Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

ISOLASI SOSIAL

KEPERAWATAN JIWA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAYASAN
RUMAH SAKIT ISLAM PONTIANAK
2023/2024
CURICULUM VITAE

Nama : Iva Anggreini Putri

NIM : 891221061

Program studi : Pendidikan Profesi Ners

Alamat : Jl. Panglima Aim No.1, Dalam Bugis, Kec. Pontianak

Timur., Kota Pontianak, Kalimantan Barat 78232

No Handphone : 0853-4836-4797

1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN
PRAKTIK PROFESI NERS
STIKES YARSI PONTIANAK

NAMA MAHASISWA:
Iva Anggreini Putri
NIM:
891221061

Pengesahan:
Singkawang, Selasa, 24 Januari, 2023
Mengetahui,

Preceptor akademik/klinik

(………………………………)

2
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

A. Pengertian
Isolasi sosial atau menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Prabowo, Eko,.
2017 hal.109).
Isolasi sosial adalah ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat,
hangat terbuka, dan interdependen dengan orang lain (SDKI, 2016, hal.268). Isolasi
Sosial menurut (Damaiyanti, 2014. hal.75), adalah keadaan di mana seorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain di sekitarnya.
Menurut Yosep, Iyus,. (2014. Hal.235), Isolasi Sosial adalah keadaan dimana
seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Isolasi sosial adalah seorang individu
tidak mampu berinteraksi dengan teman atau bahkan keluarga sekalipun (Monnie,
Neil,. 2000. hal.120).
Isolasi sosial merupakan suatu sikap dimana individu menghindari diri dari
interaksi dengan orang lain, kesulitan untuk berhubungan secara langsung dan tidak
sanggup untuk berinteraksi (Nita, Fitria,. 2012, hal.29). Menarik diri atau Isolasi Sosial
ialah individu yang serba dengan ketergantungan dan tidak mampu untuk berinteraksi
(Robert & Bowker. 2014. hal.14).
Penarikan diri atau Withdrawal merupakan suatu tindakan melepas diri baik
perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat
bersifat sementara atau menetap. Menarik diri atau Isolasi Sosial adalah keadaan
dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan dan menghindari
interaksi dengan orang lain secara langsung yang dapat bersifat sementara atau
menetap (Muhith, 2015. Hal.286).

3
B. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala mayor dan minor isolasi sosial menurut (SDKI, 2016 hal.268),
sebagai berikut:
1. Mayor
a. Merasa ingin sendirian
b. Merasa tidak aman di tempat umum
c. Menarik diri
d. Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan
2. Minor
a. Merasa berbeda dengan orang lain
b. Merasa asyik dengan pikiran sendiri
c. Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
d. Afek datar
e. Afek sedih
f. Riwayat ditolak
g. Menunjukkan permusuhan
h. Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
i. Kondisi difabel
j. Tindakan tidak berarti
k. Tidak ada kontak mata
l. Perkembangan terlambat
m. Tidak bergairah/lesu
C. Proses terjadinya masalah
1. Faktor predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya isolasi sosial menurut
(Nurhalimah, 2016, Hal.119), meliputi:
a. Faktor biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
dimana ada riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Adanya
risiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
NAPZA. Selain itu ditemukan adanya kondisi patologis otak, yang dapat

4
diketahui dari hasil pemeriksaan struktur otak melalui pemeriksaan CT Scan dan
hasil pemeriksaan MRI untuk melihat gangguan struktur dan fungsi otak.
b. Faktor Psikologis
Pasien dengan masalah isolasi sosial, seringkali mengalami kegagalan
yang berulang dalam mencapai keinginan/harapan, hal ini mengakibatkan
terganggunya konsep diri, yang pada akhirnya akan berdampak dalam membina
hubungan dengan orang lain. Koping individual yang digunakan pada
pasiendengan isolasi sosial dalam mengatasi masalahnya, biasanya maladaptif.
Koping yang biasa digunakan meliputi: represi, supresi, sublimasi dan proyeksi.
Perilaku isolasi sosial timbul akibat adanya perasaan bersalah atau menyalahkan
lingkungan, sehingga pasien merasa tidak pantas berada diantara orang lain
dilingkungannya.
Kurangnya kemampuan komunikasi, merupakan data pengkajian
keterampilan verbal pada pasien dengan masalah solasi sosial, hal ini disebabkan
karena pola asuh yang keluarga yang kurang memberikan kesempatan pada
pasien untuk menyampaikan perasaan maupun pendapatnya. Kepribadian
introvert merupakan tipe kepribadian yang sering dimiliki pasien dengan
masalah isolasi sosial. Ciri-ciri pasien dengan kepribadian ini adalah menutup
diri dari orang sekitarnya. Selain itu pembelajaran moral yang tidak adekuat dari
keluarga merupakan faktor lain yang dapat menyebabkan pasien tidak mampu
menyesuaikan perilakunya di masyarakat, akibatnya pasienmerasa tersisih
ataupun disisihkan dari lingkungannya.
Faktor psikologis lain yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah
kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan. Kegagalan dalam
melaksanakan tugas perkembangan akan mengakibatkan individu tidak percaya
diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap
hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu
merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Kondisi diatas, dapat
menyebabkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain,
menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan
sehari-hari terabaikan

5
c. Faktor sosial budaya
Faktor predisposisi sosial budaya pada pasiendengan isolasi sosial, sering
kali diakibatkan karena pasien berasal dari golongan sosial ekonomi rendah hal
ini mengakibatkan ketidakmampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan.
Kondisi tersebut memicu timbulnya stres yang terus menerus, sehingga fokus
pasienhanya pada pemenuhan kebutuhannya dan mengabaikan hubungan
sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
Menurut (Nurhalimah, 2016, hal.120), mengatakan bahwa faktor usia
merupakan salah satu penyebab isolasi sosial hal ini dikarenakan rendahnya
kemampuan pasien dalam memecahkan masalah dan kurangnya kematangan
pola berfikir. Pasiendengan masalah isolasi sosial umumnya memiliki riwayat
penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak, sehingga tidak mampu
menyelesaikan masalah tugas perkembangannya yaitu berhubungan dengan
orang lain. Pengalaman tersebut menimbulkan rasa kurang percaya diri dalam
memulai hubungan, akibat rasa takut terhadap penolakan dari lingkungan.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu tolok ukur kemampuan pasien
berinteraksi secara efektif. Karena faktor pendidikan sangat mempengaruhi
kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pasien dengan
masalah isolasi sosial biasanya memiliki riwayat kurang mampu melakukan
interaksi dan menyelesaikan masalah, hal ini dikarenakan rendahnya tingkat
pendidikan pasien.
2. Faktor presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan menurut
(Fitria, Nita. 2012 hal.35), sebagai berikut:
a. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan
oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
b. Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat yang
berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan

6
individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
3. Penilaian terhadap stressor
Penilaian terhadap sterssor berada dalam suatu rentang dari adaptif sampai ke
maladaptif. Pada klien dengan isolasi sosial penilaian stressor yang adaptif
merupakan faktor yang harusselalu diperkuat dalam pemberian asuhan keperawatan
sehingga kemampuan tersebut membudaya dalam diri klien. Bila penilaian stressor
klien maladaptif maka penilaian tersebut akan menjadi dasar penggunaan terapi
keperawatan dalam melatih disfungsi keterampilan yang dialami klien. Penilaian
terhadap stresor yang di alami klien dengan isolasi social meliputi kognitif, afektif,
fisiologis, perliaku, dan sosial (Satrio, dkk, 2015 hal. 8).
a. Respon kognitif
Faktor kognitif mencatat kejadian stresfull dan reaksi yang ditimbulkan
secara emosional, fisiologis, serta perilaku atau reaksi sosial. Kemampuan klien
melakukan penilaian kognitif yang dipengaruhi oleh persepsi klien, sikap
terbuka individu terhadap adanya perbubahan, kemampuan untuk melakukan
kontrol diri terhadap pengaruh lingkungan dan kemampuan menilai suatu
masalah. Pada klien isolasi sosial kemampuan kognitif klien sangat terbatas klien
lebih berfokus pada masalah bukan bagaimana mencari alternatie pemecahan
masalah yang dihadapi (Stuart, dalam Satrio, dkk, 2015).
b. Respon afektif
Respon afektif terkait dengan ekspresi emosi, mood, dan sikap. Respon
afektif yang ditampilkan dipengaruhi oleh ketidakmampuan jangka panjang
terhadap situasi yang membahayakan sehingga mempengaruhi kecendrungan
respon terhadap ancaman untuk harga diri klien. Respon afektif pada klien
isolasi sosial adalah adanya perasaan putus asa,sedih, kecewa, merasa tidak
berharga dan merasa tidak diperhatikan (Stuart, dalam Satrio, dkk. 2015).
c. Respon fisiologis
Respon fisiologis terkait dengan bagaimana sistem fisiologis tubuh
berespon terhadap stessor, yang mengakibatkan perubahan terhadap stressor,
sistem neuroendokrin, dan hormonal. Respon fisiologis merupakan respon

7
neurobiologis yang bertujuan untuk menyiapkan klien mengatasi bahaya.
Perubahan yang dialami oleh klien akan mempengaruhi neurobiologis untuk
mencegah stimulus yang mengancam (Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).
d. Respon perilaku
Hasil dari respon emosional dan fisiologis. Respon perilaku isolasi sosial
teridentifikasi tiga pelaku yang maladaptif yaitu sering melamun, tidak mau
bergaul dengan klien lain atau tidak mau mengemukakan pendapat, mudah
menyerah dan ragu-ragu dalam mengambil keputusan atau dalam melakukan
tindakan (Satrio, dkk, 2015).
e. Respon sosial
Respon sosial Merupakan hasil dari perpaduan dari respon kognitif,
afektif, fisiologis dan perilaku yang akan mempengaruhi hubungan atau interaksi
dengan orang lain. Respon ini memperlihatkan bahwa klien dengan isolasi sosial
lebih banyak memberikan respon menghindar terhadap stressor yang dialaminya
(Satrio, 2015).
4. Sumber koping
Menurut Stuart dalam (Azizah, dkk,. 2016 hal. 257), sumber koping yang
berhubungan dengan respon sosial maladaptif keterlibatan dalam hubungan
keluarga yang luasan teman, hubungan dengan hewan peliharaan dan penggunaan
kreatifitas untuk mengespresikan stress interpersonal missal, kesenian, musik, atau
tulisan
5. Mekanisme koping
Individu yang mengalami respon sosial meladaptive menggunakan berbagai
mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Koping yang berhubungan
dengan gangguan kepribadian antisocial antara lain proyeksi, splitting dan
merendahkan orang lain, koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian
ambang splitting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain,
merendahkan orang lain dan identifikasi proyektif (Azizah, dkk,. 2016 hal. 257).

8
6. Rentang respon (adaptif-maladaptif)
Menurut (Stuart Sundeen) dalam (Azizah, dkk,. 2016. Hal.258), rentang
respons klien ditinjau dan interaksinya dengan lingkungan sosial merupakan suatu
kontinum yang terbentang antara respons adaptif dengan maladaptip sebagai
berikut:

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Solitude Aloneless Curiga

Otonomi Depedensi Manipulasi

Bekerjasama Menarik Diri Impulsif

Interdependen Narkisisme

Terdapat dua respon yang dapat terjadi pada isolasi sosial, yakni:

a. Respons Adaptif
Merupakan suatu respons yang masih dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku dengan kata
lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan
masalah.
1) Menyendiri (solitude)
Merupakan respons yang dibutuh seseorang untuk merenungkan
apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya (instropeksi).
2) Otonomi
Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
3) Bekerja sama
Merupakan kemampuan individu yang saling membutuhkan satu
sama lain serta mampu untuk memberi dan menerima.

9
4) Interdependen
Merupakan saling ketergantungan antara individu dengan orang
lain dalam membina hubungan interpersonal.
b. Respon Maladaptif
Merupakan suatu respons yang menyimpang dari norma sosial dan
kehidupan disuatu tempat, perilaku respons maladaptif, yakni meliputi:
1) Menarik diri
Merupakan keadaan dimana seseorang yang mengalami kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
2) Ketergantungan
Merupakan keadaan dimana seseorang gagal mengembangkan
rasa percaya dirinya sehingga tergantung dengan orang lain.
3) Manipulasi
Merupakan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang
menganggap orang lain sebagai objek dan berorientasi pada diri sendiri
atau pada tujuan, bukan berorientasi pada orang lain. Individu tidak
dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
4) Curiga
Merupakan keadaan dimana seseorang gagal mengembangkan
rasa percaya diri terhadap orang lain.
5) Impulsif
Keidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar
dari pengalaman, tidak dapat diandalkan, mmpunyai penilaian yang
buruk dan cenderung memaksakan kehendak.
6) Narkisisme
Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, memiliki sikap egosentris,
pence,buru dan marah jika orang lain tidak mendukung.

10
D. Pohon diagnosa
Gangguan persepsi sensori (Efek)

Isolasi sosial (Care problem)

Harga diri rendah (Causa)

Sumber: (SDKI, 2016)

E. Diagnosa keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Masalah keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori (D.0085)
b. Isolasi sosial (D.0121)
c. Harga diri rendah kronis (D.0086)
2. Data yang perlu dikaji
a. Gangguan persepsi sensori
1) Mayor
Data subjektif:
(a) Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
(b)Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman atau pengecapan

Data objektif:
(a) Distorsi sensori
(b)Respons tidak sesuai
(c) Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba atau mencium
sesuatu.

11
2) Minor
Data subjektif:
(a) Menyatakan kesal

Data objektif:
(a) Menyendiri
(b)Melamun
(c) Konsentrasi buruk
(d)Disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi
(e) Curiga
(f) Melihat ke satu arah
(g) Mondar-mandir
(h)Bicara sendiri

b. Isolasi Sosial
1) Mayor
Data subjektif:
(a) Merasa ingin sendirian
(b)Merasa tidak aman di tempat umum

Data objektif:
(a) Menarik diri
(b)Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan

2) Minor
Data subjektif:
(a) Merasa berbeda dengan orang lain
(b)Merasa asyik dengan pikiran sendiri
(c) Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas

12
Data objektif:
(a) Afek datar
(b)Afek sedih
(c) Riwayat ditolak
(d)Menunjukkan permusuhan
(e) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
(f) Kondisi difabel
(g) Tindakan tidak berarti
(h)Tidak ada kontak mata
(i) Perkembangan terlambat
(j) Tidak bergairah/lesu

c. Harga diri rendah kronis (D.0086)


1) Mayor
Data Subjektif:
(a) Menilai diri Negatif (mis, tidak berguna.tidak tertolong)
(b)Merasa malu/bersalah
(c) Merasa tidak mampu melakukan apapun
(d)Meremehkan kemampuan mengatasai masalah
(e) Merasa tidak memiliki kelebihan atau kemampuan positif
(f) Melebih-lebihkan penilaian positif tentang diri sendiri
(g) Menolak penilaian positif tentang diri sendiri

Data Objektif:
(a) Enggan mencoba hal baru
(b)Berjalan menunduk
(c) Postur Tubuh menunduk

2) Minor
Data subjektif
(a) Merasa sulit konsentrasi

13
(b)Sulit tidur
(c) Mengungkapkan keputusasaan

Data objektif
(a) Kontak mata kurang
(b)Lesu dan tidak bergairah
(c) Berbicara pelan dan lirih
(d)Pasif
(e) Perilaku tidak asertif
(f) Mencari penguatan secara berlebihan
(g) Bergantung pada pendapat orang lain
(h)Sulit membuat keputusan
(i) Sering kali mencari penegasan

F. Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan menurut (Fitria, Nita,. 2016 hal.40), sebagai
berikut:
1. Identifikasi penyebab isolasi sosial:
a. Tannyakan siapa saja yang orang yang tinggal satu rumah dengan klien
b. Tanyakan siapa orang yang dekat dengan klien dan apa sebabnya
c. Tanyakan siapa yang tidak dekat dengan klien dan apa sebabnya
2. Identifikasi keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain:
a. Tanyakan pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
b. Tanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan orang
lain
c. Diskusikan pada kllien keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan
bergaul akrab dengan mereka
d. Diskusiskan pada klien kerugian bila klien tidak memiliki banyak teman dan
tidak bergaul akrab dengan mereka
e. Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien

14
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa Teori Dan Aplikasi
Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.
Damaiyanti, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Reflika Aditama.
Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika.
Monnie, Neil,. 2000. Health and Social Care. UK: Designs and Patents Act.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan keperawatan jiwa. Yogyakarta: CV andi offset.
Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika.
Nurhalimah, 2016, Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Prabowo, Eko 2017. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Robert & Julie. 2014. The Handbook of Solitude Psychological Perspectives on Social
Isolation, Social Withdrawal, and Being Alone. California: Wiley Blackwell.
Satrio, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Lampung: LP2M.
SDKI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Definisi Dan Indikator
Diagnostik. Jakarta Selatan: PPNI.
Yosep, Iyus dkk. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa Dan Avandance Mental Health
Nursing. Bandung: PT Reflika Aditama.

15

Anda mungkin juga menyukai