Disusun Oleh :
NIM : 7202004008
TAHUN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR ANKLE
A. PENGERTIAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2012). Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur dapat
disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan
kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2013).
Fraktur (patah tulang) pada ujung distal fibula dan tibia merupakan istilah yang
digunakan untuk menyatakan fraktur pergelangan kaki (ankle fracture). Fraktur ini
biasanya disebabkan oleh terpuntirnya tubuh ketika kaki sedang bertumpu di tanah atau
akibat salah langkah yang menyebabkan tekanan yang berlebihan (overstressing) pada
sendi pergelangan kaki. Fraktur yang parah dapat terjadi pada dislokasi pergelangan kaki.
Fraktur ankle itu sendiri yang dimaksudkan adalah fraktur pada maleolus lateralis
(fibula) dan/atau maleolus medialis. Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks
dan penopang badan dimana talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan
medialis yang diikat dengan ligament.
B. ETIOLOGI
Menurut Helmi (2014), fraktur pergelangan kaki paling sering terjadi pada trauma
akut, seperti jatuh, salah langkah, atau cedera saat berolahraga, lesi patologis jarang
menyebabkan fraktur pergelangan kaki Kondisi yang Berkaitan dengan Fraktur
Pergelangan Kaki
1. Keseleo pergelangan kaki (sprain ankle)
2. Keseleo PTT (sprain PTT)
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi,
spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya, pergeseran fragmen pada
fraktur menyebabkan deformitas, ekstermitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstermitas yang normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
4. Saat ekstermitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa
jam atau hari setelah cedera ( Smelzter, 2002 ; Bare, 2002).
Pada fraktur pergelangan kaki penderita akan mengeluh sakit sekali dan tak dapat
berjalan. Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruan atau
deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah pada
daerah tulang atau pada ligamen. Nyeri pada pergelangan kaki dan ketidakmampuan
menahan berat tubuh. Deformitas dapat timbul bersama dengan fraktur/dislokasi.
Sering juga ditemukan pembengkakan dan ekimosis.
D. PATOFISOLOGI
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan perdarahan, maka volume darah
menurun. COP (Cardiak Out Put) menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka
penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf
yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neuralvaskuler yang menimbulkan
nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat
mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan
lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Pada umumnya pada pasien fraktur
terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
( Helmi, 2014 )
E. PATHWAY
Etiologi
Gangguan Integritas
Hematoma pada daerah
Gangguan Rasa Nyaman fraktur Kulit
Nyeri Luka
Kerusakan
neuromuskuler
F. KOMPLIKASI
Sindroma kompartemen
Gangguan Mobilitas
keterbatasan fisik Kelemahan fungsi organ
Fisik
Menurut Helmi (2014) komplikasi yang dapat terjadi pada kejadian fraktur ankle adalah :
1. Vaskuler Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi gangguan
pembuluh darah yang segera, sehingga harus dilakukan reposisi secepatnya.
2. Malunion Reduksi yang tidak komplit akan menyebabkan posisi persendian yang tidak
akurat yang akan menimbulkan osteoarthritis.
3. Osteoartritis
4. Algodistrofi Algodistrofi, komplikasi dimana penderita mengeluh n
yeri, terdapat pembengkakan dan nyeri tekan di sekitar pergelangan kaki. Dapat terjadi
perubahan trofik dan osteoporosis yang hebat.
5. Kekakuan yang hebat pada sendi
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Rongent Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior,
posterior lateral.
2. CT Scan tulang, fomogram MRI (Magnetic Resonance Imaging). Untuk melihat
dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
3. Arteriogram Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan. (Ekawati, 2015)
H. PENATALAKSANAAN
1. Reduksi Mengembalikan fraktur tulang pada kesejajaran dan rotasi anatomis. Reduksi
adalah mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujung selang
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat yang biasa digunakan traksi,
bidai dan lainnya. Reduksi terbuka dalah dengan pembedahan. Alat fiksasi biasanya
dalam bentuk plat
2. Immobilisasi Immobiliisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau
melalui peredaran darah, nyeri, perabaan, dan gerakan. Perkiraan waktu immobilisasi,
yang dibutuhkan untuk menyatukan tulang yang mengalami fraktur. (Ekawati, 2015)
I. PROSES PENYEMBUHAN TULANG
Penyembuhan fraktur merupakan proses biologis yang sangat luar biasa. Tidak
seperti jaringan lainnya, fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang
reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur merupakan dasar
untuk mengobati fragmen fraktur. Proses penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera
setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai
sampai terjadi konsolidasi. Selain factor biologis, faktor mekanis yang penting seperti
imobilisasi secara fisik fragmen fraktur sangat penting dalam penyembuhan.:
1. Fase hematoma Akibat robekan pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli-
kanalikuli system haversi sehingga terjadi ekstravasasi ke dalam jaringan lunak, yang
menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur
segera setelah trauma.
2. Proloferasi Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Terbentuk kalus eksterna yang belum mengandung tulang sehingga
secara radiology
3. Fase pembentukan kalus Terbentuk woven bone atau kalus yang telah mengandung
tulang. Fase ini merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan
fraktur
4. Fase konsolidasi Woven bone membentuk kalus primer
5. Fase Remodeling Union telah lengkap dan terbentuk tulang kompak yang berisi system
haversi dan terbentuk rongga sumsum.
Faktor – faktor yang mempengaruhi proses pemulihan :
a. Usia klien
b. Immobilisasi
c. Komplikasi atau tidak misalnya infeksi biasa menyebabkan penyembuhan lebih lama.
d. Keganasan lokal, penyakit tulang metabolik dan kortikosteroid. (Nurmaningsih, 2012)
J. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
b. Pengkajian biologis : berfokus pada gangguan rasa nyaman, aktivitas istirahat tidur
dan kebutuhan oksigenasi
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
No
Dx. Kep Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
.
1. Nyeri b.d agens cedera Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri
fisik (fraktur) keperawatan diharapkan komprehensif
Batasan karakteristik : tingkat nyeri berkurang dengan 2. Ajarkan penggunaan teknik
Ekspresi wajah kriteria hasil : non farmakologi (relaksasi)
nyeri - Nyeri yang dilaporkan 3. Observasi isyarat non verbal
Fokus pada diri berkurang ketidaknyamanan.
sendiri - Mampu istirahat dengan 4. Berikan informasi terkait nyeri
tepat. 5. Kolaborasi dalam pemberian
- Ekspresi wajah rileks. resep analgetik.
2. Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kulit dan tahap
kulit b.d luka terbuka keperawatan diharapkan perkembangan luka
Batasan karakteristik : kerusakan kulit dapat teratasi 2. Kaji lokasi, ukuran, warna,
Kerusakan integritas dengan kriteria hasil : bau, serta jumlah dan tipe
kulit - Tidak ada tanda-tanda cairan luka
infeksi 3. Pantau jika terjadi peningkatan
- Vital sign dalam batas suhu
normal 4. Berikan perawatan luka
dengan teknik aseptic, balut
luka dengan kassa dan kering
dan steril.
5. Kolaborasi dalam pemberian
antibiotic sesuai indikasi.
3. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji mobilisasi yang dapat
fisik keperawatan diharapkan klien dilakukan
Batasan karakteristik : dapat melakukan aktivitas fisik 2. Atur posisi klien senyaman
Edema sesuai dengan kemampuan mungkin
Dispnea dengan kriteria hasil : 3. Ajarkan latihan ROM
1. Brunner & Suddart. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi VIII Volume 2.
Jakarta : EGC.
2. Ekawati, Sinta. 2015. Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Kasus Fraktur Crusis.
3. Helmi, Noor Zairin. 2014. Buku Ajar Gangguan Musculoskeletal . Jakarta : Salemba
Medika.
4. Lukman, Nurmaningsih. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Sistem
Muskoleskeletal. Jakarta : Salemba Medika
5. Mansjoer, Arif. 2012. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : EGC
6. Nurarif. A dan Kusuma. H. (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarakan
Diagnosa Medis & NANDA NIC – NOC. Yogyakarta : Mediaction.