Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penderita gangguan jiwa di dunia sekitar 20 juta jiwa termasuk skizofrenia
(WHO, 2019). Secara global, kontributor terbesar beban penyakit skizofrenia
sebesar 14,4%. Kondisi untuk Asia Tenggara tidak berbeda dengan kondisi global,
sama-sama memiliki kontributor terhadap penyakit skizofrenia yaitu 13,5%
(KemenKes, 2019, hal: 2).
Hasil Riskesdas menunjukkan Skizofrenia sejak rentang usia (15-24 tahun),
dengan prevalensi 6,2%. Pola prevalensi Skizofrenia semakin meningkat seiring
bertambahnya usia, tertingii pada umur 75+ tahun sebesar 8,9%, 65-74 tahun
sebesar 8,0% dan 55-64 tahun sebesar 6,5%.
Peningkatan ini terlihat dari kenaikan prevalensi rumah tangga yang penderita
skizofrenia di Indonesia sebesar 7,0%. Prevalensi Kalbar meningkat menjadi 8,0%,
dan unttuk prevalensi Pontianak sebesar 9,47% (Riskesdas, 2018, hal: 112).
Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respons
neurobiologis maladaptif. Klien sebenernya mengalami distorsi sensorik sebagai
hal yang nyata dan meresponya (Stuart,2016, hal:298). Tanda dan gejala halusinasi,
antara lain, berbicara, tertawa dan tersenyum sendiri, bersikap seperti
mendengarkan sesuatu, berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu, disorientasi, tidak mampu atau kurang konsentrasi, cepat
berubah pikiran, menarik diri, sering melamun (Azizah, 2016, hal:296).
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi adalah
kehilangan kontrol dirinya. Dalam situasi ini pasien dapat melakukan bunuh
diri,membunuh orang lain,bahkan merusak lingkungan. Untuk memperkecil
dampak yang ditimbulkan,dibutuhkan penanganan halusinasi yang tepat
(Harkomah,2019:283).
Oleh karena itu, dalam hal ini kelompok mengangkat masalah halusinasi dalam
isi makalah agar kedepannya dapat mengurangi angka kejadian halusinasi serta

1
dapat memberikan informasi kepada siapa saja ketika mereka bertemu dengan
orang-orang yang berisiko mengalami halusinasi.
B. Tujuan
1. Tujuan Utama
Mahasiswa/i mampu menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan Halusinai dan
Aplikasi Kasus terhadap Halusinasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa/i mampu menjelaskan tentang Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan Halusinasi
b. Mahasiswa/i mampu menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan Teoritis
Halusinasi
c. Mahasiswa/i mampu menjelaskan tentang Aplikasi Kasus Halusinasi
C. Ruang Lingkup
Untuk memperjelas masalah yang akan dibahas dan agar tidak terjadi pembahasan
yang meluas atau menyimpang,maka perlu kiranya dibuat suatu batasan masalah.
Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan makalah
ini, yaitu hanya pada lingkup seputar Asuhan Keperawatan Halusinasi. Ruang
lingkup yang dibahas dalam makalah ini mengenai:
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang Konsep dasar asuhan keperawatan
halusinasi
2. Untuk mengatahui dan memahami tentang Asuhan Keperawatan teoritis
halusinasi
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang Aplikasi kasus halusinasi
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, kelompok menggunakan metode deskriptif yaitu
dengan penjabaran masalah-masalah yang ada dengan menggunakan studi
keperpusakaan yang ada di perpustakaan, jurnal edisi online maupun edisi cetak,
dan artikel ilmiah yang bersumber dari internet.

2
E. Sistematika Penulisan
Dalam makalah ini dipergunakan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi tentang Latar belakang, Tujuan umum dan tujuan khusus, Ruang
lingkup, Metode penulisan, serta Sistematika penulisan yang digunakan.

BAB II Pembahasan
Bab ini berisi tentang Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Halusinasi dan Asuhan
Keperawatan Teoritis Halusinasi.

BAB III Aplikasi Kasus


Bab ini berisi tentang Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Rencana Keperawatan,
dan Strategi Pelaksanaan Komunikasi.

BAB IV Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang diperoleh dari aplikasi sistem pakar yang
telah dibuat serta untuk pengembangan yang lebih lanjut.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengertian
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien
mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada (Yusuf, 2015, hal: 120).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mepersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui indra tanpa stimulus eksteren, persepsi palsu (Maramis, 2005)
dalam (Prabowo, 2017, hal: 129).
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan perabaan atau penghidungan. Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat & Akemat,2019, hal: 109).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang berbicara (Azizah, 2016, hal: 291).
2. Jenis Halusinasi
Berikut ini adalah berbagai jenis halusinasi (Kirkpatrick & Tek, 2005)
dalam (Videback, 2011, hal: 265):
a. Halusinasi pendengaran, jenis yang paling umum, melibatkan mendengar
suara, paling sering suara, berbicara dengan atau tentang klien. Mungkin
ada satu atau beberapa suara, suara orang yang akrab atau tidak dikenal
mungkin sedang berbicara. Halusinasi perintah adalah suara yang menuntut

4
klien mengambil tindakan, seringkali untuk merugikan diri sendiri atau
orang lain, dan dianggap berbahaya.
b. Halusinasi visual melibatkan melihat gambar yang tidak ada sama sekali,
seperti cahaya atau orang mati, atau distorsi seperti melihat monster yang
menakutkan alih-alih perawat. Mereka adalah jenis halusinasi kedua yang
paling umum.
c. Halusinasi penciuman melibatkan bau atau bau. Bisa berupa aroma tertentu
seperti urine atau feses atau aroma yang lebih umum seperti bau busuk atau
tengik. Selain klien dengan skizofrenia, halusinasi jenis ini sering terjadi
dengan demensia, kejang, atau kecelakaan serebrovaskular.
d. Halusinasi taktil mengacu pada sensasi seperti listrik mengalir melalui
tubuh atau serangga merayap di kulit. Halusinasi taktil paling sering
ditemukan pada klien yang menjalani penarikan alkohol; jarang terjadi pada
klien dengan skizofrenia.
e. Halusinasi pengecapan melibatkan rasa yang tertinggal di mulut atau rasa
bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa mungkin logam atau
pahit atau mungkin direpresentasikan sebagai rasa tertentu.
f. Halusinasi estetika melibatkan laporan klien bahwa dia merasakan fungsi
tubuh yang biasanya tidak terdeteksi. Contohnya adalah sensasi
pembentukan urin atau impuls yang dikirimkan melalui otak.
g. Halusinasi kinestetik terjadi saat klien tidak bergerak tetapi melaporkan
sensasi gerakan tubuh. Terkadang, gerakan tubuh merupakan sesuatu yang
tidak biasa, seperti melayang di atas tanah.

5
3. Fase-fase halusinasi
Menurut Stuart (2016, hal:368), menyebutkan ada 4 fase halusinasi dalam
tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya.

Fase halusinasi Karakteristik Perilaku klien

Fase 1 Comforting Klien mengalami perasaan 1. Tersenyum atau


Ansietas sedang yang mendalam seperti tertawa yang tidak
Halusinasi ansietas, kesepian, rasa sesuai
menyenangkan bersalah, takut sehingga 2. Menggerakkan bibir
memcoba untuk berfokus tanpa suara
pada fikiran yang 3. Pergerakan mata yang
menyenangkan untuk cepat
meredakan ansietas. 4. Respon verbal yang
Individu mengenali bahwa lambat jika sedang
pikiran-pikiran dan asyik
pengalaman sensori 5. Diam dan asyik
berada dalam kendali sendiri
kesadaran jika ansietas
dapat ditangani.
NONPSIKOTIK

Fase II Condeming 1. Pengalaman sensori yang 1. Meningkatnya tanda-


Ansietas berat menjijikan dan tanda sistem saraf
Halusinasi menjadi menakutkan otonon akibat ansietas
menjijikan 2. Klien mulai lepas kendali seperti peningkatan
dan mungkin mencoba denyut jantung,
untuk mengambil jarak pernapasan dan
dirinya dengan sumber tekanan darah
yang dipersepsikan 2. Rentang perhatian
3. Klien mungkin menyempit.
mengalami dipermalukan 3. Asik dengan

6
oleh pengalaman sensori pengalaman sensori
dan menarik diri dari dan kehilangan
orang lain kemampuan dan
4. Mulai merasa kehilangan membedakan
kontrol halusinasi dan realita.
5. Tingkat kecemasan berat, 4. Menyalahkan
secara umum halusinasi 5. Menarik diri dari
menyebabkan perasaan orang lain
antipati 6. Konsentrasi terhadap
pengalaman sensori
PSIKOTIK RINGAN
kerja

Fase III Controling 1. Klien berhenti 1. Kemauan yang


Ansietas Berat melakuakn perlawanan dikendalikan
Pengalaman sensorik terhadap halusinasi dan halusinasi akan lebih
jadi berkuasa menyerah pada diikuti.
halusinasi tersebut 2. Kesukaran
2. Isi halusinasi menjadi berhubungan dengan
menarik orang lain
3. Klien mungkin 3. Rentang perhatian
mengalami pengalaman hanya beberapa
kesepian jika sensorik detik/menit
halusinasi berhenti 4. Adanya tanda-tanda
fisik ansietas berat;
PSIKOTIK
berkeringat, tremor,
dan tidak mampu
mematuhi perintah
5. Isi halusinasi menjadi
atraktif
6. Perintah halusinasi

7
ditaati
7. Tidak mampu
mengikuti perintah
dari perawat, tremor
dan berkeringat

Fase IV Conquering 1. Pengalaman sensorik 1. Perilaku error akibat


Panik menjadi pengancam jika panik
Umum nya menjadi klien mengikuti perintah 2. Potensi kuat suicide
melebur dalam halusinasi atau homicide
halusinasi 2. Halusinasi berakhir dari 3. Aktivitas fisik
beberapa jam atau hari merefleksikan isi
jika tidak ada intervensi halusinasi seperti
teraupetik perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri,
PSIKOTIK BERAT
atau katatonik
4. Tidak mampu
merespon perintah
yang kompleks
5. Tidak mampu
merespon lebih dari 1
orang
6. Agitasi atau kataton

4. Proses Terjadinya Masalah


a. Faktor Predisposisi
Menurut Yusuf (2016: 122), menyebutkan ada beberapa faktor penyebab
terjadinya halusinsasi antara lain:
1) Faktor perkembangan

8
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal
yang dapat meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir dengan
gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
2) Faktor sosial budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga
timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi.
3) Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau
peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir
dengan pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.
4) Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi
realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal,
perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.
5) Faktor genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan
pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada
keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia,
serta akan lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.
b. Faktor Presipitasi (Pencetus)
Menurut Yusuf (2016: 123), menyebutkan ada beberapa faktor penyebab
terjadinya halusinsasi antara lain:
1) Stresor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari
kelompok dapat menimbulkan halusinasi.
2) Faktor biokimia

9
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas
termasuk halusinasi.
3) Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya
gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
4) Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi
realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi,
motorik, dan sosial.
c. Penilaian terhadap stresor
Penilaian terhadap stresor meliputi penentuan arti dan pemahaman
terhadap pengaruh situasi yang penuh dengan stres bagi individu. Penilaian
terhadap stresor ini meliputi respons kognitif, afektif, fisiologis, perilaku,
dan respon sosial. Penilaian adalah dihubungkan dengan evaluasi terhadap
pentingnya suatu kejadian yang berhubungan dengan kondisi sehat (Yusuf,
2016, hal:23-24).
d. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan
strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stres dan ansietas dengan
menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping
tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaika masalah. Dukungan
soasial dan keyakinan budaya dapat membantuseseorang mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stres dan mengadopsi strategi koping yang
lebih efektif (Fitria, 2012, hal: 55).
e. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada
penegendalian stres, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung

10
dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri
(Fitria, 2012, hal: 55).
f. Rentang Respon (Adaptif-Maladaptif)
Respon individu (yang karena suatu hal mengalami kelainan persepsi)
yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut ilusi.
Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukan terhadap stimulus
pancaindra tidak seakurat sesuai dengan stimulus yang diterima (Muhith,
2015, hal: 215).
Rentang respon menurut Stuart dan Laura (2001) dalam (Azizah,2016,
hal:294):
Respon adaptif Respon psikososial Respon Maladptif

1. Pikiran logis 1. Kadang-kadang 1. Waham


2. Persepsi akurat proses pikir 2. Halusinasi
3. Emosi konsisten terganggu 3. Kerusakan proses
dengan 2. Ilusi emosi
pengalaman 3. Emosi berlebihan 4. Perilaku tidak
4. Perilaku cocok 4. Perilaku yang tidak terorganisasi
5. Hubungan sosial biasa 5. Isolasi sosial
harmonis 5. Menarik diri
Keterangan:
1) Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut.
a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyatan.
c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli
d) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
2) Respon psikososial meliputi:

11
a) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
b) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapanyang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indera.
c) Emosi berlebihan atau berkurang.
d) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran.
e) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
3) Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun responmaladaptif meliputi:
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankanwalaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataansosial.
b) Halusinasi merupakan definisian persepsi sensori yang salah atau
persepsi eksternalyang tidak realita atau tidak ada.
c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.
5. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien dinyatakan
boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting
didalam hal merawat pasien menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif
dan sebagai pengawas minum obat (Maramis, 2004) dalam (Prabowo, 2017,
hal: 134).
a. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita
skizoprenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam

12
dua tahun penyakit. Neurolepti dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada
penderita dengan psikomotorik yang meningkat (Prabowo, 2017, ha:134).
Kelas Kimia Nama Generik (Dagang) Dosis Harian
Fenotiazin - Asetofenazin (Tidal) 60-120mg
- Klopromazin (Thorazine) 30-800mg
- Flufenazin (Prolixine, Permiti) 1-40mg
- Mesoridazin (Serentil) 30-400mg
- Perfenazin (Trifalon) 12-64mg
- Proklorperazin (Compazine) 15-150mg
- Promazin (Sparine) 40-1200mg
- Tiodazin (Mellaril) 150-800mg
- Trifluoperazin (Stelazine) 2-40mg
- Trifluopromazine (Vesprin) 60-150mg
Tioksanten - Kloprotiksen (Tarctan) 75-600mg
- Tiotiksen (Navane) 8-30mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100mg
Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 225-225mg

b. Terapi kejang listrik


Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada saru atau dua temples, terapi kejang listrik
dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi
neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
c. Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi suportif indivdual atau kelompok sangat membantu karena
berhubungan dengan maksud mempersiapkan pasien dengan praktis dengan
maksud mempersiapkan pasien kembali ke masyarakat, selain itu terapi
kerja sangat baik untuk medorong pasien bergaul dengan orang lain, pasien
lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri
karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk

13
mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti terapi modalitas yang
terdiri dari:

14
1) Terapi aktivitas
a) Terapi musik
Fokus: mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi. Yaitu
menikmati dengan relaksasi musik yang disukai pasien.
b) Terapi seni
Fokus: untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan
seni.
c) Terapi menari
Fokus pada: ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh.
d) Terapi relaksasi
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok.
Rasional: untuk koping/perilaku mal adaptif/ deskriptif
meningkatkan partisipasi dan kesenangan pasien dalam kehidupan.
2) Terapi sosial
Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain.
3) Terapi kelompok
a) Terapi group (kelompok teraupetik)
b) Terapi aktivitas kelompok (adjuctive group activity therapy)
c) TAK stimulus persepsi: Halusinasi
- Sesi 1 : mengenal halusinasi
- Sesi 2 : mengontrol halusinasi dengan menghardik
- Sesi 3 : mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
- Sesi 4 : mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
- Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
d) Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam keluarga (home
like atmosphere).

15
B. Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian
Pada tahap ini ada beberapa faktor yang perlu di eksplorasi baik pada klien
sendiri maupun keluarga berkenaan dengan kasus halusinasi yang meliputi
(Azizah, 2016, hal:297):
a. Faktor predisposisi
1) Faktor Genetis
Telah diketahui bahwa secara genetis schizofienia diturunkan melalui
kromosom-kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom yang ke
beberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang
masih dalam tahap penelitian. Diduga kromosom schizofrenia ada
kromosom gangguan dengan kontribusi genetis tambahan nomor 4, 8,
15 dan 22.
2) Faktor biologis
Adanya gangguan pada otak menyebabkan timbulkan respon
neurobiologikal maladaptif. Peran pre frontal dan limbik cortices dalam
regulasi stres berhubungan dengan aktivitas dopamin. Saraf pada pre
frontal penting untuk memori, penurunan neuro pada area ini dapat
menyebabkan kehilangan asosiasi.
3) Faktor presipitasi Psikologis
Keluarga, pengasuh, lingkungan. Pola asuh anak tidak adequat.
Pertengkaran orang tua, penganiayaan, tidak kekerasan
4) Sosial Budaya
Kemiskinan, konflik sosial budaya, peperangan, dan kerusuhan
b. Faktor presipitasi
1) Biologi
Berlebihnya proses informasi pada sistem syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak. Mekanisme
penghantaran listrik di syaraf terganggu (mekanisme gathing abnormal).

16
2) Stress lingkungan
3) Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap, dan
perilaku.
a) Kesehatan meliputi nutrisi yang kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkardian, kelelahan, infeksi, obat-obat
sistem syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan.
b) Lingkungan meliputi lingkungan yang memusuhi, kritis rumah
tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup,
pola aktifitas sehari-hari, kesukaran dalam berhubungan dengan
orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja
(kurang ketrampilan dalam bekerja), stigmasisasi, kemiskinan,
kurangnya alat transportasi, dan ketidakmampuan mendapat
pekerjaan.
c) Sikap atau perilaku seperti harga diri rendah, putus asa, merasa
gagal, kehilangan kendali diri (demoralisasi), merasa punya
kekuatan, tidak dapat memenuhi kebutuhan spiritual atau merasa
malang, bertindak seperti orang lain dari segi usia atau budaya,
rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku
kekerasaan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan
penanganan gejala.
c. Pemeriksaan Fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan
apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien.
d. Psikososial
1) Genogram
Perbuatan genogram minimal 3 generasi yang menggambarkan
hubungan klien dengan keluarga,masalah yang terkait dengan
komunikasi, pengambilan keputusan, pola asuh, pertumbuhan individu
dan keluarga.
2) Konsep diri

17
a) Gambaran diri
Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang
disukai, reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan
bagian yang disukai.
b) Identitas diri
Klien dengan halusinasi tidak puas akan dirinya sendiri merasa
bahwa klien tidak berguna.
c) Fungsi peran
Tugas atau peran klien dalam keluarga/pekerjaan/kelompok
masyarakat, kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau
perannya, dan bagaimana perasaan klien akibat perubahan tersebut.
Pada klien halusinasi bisa berubah atau berhenti fungsi peran yang
disebabkan penyakit, trauma akan masa lalu, menarik diri dari orang
lain,perilaku agresif.
d) Ideal diri
Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas,
peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan klien
terhadap lingkungan, harapan klien terhadap penyakitnya,
bagaimana jika kenyataan tidak sesuai dengan harapannya. Pada
klien yang mengalami halusinasi cenderung tidak peduli dengan diri
sendiri maupun sekitarnya.
e) Harga diri
Klien yang mengalami halusinasi cenderung menerima diri tanpa
syarat meskipun telah melakukan kesalahn, kekalahan dan kegagalan
ia tetap merasa dirinya sangat berharga.
3) Hubungan sosial
Tanyakan siapa orang terdekat di kehidupan klien tempat
mengadu,berbicara, minta bantuan, atau dukungan. Serta tanyakan
organisasi yang di ikuti dalam kelompok/ masyarakat. Klien dengan
halusinasi cenderung tidak mempunya orang terdekat, dan jarang

18
mengikuti kegiatan yang ada dimasyarakat. Lebih senang menyendiri
dan asyik dengan isi halusinasinya.
4) Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah/menjalankan keyakinan, kepuasan
dalam menjalankan keyakinan. Apakah isi halusinanya mempengaruhi
keyakinan klien dengan Tuhannya.
e. Status mental
1) Penampilan
Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki. Pada
klien dengan halusinasi mengalami defisit perawatan diri (penampilan
tidak rapi. Penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak
seperti biasanya, rambut kotor, rambut seperti tidak pernah disisr, gigi
kotor dan kuning, kuku panjang dan hitam). Raut wajah Nampak takut,
kebingungan, cemas.
2) Pembicaraan
Klien dengan halusinasi cenderung suka berbicara sendiri, ketika di ajak
bicara tidak focus. Terkadang yang dibicarakan tidak masuk akal.
3) Aktivitas motorik
Klien dengan halusinasi tampak gelisah,kelesuan, ketegangan, agitasi,
tremor. Klien terlihat sering menutup telinga, menunjuk-nunjuk ke arah
tertentu, menggarukgaruk permukaan kulit, sering meludah, menutup
hidung
4) Afek emosi
Pada klien halusinasi tingkat emosi lebih tinggi, perilaku agresif,
ketakutan yang berlebih,eforia.
5) Interaksi selama wawancara
Klien dengan halusinasi cenderung tidak kooperatif (tidak dapat
menjawab pertanyaan pewawancara dengan spontan) dan kontak mata
kurang (tidak mau menatap lawan bicara) mudah tersinggung.

19
6) Persepsi-sensori
a) Jenis halusinasi
(1) Halusinasi visual
(2) Halusinasi suara
(3) Halusinasi pengecap
(4) Halusinasi kinestetik
(5) Halusinasi visceral
(6) Halusinasi histerik
(7) Halusinasi hipnogogik
(8) Halusinasi hipnopompik
(9) Halusinasi perintah
b) Waktu.
Perawat juga perlu mengkaji waktu munculnnya halusinasi yang di
alami pasien. Kapan halusinasi terjadi? apakah pagi, siang, sore,
malam? jika muncul pukul berapa?
c) Frekuensi
Frekuensi terjadinnya apakah terus-menerus atau hanya sekali-kali,
kadangkadang, jarang atau sudah tidak muncul lagi. Dengan
mengetahui frekuensi terjadinnya halusinasi dapat di rencanakan
frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinnya halusinasi. Pada
klien halusinasi sering kali mengalami halusinasi pada saat klien
tidak memiliki kegiatan/saat melamun maupun duduk sendiri.
d) Situasi yang menyebabkan munculnnya halusinasi.
Situasi terjadinnya apakah ketika sendiri, atau setelah terjadi
kejadian tertentu?. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi
khusus pada waktu terjadi halusinasi, menghindari situasi yang
menyebabkan munculnnya halusinasi, sehingga pasien tidak larut
dengan halusinasinya.
e) Respons terhadap halusinasi.
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu
muncul. perawat dapat menannyakan kepada pasien hal yang

20
dirasakan atau atau dilakukan saat halusinasi itu timbul. Perawat
juga dapat menannyakan kepada keluargannya atau orang terdekat
pasien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasi prilaku pasien
saat halusinasi timbul. Pada klien halusinasi sering kali marah,
mudah tersinggung, merasa ceriga pada orang lain.
7) Proses berfikir
a) Bentuk fikir
Mengalami dereistik yaitu bentuk pemikiran yang tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada atau tidak mengikuti logika secara
umum (tak ada sangkut pautnya antara proses individu dan
pengalaman yang sedang terjadi). Klien yang mengalami halusinasi
lebih sering was-was terhadap hal-hal yang dialaminya.
b) Isi fikir
Selalu merasa curiga terhadap suatu hal dan depersonalisasi yaitu
perasaan yang aneh/asing terhadap diri sendiri, orang lain,
lingkungan sekitarnya. Berisikan keyakinan berdasarkan penilaian
non realistis.
8) Tingkat kesadaran
Pada klien halusinasi sering kali merasa bingung, apatis (acuh tak acuh).
9) Memori
a) Daya ingat jangka panjang: mengingat kejadian masa lalu lebih dari
1 bulan
b) Daya ingat jangka menengah: dapat mengingat kejadian yang terjadi
1 minggu terakhir
c) Daya ingat jangka pendek: dapat mengingat kejadian yang terjadi
saat ini.
10) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Pada klien dengan halusinasi tidak dapat berkonsentrasi dan dapat
menjelaskan kembali pembicaraan yang baru saja di bicarakan
dirinya/orang lain.
11) Kemampuan penilaian mengambil keputusan

21
a) Gangguan ringan: dapat mengambil keputusan secara sederhana baik
dibantu orang lain/tidak.
b) Gangguan bermakna: tidak dapat mengambil keputusan secara
sederhana cenderung mendengar/melihat ada yang di perintahkan.

12) Daya tilik diri


Pada klien halusinasi cenderung mengingkari penyakit yang diderita:
klien tidak menyadari gejala penyakit (perubahan fisik dan emosi) pada
dirinya dan merasa tidak perlu minta pertolongan/klien menyangkal
keadaan penyakitnya, klien tidak mau bercerita tentang penyakitnya.
f. Kebutuhan perencanaan pulang
1) Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
Tanyakan Apakah klien mampu atau tidak mampu memenuhi
kebutuhannya sendiri.
2) Kegiatan hidup sehari-hari
a) Perawatan diri
Pada klien halusinasi tidak mampu melakukan kegiatan hidup
sehari-hari seperti mandi, kebersihan, ganti pakaian secara mandiri
perlu bantuan minimal.
b) Tidur
Klien halusinasi cenderung tidak dapat tidur yang berkualitas
karena kegelisahan, kecemasan akan hal yang tidak realita.
3) Kemampuan klien lain-lain
Klien tidak dapat mengantisipasi kebutuhan hisupnya,dan membuat
keputusan.
4) Klien memiliki sistem pendukung
Klien halusinasi tidak memiliki dukungan dari keluarga maupun orang
sekitarnya karena kurangnya pengetahuan keluarga bisa menjadi
penyebab. Klien dengan halusinasi tidak mudah untuk percaya terhadap
orang lain selalu merasa curigs.
5) Klien menikmati saat bekerja/kegiatan produktif/hobi

22
Klien halusinasi merasa menikmati pekerjaan,kegiatan yang produktif
karena ketika klien melakukan kegiatan berkurangnya pandangan
kosong.

23
g. Mekanisme koping
Biasanya pada klien halusinasi cenderung berprilaku maladaptif, seperti
mencederai diri sendiri dan orang lain di sekitarnnya. Malas beraktifitas,
perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain, mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimulus intenal.
h. Masalah psikososial dan lingkungan
Biasannya pada klien halusinasi mempunyai masalah di masalalu dan
mengakibatkan dia menarik diri dari masyarakat dan orang terdekat.
i. Aspek pengetahuan
Pada klien halusinasi kurang mengetahui tentang penyakit jiwa karena tidak
merasa hal yang dilakukan dalam tekanan.
j. Daya tilik diri
Mengingkari penyakit yang diderita: klien tidak menyadari gejala penyakit
(perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu minta
pertolongan/klien menyangkal keadan penyakitnya.
k. Aspek medis
Memberikan penjelasan tentang diagnostik medik dan terapi medis. Pada
klien halusinasi terapi medis seperti Haloperidol(HLP), Clapromazine
(CPZ), Trihexyphenidyl (THP).
2. Pohon Masalah

Effect Risiko tinggi perilaku


kekerasan

Core Perubahan persepsi sensori:


Problem halusinasi

Causa Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

24
3. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan persepsi sensori; halusinasi pendengaran
b. Isolasi social
c. Resiko tinggi perilaku kekerasan
4. Rencana Keperawatan

Perencanaan
Intervensi Rasional
Tujuan Kriteria Hasil
TUK 1: Klien mampu 1. Bina hubungan saling Hubungan saling
Klien dapat
membina hubungan percaya dengan percaya merupakan
membina
saling percaya menggunakan prinsip langkah awal
hubungan
dengan perawat, komunikasi terapeutik: Menentukan
salingan
dengan kriteria a. Sapa klien dengan keberhasilan rencana
percaya dengan
hasil: ramah baik verbal selanjutnya.
perawat
1. Membalas sapaan maupun non verbal Untuk mengurangi
perawat b. Perkenalkan diri kontak klien dengan
2. Ekspresi wajah dengan sopan halusinasinya dengan
bersahabat dan c. Tanyakan nama mengenal halusinasi
senang lengkap klien dan akan membantu
3. Ada kontak mata nama panggilan mengurangi dan
4. Mau berjabat kesukaan klien menghilangkan
tangan d. Jelaskan maksud halusinasi.
5. Mau dan tujuan interaksi
menyebutkan e. Berikan perhatian
nama pada klien,
6. Klien mau duduk perhatikan
berdampingan kebutuhan dasarnya
dengan perawat 2. Beri kesempatan klien
7. Klien mau untuk mengungkapkan
mengutarakan perasaannya
masalah yang 3. Dengarkan ungkapan
dihadapi klien dengan empati

25
TUK 2: Klien mampu 1. Adakan kontak sering Mengetahui apakah
Klien dapat mengenali dan singkat secara halusinasi datang dan
mengenali halusinasinya bertahap menentukan tindakan
halusinasinya. dengan kriteria 2. Tanyakan apa yang yang tepat atas
hasil: didengar dari halusinasinya.
1. Klien dapat halusinasinya
menyebutkan 3. Tanyakan kapan Mengenalkan pada
waktu, timbulnya halusinasinya datang klien terhadap
halusinasi 4. Tanyakan isi halusinasinya dan
2. Klien dapat halusinasinya mengidentifikasi
Mengidentifikasi 5. Bantu klien faktor pencetus
kapan frekuensi mengenalkan halusinasinya.
situasi saat terjadi halusinasinya
halusinasi a. jika menemukan Menentukan tindakan
3. Klien dapat klien sedang yang sesuai bagi klien
mengungkapkan berhalusinasi, untuk mengontrol
perasaannya. tanyakan apakah ada halusinasinya.
suara yang didengar
b. Jika klien menjawab
ada, laanjutkan apa
yang dikatakan
c. Katakan bahwa
perawat percaya
klien mendengar
suara itu, namun
perawat sendiri tidak
d. Katakan bahwa klien
lain juga ada yang
seperti klien
e. Katakan bahwa
perawat akan

26
membantu klien
6. Diskusikan dengan
klien:
a. Situasi yang
menimbulkan atau
tidak menimbulkan
halusinasi
b. Waktu, frekuensi
terjadinya halusinasi
c. Diskusikan dengan
klien apa yang
dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah,
takut, sedih, senang)
beri kesempatan
mengungkapkan
perasaannya
TUK 3: 1. Klien dapat 1. Identifikasi bersama
Klien dapat mengidentifikasi klien tindakan yang
mengontrol tindakan yang biasa dilakukan bila
halusinasinya. dilakukan untuk terjadi halusinasi
mengendalikan 2. Diskusikan manfaat
halusinasinya dan cara yang
2. Klien dapat digunakan klien, jika
menunjukkan bermanfaat beri pujian
cara baru untuk 3. Diskusikan cara baik
mengontrol memutus atau
halusinasi. mengontrol halusinasi
a. Katakan ‘saya tidak
mau dengar kamu
(pada saat halusinasi

27
terjadi)
b. Temui orang lain
(perawat atau teman
atau anggota
keluarga) untuk
bercakap-cakap atau
mengatakan
halusinasi yang
didengar
c. Membuat jadwal
kegiatan sehari-hari
d. Meminta keluarga
atau teman atau
perawat untuk
menyapa klien jika
tampak berbicara
sendiri, melamun
atau kegiatan yang
tidak terkontrol
e. Bantu klien memilih
dan melatih cara
memutus halusinasi
secara bertahap
f. Beri kesempatan
untuk melakukan
cara yang dilatih.
Evaluasi hasilnya
dan beri pujian jika
berhasil.
g. Anjurkan klien
mengikuti terapi

28
aktivitas kelompok.
jenis orientasi realita
atau stimulasi
persepsi.
TUK 4: 1. Klien dapat 1. Anjurkan klien untuk Membantu klien
Klien dapat memilih cara memberi tahu keluarga menentukan cara
dukungan dari mengatasi jika mengalami mengontrol halusinasi.
keluarga untuk halusinasi halusinasi. Periode
mengontrol 2.Klien 2. Diskusikan dengan berlangsungnya
halusinasinya melaksanakan keluarga (pada saat halusinasinya:
cara yang telah keluarga berkunjung 1. memberi support
dipilih untuk atau kunjungan rumah) kepada klien
memutus a. Gejala halusinasi 2. menambah
halusinasinya yang dialami klien pengetahuan klien
3.Klien dapat b. Cara yang dapat untuk melakukan
mengikuti terapi dilakuakan klien dan tindakan
aktivitas kelompok. keluarga untuk pencegahan
memutus halusinasi halusinasi
c. Cara merawat
anggota keluarga Membantu klien untuk
yang mengalami beradaptasi dengan
halusinasi di rumah: cara alternatife yang
beri kegiatan, jangan ada. Memberi motivasi
biarkan sendiri, agar cara diulang.
makan bersama,
bepergian bersama.
d. Beri informasi
waktu follow up
atau kapan perlu
mendapat bantuan
halusinasi tidak

29
terkontrol dan resiko
menciderai orang
lain.
3. Diskusikan dengan
keluarga dan klien
tentang jenis, dosis,
frekuensi dan manfaat
obat
4. Pastikan klien minum
obat sesuai dengan
program dokter
TUK 5: 1. Keluarga dapat 1. Anjurkan klien bicara Partisipasi klien dalam
Klien dapat membina dengan dokter tentang kegiatan tersebut
menggunakan hubungan saling manfaat dan efek membantu klien
obat dengan percaya dengan samping obat beraktivitas sehingga
benar untuk perawat 2. Diskusikan akibat halusinasi tidak
mengendalikan 2. Keluarga dapat berhenti obat tanpa muncul.
halusinasinya. menyebutkan konsultasi Meningkatkan
pengertian, tanda, 3. Bantu klien pengetahuan keluarga
tindakan untuk menggunakan obat tentang obat.
mengalihkan dengan prinsip 5 benar Membantu
halusinasi mempercepat
3. Klien dan penyembuhan dan
keluarga dapat memastikan obat
menyebutkan sudah diminum oleh
manfaat, dosis klien.
dan efek samping Meningkatkan
obat. Klien pengetahuan tentang
minum obat manfaat dan efek
secara teratur samping obat.
4. Klien dapat Mengetahui reaksi

30
informasi tentang setelah minum obat.
manfaat dan efek Ketepatan prinsip 5
samping obat benar minum obat
5. Klien dapat membantu
memahami akibat penyembuhan dan
berhenti minum menghindari
obat tanpa kesalahan minum obat
konsultasi serta membantu
6. Klien dapat tercapainya standar.
menyebutkan
prinsip 5 benar
penggunaan obat.
(azizah,2016,hal:303-307)

31
BAB III
APLIKASI KASUS

Kasus
Tn. S (45 tahun) dirawat di RSJ Sungai Bangkong setelah setiap malam dirumah
berteriak-teriak tanpa sebab dikamarnya. Saat dikaji oleh perawat, Tn. S menceritakan
bahwa saat mulai tertidur tiba-tiba muncul suara menakutkan dibelakang telinga yang
mengatakan “kamu adalah pembunuh, sebentar lagi juga akan dibunuh” suara itu terus
berulang sampai pagi. Hal ini terjadi setelah kejadian kecelakan yang menimpa Tn. S
dan anaknya yang menyebabkan anaknya meninggal dunia.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan bingung, tekanan darah 130/90 mmHg,
suhu tubuh 36,5◦C, pernapasan 20 x/ menit, nadi 80x/menit ; BB 65 kg; TB : 165 cm.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Umur : 45 th
Alamat : Jl. Ali Anyang
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Tgl Pengkajian : 19 Oktober 2020
Dx Medis : Halusinasi Pendengaran
2. Alasan Masuk dan Faktor Presipitasi
Keluarga pasien mengatakan satu bulan sebelum masuk RSJ pasien mengalami
kecelakaan bersama anaknya, dan setiap malam dirumah berteriak-teriak tanpa
sebab dikamarnya.
3. Faktor Predisposisi
a. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu?

Ya

√ Tidak

32
Pasien mengtakan semenjak anaknya meninggal pasien sering mendengar
suara menakutkan dibelakang telinga yang mengatakan “kamu adalah
pembunuh, sebentar lagi kamu akan dibunuh”. Suara itu terus berulang
sampai pagi.
b. Pemeriksaan fisik
1) Tanda vital
TD : 130/90 mmHg HR : 80x/menit
S : 36,5° C RR : 20x/menit
2) Antropometri
BB : 65 kg TB : 165 cm
4. PSIKOSOSIAL
a. Genogram
Keterangan
: Perempuan

: Laki-laki

: Meninggal

: Tinggal

serumah

b. Konsep Diri : Pasien Tn. S


1) Citra Diri
Pasien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya. Saat ditanya
bagian tubuh yang paling disukai adalah tangannya
2) Identitas Diri
Pasien dapat menyebutkan identitas dirinya (nama, alamat, hobi). Pasien
mengatakan setiap harinya sebagai karyawan swasta yang hanya bekerja
di pabrik. Pasien suka dengan statusnya sebagai seorang laki-laki.

33
3) Peran Diri
Sebelum masuk RSJ pasien mempuyai tanggung jawab sebagai kepala
rumah tangga. Pasien dapat melakukan pekerjaannya sendiri, setelah
dirawat di RSJ pasien tidak bisa melakukan aktivitas seperti dirumah.
4) Ideal Diri
Pasien mengatakan ingin segera pulang dan berkumpul dengan keluarga
seperti dulu. Pasien juga mengatakan ingin segera sembuh dan tidak
ingin lagi nmendengar suatu suara atau bisikan yang menakutkan.
5) Harga Diri
Pasien mengatakan merasa percaya diri dengan dirinya. Pasien juga
mengatakan dia mampu menafkahi keluarganya dengan baik. Dan
mampu bekerja dengan baik. Pasien mengatakan tidak ada gangguan
dengan harga dirinya.
6) Hubungan Sosial
a) Orang yang berarti
Pasien mengatakan sebelum anaknya meninggal yaitu orang
terdekatnya adalah kedua anaknya karena sering bertemu dirumah,
namun setelah anak yang pertama meninggal pasien hanya dekat
dengan anaknya yang ke 2.
b) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Sebelum dirawat di RSJ sering bergaul dengan masyarakat sekitar
rumahnya, namun setelah dirawat di RSJ pasien tidak mau bergaul
dengan pasien lainnya karena mendengar suara yang menakutkan,
pasien tampak sering menyendiri, kontak mata pasien kurang saat
berinteraksi dan pasien sering melamun.
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan merasa kehilangan anak pertama yang
menjadikan tidak mau bergaul dengan orang lain.

34
7) Spiritual
Pasien mengatakan sebelum sakit rajin sholat 5 waktu dan sering
mengikuti pengajian di kampungnya, setelah dirawat di RSJ pasien tidak
melakukan kewajibannya.
5. Status Mental
a. Penampilan
Rapi

Tidak rapi
Penggunaan pakaian tidak sesuai
Cara berpakaian tidak seperti biasanya
Penampilan dalam cara berpakaian rapi dan sesuai, postur tubuh sedang,
rambut ikal agak pendek, ekspresi wajah kadang serius saat bercerita, cara
berjalan baik.
b. Pembicaraan

√ Cepat Apatis
Keras Lambat

Gagap Membisu
Inkoherensi Tidak mampu memulai pembicaraan
Saat dilakukan pengkajian pasien berbicara keras dengan intonasi yang
cepat, pasien tampak mengamuk ketika mendengar suara dibelakang
telinga nya.
c. Aktivitas Motorik
Fleksibilitas serea TIK
Tegang Grimasem

Agitasi √ Tremor

Automatisme Kompulsif
Negativisme Common Automatisma
Saat dilakukan pengkajian pasien tampak tegang, tidak melakukan
kegiatan, bicara sendiri disudut ruangan dan tampak gelisah.

35
d. Alam Perasaan
√ Sedih
Ketakutan

Putus asa
Khawatir
Gembira berlebihan
Saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan masih mendengar suara-
suara bisikan yang menggangunya, pasien mengatakan terkadang merasa
sedih dengan keaadan yang sekarang, yang tidak bisa berkumpul dengan
keluarga seperti dahulu
e. Afek
Datar

Tumpul
Labil

Tidak sesuai
Saat di wawancari kadang pasien menunjukan ekspresi sangat datar,
pandangan kosong. Saat mendengar suara yang menakutkan di belakang
telinga, emosi pasien labil.
f. Interaksi selama wawancara
Bermusuhan
Tidak kooperatif

Kontak mata kurang

Curiga

Saat dilakukan pengkajian, pasien tampak kurang kooperatif, bicara sendiri,
kontak mata sangat kurang serta curiga dengan keberadaan orang lain.
g. Persepsi
Halusinasi/ilusi
Pendengaran

Penglihatan
Perabaan
Pengecapan

36
Penghidung
Saat pengkajian, pasien mengatakan sering mendengar suara-suara saat
ingin tidur, isi suara tersebut “kamu adalah pembunuh, sebentar lagi juga
akan dibunuh” suara itu terus berulang sampai pagi.
h. Proses Pikir dan isi pikir
Saat wawancara dan observasi pasien mengalami gangguan dalam proses
pikir dan isi pikir:
1) Pembicaraan klien cenderung berulang-ulang
2) Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan
i. Tingkat Kesadaran
Bingung Disorientasi waktu
√ √
Sedasi Disorientasi orang
Stupor Disorientasi tempat
Saat pengkajian, pasien dalam keadaan delirium atau bingung, namun
pasien mengalami disorientasi waktu.
j. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang

Gangguan daya ingat jangka pendek

Gangguan daya ingat saat ini
Konfabusi
Saat wawancara dan observasi pasien memiliki memori gangguan daya
ingat jangka panjang dan jangka pendek.
1) Jangka panjang
Pasien dapat mengingat memori jangka panjang dengan mampu
menjelaskan bahwa pasien mengalami pengalaman yang tidak
menyenangkan dimasa lalu.
2) Jangka pendek
Pasien mampu mengingat memori jangka pendek, pasien ingat sudah
berada di rumah sakit.
k. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Mudah beralih

37
√ Tidak mampu berkonsentrasi
√ Tidak mampu berhitung sederhana
Hasil pengkajian yang dilakukan, pasien tidak mampu berkonsentrasi
dalam hal kecil sekalipun. Pasien juga tidak bisa berhitung dengan baik.
l. Daya Tilik Diri
Mengingkari penyakit yang diderita
Menyalahkan hal-hal diluar dirinya

Pasien mengatakan menyadari penyakitnya, pasien menyalahkan segala
sesuatu yang terjadi pada pasien dan mulai marah-marah saat ingat hal
kecelakaan pada anaknya.
6. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Makan
Makanan disiapkan oleh perawat dirumah sakit, pasien mau makan 3x1
sehari, pasien dapat makan sendiri.
b. BAB/BAK
Klien BAB 1 hari sekali kalau dirumah, selama dirumah sakit pasien BAB
1kali sehari dan dapat dilakukan ditoilet dan BAK 4-5 x/hari dan dapat
dilakukan sendiri di toilet.
c. Mandi
Pasien mengatakan sehari mandi 2-3 x/hari dan dapat melakukan sendiri
dikmar mandi memakai sabun tetapi tidak handukan , gosok gigi 1kali
sehari dapat dilakukan sendiri dikamar mandi.
d. Berpakaian/berhias
Pasien mampu menggunakan baju sendiri, dan ganti pakaian 1 kali sehari.
e. Istirahat Tidur
Saat melakukan pengkajian, pasien mengatakan tidak bisa tidur
dikarenakan mendengar suara–suara di belakang telinga.
f. Penggunaan obat
Pasien minum obat yang diberikan oleh perawat dan dimonitor oleh
perawat , pasien selalu meminum obatnya sampai habis, pasien mengatakan
mendapatkan obat sejumlah 2.

38
g. Pemeliharaan Kesehatan
Saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan ingin segera pulang, jika
nanti sudah pulang pasien akan minum obat yang diberikan oleh rumah
sakit secara teratur, pasien mengatakan bila sudah keluar dari rumah sakit
pasien tidak mau dibawa kembali ke RSJ.
h. Aktifitas dalam rumah
Saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan berkumpul dengan keluarga.
i. Aktifitas di luar Rumah
Saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan lebih suka kegiatan diluar
rumah.
7. Mekanisme Koping
Saat dilakukan pengkajian, mekanisme koping pasien yaitu maladaptif, pasien
menghindar dari orang lain karena mendengar kan suara-suara dibelakang
telinga yang sebenarnya tidak nyata.
8. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Masalah berhubungan dengan lingkungan, pasien tidak mampu

berinteraksi dengan orang lain
9. Kurang pengetahuan tentang
Saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan tidak memiliki gangguan jiwa.
10. Aspek Medik
Diagnosa Medik : Insomnia berhubungan anxiety
Terapi Medik : Risperidone 2 x 2 mg
Merlopam 2 x 2 mg
B. Pohon Masalah

Akibat Resiko menyiderai diri, orang lain.


lingkungan

Core (Masalah Utama)


Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Penyebab
Isolasi sosial : menarik diri

39
C. Daftar Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
2. Isolasi social : menarik diri
3. Resiko menyiderai diri orang lain dan lingkungan

40
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Dx Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Gangguan TUM: Klien Setelah 1x interaksi klien 1. Bina hubungan saling
sensori dapat mengontrol menunjukkan tanda – percaya dengan
persepsi: halusinasi yang tanda percaya kepada menggunakan prinsip
halusinasi dialaminya perawat : komunikasi terapeutik :
(lihat/dengar/p Tuk 1 : 1. Ekspresi wajah a. Sapa klien dengan
enghidu/raba/k bersahabat. ramah baik verbal
Klien dapat
ecap) 2. Menunjukkan rasa maupun non verbal
membina
senang. b. Perkenalkan nama,
hubungan saling
3. Ada kontak mata. nama panggilan dan
percaya
4. Mau berjabat tujuan perawat
tangan. berkenalan
5. Mau menyebutkan c. Tanyakan nama
nama. lengkap dan nama
6. Mau menjawab panggilan yang disukai
salam. klien
7. Mau duduk d. Buat kontrak yang
berdampingan dengan jelas
perawat. e. Tunjukkan sikap
8. Bersedia jujur dan menepati
mengungkapkan janji setiap kali
masalah yang dihadapi. interaksi
f. Tunjukan sikap
empati dan menerima
apa adanya
g. Beri perhatian
kepada klien dan
perhatikan kebutuhan

41
dasar klien
h. Tanyakan perasaan
klien dan masalah yang
dihadapi klien
i. Dengarkan dengan
penuh perhatian
ekspresi perasaan klien
TUK 2 : Setelah 1x interaksi klien 2.1. Adakan kontak
Klien dapat menyebutkan : sering dan singkat
mengenal 1. Isi secara bertahap
halusinasinya 2. Waktu 2.2. Observasi tingkah
3. Frekunsi laku klien terkait
4. Situasi dan kondisi dengan halusinasinya
yang menimbulkan (* dengar /lihat
halusinasi /penghidu /raba
/kecap), jika
menemukan klien
yang sedang
halusinasi:
a. Tanyakan apakah
klien mengalami
sesuatu (halusinasi
dengar/ lihat/
penghidu /raba/
kecap)
b. Jika klien
menjawab ya,
tanyakan apa yang
sedang dialaminya
c. Katakan bahwa
perawat percaya

42
klien mengalami
hal tersebut,
namun perawat
sendiri tidak
mengalaminya
(dengan nada
bersahabat tanpa
menuduh atau
menghakimi)
d. Katakan bahwa
ada klien lain yang
mengalami hal
yang sama.
e. Katakan bahwa
perawat akan
membantu klien
2.3 Jika klien tidak sedang
berhalusinasi
klarifikasi tentang
adanya pengalaman
halusinasi, diskusikan
dengan klien :

a. Isi, waktu dan


frekuensi
terjadinya
halusinasi (pagi,
siang, sore,
malam atau sering
dan kadang –
kadang )

43
b. Situasi dan
kondisi yang
menimbulkan atau
tidak
menimbulkan
halusinasi
2. Setelah 1x interaksi a. Diskusikan dengan
klien menyatakan klien apa yang
perasaan dan responnya dirasakan jika terjadi
saat mengalami halusinasi dan beri
halusinasi : kesempatan untuk
 Marah mengungkapkan
 Takut perasaannya.
 Sedih b. Diskusikan dengan
 Senang klien apa yang
 Cemas dilakukan untuk
 Jengkel mengatasi perasaan
tersebut.
c. Diskusikan tentang
dampak yang akan
dialaminya bila klien
menikmati
halusinasinya.

TUK 3 : 3.1. Setelah 1x interaksi 1. Identifikasi bersama


Klien dapat klien menyebutkan klien cara atau tindakan
mengontrol tindakan yang biasanya yang dilakukan jika
halusinasinya dilakukan untuk terjadi halusinasi (tidur,
mengendalikan marah, menyibukan diri
halusinasinya dll)
3.2. Setelah 1x 2. Diskusikan cara yang

44
interaksi klien digunakan klien.
menyebutkan cara baru - Jika cara yang
mengontrol halusinasi digunakan adaptif
3.3. Setelah 1x interaksi beri pujian.
klien dapat memilih - Jika cara yang
dan memperagakan digunakan
cara mengatasi maladaptif
halusinasi diskusikan kerugian
(dengar/lihat/penghidu/ cara tersebut
raba/kecap ) 3. Diskusikan cara baru
3.4. Setelah 1x interaksi untuk memutus/
klien melaksanakan mengontrol timbulnya
cara yang telah dipilih halusinasi :
untuk mengendalikan - Katakan pada diri
halusinasinya sendiri bahwa ini
3.5. Setelah 1x tidak nyata (“saya
pertemuan klien tidak mau dengar/
mengikuti terapi lihat/ penghidu/
aktivitas kelompok raba /kecap pada saat
halusinasi terjadi)
- Menemui orang lain
(perawat/teman/angg
ota keluarga) untuk
menceritakan tentang
halusinasinya.
- Membuat dan
melaksanakan jadwal
kegiatan sehari hari
yang telah di susun.
- Meminta
keluarga/teman/

45
perawat menyapa
jika sedang
berhalusinasi.
4. Bantu klien memilih
cara yang sudah
dianjurkan dan latih
untuk mencobanya.
5. Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang
dipilih dan dilatih.
6. Pantau pelaksanaan
yang telah dipilih dan
dilatih , jika berhasil
beri pujian
7. Anjurkan klien
mengikuti terapi
aktivitas kelompok,
orientasi realita,
stimulasi persepsi

TUK 4 : 4.1. Setelah 1x 4.1 Buat kontrak dengan


Klien dapat pertemuan keluarga, keluarga untuk
dukungan dari keluarga menyatakan pertemuan ( waktu,
keluarga dalam setuju untuk mengikuti tempat dan topik )
mengontrol pertemuan dengan 4.2 Diskusikan dengan
halusinasinya perawat keluarga ( pada saat
4.2. Setelah 1x interaksi pertemuan keluarga/
keluarga menyebutkan kunjungan rumah)
pengertian, tanda dan - Pengertian
gejala, proses halusinasi
terjadinya halusinasi - Tanda dan gejala

46
dan tindakan untuk halusinasi
mengendali kan - Proses terjadinya
halusinasi halusinasi
- Cara yang dapat
dilakukan klien
dan keluarga
untuk memutus
halusinasi
- Obat- obatan
halusinasi
- Cara merawat
anggota keluarga
yang halusinasi di
rumah (beri
kegiatan, jangan
biarkan sendiri,
makan bersama,
bepergian
bersama,
memantau obat –
obatan dan cara
pemberiannya
untuk mengatasi
halusinasi)
- Beri informasi
waktu kontrol ke
rumah sakit dan
bagaimana cara
mencari bantuan
jika halusinasi
tidak tidak dapat

47
diatasi di rumah

E. Strategi Pelaksanaan (Role Play)


SP 1 Pasien: membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Peragakan komunikasi di bawah
ini (Keliat & Akemat, 2019, hal:116-117).

Orientasi

"Selamat pagi! Saya perawat yang akan merawat Anda. Saya suster SS, senang
dipanggil suster S. Nama Anda siapa? Senang dipang- gil apa?"
"Bagaimana perasaan D hari ini? Apa keluhan D saat ini?"
"Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini D
dengar, tetapi tidak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu?
Berapa lama? Bagaimana kalau 30 media?"

Kerja
"Apakah mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang di- katakan suara itu?"
"Apakah terus-menerus mengorbit atau sewaktu-waktu? Kapan frekuensi
mendengar suara itu? Berapa kali sehari D alami? Pada keadaan apa suara itu
terdengar? Apakah pada waktu itu sendiri?"
“Apa yang dirasakan pada saat mendengar suara itu? Apa yang didengar saat
mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana
kalau kita belajar cara-cara mencegah suara-suara itu muncul?”

Terminasi
“Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu
muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan
menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau
kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara
yang kedua? Jam berapa D?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan
berlatih?Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.Selamat pagi”.
48
Orientasi:
“ Selamat pagi D. Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan
suara-suaranya Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan
selama 20 menit. Mau di mana? Di sini saja?

Kerja:
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau D mulai mendengar suara-suara,
langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan
D. Contohnya begini; … tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol
dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah misalnya Kakak D katakan: Kak, ayo
ngobrol dengan D. D sedang dengar suara-suara. Begitu D. Coba D lakukan seperti
saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya
D!”

Terminasi:
“Bagaimana perasaan D setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang D
pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau D
mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan
harian D. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara
teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan ke mari lagi.
Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal?
Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/Di sini lagi? Sampai
besok ya. Selamat pagi”.

49
SP 3 Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:
melaksanakan aktivitas terjadwal

Orientasi:
“Selamat pagi D. Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih? Bagaimana
hasilnya? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga
untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana
kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu. Berapa lama kita bicara?
Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”

Kerja:
“Apa saja yang biasa D lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam
berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah
banyak sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan
tersebut). Bagus sekali D bisa lakukan. Kegiatan ini dapat D lakukan untuk
mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar
dari pagi sampai malam ada kegiatan.

Terminasi:
“Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk
mencegah suarasuara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih
untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal
kegiatan harian D. Coba lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara dapat melatih
aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas
dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita
membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa?
Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai jumpa. Selamat
pagi.

50
SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

Orientasi
“Selamat pagi D. Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih? Apakah
jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan? Apakah pagi ini sudah minum obat?
Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang D minum. Kita
akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya D?”
Kerja:
“D adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang D dengar
dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang D
minum? (Perawat menyiapkan obat pasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali
sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk menghilangkan
suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk
rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya
sama gunanya untuk pikiran biar tenang Kalau suara-suara sudah hilang obatnya
tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus
obat, D akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau
obat habis D bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. D juga harus
teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya D harus
memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya D. Jangan keliru dengan
obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada
waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat
jamnya. D juga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus
cukup minum 10 gelas per hari”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah
berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus!
(jika jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal
kegiatan D. Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau pada
keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang. !”

51
“Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang telah
BAB IVkalau pukul 10 pagi? Sampai jumpa.
kita bicarakan. Mau pukul berapa? Bagaimana
Selamat pagi!” KESIMPULAN

SP 1 Keluarga: memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian, jenis,


tanda dan gejala, dan cara-cara merawat pasien halusinasi (Keliat & Akemat, 2019,
hal:121).

Orientasi:
“ Selamat pagi Bapak/Ibu!”“Saya SS, perawat yang merawat anak Bapak/Ibu.”
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini? Apa pendapat Bapak/Ibu tentang anak
Bapak/Ibu?” “Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang anak
Bapak/Ibu alami dan bantuan apa yang Bapak/Ibu bisa berikan.”
“Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa lama
waktu Bk/Ibu? Bagaimana kalau 30 menit”
Kerja:
“Apa yang Bpk/Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat D. Apa yang Bpk/Ibu
lakukan?” “Ya, gejala yang dialami oleh anak Bapak/Ibu itu dinamakan halusinasi,
yaitu mendengar atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau marah-marah tanpa sebab”
“Jadi kalau anak Bapak/Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya suara
itu tidak ada.” “Kalau anak Bapak/Ibu mengatakan melihat bayangan-bayangan,
sebenarnya bayangan itu tidak ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada
beberapa cara untuk membantu anak Bapak/Ibu agar bisa mengendalikan
halusinasi. Cara-cara tersebut antara lain: Pertama, dihadapan anak Bapak/Ibu,
jangan membantah halusinasi atau menyokongnya. Katakan saja Bapak/Ibu percaya
bahwa anak tersebut memang mendengar suara atau melihat bayangan, tetapi
Bapak/Ibu sendiri tidak mendengar atau melihatnya”.

52
”Kedua, jangan biarkan anak Bapak/Ibu melamun dan sendiri, karena kalau
melamun halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap
dengannya. Buat kegiatan keluarga seperti makan bersama, sholat bersama-sama.
Tentang kegiatan, saya telah melatih anak Bapak/Ibu untuk membuat jadwal
kegiatan sehari-hari. Tolong Bapak/Ibu pantau pelaksanaannya, ya dan berikan
pujian jika dia lakukan!”
”Ketiga, bantu anak Bapak/Ibu minum obat secara teratur. Jangan menghentikan
obat tanpa konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih anak
Bapak/Ibu untuk minum obat secara teratur. Jadi bapak/Ibu dapat mengingatkan
kembali. Obatnya ada 3 macam, ini yang orange namanya CPZ gunanya untuk
menghilangkan suara-suara atau bayangan. Diminum 3 X sehari pada jam 7 pagi,
jam 1 siang dan jam 7 malam. Yang putih namanya THP gunanya membuat rileks,
jam minumnya sama dengan CPZ tadi. Yang biru namanya HP gunanya
menenangkan cara berpikir, jam minumnya sama dengan CPZ. Obat perlu selalu
diminum untuk mencegah kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi anak
Bapak/Ibu dengan cara menepuk punggung anak Bapak/Ibu. Kemudian suruhlah
anak Bapak/Ibu menghardik suara tersebut. Anak Bapak/Ibu sudah saya ajarkan cara
menghardik halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi anak Bapak/Ibu. Sambil menepuk
punggung anak Bapak/Ibu, katakan: D, sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa yang
diajarkan perawat bila suara-suara itu datang? Ya..Usir suara itu, D. Tutup telinga
kamu dan katakan pada suara itu ”saya tidak mau dengar”. Ucapkan berulang-ulang,
D” ”Sekarang coba Bapak/Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan” ”Bagus
Pak/Bu”

53
Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan
halusinasi anak Bapak/Ibu?”
“Sekarang coba Bapak/Ibu sebutkan kembali tiga cara merawat anak bapak/Ibu”
”Bagus sekali Pak/Bu. Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk
mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung dihadapan anak Bapak/Ibu”
”Jam berapa kita bertemu?” Baik, sampai Jumpa. Selamat pagi.

SP 2 Keluarga: Melatih keluarga praktik merawat pasien langsung di hadapan


pasien. Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara
merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien (Keliat & Akemat,
2019, hal:123).

Orientasi:
“ Selamat pagi”
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu pagi ini?”
”Apakah Bapak/Ibu masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi anak
Bapak/Ibu yang sedang mengalami halusinasi?Bagus!”
” Sesuai dengan perjanjian kita, selama 20 menit ini kita akan mempraktekkan cara
memutus halusinasi langsung dihadapan anak Bapak/Ibu”.
”mari kita datangi Anak bapak/Ibu”

Kerja:
” Selamat pagi D” ”D, Bapak/Ibu D sangat ingin membantu D mengendalikan suara-
suara yang sering D dengar. Untuk itu pagi ini Bapak/Ibu D datang untuk
mempraktekkan cara memutus suara-suara yang D dengar. D nanti kalau sedang
dengar suara-suara bicara atau tersenyum-senyum sendiri, maka Bapak/Ibu akan
mengingatkan seperti ini” ”Sekarang, coba Bapak/Ibu peragakan cara memutus
halusinasi yang sedang D alami seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya.

54
Tepuk punggung D lalu suruh D mengusir suara dengan menutup telinga dan
menghardik suara tersebut” (saudara mengobservasi apa yang dilakukan keluarga
terhadap pasien)Bagus sekali!Bagaimana D? Senang dibantu Bapak/Ibu? Nah
Bapak/Ibu ingin melihat jadwal harian D. (Pasien memperlihatkan dan dorong
orang tua memberikan pujian) Baiklah, sekarang saya dan orang tua D ke ruang
perawat dulu” (Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan
terminasi dengan keluarga).
Terminasi:
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mempraktekkan cara memutus halusinasi
langsung dihadapan anak Bapak/Ibu”
”Dingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Pak/Bu. Bapak/Ibu dapat melakukan cara
itu bila anak Bapak/Ibu mengalami halusinas”.
“bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan tentang jadwal
kegiatan harian anak Bapak/Ibu untuk persiapan di rumah. Jam berapa Bapak/Ibu
bisa datang?Tempatnya di sini ya. Sampai jumpa.”

SP 3 Keluarga: membuat perencanaan pulang bersama keluarga (Keliat &


Akemat, 2019, hal: 124).

Fase Orientasi
“Selamat pagi Pak/Bu, karena besok D sudah boleh pulang, maka sesuai janji kita
sekarang ketemu untuk membicarakan jadwal D selama dirumah”
“Bagaimana pak/Bu selama Bapak/Ibu membesuk apakah sudah terus dilatih cara
merawat D?”
“Nah sekarang kita bicarakan jadwal D di rumah? Mari kita duduk di ruang
perawat!” “Berapa lama Bapak/Ibu ada waktu? Bagaimana kalau 30 menit?”

55
Fase Kerja
“Ini jadwal kegiatan D di rumah sakit. Jadwal ini dapat dilanjutkan di rumah. Coba
Bapak/Ibu lihat mungkinkah dilakukan di rumah. Siapa yang kira-kira akan
memotivasi dan mengingatkan?”Pak/Bu jadwal yang telah dibuat selama D di
rumah sakit tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal aktivitas maupun jadwal
minum obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh
anak ibu dan bapak selama di rumah.Misalnya kalau B terus menerus mendengar
suara-suara yang mengganggu dan tidak memperlihatkan perbaikan, menolak
minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini
terjadi segera hubungi Suster B di Puskesmas terdekat dari rumahBapak/Ibu, ini
nomor telepon puskesmasnya: (0321) 554xxx
Selanjutnya suster B yang akan membantu memantau perkembangan D selama di
rumah.

Fase Terminasi
“Bagaimana Bapak/Ibu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan cara-cara
merawat D di rumah! Bagus, jika ada yang lupa segera diingatkan oleh perawat. Ini
jadwalnya untuk dibawa pulang. Selanjutnya silakan ibu menyelesaikan administrasi
yang dibutuhkan. Kami akan siapkan D untuk pulang”

56
BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Dimana halusinsi itu sendiri terbagi menjadi
halusinasi pendengaran, penglihatan , penciuman, perabaan, pengecapan dan
sinestetik.
Halusinasi yaitu persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsangan
yang menimbulkannya (tidak ada objeknya). Halusinasi muncul sebagai suatu
proses panjang yang berkaitan dengan kepribadian seseorang. Karena itu, halusinasi
dipengaruhi oleh pengalaman psikologis seseorang.
B. Saran
1. Perawat harus meningkatkan kemampuan dalam pemberian asuhan
keperawatan halusinasi dengan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
tentang penatalaksanaan pasien dengan halusinasi pendengaran dengan tidak
mengesampingkan savety (keamanan) baik bagi pasien, perawat dan
lingkungan.
2. Rumah sakit harus meningkatkan sumber daya manusia atau perawat dalam
penanganan pasien dengan halusinasi pendengaran dengan pelatihan atau
support system sehingga mutu pelayanan dapat ditingkatkan.
3. Bagi mahasiswa keperawatan yang melakukan asuhan keperawatan jiwa pada
pasien dengan halusinasi pendengaran maka harus mempunyai pengetahuan dan
keterampilan sehingga asuhan keperawatan bisa berjalan sesuai kreteria waktu
yang dintentukan. Semoga dengan dibuatkan makalah ini kawan kawan dapat
mampu mengetahui tentang perilaku kekerasan beserta tindakan keperawatan
apa yang akan dilakukan.

57
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Ah; dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Yosep, Iyus & Titin Sutini. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa Dan Advance Mental
Health Nursing. Bandung: PT Reflika Aditama.
Prabowo, Eko. 2017. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Keliat, Budi Anna & Akemat. 2019. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC.
Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa; Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
ANDI OFFSET.
Azizah, Lilik Ma’rifatul, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Indomedia Pustaka.
Videbeck, Sheila L. 2011. Psychiatric Mental Health Nursing, Ed.5. China: Wolters
Kluwer Health.
Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa. Jakarta: KemenKes RI.
Indrayani, Yoeyon. A & Tri Wahyudi. 2019. Infodantin Keperawatan Jiwa. Jakarta:
KemenKes.
Riskesdas. 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta: KemenKes RI.
Latifah. 2019. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Perawat Dalam Pemberian
Obat Pada Pasien Halusinasi. Volume 4, Nomor 1.
Stuart, Gail W. 2013. Principle And Practice Of Psychiatric Nursing, Ed.10. China:
Elseiver.

58

Anda mungkin juga menyukai