentang pengelolaan dan perawatan kateter dan drainase system (Suzanne C. Smeltzer, 2010).
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn“H” DENGAN DIAGNOSA MEDIS PLEURA
EFUSSION TUBERCOLOSIS DI RUANG PENYAKIT DALAM RSHS

A. IDENTITAS
1. Biodata Klien
Nama : Tn “H”
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 46 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Suku/ bangsa : Jawa/ Indonesia
Pendidikan : SMU
Alamat : Jl. Terusan, piranha atas no.27 RT.27/03, Malang
Biodata Penanggung Jawab
Nama : Ny “W”
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 43 tahun
Agama : Islam
Suku/ bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : Strata satu
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama

Sesak

b. Riwayat Kesehatan Sekarang


Klien datang ke RSHS dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan makin berat
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan juga saat sedang
istirahat sehingga klien sulit tidur karena sesak nafas. Sesak nafas tidak dirasakan
membaik dengan perubahan posisi. Keluhan disertai bengkak pada wajah, perut dan
kedua tungkai. Klien mengeluh batuk berdahak kuning kemerahan disertai panas
badan yang tidak terlalu tinggi. 6 minggu SMRS klien mengeluh sesak nafas disertai
bengkak pada perut yang semakin lama semakin besar. 3 minggu yang lalu penderita
mulai ada keluhan bengkak pada tungkai kaki . Penderita mengeluh batuk-batuk
berdahak semakin banyak. Kemudian berobat ke RS Rotinsulu dan dikatakan
menderita TB Paru serta ada cairan pada kedua paru.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan 1 bulan SMRS klien menderita batuk-batuk dengan dahak kuning
sesekali disertai bercak merah. Klien juga mengeluhkan demam yang hilang timbul
disertai keringat di malam hari sampai baju basah. Merasa mengalami penurunan
Berat badan disertai kurang nafsu makan. Penderita tidak menimbang berat badan
namun celana yang biasa dipakai kini menjadi longgar. Sebelumnya klien belum
pernah di rawat di RS. Klien tidak pernah menderita penyakit jantung, DM, hipertensi
ataupun asma. Klien juga tidak pernah memeriksakan kondisinya ke RS
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dan keluarga mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit
yang sama. Saat ini keluarga tinggal serumah dengan istri, anak, menantu dan
cucunya yang baru berusia 1 tahun.

1. DATA PSIKOLOGIS
a. Status Emosi
Pasien mengatakan kawatir dengan kondisinya yang belum mmbaik, tampak gelisah,
pasien akan terus mengikuti anjuran perawat dan terapi yang dijadwalkan oleh dokter.
b. Konsep Diri
1) Body Image
pasien mengatakan tidak merasa malu dengan kondisinya sekarang.
2) Self ideal
Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan harga dirinya, yang penting
penyakitnya cepat sembuh dan bisa bekerja seperti semula.

3) Self Eksteem
Pasien mengatakan menerima cobaan yang diderita saat ini dan semuanya
diserahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
4) Role
Pasien mengatakan tidak bisa melakukan fungsinya sebagai seorang suami dan
orang tua, karena kondisinya sekarang ini.
5) Identity
Pasien mengatakan bahwa dirinya adalah seorang suami sekaligus sebagai
kepala keluarga dan orangtua bagi anak-anaknya.

2. DATA SOSIAL
a. Pendidikan
Pasien mengatakan tidak peranah sekolah
b. Sumber Penghasilan
Sumber penghasilan pasien gaji pensiunan dan dari keluarga.
c. Pola Komunikasi
Pola komunikasi pasien cukup bagus, saat ditanya pasien selalu menjawab
pertanyaan.
d. Peran Sosial
Tn H mengatakan selalu menjaga hubungan baik dengan orang lain baik itu di
Rumah maupun di Rumah Sakit.

3. DATA SPIRITUAL
Tn H mengatakan jarang beribadah, terutama menunaikan soalat lima waktu, dan
dengan kondisi sekarang Tn H mengatakan tidak bisa ke masjid, dan Tn H hanya mampu
berdoa.
4. POLA AKTIVITAS
NO POLA AKTIVITAS DI RUMAH DI RUMAH SAKIT
1. Pola Nutrisi
Makan - Makan 3x/hari, lauk pauk, porsi 1 piring - Makan 3x sehari, makan sedikit-sedikit
habis. - Mual, muntah, lemas, kurang nafsu makan,
Minum - Minum 6-7 gelas perhari. - Minum 3-4 gelas perhari.

2. Eliminasi
BAB - 1x sehari, warna kuning, dan bau khas feses. - Klien BAB 1x sehari, kadang-kadang klien tidak
BAB dalam sehari
- 6-10x/hari, warna kuning, bau khas urine. - 4-6x sehari, warna kuning, bau urin.
BAK

3. Aktivitas - Tn H Mengatakan cepat Lelah dan sesak saat - Pasien tidak mampu melakukan kegiatannya
melakukan aktifitas sedang dan berat. sehari-hari seperti kekamar mandi dan berpindah,
pasien hanya beraktivitas di tempat tidur (aktivitas
terbatas).
4. Istirahat/Tidur - Tn H mengatakan sulit tidur karena sesak, - Tn H mengatakan sulit tidur karena sesak, dan
dan batuk batuk

5. Personal - Pasien mandi 2x/hari menggunakan sabun - Pasien tidak pernah mandi, shampoan, gosok gigi,
Hygine dan sampho, ganti baju 1x sehari. kadang-kadang di lap dengan handuk basah.
6. Ketergantungan - Pasien bisa melakukan aktivitas sehari-hari - Pasien dibantu saat melakukan sebagian
tanpa dibantu. aktivitasnya.
5. PEMERIKSAAN FISIK
a. Penampilan Umum : Klien tampak sesak
b. Kesadaran : Compos Mentis. GCS: E4 V5 M6 :15
Keterangan Skala Koma Glasgow :
Eye Verbal Motorik
Spontan : 4 Berorientasi : 5 Dengan perintah : 6

c. Keadaan fisik :
1) Tinggi Badan : 169 cm
2) Berat Badan : Tidak terkaji
d. Tanda - tanda vital:
1) Tensi : 110/70 mmhg
2) Nadi : 90 x/mnt
3) Suhu : 37.5 ºC
4) Respirasi : 32 x/mnt
e. Kepala
1) Wajah
a) Inspeksi : Bentuk wajah simetris, nampak ka edema, tampak meringis.
b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
2) Rambut
a) Inspeksi : Kuantitas rambut tebal, distribusi merata, rambut tampak
berminyak.
b) Palpasi : Tekstur rambut halus
3) Kulit Kepala
a) Inspeksi : Kulit kepala tidak ada benjolan tidak ada ketombe.
a) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan.
4) Mata
a) Inspeksi : Bentuk mata simetris dekstra-sinistra, alis mata simetris dekstra-
sinistra, kelopak mata tidak ada pembengkakan, tidak ada pembengkakan
aparatus lakrimalis, konjungtiva berwarna merah muda, sklera berwarna putih,
kornea tidak keruh, adanya refleks pupil terhadap cahaya.
b) Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada daerah mata.
5) Hidung
a) Inspeksi: Bentuk hidung simetris, septum nasal di garis tengah, mukosa nasal
warna merah muda, tidak terjadi pembengkakan, ada cuping hidung, tampak ada
bulu hidung.
b) Palpasi: Tidak ada nyeri tekan.
6) Telinga
a) Inspeksi: Bentuk telinga simetris, terdapat serumen, tidak ada pembengkakan.
b) Palpasi: Tidak ada nyeri tekan
7) Mulut
a) Inspeksi: Simetris, bibir tidak sianosis, mukosa mulut lembab, gigi tampak
kuning, terdapat karies gigi, gusi tampak merah muda tidak ada radang.
8) Lidah
a) Inspeksi : Tampak kotor.
9) Leher
a) Inspeksi: Bentuk simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, getah
bening dan tidak ada pembesaran vena jugularis. Nampaknya da pembesaran otot
sternocleidomastoid
b) Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat pembesaran kelenjar
tiroid, getah bening dan tidak teraba adanya pembesaran vena jugularis.
f. Dada dan Thorak
1) Inspeksi
Pengembangan dada simetris dextra-sinistra, terpasang WSD, , menggunakan
otot bantu pernafasan tambahan(++), Nafas tachypneu, RR: 32x/mnt.
2) Palpasi
Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan pada kedua dada, getaran taktil vocal
premitus sama pada kedua sisi.

3) Perkusi
Paru : Diperkusi daerah paru kanan dullness, Auskultasi
4) Auskultasi
a. Jantung
Denyut jantung sama dengan denyut nadi, bunyi jantung S1 S2 tunggal, dan
mur-mur (-).
a. Sistem pernafasan

Rhonci :

g. Abdomen
1) Inspeksi
Bentuk simetris semua kuadran, tidak ada jaringan parut, adanya gelombang
peristaltik dan perut nampak edema.
2) Auskultasi
Bising usus (+) 7x/menit
3) Perkusi
4) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada semua kuadran abdomen.
h. Ekstremitas
Bengkak pada tungkai kaki
Kekuatan otot:
5 5
5 5
Pemeriksaan Diagnostik
CT SCAN:
Kesan:
- Effusi pleura bilateral terutama kanan. Sebagian terlokalisir dengan penebalan pleura disertai
parsial atelektasis di lobus superior dan di lobus medius paru kanan dan di segmen laterobasal
lobus inferior paru kiri.
- Infiltrat dengan garis-garis keras di lobus superior sampai inferior kedua paru suspect ec.
Mixed infetion
- Pembesaran KGB di sub carina
- effusi pericard
- ascites
Pemeriksaan
1. Cairan tubuh Hasil nilai rujukan satuan
Nonne (+) (-)
Pandy (+) (-)
Warna coklat keruh
Kejernihan agak keruh
2. Lain-lain
Protein c pleura 2160 <250 mg/dl
Albumin c pleura 110 500 – 1400
Rivalta (+) -

Therapy:
OAT (PO)
Metilprednisolon (po) 3 x 1 tab
Ceftriaxon 2 x 1 amp (iv)
Ketorolak 2 x 1 amp (iv)
Ranitidin 2 x 1 amp (iv)
ANALISA DATA

No Analisa Data Etiologi Problem


1 3 4 5
1 DS: Mycobacterium tuberkolosis Gangguan
Klien mengeluh sesak nafas yang pertukaran gas
dirasakan makin berat sejak 1 minggu
yang lalu. Sesak juga dirasakan saat
Kuman menetap di paru
sedang istirahat dan tidak dirasakan
membaik dengan perubahan posisi.
DO :
Pengembangan dada simetris antara Berkembang biak di
dextra-sinistra, terpasang WSD, , sitoplasma makrofag
menggunakan otot bantu pernafasan
tambahan (++), Nafas tachypneu, RR:
32x/mnt. Ronchi (+) Masuk ke permukaan
alveolir dan parenkim paru
CT SCAN:
Infiltrat dengan garis-garis keras di lobus Peradangan
superior sampai inferior kedua paru
suspect ec. Mixed infetion
- Pembesaran KGB di sub carina Produksi surfaktan turun
- effusi pericard
- ascites

Atelaktasi paru

Gangguan pertukaran gas

2 Mycobacterium tuberkolosis
DS: Bersihan jalan
Klien mengeluh batuk berdahak nafas tidak efektif
berwarna kuning kemerahan disertai
Kuman menetap di paru
panas badan yang tidak terlalu tinggi.
Penderita mengeluh batuk-batuk
berdahak semakin sering sehingga klien
sulit tidur Berkembang biak di
Keluhan disertai bengkak pada wajah, sitoplasma makrofag
perut dan kedua tungkai. Klien mengeluh
batuk berdahak kuning kemerahan
disertai panas badan yang tidak terlalu Masuk ke permukaan
tinggi. 6 minggu SMRS klien mengeluh alveolir dan parenkim paru
sesak nafas disertai bengkak pada perut
yang semakin lama semakin besar. 3
minggu yang lalu penderita mulai ada
Iritasi bronkial
keluhan bengkak pada tungkai kaki .

DO :
Pengembangan dada simetris antara Peningkatan produksi
dextra-sinistra, terpasang WSD, tidak ada sputum
tanda-tanda infeksi dibagian selang
WSD, menggunakan otot bantu
pernafasan tambahan (++), Nafas Sputum menumpuk dan
tachypneu, RR: 32x/mnt. Ronchi (+), S : mengental
37,5

Bersihan jalan nafas tidak


efektif

3 DS: Krisis situasional Ketidak


Pasien mengatakan mengalami seimbangan
penurunan Berat badan disertai kurang Nutrisi:
nafsu makan, mual, muntah, dan lemas. kebutuhan kurang
Sakit krisis / ancaman
Penderita tidak menimbang berat badan dari kebutuhan
kematian
namun celana yang biasa dipakai kini tubuh
menjadi longgar.

DO: Respon stress


- Pasien Nampak Kurang nafsu makan,
makan yang disediakn oleh RS tidak
dihabiskan Hipersekresi asam lambung
- Berat badan menurun.
(BB tidak terkaji scara detail)
- Klien tampak sesak dan lemah
- Lidah tampak kotor Anoreksia, mual, muntah,
nafsu makan turun
4 DS: Infiltrasi ke pleura Resiko Tinggi
Klien mengeluh panas badan yang tidak Infeksi
terlalu tinggi. disertai keringat di malam
hari sampai baju basah.
Pleuritis
DO:
- Terpasang WSD
Efusi pleura
- Suhu : 37.5 ºC
Pemeriksaan Cairan tubuh
- Nonne (+) Pemasangan WSD
- Pandy (+)
- Warna : coklat keruh
- Kejernihan: agak keruh
Kurang Perawatan lokasi
- Protein c pleura 2160 mg/dl selang WSD

- Albumin c pleura 110 mg/dl


- Rivalta (+) Resiko Tinggi Infeksi

- Effusi pleura bilateral terutama kanan.


Sebagian terlokalisir dengan penebalan
pleura disertai parsial atelektasis di lobus
superior dan di lobus medius paru kanan
dan di segmen laterobasal lobus inferior
paru kiri.

Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar-kapiler

2. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan Mukus berlebihan, infeksi dan
eksudat dalam alveoli

3. Ketidak seimbangan Nutrisi: kebutuhan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurang asupan makanan, factor biologis, dan gangguan psikologis

4. Resiko Infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit, penyakit kronis

Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC Rasional
1 Gangguan kriteria hasil: 1. Monitor kecepatan 1. Takipnea adalah mekanisme
Pertukaran -Tingkat irama kedalaman kompensasi untuk
gas Pernafasan dan kesulitan hipoksemia dan peningkatan
Normal bernafas upaya pernafasan dapat
berhubungan
-Irama menunjukkan derajat
dengan Pernafasan hipoksemia
perubahan Normal 2. Catat pergerakan 2. Penggunaan otot bantu nafas
membrane -Hasil X-ray dada, catat ketidak membuat pasien cepat lelah,
alveolar- dada normal kesimetrisan, sehingga harus ada
kapiler -Suara nafas penggunaan otot monitoring terkait
normal bantu pernafasan pengguanaan otot bantu
dan retraksi pada nafas
otot supraklafikula
dan interkosta
3. Bunyi nafas dapat menurun,
3. Monitor suara tidak sama atau tidak ada
nafas tambahan pada area yang sakit, krekels
seperti stridor atau adalah bukti peningkatan
wezing cairan dalam area jaringan
sebagai akibat peningkatan
permeabilitas membran
alveolar – kapiler. Mengi
adalah bukti konstriksi
bronkus dan atau
penyempitan jalan nafas
sehubungan dengan mukus.
4. Bunyi nafas dapat menurun,
tidak sama atau tidak ada
4. Monitor pola nafas
pada area yang sakit, krekels
Auskultasi Suara adalah bukti peningkatan
nafas, catat area cairan dalam area jaringan
dimana terjadi sebagai akibat peningkatan
penurunan atau permeabilitas membran
tidak adanya alveolar – kapiler. Mengi
ventilasi dan adalah bukti konstriksi
keberadaan suara bronkus dan atau
nafas tambahan penyempitan jalan nafas
sehubungan dengan mukus.

2. Ketidak Kriteria 1. Posisikan pasien 1. Posisi yang baik dan benar


efektifan hasil: untuk memaksimalkan (semifoler) dapat
bersihan jalan -Frekwensi ventilasi memudahhkan pasien
normal bernafas dan mengurangi
nafas
-Irama otot bantu nafas
berhubungan pernafasan
dengan normal 2. lakukan fisiotrapi 2. Fsioterapi dada dapat
Mukus (vasikuler) daada sebagaimana membantu dalam
berlebihan, -Kemampuan mestinya mengeluarkan sekret
dalam 3. buang secret 3. Peningkatan sekret akan
infeksi dan
mengeluarka dengan memotifasi dapat mengganggu saluran
eksudat dalam n secret pasien untuk perafasan
alveoli -Tidak batuk melakukan batuk atau
-Tidak mendot lender
menggunaka 4. Auskultasi suara 4. Bunyi nafas menunjukkan
n otot bantu nafas, catatat area aliran udara melalui pohon
pernafasan yang ventilasinya trakeobronkial dan
-Akumulasi menurun atau tidak dipengaruhi oleh adanya
sputum adanya suara cairan, mukus, atau
- tambahan obstruksi aliran udara lain.
Mengi dapat merupakan
bukti konstriksi bronkus
atau penyempitan jalan
nafas sehubungan dengan
edema. Ronchi dapat jelaas
tanpa batuk dan
menunjukkan pengumpulan
mukus pada jalan nafas
5. Observasi 5. Ekspansi/pengembangan
penurunan dada terbatas atau tidak
ekspansi dinding sama sehubungan dengan
dada dan akumulasi cairan,edema, dan
adanya/peningkata sekret dalam sexy lobus.
n fremitus Konsolidasi paru dan
pengisian cairan dapat
meningkatkan fremitus

3 Ketidak - Asupan 1. Kaji Kemampuan Membantu intervensi


seimbangan Gizi Pasien untuk kebutuhan yang spesifik,
Nutrisi: adekuat makan meningkatkan intake diet
- Asupan pasien
kebutuhan
lemak, Berguna dalam
kurang dari protein, 2. Kaji adanya mendefinisikan derajat
kebutuhan karbohidra penuruanan masa masalah dan intervensi yang
tubuh t, serat, otot terutama otot tepat
berhubungan mineral, pernafsan ,
dengan dan kehilangan lemak
kurang vitamin subkutan Mengukur keefektifan nutrisi
adekuat cairan
asupan
makanan, 3. Tentukan
factor Kebutuhan Kalori Memaksimalkan intake
biologis, dan sesuai dengan nutrisi
gangguan kondisi stress,
psikologis factor aktifitas dan
kebutuhan basal
setiap hari
4. Pastikan diet
memaksimalkan intake nutrisi
memenuhi
kebutuhan kalori,
tinggi dan protein
diperlukan untuk
memperbaiki
fungsi otot Perubahan cepat menunjukkan
5. Berikan komposisi gangguan dalam air tubuh total.
nutris protein, Dan mengukur keefektifan
karbohidrat, lemak, nutrisi dan cairan
vitamin dan
mineral.
6. Monitor berat
badan pasien

4 Resiko 1. Tidak ada 1. Monitor adanya 1. Dengan memonito dapat


Infeksi tanda- tanda dan gejala mengetahui intervensi
berhubungan tanda infeksi sistemik selanjutnya
infeksi dan local
dengan
(dolor, 2. Monitor kerentanan 2. Untuk mencegah adanya
gangguan calor, terhadap infeksi kuman tercemar lewat
integritas rubor, tangan.
kulit, tumor, 3. Batasi jumlah 3. mencegah terjadinya
penyakit fungsioles pengunjung yang infeksi.
kronis ia) sesuai
2. TTV 4. Pertahankan 4. Untuk mencegah infeksi
dalam asepsis yang pasien nosokomial
batas yang beresiko
normal 5. Makan yang bergizi 5. Makanan yang bergizi baik
TD: 90- sesuai dengan yang untuk proses penyembuhan
130 telah diprogramkan
/70- 6. Berikan perawatan 6. Untuk mengetahui adanya
90 kulit yang tepat infeksi dan menentukan
mm untuk area yang intevensi selanjutnya.
Hg mengalami edema
N : 60-
100x/mnt
RR: 16-
24x/mnt
S : 36,5-37,
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qorain A, Larbi EB, al-Muhanna F, et al. 1994. Pattern of pleural effusion in eastern province
of Saudi Arabia: a prospective study. East Afr Med].;7 1 :246-249.
Ariyurek OM, CiBE. 2000. Atypical presentation of pleural tuberculosis: CT findings. Br]
Radio.73:209-210.
Baumann MH, Nolan R, Petrini M et al. 2007. Pleural tuberculosis in the United States:
incidence and drug resistance. Chest; 131 : 1125–32
Baumann MH, Nolan R, Petrini M, et al. 2007.Pleural tuberculosis in the United States:
incidence and drug resistance. Chest.;131:1125-1132
Berger HW, Mejia E. 1973. Tuberculous pleurisy. 63:88-92
Brunner & Suddarth’s. 2010. extbook of medical-surgical nursing. — 12th ed. by Lippincott
Williams & Wilkins.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006
Ibrahim WH, Ghadban W, Khinji A, et al. 2005. Does pleural tuberculosis disease pattern differ
among developed and developing countries. Respir Med. ;99:1038-1045.
Light, Richard W. 1998.Establishing the diagnosis of tuberculous pleuritis. Arch Intern Med. ;
158
Light, Richard W.2007.Pleural Diseases, 5th edn. Lippincott, Williams and Wilkins, Baltimore,
MD
Light, Richard W. 2010. Update on tuberculous pleural effusion. Respirology. 15, 451–458
Light, Richard W. 2013. Pleural diseases I Richard W. Light. -6th ed.
Queipo JA, Broseta E, Santos M et al.2003. Mycobacterial infection in a series of 1261 renal
transplant recipients. Clin. Microbiol. Infect. 9: 518–25.
Saks AM, Posner R. 1992.Tuberculosis in HIV positive patients in South Africa: a comparative
radiological study with HIV negative patients. Clin. Radiol.46: 387–9
Valdes L, Alvarez D, San Jose E, et al. 1998.Tuberculous pleurisy: a study of 254 patients. Arch
Intern Med.; 158:2017-2021

Anda mungkin juga menyukai