Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. M DENGAN

GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI RUANG BIMA

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Disusun Oleh :

NAMA : AMALIA RAHMAWATI


NIM : 3220213707
KELAS : 2A

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2022/2023BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Oksigen merupakan salah satu kebutuhan yang diperlukan dalam


proses kehidupan karena oksigen sangat berperan dalam proses
metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen didalam tubuh harus terpenuhi
karena apabila berkurang maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak
dan apabila berlangsung lama akan menyebabkan kematian Proses
pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia dapat dilakukan dengan
cara pemberian oksigen melalui saluran pernafasan, pembebasan jalan
nafas dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen, memulihkan
dan memperbaiki organ pernafasan agar berfungsi secara normal
(Taqwaningtyas, Ficka (2013)(Budyasih, 2014)

Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam


sistem tubuh baik itu bersifat kimia atau fisika. Oksigen ditambahkan
kedalam tubuh secara alami dengan cara bernapas. Pernapasan atau
respirasi merupakan proses pertukaran gas antara individu dengan
lingkungan yang dilakukan dengan cara menghirup udara untuk
mendapatkan oksigen dari lingkungan dan kemudian udara dihembuskan
untuk mengeluarkan karbon dioksida ke lingkungan (Saputra, 2013).

Kebutuhan Oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia


yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme tubuh dalam
mempertahankan kelangsungan hidup dan berbagai aktivitas sel tubuh
dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan oksigenasi dipengaruhi oleh
beberapa factor seperti fisiologis, perkembangan, perilaku, dan
lingkungan (Ernawati, 2012).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum

Memberikan asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan


Oksigenasi pada Ny. “M” di Ruang Bima di RSUD Panembahan
Senopati Bantul, Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui definisi Oksigen

b. Untuk mengetahui etiologi Oksigen

c. Untuk mengetahui manifestasi klinik Kebutuhan Oksigen

d. Untuk mengetahui patofisiologi Kebutuhan Oksigen

e. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Kebutuhan Oksigen

f. Untuk mengetahui komplikasi Kebutuhan Oksigen

g. Untuk mengetahui penatalaksanaan Kebutuhan Oksigen

BAB II
KONSEP DASAR

A. Definisi

Pola napas tidak efektif adalah inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak
memberi ventilasi adekuat (NANDA, 2011). Kejadian pola nafas tidak
efektif dapat dijumpai pada pasien dewasa maupun anak. Keefektifan jalan
napas sangat dipengaruhi oleh keadaan sistem kesehatan paru. Beberapa
kelainan sistem pernapasan seperti obstruksi jalan napas, atau keadaan
yang dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas, infeksi jalan napas, serta
gangguan gangguan lain yang dapat menghambat pertukaran gas,
empisema dan bronchitis kronis. Hal ini perlu diantisipasi dan di tangani
dengan baik agar tidak terjadi kegawatan napas. Pada kasus pernafasan
yang sering dijumpai pada anak adalah sindrom gawat nafas atau Respirasi
Distress Syndrom (RDS) yang merupakan gangguan pernafasan sering
terjadi pada bayi dengan tanda-tanda takipnue (>60x/menit), retraksi dada,
sianosis pada udara kamar yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam
kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir
sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS (Lissuer dan Fanaroff, 2009).
Di dalam (NURIYANTI, 2017)

B. Etiologi/ Predisposisi

1. Faktor fisiologis

a. Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia.


b. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi
saluaran napas bagian atas.
c. Hipovolemia sehingga sehingga tekanan darah menurun
mengakibatkan transport O2 terganggu.
d. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi,demam,ibu hamil,
luka.
e. Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, musculoskeletal yang abnormal, serta penyakit
kronis seperti TB paru.

2. Faktor perkembangan

a. Bayi prematur
b. Bayi dan toodler
c. Anak usia sekolah dan pertengahan
d. Dewasa tua

3. Faktor prilaku

a. Nutrisi
b. Latihan fisik
c. Merokok
d. Penyalahgunaan substansi kecemasan

4. Faktor lingkungan

a. Tempat kerja
b. Suhu lingkungan
c. Ketinggian tempat dari permukaan laut
b. (Haswita & Reni, 2017)

C. Patofisiologi

Pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas 3 tahapan


yaitu ventilasi, difusi dan transportasi.

1. Ventilasi Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen


dan atmosfer kedalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses
ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin
tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah. Demikian pula
sebaliknya.

b. Adanya kemampuan thorak dan paru pada alveoli dalam


melaksanakan ekspansi atau kembang kempis

c. Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang
terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi
oleh sistem saraf otonom. Terjadinya rangsangan simpatis dapat
menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi vasodilatasi,
kemudian kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan kontriksi
sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi atau proses
penyempitan

d. Adanya reflek batuk dan muntah Adanya peran mukus sillialis


sebagai penangkal benda asing yang mengandung interferon dan
dapat mengikat virus. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah
complience recoil. Complience yaitu kemampuan paru untuk
meengembang dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu adanya
sulfaktor pada lapisan alveoli yang berfungsi untuk menurunkan
tegangan permukaan dan adanya sisa udara yang menyebabkan
tidak terjadinya kolaps dan gangguan thoraks. Sulfaktor diproduksi
saat terjadi peregangan sel alveoli dan disekresi saat pasien menerik
napas, sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan
co2 atau kontraksi menyempitnya paru. Apabila complience baik
akan tetapi recoil terganggu maka co2 tidak dapat dikelurkan secara
maksimal. Pusat pernapasan yaitu medula oblongata dan pons dapat
mempengaruhi proses ventilasi, karena c02 memiliki kemampuan
merangsang pusat pernapasan. Peningkatan co2 dalam batas 6
mmhg dapat dengan baik merangsang pusat pernapasan dan bila
PaCO, kurang dari sama dengan 80 mmhg maka dapat
menyebabkan depresi pusat pernapasan.

2. Difusi gas Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan


kamler paru dan CO2 , di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor :

a. Luasnya permukaan paru

b. Tebalnya membran respirasi atau permeabilitas yang terjadi antara


epitel alveoli dan intertisial. Keduanya ini dapat mempengaruhi
proses difusi apabila terjadi proses penebalan

c. Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 hal ini dapat terjadi sebagai


mana O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan
O2 dari rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah
vena pulmonalis (masuk dalam darah secara berdifusi ) dan PaCO.
Dalam arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli

d. Afinitas gas Yaitu kemampuan untuk menembus dan saling


mengikat hb

3. Transportasi gas Merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler


ke jaringan tubuh CO2 ,jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses
transportasi akan berikatan dengan hb membentuk oksihemoglobin (97
%) dan larut dalam plasma (3 %) sedangkan co2 akan berikatan
dengan hb membentuk karbominohemiglobin (3o%) dan larut dalm
plasma (50%) dan sebagaian menjadi Hco3 berada pada darah (65%).
Transpotasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:

a. Kardiak output merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah.


Normalnya 5 L/menit. Dalam kondisi patologi yang dapat
menurunkan kardiak output (misal pada kerusakan otot jantung,
kehilangan darah) akan mengurangi jumlah oksigen yang dikirim ke
jaringan umumnya jantung menkompensasi dengan menambahkan
rata-rata pemompaannya untuk meningkatkan transport oksigen.

b. Kondisi pembuluh darah, latihan dan lain lain secara langsung


berpengaruh terhadap transpor oksigen bertambahnya latihan
menyebabkan peningkatkan transport o2 (20 x kondisi normal).
Meningkatkan kardiak output dan penggunaan o2 oleh sel.(Pradana,
2019)

D. Manifestasi klinik

Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda


gangguan oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot
nafas tambahan untuk bernafas, pernafasan nafas flaring (nafas cuping
hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, posisi
tubuh menunjukan posisi 3 poin, nafas dengan bibir, ekspirasi memanjang,
peningkatan diameter anterior- posterior, frekuensi nafas kurang,
penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang
tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA, 2011).
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi,
hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan,
AGS abnormal, sianosis, warna kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman),
hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun, abnormal frekuensi,
irama dan kedalaman nafas (NANDA, 2011).

E. Pemeriksaan penunjang

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) untuk dapat menegakkan diagnosa


keperawatan dapat digunakan cara :

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan darah

Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi


leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil)

2) Pemeriksaan sputum

Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang


spontan dan dalam digunakan untuk kultur serta tes sensitifitas
untuk mendeteksi agen infeksius.

3) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan


status asam basa.

4) Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia.

5) Sampel darah, sputum dan urine untuk tes imunologi untuk


mendeteksi antigen mikroba

b. Pemeriksaan radiologi

1) Ronthenogram thoraks

Menunujukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada


infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali
dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus.

2) Laringoskopi/bronskopi

Untuk menentukan apakah jalan nafas tesumbat oleh benda


padat.

F. Komplikasi

Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), tipe kekurangan Oksigen dalam


tubuh di bagi menjadi 7 bagian yaitu:

1. Hipoksemia
Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi
oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri ( SaO2 )
dibawah normal (normal PaO 85-100 mmHg, SaO,95%). Pada
neonates, PaO2 < 50 mmHg atau SaO2 < 88%. Pada dewasa, anak,
dan bayi, PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90%. Keadaan ini
disebabkan oleh ganguuan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt),
atau berada pada tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan
hivoksemia, tubuh akan melakukan kompensasi dengan cara
meningkatkan pernapasan, meningkatkan stroke volume,
vasodilatasi pembuluh darah, dan peningkata nadi. Tanda dan gejala
hipoksemia di anaranya sesak nafas, frekuensi nafas dapat mencapai
35 kali per menit, nadi cepat dan dangkal, serta sianosis.

2. Hipoksia

Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak


adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi
oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen
pada tingkat seluler. Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit
ventilasi berhenti spontan. Penyebab lain hipoksia antara lain:
1) Menurunnya hemoglobin

2) Berkurangnya konsentrasi oksigen, misalnya jika kita berada di


puncak gunung

3) Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen, seperti pada


keracunan sianida

4) Menurunya difusi oksigen dan alveoli ke dalam darah seperti pada


pneumonia;

5) Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok;

6) Kerusakan atau gangguan ventilasi Tanda-tanda hipoksia di


antaranya kelelahan, kecemasan, menurunnya kemampuan
konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam sianosis
sesak nafas, serta jari tabuh (clubling finger).

3. Gagal nafas

Merupakan keadaan di mana terjadi kegagalan tubuh memenuhi


kebutuhan oksigen karna pasien kehilangan kemampuan ventilasi
secara adekut sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas karbon
dioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya peningkatan
gas karbon dioksida dan oksigen. Gagal nafas di tandai oleh adanya
peningkatan CO2 dan penurunan O2 dalam darah secara signifikan.
Gagal nafas dapat disebabkan oleh gangguan system saraf pusat
yang mengontrol system pernapasan, kelemahan neuromuscular,
keracunan obat, gangguan metabolism, kelemahan otot pernapsan,
dan obstruktif jalan nafas.

4. Perubahan pola nafas

Pada keadaan normal, frekuensi pernafasan pada orang dewasa


sekitar 12-20 x/menit,dengan irama teratur serta inspirasi lebih
panjang dari ekspirasi. Pernafasan normal disebut eupnea.
Perubahan pola nafas dapat berupa hal-hal sebagai berikut:

a. Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya pada pasien dengan


asma.

b. Apnea, yaitu tidak bernapas, berhenti bernapas.


c. Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi
lebih dari 24 x/menit.

d. Bradipnea, yaitu pernapasan lebih lambat (kurang) dari normal


dengan frekuensi kurang dari 16x/menit.

e. Kussmaul, yaitu pernpasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi


sama, sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam, misalnya
pada pasien koma dengan penyakit diabetes mellitus dan uremia.
f. Cheyne-stokes,merupakan pernapasan cepat dan dalam kemudian
berangsur-ansur dangkal dan diikuti periode apnea yang berulang
secara teratur. Misalnya pada keracunan obat bius,penyakit jantung,
dan penyakit ginjal.

g.Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apnea


dengan periode yang tidak teratur, misalnya pada meningitis.

(Ambara, 2019)

G. Penatalaksanaan

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terapi oksigen adalah


tindakan pemberian oksigen melebihi pengambilan oksigen melalui
atmosfir atau FiO2 > 21 %. Tujuan terapi oksigen adalah
mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah respirasi
respiratorik, mencegah hipoksia jaringa, menurunkan kerja napas dan
kerja otot jantung, serta mempertahankan PaO2 > 60 % mmHg atau
SaO2 > 90 %. Indikasi pemberian oksigen dapat dilakukan pada :

1) Perubahan frekuensi atau pola napas

2) Perubahan atau gangguan pertukaran gas

3) Hipoksemia

4) Menurunnya kerja napas

5) Menurunnya kerja miokard

6) Trauma berat

Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan menggunakan


beberapa metode, diantaranya adalah inhalasi oksigen (pemberian
oksigen), fisiotrapi dada, napas dalam dan batuk efektif, dan
penghisapan lender atau subtioning (Abdullah ,2014).
a. Inhalasi oksigen Pemberian oksigen merupakan tindakan
keperawatan dengan cara memberikan oksigen kedalam paru-
paru melalui saluran pernapsan dengan menggunakan alat bantu
oksigen. Pemberian oksigen pada pasien dapat dilakukan melalui
tiga cara, yaitu melalui kanula, nasal, dan masker dengan tujuan
memenuhi kebutuhan oksigen dan mencega terjadinya hipoksia.

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terdapat dua sistem


inhalasi oksigen yaitu sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi.

1) Sistem aliran rendah Sistem aliran rendah ditujukan pada klien


yang memerlukan oksigen dan masih mampu bernapas
sendiri dengan pola pernapasan yang normal. Sistem ini
diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan.
Pemberian oksigen diantaranya dengan menggunakan nasal
kanula, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan
kantong rebreathing dan sungkup muka dengan kantong non
rebreathing.

a. Nasal kanula/binasal kanula. Nasal kanula merupakan


alat yang sederhana dan dapat memberikan oksigen
dengan aliran 1 -6 liter/menit dan konsentrasi oksigen
sebesar 20% - 40%.

b. Sungkup muka sederhana Sungkup muka sederhana


diberikan secara selang-seling atau dengan aliran 5 – 10
liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40 - 60 %.

c. Sungkup muka dengan kantong rebreathing Sungkup


muka dengan kantong rebreathing memiliki kantong yang
terus mengembang baik pada saat inspirasi dan ekspirasi.
Pada saat pasien inspirasi, oksigen akan masuk dari
sungkup melalui lubang antara sungkup dan kantong
reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar yang masuk
dalam lubang ekspirasi pada kantong. Aliran oksigen 8 –
10 liter/menit, dengan konsentrasi 60 – 80%.

d. Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing


Sungkup muka nonrebreathing mempunyai dua katup,
satu katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup pada
saat ekspirasi dan satu katup yang fungsinya mencegah
udara masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada
saat ekspirasi. Pemberian oksigen dengan aliran 10 – 12
liter/menit dengan konsentrasi oksigen 80 – 100%

2) Sistem aliran tinggi Sistem ini memungkinkan pemberian


oksigen dengan FiO2 lebih stabil dan tidak terpengaruh oleh
tipe pernapasan, sehingga dapat menambah konsentrasi
oksigen yang lebih tepat dan teratur. Contoh dari sistem
aliran tinggi adalah dengan ventury mask atau sungkup muka
dengan ventury dengan aliran sekitar 2 – 15 liter/menit.
Prinsip pemberian oksigen dengan ventury adalah oksigen
yang menuju sungkup diatur dengan alat yang
memungkinkan konsenstrasi dapat diatur sesuai dengan
warna alat, misalnya : warna biru 24%, putih 28%, jingga
31%, kuning 35%, merah 40%, dan hijau 60%.

b. Fisioterapi dada

Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang


dilakukan dengan cara postural drainase, clapping, dan vibrating,
pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Tindakan ini
dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pola pernapasan
dan membersihkan jalan napas (Eki, 2017)

1) Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan menepuk-nepuk kulit tangan
pada punggung pasien yang menyerupai mangkok dengan
kekuatan penuh yang dilakukan secara bergantian dengan
tujuan melepaskan sekret pada dinding bronkus sehingga
pernapasan menjadi lancar.

2). Vibrasi

Vibrasi merupakan suatu tindakan keperawatan dengan cara


memberikan getaran yang kuat dengan menggunakan kedua
tangan yang diletakkan pada dada pasien secara mendatar,
tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan turbulensi udara
yang dihembuskan sehingga sputum yang ada dalam bronkus
terlepas.

3). Postural drainase

Postural drainase merupakan tindakan keperawatan


pengeluaran sekret dari berbagai segmen paru dengan
memanfaatkan gaya gravitasi bumi dan dalam pengeluaran
sekret tersebut dibutuhkan posisi berbeda pada stiap segmen
paru.

c. Napas dalam dan batuk efektif

Latihan napas dalam merupakan cara bernapas untuk


memperbaiki ventilasi alveolus atau memelihara pertukaran gas,
mencegah atelektasis, meningkatkan efisiensi batuk, dan
mengurangi stress. Latihan batuk efektif merupakan cara yang
dilakukan untuk melatih pasien untuk memiliki kemampuan
batuk secara efektif dengan tujuan untuk membersihkan laring,
trakea, dan bronkiolus, dari sekret atau benda asing di jalan
napas (Eki, 2017)
d. Penghisapan lendir

Penghisapan lender (suction) merupakan tindakan keperawatan


yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan
sekret atau lender sendiri. Tindakan ini memiliki tujuan untuk
membersihkan jalan napas dan memenuhi kebutuhan oksigen
(Eki, 2017)
DAFTAR PUSTAKA

Yustiana Olfah & Abdul Ghofur (2016) Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Kemenkes RI (2015) Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI.

Dinas Kesehatan Kota Balikpapan (2017) Profil Kesehatan. Balikpapan.


Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur (2018) Profil
Kesehatan. Kalimantan Timur

Suciati, Dewi Kartika. 2014. Ilmu Keperawatan Dasar. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar

Anda mungkin juga menyukai