Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KONSEP DASAR PROFESI


KEBUTUHAN OKSIGENASI

Disusun Oleh:
MESSI ARYANTI
NIM. 212133028

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
JURUSAN KEPERAWATAN PONTIANAK
PENDIDIKAN PROFESI NERS PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
VISI DAN MISI

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam
Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di
Tingkat Regional Tahun 2020"

MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang
Berbasis Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional.
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK KLINIK KONSEP DASAR PROFESI


KEBUTUHAN OKSIGENASI

Telah mendapat persetujuan dari Pembimbing Akademik


(Clinical Teacher) dan Pembimbing Klinik (Clinical Instructure).

Telah disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Mengetahui,

Pembimbing akademik pembimbing klinik

Mahasiswa
BAB I
KONSEP TEORI

A. KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan
manusia. Dalam tubuh, oksigen berperan penting bagi proses metabolisme sel secara
fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional
mengalami kemunduran atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu,
kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan sangat vital bagi
tubuh.
Oksigenasi adalah sebuah proses dalam pemenuhan kebutuhan O2 dan
pembuangan CO2. Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi
sistem pernapasan secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem
respirasi, maka kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan. Apabila lebih dari 4
menit seseorang tidak mendapatkan oksigen, maka akan berakibat pada kerusakan
otak yang tidak dapat diperbaiki dan kemungkinan berujung fatal seperti meninggal
(Kusnanto, 2016).

B. Etiologi
Menurut Ambarwati (2014) dalam Eki (2017), terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen, seperti faktor fisiologis, status kesehatan, faktor
perkembangan, faktor perilaku, dan lingkungan.
1. Faktor fisiologis
Gangguan pada fungsi fisiologis akan berpengaruh pada kebutuhan oksigen
seseorang. Kondisi ini dapat mempengaruhi fungsi pernapasannya diantaranya
adalah:
a. Penurunan kapasitas angkut oksigen seperti pada pasien anemia atau pada
saat terpapar zat beracun
b. Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi
c. Hipovolemia
d. Peningkatan laju metabolik
e. Kondisi lain yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti
kehamilan, obesitas dan penyakit kronis

2. Status kesehatan
Pada individu yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar
oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi, pada individu
yang sedang mengalami sakit tertentu, proses oksigenasi dapat terhambat sehingga
mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh seperti gangguan pada sistem
pernapasan, kardiovaskuler dan penyakit kronis.
3. Faktor perkembangan
Tingkat perkembangan juga termasuk salah satu faktor penting yang
mempengaruhi sistem pernapasan individu. Berikut faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi individu berdasarkan tingkat perkembangan :
a. Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan
b. Bayi dan toddler: adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut
c. Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan dan merokok
d. Dewasa muda dan paruh baya: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, dan stres
yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru
e. Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi paru menurun
4. Faktor perilaku
Perilaku keseharian individu tentunya juga dapat mempengaruhi fungsi
pernapasan. Status nutrisi, gaya hidup, kebiasaan olahraga, kondisi emosional dan
penggunaan zatzat tertentu secara sedikit banyaknya akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.
5. Lingkungan
Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen. Kondisi
lingkungan yang dapat mempengaruhi pemenuhan oksigenasi yaitu :
a. Suhu lingkungan
b. Ketinggian
c. Tempat kerja (polusi)

C. Tanda dan Gejala


a. Suara napas tidak normal
b. Perubahan jumlah pernapasan
c. Batuk disertai dahak
d. Penggunaan otot bantu pernapasan
e. Dispnea
f. Penurunan haluaran urin
g. Penurunan ekspansi paru
h. takipnea

D. Proses Oksigenasi
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas 3 tahapan yaitu
ventilasi, difusi dan transportasi (Kusnanto, 2016).
1. Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli
atau dari alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi (inspirasi-ekspirasi).
Ventilasi paru dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat maka
tekanan udara semakin rendah. Demikian pula sebaliknya.
b. Daya pengembangan dan pengempisan thorak dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis.
c. Jalan napas
Inspirasi udara dimulai dari hidung hingga alveoli dan sebaliknya saat
ekspirasi, yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat
dipengaruhi oleh sistem saraf otonom. Terjadinya rangsangan simpatis dapat
menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi vasodilatasi, kemudian kerja
saraf parasimpatis dapat menyebabkan kontriksi sehingga dapat
menyebabkan vasokontriksi atau proses penyempitan.
d. Pengaturan Nafas
Pusat pernafasan terdapat pada medulla oblongata dan pons. Pusat
nafas biasanya terangsang oleh peningkatan CO2 darah yang merupakan
hasil metabolism sel yang mampu dengan mudah melewati sawar darah otak
atau sawar darah cairan cerebrospinalis. Kenaikan CO2 inilah yang akan
meningkatkan konsentrasi hydrogen dan akan merangsang pusat nafas.
Perangsangan pusat pernafasan oleh peningkatan CO2 merupakan
mekanisme umpan balik yang penting untuk mengatur konsentrasi CO2
seluruh tubuh. Adanya trauma kepala atau edema otak atau peningkaan
tekanan intracranial dapat menyebabkan gangguan pada system pengendalian
ini.
2. Difusi gas
Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan
CO2, di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi atau permeabilitas
yang terdiri atas epitel alveoli dan interstisial (keduanya dapat mempengaruhi
proses difusi apabila terjadi proses penebalan). Perbedaan tekanan dan konsentrasi
O2 (hal ini sebagai mana O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena
tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena
pulmonalis, masuk dalam darah secara difusi).
a. Luasnya permukaan paru
Bila luas permukaan total berkurang menjadi tinggal sepertiga saja, pertukaran
gasgas tersebut dapat terganggu secara bermakna bahkan dalam keadaan
istirahat sekalipun. Penurunan luas permukaan membran yang paling
sedikitpun dapat menganggu pertukaran gas yang hebat saat olahraga berat
atau aktifitas lainnya. Pada konsolidasi paru seperti dijumpai pada randang
paru akut, atau pada tuberkulosa paru, pengangkatan sebagian lobus paru,
terjadi penurunan luas permukaan membran respirasi.
b. Tebalnya membran respirasi atau permeabilitas yang terjadi antara epitel
alveoli dan intertisial. Keduanya ini dapat mempengaruhi proses difusi apabila
terjadi proses penebalan.
c. Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2
Hal ini dapat terjadi sebagaimana O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh
karena tekanan O2 dari rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam
darah vena pulmonalis (masuk dalam darah secara berdifusi ) dan PaCO.
Dalam arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli.
d. Afinitas gas
Yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat hb
3. Transportasi gas
Merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan
CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, oksigen akan berikatan
dengan hb membentuk oksihemoglobin (97 %) dan larut dalam plasma (3 %)
sedangkan co2 akan berikatan dengan hb membentuk karbominohemiglobin (3o%)
dan larut dalm plasma (50%) dan sebagaian menjadi Hco3 berada pada darah
(65%). Transpotasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :
a. Kardiak output
Merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah. Normalnya 5
L/menit. Saat volume darah yang dipompakan oleh jatung berkurang, maka
jumlah oksigen yang ditransport juga akan berkurang.
b. Jumlah eritrosit atau HB
Dalam keadaan anemia oksigen yang berikatan dengan Hb akan
berkurang juga sehingga jaringan akan kekurangan oksigen.
c. Latihan fisik
Aktivitas yang teratur akan berdampak pada keadaan membaiknya
pembuluh darah sebagai sarana transfortasi, sehingga darah akan lancar
menuju daerah tujuan.
d. Hematokrit
Perbandingan antara zat terlarut atau darah dengan zat pelarut atau
plasma darah akan memengaruhi kekentalan darah, semakin kental keadaan
darah maka akan semakin sulit untuk ditransportasi.
e. Suhu lingkungan
Panas lingkungan sangat membantu memperlancar peredaran darah
(Eki, 2017).
E. Pathway

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan
oksigenasi.
1. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan fungsi paru dilakukan dengan menggunakan spirometer. Klien
bernapas melalui masker mulut yang dihubungkan dengan spirometer. Pengukuran
yang dilakukan mencakup volume tidal (Vт), volume residual (RV), kapasitas
residual fungsional (FRC), kapasitas vital (VC), kapasitas paru total (TLC).
2. Kecepatan Aliran Ekspirasi Puncak (Peak Expiratory Flow Rate/PEFR)
PEFR adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama ekspirasi maksimal
dan titik ini mencerminkan terjadinya perubahan ukuran jalan napas menjadi besar.
3. Pemeriksaan Gas Darah Arteri
Pengukuran gas darah untuk menentukan konsentrasi hidrogen (H+),
tekanan parsial oksigen (PaO2) dan karbon dioksida (PaCO2), dan saturasi
oksihemoglobin (SaO2), pH, HCO3-.
4. Oksimetri
Oksimetri digunakan untuk mengukur saturasi oksigen kapiler (SaO2),
yaitu persentase hemoglobin yang disaturasi oksigen.
5. Hitung Darah Lengkap
Darah vena untuk mengetahui jumlah darah lengkap meliputi hemoglobin,
hematokrit, leukosit, eritrosit, dan perbedaan sel darah merah dan sel darah putih.
6. Pemeriksaan sinar X dada
Sinar X dada untuk mengobservasi lapang paru untuk mendeteksi adanya
cairan (pneumonia), massa (kanker paru), fraktur (klavikula dan costae), proses
abnormal (TBC).
7. Bronkoskopi
Bronkoskopi dilakukan untuk memperoleh sampel biopsi dan cairan atau
sampel sputum dan untuk mengangkat plak lendir atau benda asing yang
menghambat jalan napas.
8. CT Scann
CT scann dapat mengidentifikasi massa abnormal melalui ukuran dan
lokasi, tetapi tidak dapat mengidentifikasi tipe jaringan.
9. Kultur Tenggorok
Kultur tenggorok menentukan adanya mikroorganisme patogenik, dan
sensitivitas terhadap antibiotik.
10. Spesimen Sputum
Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisme yang
berkembang dalam sputum, resistensi, dan sensitivitas terhadap obat.
11. Skin Tes
Pemeriksaan kulit untuk menentukan adanya bakteri, jamur, penyakit paru
viral, dan tuberkulosis.
12. Torasentesis
Torasentesis merupakan perforasi bedah dinding dada dan ruang pleura
dengan jarum untuk mengaspirasi cairan untuk tujuan diagnostik atau tujuan
terapeutik atau untuk mengangkat spesimen untuk biopsi.

G. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Memberikan oksigen pernasal
b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol atau fenetoral 2.5 mg atau terbutalin
10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit
sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan
atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5 %.
c. Aminophilin intravena 5-6 mg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam
sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena.
e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya
golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
f. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termasuk didalamnya
golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
2. Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
1) Pembersihan jalan nafas
2) Latihan batuk efektif
3) Suctioning
b. Pola nafas tidak efekif
1) Atur posisi pasien (semi fowler)
2) Pemberian oksigen
3) Teknik bernafas dan relaksasi
c. Gangguan pertukaran gas
1) Atur posisi pasien (posisi fowler)
2) Pemberian oksigen dan sectioning
H. Gangguan-Gangguan pada Fungsi Pernapasan
1. Gangguan Irama Pernapasan
a. Pernapasan Cheyne Stokes
Pernapasan cheyne stokes merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya
mula-mula dangkal, makin naik, kemudian menurun dan berhenti, lalu
pernapasan dimulai lagi dengan siklus yang baru. Jenis pernapasan Ini
biasanya terjadi pada klien gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan
intrakranial, overdosis obat. Namun secara fisiologis jenis pernapasan ini,
terutama terdapat pada orang di ketinggian 12.000 – 15.000 kaki diatas
permukaan air laut dan pada bayi saat tidur.
b. Pernapasan Biot
Pernapasan biot adalah pernapasan yang mirip dengan pernapasan cheyne
stokes, tetapi amplitudonya rata dan disertai apnea. Keadaan ini kadang
ditemukan pada penyakit radang selaput otak.
c. Pernapasan Kussmaul
Pernapasan kussmaul adalah pernapasan yang jumlah dan kedalamannya
meningkat dan sering melebihi 20 kali/menit. Jenis pernapasan ini dapat
ditemukan pada klien dengan asidosis metabolic dan gagal ginjal.
2. Gangguan frekuensi pernapasan
a. Takipnea
Takipnea merupakan pernapasan yang frekuensinya meningkat dan melebihi
jumlah frekuensi pernapasan normal.
b. Bradipnea
Bradipnea merupakan pernapasan yang frekuensinya menurun dengan jumlah
frekuensi pernapasan dibawah frekuensi pernapasan normal.
3. Insufisiensi pernapasan
Penyebab insufisiensi pernapasan dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama yaitu ;
a. Kondisi yang menyebabkan hipoventilasi alveolus, seperti :
1) Kelumpuhan otot pernapasan, misalnya pada poliomyelitis, transeksi
servikal.
2) Penyakit yang meningkatkan kerja ventilasi, seperti asma, emfisema,
TBC, dan lain-lain.
b. Kelainan yang menurunkan kapasitas difusi paru
1) Kondisi yang menyebabkan luas permukaan difusi berkurang misalnya
kerusakanjaringan paru, TBC, kanker dan lain-lain.
2) Kondisi yang menyebabkan penebalan membrane pernapasan, misalnya
pada edema paru, pneumonia, dan lainnya.
3) Kondisi yang menyebabkan rasio ventilasi dan perfusi yang tidak normal
dalam beberapa bagian paru, misalnya pada thrombosis paru.
c. Kondisi yang menyebabkan terganggunya pengangkutan oksigen dari paru-paru
ke jaringan
1) Anemia merupakan keadaan berkurangnya jumla total hemoglobin yang
tersedia untuk transfor oksigen.
2) Keracunan karbon dioksida yang menyebabkan sebagian besar
hemoglobin menjadi tidak dapat mengangkut oksigen.
3) Penurunan aliran darah ke jaringan yang disebabkan oleh curah jantung
yang rendah.
4. Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi terjadinya kekurangan oksigen di dalam jaringan.
Hipoksia dapat dibagi kedalam empat kelompok yaitu hipoksemia, hipoksia
hipokinetik, overventilasi hipoksia, dan hipoksia histotoksik.
a. Hipoksemia
Hipoksemia merupakan kondisi kekurangan oksigen didalam darah arteri.
Hipoksemia terbagi menjadi dua jenis yaitu hipoksemia hipotonik (anoksia
anoksik) dan hipoksemia isotonic (anoksia anemik). Hipoksemia hipotonik
terjadi jika tekanan oksigen darah arteri rendah karena karbondioksida dalam
darah tinggi dan hipoventilasi. Hipoksemia isotonik terjadi jika oksigen normal,
tetapi jumlah oksigen yang dapat diikat hemoglobin sedikit. Hal ini dapat terjadi
pada kondisi anemia dan keracunan karbondioksida.
b. Hipoksia hipokinetik
Hipoksia hipokinetik merupakan hipoksia yang terjadi akibat adanya bendungan
atau sumbatan. Hipoksia hipokinetik dibagi menjadi dua jenis yaitu hipoksia
hipokinetik iskemik dan hipoksia hipokinetik kongestif.
c. Overventilasi hipoksia
Overventilasi hipoksia yaitu hipoksia yang terjadi karena aktivitas yang
berlebihan sehingga kemampuan penyediaan oksigen lebih rendah dari
penggunaannya.
d. Hipoksia histotoksia
Hipoksia histotoksik yaitu keadaan disaat darah di kapiler jaringan mencukupi,
tetapi jaringan tidak dapt menggunakan oksigen karena pengaruh racun sianida.
Hal tersebut mengakibatkan oksigen kembali dalam darah vena dalam jumlah
yang lebih banyak daripada normal (oksigen darah vena meningkat).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas
2. Riwayat Kesehatan
Meliputi pengkajian tentang riwayat masalah kesehatan pada sistem pernapasan dulu
dan sekarang, gaya hidup, adanya batuk, sputum, nyeri, dan adanya faktor resiko
untuk gangguan status oksigenasi.
a. Masalah pada pernapasan (dahulu dan sekarang)
b. Riwayat penyakit
c. Kebiasaan promosi kesehatan : kebiasaan merokok, kebiasaan dalam bekerja
yang dapat memperberat masalah oksigenasi
d. Stressor yang dialami
e. Status mental dan atau kondisi kesehatan
3. Pemeriksaan Fisik
4. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengkaji status, fungsi dan oksigenasi
pernapasan pasien. Beberapa jenis pemeriksaan diagnostik antara lain :
a. Penilaian ventilasi dan oksigenasi : uji fungsi paru, pemeriksaan gas darah
arteri, oksimetri, pemeriksaan darah lengkap
b. Tes struktur sistem pernapasan : sinar- x dada, bronkoskopi, scan paru
c. Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernapasan : kultur kerongkongan,
sputum, uji kulit torakosintesis
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung
aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respon pasien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (PPNI, 2016). Diagnosa keperawatan yang ditegakkan dalam masalah ini
adalah bersihan jalan napas tidak efektif yaitu ketidakmampuan membersihkan secret
atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten. (SDKI,2017)
Dalam Standar Dignosis Keperawatan Indonesia bersihan jalan napas tidak efektif masuk
kedalam kategori fisiologis dengan subkategori respirasi. Berdasarkan perumusan
diagnosa keperawatan menurut SDKI menggunakan format problem, etiology, sign and
symptom (PES). Penyebab dari bersihan jalan napas tidak efektif adalah sasme jalan
napas, hipersekresi jalan napas, disfungsi neuromuskular, benda asing dalam jalan napas,
adanya sekresi ang tertahan, merokok pasif, merokok aktif, respon alergi, efek agen
farmakologis. (SDKI, 2018). Diagnosa keperawatan pada masalah kebutuhan Respirasi,
dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2017) yaitu :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Yaitu ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan napas tetap
paten.
2. Pola napas tidak efektif
Yaitu inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
3. Gangguan ventilasi spontan
Yaitu penurunan cadangan energy yang mengakibatkan individu tdaik mampu
bernapas adekuat.

C. Intervensi Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
D.0001 L. 01001 I. 01001
Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
efektif intervensi keperawatan, Tindakan:
maka diharapkan bersihan Observasi:
Penyebab jalan napas membaik 1. Monitor pola napas
Fisiologis dengan kriteria hasil: (frekuensi, kedalaman,
 Spasme jalan napas  Batuk efektif usaha napas)
 Hipersekesi jalan meningkat (5) 2. Monitor bunyi napas
napas  Produksi sputum tambahan (mis. gurgling,
 Disfungsi menurum (5) mengi, wheezing, ronchi
neuromuskuler  Wheezing menurun (5) kering)
 Benda asing dalam  Dispnea menurun (5) 3. Monitor sputum (jumlah,
jalan napas  Gelisah menurun (5) warna, aroma)
 Adanya jalan napas  Frekuensi napas Terapeutik:
buatan membaik (5) 1. Pertahankan kepatenan
 Sekresi yang tertahan jalan napas dengan
 Pola napas membaik
 Hiperplasia headtilt dan chin-lift
(5)
(jawthrust jika curiga
 Proses infeksi
trauma servical)
 Respon alergi
2. Posisikan semi-fowler
 Efek agen farmakologi atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
Edukasi:
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan tehnik batuk
efektif
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
2. ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
D.0005 L.0052 I. 01011
Pola napas tidak epektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas
keperawatan, diharapkan Observasi
Penyebab : inspirasi dan atau ekspirasi 1. Monitor pola napas
 Depresi pusat yang memberikan ventilasi 2. Monitor bunyi napas
pernapasan adekuat membaik dengan 3. Monitor sputum
 Hambatan upaya kriteria hasil : Terapeutik
napas (mis. Nyeri  Disspnea menurun (5) 1. Pertahankan kepatenan
saat bernapas,  Penggunaan otot bantu jalan napas
kelemahan otot napas menurun (5) 2. Posisikan semi-fowler
pernapasan)
 Deformitas dinding  Pemanjangan fase 3. Berikan minum hangat
dada ekspirasi menurun (5) 4. Lakukan fisioterafi dada
 Deformitas tulang  Ortopnea menurun (5) 5. Lakukan penghisapan
dada  Pernapasanpursed-lip lendir
 Gangguan neuro menurun (5) Edukasi
muskular  Pernapasan cuping 1. Anjurkan asupan cairan
 Gangguan hidung menurun (5) 2000 ml/hari
neurologis (mis. 2. Ajarkan Teknik batuk
Elektroensefalogra efektif
m (EEG) positif,
cedera kepala, Kolaborasi
gangguan kejang) 1. Kolaborasi pemberian
 Imaturitas bronkodilator
neurologis
 Penurunan energi
 Obesitas

D.0077 L.08066 I.08238


Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
dengan agen pencedera keperawatan tingkat nyeri Observasi :
fisik(Prosedur oprasi). menurun dengan Kriteria 1.1 Identifikasi lokasi ,
Hasil : karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri menurun. frekuensi, kulaitas nyeri,
2. Meringis menurun. intensitas nyeri, skala nyeri.
3. Sikap protektif menurun. 1.2 Identifikasi respon nyeri
4. Gelisah menurun. non verbal.
5. Frekuensi nadi membaik 1.3 Identivikasi factor yang
memperberat dan
memperingan nyeri.
Terapeutik :
1.4 Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
1.5 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.
1.6 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri.
Edukasi :
1.7 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri.
1.8 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
1.9 Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
1.10 Kolaborasi pemberian
analgetik bila perlu.
D.0004 L.01007
Gangguan ventilasi Setelah dilakukan tindakan Dukungan ventilasi
spontan keperawatan diharapkan Observasi
pola nafas pasien teratur 1. Identifikasi adanya
dengan kriteria hasil : kelelahan otot bantu nafas
 Respon alergi sistemik: 2. Identifikasi efek
tingkat keparahan perubahan posisi terhadap
respons status pernapasan
hipersensitivitas imun 3. Monitor status respirasi
sistemik terhadap dan oksigenasi (frekuensi
antigen lingkungan dan kedalaman
(eksogen) napas,penggunaan otot
Respon ventilasi bantu napas, bunyi napas
mekanis: pertukaran tambahan, saturasi
alveolar dan perfusi oksigen)
jaringan didukung oleh Terapeutik
ventilasi mekanik. 1. Pertahankan kepatenan
 Status pernafasan jalan nafas dan
pertukaran gas: penggunan ventilator
pertukaran 𝐶𝑂2 atau 𝑂2 2. Berikan oksigenasi sesuai
di alveolus untuk kebutuhan
mempertahankan 3. Fasililitasi mengubah
konsentrasi gas darah posisi senyaman mungkin
arteri dalam rentang Edukasi
normal 1. Ajarkann teknik relaksasi
 Status pernafasan napas dalam
ventilasi: pergerakan 2. Ajarkan mengubah posisi
udara keluar masuk secara mandiri
paru adekuat. 3. Ajarkan teknik batuk
efektif

D. Implementasi Keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing
orders untuk membantu klien mncapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana
tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.

E. Evaluasi Keperawatan
Tindakan intelektual yang melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil
dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi
merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Eki. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Pmemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien
Dengan Congestive Heart Failure (CHF) di IRNA Penyakit Dalam RSUP DR. M.
Djamil Padang Tahun 2017. Padang; Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang.
Hidayat, A.A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta; Penerbit Salemba Medika.
Kusnanto. (2016). Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigen. Surabaya; Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga.
Tarwoto & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 5.
Jakarta; Penerbit Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai