Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


PASIEN DENGAN HALUSINASI

DISUSUN OLEH:

TIYA RINDIANI
NIM 211133074

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021/2022
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam
Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di
Tingkat Regional Tahun 2020"

MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang
Berbasis Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional.

1
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan rasa puji dan syukur kita haturkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah
ini dapat terselesikan tepat pada waktunya.
Terselesainya makalah ini berkat kerja sama dari berbagai pihak untuk itu
kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Nurbani, S.Kp. M.Kep dan tim selaku
dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa kami, serta tidak lupa pula kami berterima
kasih kepada :
1. Bapak Didik Hariyadi, S.Gz, M.Si selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Pontianak
2. Ibu Nurbani, S.Kp, M.Kep selaku Ketua Jurusan Keperawatan Singkawang
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Pontianak
3. Ibu Ns. Halina Rahayu, M.Kep selaku Ketua Prodi Ners Keperawatan
Pontianak Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Pontianak
Yang telah memberikan masukan dan gagasan tentang makalah yang kami susun.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan
dan kesalahan baik dari sisi penulisan maupun sistem penulisan, karena
keterbatasan pengetahuan. Oleh karena itu, penulis mohon maaf dan
mengucapkan terimakasih atas kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Semoga apa yang kami sajikan pada makalah ini bisa bermanfaat bagi kita
semua.

Singkawang, Maret 2022

Penulis

2
3
BAB I
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan.
(Nita Fitria, 2012). Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia
dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan
eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang
lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai
contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang
yang berbicara (Kusumawati, 2016).

B. Etiologi
Menurut (Yosep, 2014). halusinasi terdiri dari beberapa jenis dengan
karakteristik tertentu yaitu:
1. Halusinasi pendengaran (audotorik) Gangguan stimulus dimana
pasien mendengar suara-suara terutama suara orang. Biasanya
mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
2. Halusinasi pengelihatan (visual) Stimulus visual dalam bentuk
beragam seperti bentuk pancaran cahaya,gambaran geometric,
gambar kartun, panorama yang luas dan bayangan yang
menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (Olfaktori) Gangguan stimulus pada penghidu,
yang ditandai dengan adanya bau busuk, amis, dan bau menjijikan,
tapi kadang terhidu bau harum.
4. Halusinasi peraba (taktil) Gangguan stimulusyang ditandai dengan
adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa ada stimulus yang terlihat,
seperti merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.

4
5. Halusinasi pengecap (gustatorik) Gangguan stimulus yang ditandai
dengan merasaan sesuatuyang busuk, amis, dan menjijikan
6. Halusinasi sinestetik Gangguan stimulus yang ditandai dengan
merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau
arteri, makanan dicerna atau pembentuan urine.

C. Klasifikasi

Jenis Karakteristik
Halusinasi
Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara
70 % orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas
sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien,
bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua
orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa
klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat
membahayakan.
Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
20% geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau
kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin,
dan feses umumnya bau-bauan yang tidak
menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat
stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau
feses.
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
Cenesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena

5
atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine
Kinisthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa
bergerak.

D. Pohon Masalah
Dalam proses keperawatan tindakan selanjutnya yaitu menentukan
diagnosa keperawatan. Adapun pohon masalah untk mengetahui
penyebab, masalah utama dan dampak yang ditimbulkan. Menurut
(Yosep, 2014) yaitu

effect
Resiko perilaku kekerasan

Cor problem
Perubahan sensori persepsi : Halusinasi

causa
Isolasi sosial : Menarik diri

E. Rentang Respon Halusinasi

Adaptif Pikiran Maladaptif


logis Persepsi Pikiran kadang menyimpang Gangguan proses
akurat Ilusi pikir : waham
Emosi tidak stabil Halusinasi
Emosi konsisten
Ketidakmampuan
dengan Menarik diri
untuk mengalami
pengalaman
Perilaku sesuai emosi

Hubungan Sosial Ketidakteraturan


Isolasi sosial

6
Sumber Damayanti (2012)

F. Tanda dan Gejala


Menurut (Azizah, 2016) tanda dan gejala halusinasi antara lain:

1. Berbicara, tertawa, dan tersenyum sendiri


2. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
3. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu
4. Disorientasi
5. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
6. Cepat berubah pikiran
7. Alur pikiran kacau
8. Respon yang tidak sesuai
9. Menarik diri
10. Sering melamun

G. Tahapan Halusinasi
Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut
(Kusumawati, 2016)
1. Fase pertama (comforting)
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan.
Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik :
klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah,
kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien
mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cari
ini hanya menolong sementara. Perilaku klien : tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara,
pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang
asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase kedua (condemming)

7
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu
halusinasi menjadi menjijikkan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun dan berpikir sendiri jadi dominan.
Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin
orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien :
meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
3. Fase ketiga (controlling)
Disebut dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu
pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan
psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin
menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa
dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan
dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit
atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan
tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase keempat (conquering)
conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik : halusinasinya
berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien.
Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak
mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu
berespon lebih dari satu orang.

8
BAB II
PROSES KEPERAWATAN

A. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

a) Faktor predisposisi

1) Faktor perkembangan

Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan


interpersonal yang dapat meningkatkan stress dan ansietas
yang dapat berakhir dengan gangguan persepsi. Pasien
mungkin menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi
intelektual dan emosi tidak efektif.

2) Faktor sosial budaya

Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang


merasa disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat
diatasi sehingga muncul akibat berat seperti delusi dan
halusinasi.

3) Faktor psikologis

Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran


ganda atau peran yang bertentangan dapat menimbulkan
ansietas berat berakhir dengan pengingkaran terhadap
kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.

4) Faktor biologis

Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan


orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik otak,
pembesaran ventikal, perubahan besar, serta bentuk sel kortikal
dan limbik.

5) Faktor genetik

9
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya
ditemukan pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan
cukup tinggi pada keluarga yang salah satu anggota
keluarganya mengalami skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika
kedua orang tuanya mengalami skizofrenia

b) Faktor presipitasi

1) Stressor sosial budaya

Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan


stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang penting atau
diasingkan dari kelompok dapat menimbulkan halusinasi.

2) Faktor biokimia

Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin,


serta zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan
orientasi realitas termasuk halusinasi.

3) Psikologis

Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai


terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
berkembangnya gangguan orientasi realitas. Pasien
mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang
tidak menyenangkan.

4) Perilaku

Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan


orientasi realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir,
afektif persepsi, motorik, dan sosial. (Sutejo, 2017).

2. Diagnosa Keperawatan

10
Rumusan diagnosis keperawatan jiwa mengacu pada pohon masalah
yang sudah dibuat. Menurut Dalami (2009), diagnosa keperawatan
klien dengan halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut:

a) Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran

b) Isolasi sosial

c) Resiko perilaku kekerasan

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi/perencanaan merupakan suatu petunjuk tertulis yang
menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang
dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan
diagnosis keperawatan. Tahap perencanaan ini memberikan
kesempatan kepada perawat, klien, keluarga klien dan orang terdekat
klien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna
mengatasi masalah yang dialami oleh klien (Asmadi, 2008).

Nursalam (2008) menyebutkan standar dalam


pendokumentasian perencanaan keperawatan adalah berdasarkan
diagnosa keperawatan, disusun menurut urutan prioritas, rencana
tindakan mengacu pada tujuan dengaan kalimat perintah, terinci dan
jelas serta menggambarkan keterlibatan pasien/keluarga. Untuk
membuat rencana tindakan pada pasien gangguan jiwa, mahasiswa
disarankan membuat Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan
(LPSP) yang berisi tentang proses keperawatan dan strategi
pelaksanaan tindakan yang direncanakan (Yusuf, 2015).

Laporan pendahuluan ditulis mulai dari pengertian, rentang


respon, faktor predisposisi, faktor presipitasi, menifestasi klinis,
mekanisme koping, sumber koping, pengkajian umum, pohon masalah,
diagnosa keperawatan, dan fokus intervensi. Sedangkan LPSP adalah
uraian singkat tentang satu masalah yang ditemukan, terdiri dari

11
kondisi pasien, masalah keperawatan pasien, tujuan, tindakan dan
strategi pelaksanaan (Yusuf, 2015).

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan
yang telah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana
tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi
klien saat ini (Damaiyanti, 2012). Selain itu, salah satu hal yang
penting dalam pelaksanaan rencana tindakan keperawatan adalah
teknik komunikasi terapeutik. Teknik ini dapat digunakan dengan
verbal; kata pembuka, informasi, fokus. Selain teknik verbal, perawat
juga harus menggunakan teknik non verbal seperti; kontak mata,
mendekati kearah klien, tersenyum, berjabatan tangan, dan sebagainya.
Kehadiran psikologis perawat dalam komunikasi terapeutik terdiri dari
keikhlasan, menghargai, empati dan konkrit (Yusuf, 2015).

5. Evaluasi Keperawatan
Beberapa hal yang harus dievaluasi adalah sebagai berikut (Trimeilia,
2011):

a) Apakah klien dapat mengenal halusinasinya, yaitu isi halusinasi,


situasi, waktu dan frekuensi munculnya halusinasi

b) Apakah klien dapat mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi


muncul.

c) Apakah klien dapat mengontrol halusinasi dengan menggunakan


empat cara baru, yaitu menghardik, menemui orang lain dan
bercakap-cakap, melaksanakan aktivitas terjadwal dan patuh
minum obat.

12
d) Apakah keluarga dapat mengetahui pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, dan
cara–cara merawat pasien halusinasi.

e) Apakah keluarga dapat merawat pasien langsung dihadapan pasien.

f) Apakah keluarga dapat membuat perencanaan follow up dan


rujukan pasien.

13
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2010. Konsep Dasar Keperawatan. Edisi I. Jakarta: EGC.

Azizah, L. K (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta:


Indonesia pustaka

Dalami, E., Suliswati, Farida, P., Rochimah, & Banon, E. (2009). Asuhan
Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Psikososial. In A. Wijaya (Ed.) (p.
134). Jakarta: CV.Trans Info Media.

Damayanti, M., & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika
Aditama

Kusumawati , F & Hartono. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:


Salemba Medika

Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika.

Sutejo. (2017). Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa: Ganguan
Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru

Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta : TIM

Yosep, H. I., dan Sutini, T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance
Mental Health Nursing. Bandung: Refika Aditama.

Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika

14
15

Anda mungkin juga menyukai