Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) STIMULASI SENSORI

SI-KEPERAWATAN

SEMESTER V-B

Nama:

1. Arum Paramita
2. Muhammad Arif Sugiarto
3. Muhammad Suryadi Isnaini
4. Omita Ayu Septiana
5. Susanti

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MATATARM

2018
Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas rahmat-Nya yang telah diberikan kepada kami,
sehingga proposal “TAK Stimulasi Persepsi: Halusinasi” ini
dapat kami susun dengan cermat dan dapat diselesaikan tepat
pada waktunya.

Kami dari kelompok Tiga (3) sebagai penyusun proposal ini,


menyadari bahwa walaupun kami telah berusaha sekuat kemampuan
yang maksimal dan mencurahkan segala pikiran yang kami miliki,
dalam proposal ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan.
Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun, agar kami dapat memperbaiki kekurangan dan
kesalahan kami dalam penyusunan proposal selanjutnya.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah yang


kami susun ini dapat bermanfaat untuk menunjang kemandirian
mahasiswa dalam proses pembelajaran.

Mataram, Februari 2018

Penulis
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

Pokok Bahasan : TAK Stimulasi Sensori


Sub Pokok Bahasan : Sesi 1: Mendengarkan musik
Sasaran : Klien dengan halusinasi yang sudah
kooperatif
Hari/ Tanggal : Rabu, 14 Februari 2018
Waktu : 45 menit
Tempat : Ruang Angsoka

A. Latar Belakang

Asuhan keperawatan jiwa dilakukan secara spesialistik, namun


tetap dilakukan secara holistik pada saat melakukan perawatan
pada klien. Berbagai terapi difokuskan pada individu, kelompok,
kelurga maupun komunitas.
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi
modalitas yang dilkakukan perawat kepada sekelompok klien yang
mempunyai masalah keperawatan yang sama. Dalam terapi aktivitas
kelompok terjadi interaksi yang saling bergantung dan
membutuhkan serta menjadi tempat klien berlatih prilaku baru
yang adaptif untuk memperbaiki prilaku yang maladaptif.
Terapi aktivitas kelompok (TAK) : stimulasi sensoris adalah
upaya menstimulsasi semua pancaindra (sensori) agar memberi
respon yang adekuat.
Terjadinya halusinasi dapat menyebabkan kerugian bagi klien,
orang lain, bahkan lingkungan sekitar klien. Orang lain menjadi
takut terhadap klien dan klien semakin dijauhi dari lingkungan
sosialnya.
Oleh sebab itu, kami melakukan TAK stimulasi sensori ini agar
membantu klien untuk mampu membentuk persepsi yang adaptif guna
merubah persepsi maladaptifnya.
B. Tujuan
1.Tujuan Umum
Tujuan umum: klien dapat merespon terhadap stimulus
pancaindra yang diberikan.

2.Tujuan Khusus
Klien mampu merespon terhadap suara yang didengar.

C. Landasan Teori

1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca
indera tanpa adanya rangsang (stimulus) eksternal (Cook &
Fontain, Essentials of Mental Health Nursing, 1987).
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering
ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa, Halusinasi sering
diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien
Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan
jiwa lain yang juga disertai dengan gejala halusinasi adalah
gangguan manik depresif dan delerium.
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-
suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari
suara bisikan itu (Hawari, 2001)

2. JENIS HALUSINASI
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain:
a.Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama
suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang
yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam
bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun
dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan
bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan
bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses.
Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan
dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau
tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan
sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang
busuk, amis dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti
rasa darah, urin atau feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan
dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak

3. FASE HALUSINASI
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
a.Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas
sedang, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba
untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.
b.Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan
menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba
untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda
sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan
tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan
darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.

c.Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan
perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan
dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi
yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan
dengan orang lain.
d.Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam
jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu
berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat
membahayakan.

4. TANDA DAN GEJALA


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering
didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah
tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba
marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan
seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien
sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat,
didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis
berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999):

a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan


Gejala klinis:

1) Menyeriangai/tertawa tidak sesuai


2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan

b.Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan


Gejala klinis:

1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata

c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan


Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu
mengikuti petunjuk).

d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan


Gejala klinis:
1)Pasien mengikuti halusinasi
2)Tidak mampu mengendalikan diri
3)Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4)Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

5. FAKTOR PREDIPOSISI
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi
adalah:
a.Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai
dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang
berikut:
1.Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
2.Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin
neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada
system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
3.Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi
korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).
Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).

b.Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah
satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.

c.Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi
realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya
(perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang
terisolasi disertai stress.

6. FAKTOR PRESIPITASI
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul
gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan,
isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya
gangguan halusinasi adalah:
a.Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b.Stress lingkungan
c.Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
d. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

7. PENYEBAB
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan
karena panik, sterss berat yang mengancam ego yang lemah, dan
isolasi sosial menarik diri (Townsend, M.C, 1998). Menurut
Carpetino, L.J (1998) isolasi sosial merupakan keadaan dimana
individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan
atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang
lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak. Sedangkan
menurut Rawlins, R.P dan Heacock, P.E (1998), isolasi sosial
menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan
berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan
hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berpikir,
berperasaan. Berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.

8. AKIBAT
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat
beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
(Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu keadaan
dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan
orang lain.

9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a.Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan
pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar
terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di
pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati
pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di
beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan
dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan
dinding, majalah dan permainan
b.Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan
dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan
sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus
mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya,
serta reaksi obat yang di berikan.
c.Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah
yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat
dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab
timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang
ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan
keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
d.Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan
fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan
kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke
kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain.
Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih
kegiatan yang sesuai.
e.Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu
tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan
kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari
percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian
ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada
orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar
jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri
dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang
ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga
pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien
sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

D. Pelaksanaan

Sesi yang Digunakan


Sesi 1 : mendengar musik

Klien
1.Karakteristik/Kriteria
a. Klien halusinasi yang sudah mulai mampu bekerja sama dengan
perawat.
b. Klien halusinasi yang dapat berkomunikasi dengan perawat.

Nama klien:
1) H. Nirwan
2) Ismail
3) Muhammad
4) Mayadi
5) Mansyur
6) Wira
7) Jainal
8) Abdul

2.Proses Seleksi
a. Mengobservasi klien yang masuk kriteria.
b. Mengidentifikasi klien yang masuk kriteria.
c. Mengumpulkan klien yang masuk kriteria.
d. Membuat kontrak dengan klien yang setuju ikut TAK halusinasi,
meliputi : menjelaskan tujuan TAK halusinasi pada klien,
rencana kegiatan kelompok, dan aturan main dalam kelompok.

Kriteria Hasil
 Evalusi Struktur
a. Kondisi lingkungsn tenang, dilakukan di tempat tertutup, dan
memungkinkan klien untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan.
b. Klien dan terapis duduk bersama membentuk lingkaran.
c. Peserta sepakat untuk mengikuti kegiatan.
d. Alat yang digunakan dalam kondisi baik.
e. Leader, co-leader, fasilitator, observer berperan sebagaimana
mestinya

 Evalusi Proses
a. Leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan dari awal sampai
akhir.
b. Leader mampu memimpin acara.
c. Co-leader membantu mengkoordinasi seluruh kegiatan.
d. Fasilitator mampu memotivasi peserta dalam kegiatan.
e. Fasilitator membantu leader melaksanakan kegiatan dan
bertanggung jawab dalam antisipasi masalah.
f. Observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada
kelompok yang berfungsi sebagai evaluator kelompok.
g. Peserta mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal sampai
akhir.
 Evalusi Hasil
Diharapkan 80% dari kelompok mampu :
a.Klien mampu mengenali musik yan didengar
b.Klien mampu memberikan respon terhadap musik
c.Klien mampu menceritakan perasaannya setelah mendengarkan musik

Pengorganisasian
 Waktu Pelaksanaan
a. Hari/Tanggal : Rabu, 14 Februari 2018
b. Waktu : Pukul 11.00 wita s/d 11.45 wita
c. Alokasi waktu : 45 menit
d. Tempat : RSJ Mutiara Sukma, Bangsal Angsoka
e. Jumlah klien : 8 orang

 Tim Terapis
1. Leader: Muhammad Arif Sugiarto
Uraian tugas:
a. Mengkoordinasi seluruh kegiatan.
b. Memimpin jalannya terapi kelompok.
c. Memimpin diskusi.

2. Co-leader: Omita Ayu Septiana


Uraian tugas:
a. Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan.
b. Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang.
c. Membantu memimpin jalannya kegiatan.
d. Menggantikan leader jika ada berhalangan.

3. Observer: Susanti
Uraian tugas:
a. Mengamati semua proses kegiatanyang berkaitan dengan waktu,
tempat dan jalannya acara.
b. Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota
kelompok dengan evaluasi kelompok.

4. Fasilitator
1)Arum Paramita
2)Muhammad Suryadi Isnaini

Uraian tugas:
a.Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok.
b.Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan.
c.Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan
kegiatan.
d.Membimbing kelompok selama permainan diskusi.
e.Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan.
f.Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah.

TAK STIMULASI SENSORIS SUARA


Sesi 1 : mendengar musik

Tujuan

1. Klien mampu mengenali musik yan didengar


2. Klien mampu memberikan respon terhadap musik
3. Klien mampu menceritakan perasaannya setelah mendengarkan musik

Setting

1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran


2. Ruangan nyaman dan tenang

Alat

1. Handphone untuk setting lagu


2. Speaker aktif

Metode

1. Diskusi
2. Sharing persepsi

Langkah kegiatan

1. Persiapan
a.Membuat kontak dengan klien yang sesuai dengan indikasi
b.Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a.Salam terapiutik
Salam dari terapis kepada klien
b.Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini
c.Kontrak
1.Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mendengarkan
musik
2.Terapis menjelaskan aturan main berikut.
 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus
meminta izin kepada terapis
 Lama kegiatan 45menit
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3. Tahap kerja.
a.Terapis mengajak klien untuk saling memperkenalkan diri (nama
dan nama panggilan) dimulai dari terapis secara berurutan
searah jarum jam.
b.Setiap kali seorang klien selesai memperkenalkan diri, terapis
mengajak semua klien untuk bertepuk tangan.
c.Terapis dan klien memakai papan nama.
d.Terapis menjelaskan bahwa akan diputar lagu, klien boleh tepuk
tangan, berjoget sesuai dengan irama lagu. Setelah lagu selesai
klien akan diminta menceritakan isi dari lagu tersebut dan
perasaan klien setelah mendengar lagu.
e.Terapis memutar lagu , klien mendengar , boleh berjoget atau
tepuk tangan (kira-kira 15 menit). Music yang diputar boleh
diulang beberapa kali. Terapis mengobservasi respon klien
terhadap music.
f.Secara bergiliran, klien diminta menceritakan isilagu dan
perasaanya. Sampai semua klien mendapat giliran.
g.Terapis memberikan pujian , setiap klien selesai menceritakan
prasaanya, dan mengajak klien lain bertepuk tangan.
4. Tahap terminasi
a.Evaluasi
1)Terapis menanyakan prasaan klien setelah mengikuti TAK.
2)Terapis memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
b.Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien untuk mendengarkan music yang
disukai dan bermakna dalam kehidupannya.
c.Kontrak yang akan datang
1)Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu menggambar.
2)Menyepakati waktu dan tempat.

Evaluasi dan dokumentasi

Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsumg, khususnya pada


tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan kliensesuai
dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi sensoris mendengar
musik,kemampuan klien yang diharapkan adlah mengikuti
kegiatan,respn terhadap musik,memberi pendapat tentang musik yang
didengar, dan perasaan saat mendengar musik. Formulir evaluasi
sbb.

NO Aspek yang dinilai Nama klien

1 Mengikuti kegiatan dari


awal sampai akhir
2 Memberi respon (ikut
bernyanyi/menari/joget/
menggerakkan tangan,
kaki, dagu sesuai
irama)
3 Memberi pendapat
tentang musik yang
didengar
4 Menjelaskan perasaan
setelah mendengar lagu

Petunjuk:

1.Tulis nama panggilan klien yang mengikuti TAK pada kolom nama
klien.
2.Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan klien
mengikuti, merespon, memberi pendapat, menyampaikan perasaan
tentang musik yang didengar. Beri tanda (√) jika klien mampu dan
tanda (X) jika klien tidak mampu.

Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan


proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 1, TAK
stimulasi sensori pendengaran musik. Klien mengikuti kegiatan
sampai akhir dan menggerakan jari sesuai dengan irama musik namun
belum mampu memberi pendapat dan perasaan tentang musik. Latih
klien untuk mendengarkan musik diruang rawat.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. 2004. Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas


Kelompok. Jakarta EGC

Anda mungkin juga menyukai