Anda di halaman 1dari 28

A.

KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengertian Isolasi Sosial

Isolasi Sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami


penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak,tidak di terima
kesepian,dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain. Gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme
individu terhadap suatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan.[ CITATION
Lil16 \l 1033 ]

Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu mengalami


penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. Pasien merasa ditolak, tidak di terima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain. [ CITATION Nud19 \l 1033 ]

Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komuniksi dengan


orang lain karena merasa kehilangan hubunagn akrab dan tidak
mempuanyai kesempatan untuk bebagi rasa ,fikiran, dan kegagalan.
Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan
orang lain dimanisfestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada
perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman.[ CITATION
Iyu14 \l 1033 ]

2. Etiologi Isolasi Sosial


Penyebab dari isolasi sosial adalah hargav diri rendah yaitu
perasaan negative terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri,
merasa gagal mencapai keinginan, yang ditandai dengan adanya
perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri
kurang, dan juga daapt mencederai diri.[ CITATION Abd15 \l 1033 ]
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi (pendukung) terjadi
gangguan hubungan sosial yaitu:
1) Faktor perkembangan, kemampuan membina
hubungan yang sehat tergantung daribpengalaman
selama proses tumbuh kembang. Setiap tahap tumbuh
kembang memiliki tugas yang harus di lalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan
ini tidak dapat di penuhi akan menghambat masa
perkembangan selanjutnya. Kurangnya stimulasi,
kasih sayang, perhatian, dan kehangatan dari orang
tua/pengasuh akan memberikan rasa tidak aman yang
dapat menghambat terbentuknya rasa tidak percaya.
[ CITATION Abd15 \l 1033 ]
2) Faktor biologis, genetik merupakan salah satu faktor
pendukung gangguan jiwa. Kelainan strukrtur otak
seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat
dan volume otak serta perubahan limbik di duga
dapat menyebabkan skizofrenia.[ CITATION
Abd15 \l 1033 ]
3) Faktor sosial budaya, faktor sosial budaya dapat
menjadi faktor pendukung terjadinya gangguan
dalam membina hubungan dengan orang lain,
misalnya anggota keluarga yang tidak produktif
diasingkan dari orang lain (lingkungan sosialnya).
[ CITATION Abd15 \l 1033 ]
b. Stressor Presipitasi
1) Stressor sosial budaya, stressor sosial budaya dapat
menyebabkan terjadinya gangguan dalam membina
hubungan dengan orang lain, misalnya anggota
keluarga yang labil yang di rawat di rumah sakit.
[ CITATION Abd15 \l 1033 ]
2) Stressor psikologis, tingkat kecemasan yang berat
akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk behubungan dengan orang lain.
Intensitas kecemasan yang eksrim dan memanjang
disertai terbatasnya kemampuan individu untuk
mengatasi masalah diyakini akan menimbulkan
berbagai masalah gangguan hubungan (menarik diri).
[ CITATION Abd15 \l 1033 ]

3. Tanda Dan Gejala Isolasi Sosial


a. Gejala subjektif :
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang
lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
3) Respons verbal kurang dan sangat sinkat.
4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang
lain.
5) Klien lambat menghabiskan waktu.
6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
7) Klien tidak yakin dapat melangsungan hidup.
8) Klien merasa ditolak.
9) Menggunakan kata kata simbolik.
b. Gejala objektif :
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara.
2) Tidak mengikuti kegiatan.
3) Banyak berdiam diri di kamar.
4) Klien mengendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang
yang terdekat.
5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
6) Kontak mata kurang.
7) Kurang spontan.
8) Apatis ( acuh terhadap lingkungan )
9) Ekspresi wajah kurang berserih.
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
11) Mengisolasi diri.
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
13) Masukan makan dan minuman terganggu.
14) Aktivitas menurun.
15) Kurang energi ( tenaga ).
16) Postur tubuh berubah misalnya sikap fetus / janin ( khususnya
pada posisi tidur ). [ CITATION Lil16 \l 1033 ]

4. Proses Terjadinya Isolasi Sosial


Proses terjadinya isolasi sosial pada pada pasien akan dijelaskan
dengan menggunakan konsep stress adaptasi stuart yang meliputi
stressor dari faktor perisposisi dan presipitasi.[ CITATION Ded14 \l
1033 ]

a. Faktor predisposisi

Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya isolasi


sosial, meliputi:

1) Faktor Biologis

Hal yang dikaji oleh pasien pada faktor bilogis


meliputi adanya faktor hereditor dimana ada riwayat
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Adanya risiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma
kepala, dan riwayat panggunaan NAPZA. Selain itu
ditemukan adanya kondisi patologis otak, yang dapat
ditemukan dari hasil pemeriksaan struktur otak melalui
pemeriksaan CT Scan dan hasil pemeriksaan MRI
untuk melihat gangguan struktur dan fungsi otak.

2) Faktor Psikologis

Pasien dengan masalah isolasi sosial, seringkali


mengalami kegagalan yang berualang dalam mencapai
keinginan/harapan, hal ini mengakibatkan
tergangguanya konsep diri, yang pada akhirnya akan
berdampak dalam membina hubungan dengan orang
lain. Koping individual yang digunakan pada pasien
dengan isolasi sosial dalam mengatasi masalahnya,
biasanya maladaptif. Koping yang bisa digunakan
meliputi: represi, supresi, sublimasi dan proyeksi.
Perilaku isolasi sosial timbul akibat adanya perasaan
bersalah atau menyalahkan lingkungan, sehingga pasien
merasa tidak pantas berada diantara orang lain
dilingkungannya.

Kurangnya kemampuan komunikasi, merupakan


data pengkajian keterampilan verbal pada pasien
dengan masalah sosial sosial, hal ini disebabkan karena
pola asuh yang keluarga yang kurang memberikan
kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaan
maupun pendapatnya. Kepribadian introvert merupakan
tipe kepribadian yang sering dimiliki pasien dengan
masalah isolasi sosial. Ciri-ciri pasien dengan
kepribadian ini adalah menutup diri dari orang
sekitarnya. Selain itu pembelajaran moral yang tidak
adekut dari keluarga yang merupakan faktor lain yang
dapat menyebabkan pasien tidak mampu menyesuaikan
perilakunya di masyarakat, akibatnya pasien merasa
tersisih atau pun disisihkan dari lingkungannya.

Faktor psikologis lain yang menyebabkan isolasi


sosial adalah kegagalan dalam melaksanakan tugas
perkembangan. Kegagalan dalam melaksanakan tugas
perkembangan akan mengakibatkan individu tidak
percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut
salah, pesimis, putus asa terhadaphubungan dengan
orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu
merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Kondis
diatas, dapat menyebabkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari
orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri,
kegiatan sehari-hari terabaikan.

3) Faktor Sosial

Faktor predisposisi sosial budaya pada pasien


dengan isolasi, seringkali diakibatkan karena pasien
berasal dari golongan sosial ekonomi rendah hal ini
mengakibatkan ketidak mampuan pasien dalam
memenuhi kebutuhan. Kondisi tersebut memicu
timbulnya stres yang terus menerus, sehinggga fokus
pasien hanya pada pemenuhan kebutuhannya dan
mengabaikan hubungan sosialisasi dengan lingkungan
sekitarnya.

Faktor usia merupakan salah satu penyebab isoslasi


sosial hal ini dikarenakan rendahnya kemampuan
pasien dalam memecahkan masalah dan kurangnya
kematangan pola berfikir. Pasien dengan masalah
isolasi sosial umumnya memiliki riwayat penolakan
lingkungan pada usia perkembangan anak, sehingga
tidak mampu menyelesaikan masalah tugas
perkembangan yaitu berhubungan dengan orang lain.
Pengalaman tersebut menimbulkan rasa kurang percaya
diri dalam memulai hubungan, akibat rasa takut
terhadap penolakan dari lingkungan.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu tolak
ukur kemampuan pasien berinteraksi secara efektif.
Karena faktor pendidikan sangat mempengaruhi
kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Pasien dengan masalah isolasi sosial biasanya
memiliki riwayat kurang mampu melakukan interaksi
dan menyelesaikan masalah, hal ini dikarenakan
rendahnya tingkat pendidikan pasien.[ CITATION
Ded14 \l 1033 ]

b. Faktor presipitasi

Ditemukan adanya riwayat penyakit inkfeksi, penyakit


kronis atau kelainan struktur otak. Faktor lainnya
pengalaman abuse dalam keluarga. Penerapan aturan atau
tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai
dengan pasien dan konflik antar masyarakat. Selain itu pada
pasien yang mengalami isolasi sosial, dapat ditemukan
adanya pengalaman negatif pasien yang tidak
menyenangkan terhadap gambaran dirinya, ketidak jelasan
atau berlebihnya peran yang imiliki serta mengalami krisis
identitas. Pengalaman kegaglan yang berulang dalam
mencapai harapan atau cita-cita, serta kurangnya
penghargaan baik dari diri sendiri maupun lingkungan.
Faktor-faktor diatas, menyebabkan gangguan dalam
berinteraksi sosial dengan orang lain, yang pada akhirnya
menjadi masalah isolasi sosial.[ CITATION Ded14 \l 1033 ]

5. Patofisologi Isolasi Sosial


Individu yang mengalami isolasi sosial sering kali beranggapan
bahwa sumber/penyebab isolasi sosial itu berasal dari lingkungannya.
Padahalnya rangsangan primer adalah kebutuhan perlindungan diri
secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan rasa
bersalah, murah, sepi dan takut dengan orang yang dicintai, tidak dapat
dikatakan segala sesuatu yang dapat mengancam harga diri (self
estreem) dan kebutuhan keluarga dapat meningkatkan kecemasan.
Untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan
ansietas diperlukan suatu mekanisme koping yang adekuat. Sumber
koping sebagai model ekonomi dapat membantu seseorang
menginteraksikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang berhasil. Semua orang walaupun
terganggu perilakunya tetap mempunyai beberapa kelebihan personal
yang mungkin meliputi: aktivitas keluarga, hobi, seni, kesehatan dan
perawatan diri, pekerjaan kecerdasan dan hubungan interpersonal.
Dukungan sosial dari peningkatan respon psikofisiologis yang adaptif,
motifasiberasal dari dukungan keluarga ataupun individu sendiri sangat
penting untuk meningkatkan kepercayaan diri pada individu.
[ CITATION Eka14 \l 1057 ]

Penolakan dari orang lain

Ketidak percayaan diri


Putus asa terhadap
hubungan dengan orang lain

Sulit dalam mengembangkan


berhubungan dengan orang lain
Menarik diri dari
lingkungan (regresi)

Tidak mampu berinteraksi dengan


orang lain

ISOLASI SOSIAL

[ CITATION Eka14 \l 1057 ]

6. Rentang Respon Isolasi Sosial


Menurut Stuar Sundeen rentang respons klien ditinjau dan
interaksinya dengan lingkungan sosial merupakan suatu kontinum
yang berbentang antara respons adaptif dengan maladapyif sebagai
berikut:

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Solitude Aloneless Curiga


Otonomi Depedensi Manipulasi
Bekerjasama Menarik diri Impulsif
Interdependen Narkisisme

[ CITATION Lil16 \l 1033 ]

Terhadap dua respon yang dapat terjadi pada isolasi sosial, yakni:

a. Respons Adaptif
Merupakan suatu respons yang masih dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang
berlaku dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas
normal ketika menyelesaikan masalah.

1) Menyendiri (solitude)
Merupakan respons yang dibutuh seseorang untuk
merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan
sosialnya (instropeksi).
2) Otonomi
Merupakan kemampuan individu untuk menentukan
dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam
hubungan.
3) Bekerja sama
Merupakan kemampuan individu yang saling
membutuhakan satu sama lain serta mampu ubtuk
memberi dan menerima.
4) Interdependen
Meruapakan saling ketergantungan antara individu
dengan orang lain dalam membina hubungan
interpersonal.

b. Respons Maladaptif

Merupakan suatu respons yang menyimpan dari normal


sosial dan kehidupan ssuatutempat, perilaku respons
maladaptif, yakni meliputi:

1) Menarik diri
Merupakan keadaan dimana seseorang yang
mengalami kesulitan dalam membina hubungan
secara terbuka dengan orang lain.
2) Ketergantungan
Merupakan keadaan dimana seseorang gagal
mengembangkan rasa percaya dirinya sehingga
tergantung dengan orang lain.
3) Manipulasi
Merupakan hubungan sosial yang terdapat pada
individu yang mengganggap orang lain sebagai
objek dan berorientasi pada diri sendiri atau pada
tujuan, bukan berorintasi pada orang lain. Individu
tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam.
4) Curiga
Merupakan keadaan dimana seseorang gagal
mengembangkan rasa percaya diri terhadap orang
lain.
5) Impulsif
Ketidak mampuan merencanakan sesuatu, tidak
mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat
diandalkan, menpunyai penilaian yang buruk dan
cenderung memaksakan kehendak.
6) Narkisisme
Harga diri yang rapuh, secara terus menerus
berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian,
memiliki sikapegosentris, pence, buru dan marah
jika orang lain tidak mendukung.[ CITATION Lil16
\l 2057 ]

7. FASE ISOLASI SOSIAL

a. Membuat kontrak awal kepada klien yang bertujuan membangun


kepercayaan klien terhadap perawat – perawat sebagai orang asing
harus menempatkan klien dengan penuh perasaan dan mau
menerima klien apa adanya, fase ini merupakan dasar untuk dapat
melakukan tindakan pada tahap selanjutnya. Seorang perawat harus
perawat harus dapat menggunakan hubungan terapeutik dalam
melakukan tindakan pada klien sehingga klien mempunyai
kepercayaan terhadap perawat. Fase orientasi berakhir setelah
terbina hubungan saling percaya antara klien dengan perawat yang
dilanjutkan dengan fase identifikasi. [ CITATION Dia18 \l 1033 ]

b. Fase identifikasi merupakan fase dimana perawat melakukan


pengkajian terhadap klien dengan melakukan eksplorasi perasaan
klien. Pengkajian yang dilakukan oleh perawat menggunakan
format pengkajian berdasarkan dari stuart yaitu terdiri dari faktor
Predisposisi/faktor pendukung, faktor presipitasi/faktor pencetus
yaitu suatu stimulasi yang dipersepsikan oleh individu sebagai suatu
kesempatan, ancaman, tuntutan terhadap penilaian stressor. Fase
identifikasi ini perawat menggali semua yang di rasakan oleh klien
dan yang di harapkan oleh klien, hal ini sesuai dengan (parker &
Smith, 2010) yang menyatakan bahwa pada fase orientasi ini klien
mengekspresikan semua perasaan yang ingin diatasi dan perawat
membantu klien untuk memperbaiki sesuai dengan apa yang
dirasakan oleh klien. Pada fase identifikasi ini perawat menentukan
diagnosa keperawatan, menentukan tujuan dan kriterian hasil serta
menentukan rencana tindakan yang akan dilakukan dan evaluasi.
[ CITATION Dia18 \l 1033 ]

c. Fase kerja atau fase eksploitasi merupakan fase dimana perawat


melakukan manajemen asuhan dan ada klien dengan isolasi sosial
dan resiko perilaku kekerasan yang di alami oleh klien, penulis
mencoba mengatasi dengan pemberian terapi generalis isolasi
sosial. Pemberian terapi ini penulis lakukan dengan bantuan perawat
ruangan dan mahasiswa keperawatan yang sedang praktek dengan
membagi kasus kelolaan pada saat sedang dilakukan preconference.
Sebelum pemberian terapi generalis perawat melakukan pengkajian
dan melakukan pre test kepada pasien dengan menanyakan beberapa
tanda gejala isolasi sosial, serta kemampuan klien dalam
bersosialisasi pemberian terapi generalis diberikan bersamaan
dengan pemberian terapi aktivitas kelompok dan terapi spesialis.
Terapy spesialis yang diberikan adalah social skill trainning. Tujuan
pemberian terapi ini adalah supaya klien mempunyai kemampuan
berkomunikasi yang baik, dan klien mampu merubah perilaku klien
yang kurang baik dimana hasil akhirnya adalah klien mampu asertif
dalam mengatasi semua stressor yang di hadapi oleh klien. Fase
eksploitasi merupakan fase dimana klien ketergantungan,
kemandirian dan saling ketergantungan yang bertujuan agar klien
mampu mengurangi kecemasan dan pada akhirnya klien mampu
memecahkan masalahnya sendiri.[ CITATION Dia18 \l 1033 ]

d. Fase eksploitasi ini perawat memberikan keterampilan klien dalam


bersosialisasi dan mengubah pikiran dan perilaku klien menjadi
pikiran yang baik serta pada akhirnya klien mampu bersikap asertif
(peplau 1912 dalam Parker & Smith, 2010) menyatakan fase
orientasi ini adalah dalam memberikan kemampuan untuk
mengatasi masalah dengan cara yang baru, mempunyai kemampuan
dalam mengatasi masalah dan mampu melakukan hubungan
interpersonal.[ CITATION Dia18 \l 1033 ]

8. Mekanisme Koping
Mekanisme koping di gunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Kecemasan koping yang sering di gunakan adalah Regrasi,
Rspiresi dan Isolasi. Sedangkan contoh sumber koping yang dapat
digunakan misalnya keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam
keluarga dan teman, hubungan dengan hewan peliharaan,
menggunakan klasifikasi untuk mengespresikan stress interpersonal
seperti kesenian atau tulisan.[ CITATION Ded14 \l 1033 ]
Menurut [ CITATION Eka14 \l 1033 ] mekanisme koping isolasi
sosial antara lain :
a. Perilaku curiga: regresi ,proyeksi , represi
b. Perilaku dependen : regresi
c. Perilaku manipulatif : regresi , represi
d. Isolasi/ menarik diri : regresi, respresi , isolasi

9. Perilaku

Gangguan
Hubungan perilaku
Sosial
Menarik diri 1. Kurang spontan
2. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
3. Ekspresi wajah kurang berseri
4. Tidak merawat diri dan tidak
memerhatikan kebersihan diri
5. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
6. Tidak peduli dengan keadaan lingkungan
sekitarnya
7. Intake makanan dan minuman terganggu
8. Retensi urine dan feses
9. Aktivitas menurun
10. Tidak bertenaga
11. Berbaring dengan sikap atau posisi janin
Curiga 1. Tidak mampu mempercayai orang lain
2. Bermusuhan (hostility)
3. Mengisolasi diri dalam lingkungan sosial
Manipulasi 1. Mengekspresikan perasaan tidak langsung
pada tujuan
2. Kurang asertif
3. Sangat tergantung pada orang lain.
[ CITATION Bad14 \l 1033 ]
10. Penatalaksanaan

a. Therapy farmakologi

Obat yang digunakan yaitu haloperidol dengan dosis 5 mg 3


x 1 atau tiap 8 jam, Trihexyphenidyl dengan dosis 2 mg 2 x 1,
riperidone dengan dosis 2 mg 2 x 1.

b. Electri Convulsive Therapy

Electri Convulsive Therapy (ETC) atau lebih dikenal dengan


elektroshock adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan
energi shock listrik dalam usaha pengobatannya. Biasanya ETC
ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang tidak berespon
pada obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT pertama kali
diperkenalkan oleh 2 orang neurologist Italia Ugo Carletti dan
Lucio Bini pada tahun 1930. Diperkirakan hampir 1 juta orang
didunia mendapat terapi ETC setiap tahunnya dengan intensitas
antara 2-3 kali seminggu. [ CITATION Ded14 \l 1033 ]

ETC bertujuan menginduksi suatu kejang klonik yang dapat


memberi efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya
selama 15 detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang
dimana seseorang kehilangan kesadaran dan mengalami rejatan.
Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT sampai saat ini masih
belum dapat dijelaskan dengan memuaskan. Namun beberapa
penelitian menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar
serum Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) pada pasien
depresi yang tidak responsif terhadap terapi farmakologis.
[ CITATION Ded14 \l 1033 ]

c. Therapy kelompok

Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang


dilakukan sekelompok pasien bersama sama dengan jalan
berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh
seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini
bertujuan memberikan stimulus bagi klien dengan gangguan
interpersonal. [ CITATION Ded14 \l 1033 ]

d. Therapy lingkungan

Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga


aspek lingkungan harus mendapatkan perhatian khusus dalam
kaitannya untuk menjaga dan memelihara kesehatan manusia.
Lingkungan berkaitan erat dengan stimulasi psikologi seseorang
yang akan berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan
tersebut akan memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun
kondisi psikologis seseorang[ CITATION Ded14 \l 1033 ]

B. PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Data Fokus

Hubungan sosial

1) Orang yang berarti bagi pasien

2) Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat


3) Hambatan berhubungan dengan orang lain[ CITATION Nud19 \l
1033 ]

b. Masalah Yang Kemungkinan Muncul

Resiko → (efek)

Isolasi sosial → (core problem)

Harga diri rendah → (causa)

[ CITATION Lil16 \l 1057 ]

c. Analisa Data

DATA MASALAH

1. malas untuk berinteraksi Isolasi social : menarik


dengan orang lain diri
2. Klien lebih suka jalan
jalan sendiri
3. Menyendiri
4. Klien mondar mandir
tanpa tujuan
5. Kontak mata kurang
6. acuh terhadap lingkungan
7. tampak sedih, ekspresi
datar dan dangkal.
8. Kurang energi ( tenaga ).

d. Pohon Masalah

Risiko Gangguan Sensori Persepsi ;


Halusinasi
Isolasi Sosial
Gangguan konsep diri ; Harga Diri
Rendah

[ CITATION Lil16 \l 1057 ]

2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan ditegakkan berdasarkan pengkajian dan
masalah keperawatan yang dirumuskan adalah isolasi sosial.
[ CITATION Nud19 \l 1033 ]

3. Intervensi Keperawatan

a. Konsep Intervensi

Intervensi keperawatan pada isolasi social, dilakukan terhadap


pasien dan keluarga. Saat melaksanakan pelayanan di poli kesehatan
jiwa di Puskesmas atau kunjungan rumah, perawat menemui
keluarga terlebih dahulu sebelum menemui klien.Bersama keluarga,
perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan keluarga.
Setelah itu, perawat menemui pasien untuk melakukan pengkajian
dan melatih cara untuk mengatasi isolasi social yang dialami
klien.Setelah perawat selesai melatih klien, maka perawat kembali
menemui keluarga dan melatih keluarga untuk merawat klien, serta
menyampaikam hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien
dan tugas ysng perlu keluarga lakukan yaitu untuk membimbing
pasien melatih kemampuan mengatasi isolasi social yang telah
diajarkan oleh perawat.[ CITATION Bad14 \l 1057 ]

b. Standar Intervensi

Strategi Pelaksanaan Berdasarkan Pertemuan ;

Pasien Keluarga
SPIP SPIK
N
o
1. Identifikasi penyebab isolasi Diskusikan masalah yang
sosial siapa yang serumah, dirasakan dalam merawat
siapa yang dekat, yang tidak pasien
dekat, dan apa sebabnya
2. Keuntungan punya teman dan Jelaskan pengertian tanda dan
bercakap-cakap gejala, proses terjadinya
isolasi sosial
3. Kerugian tidak punya teman Jelaskan cara merawat isolasi
dan tidak bercakap-cakap sosial
4. Latih cara berkenalan dengan Latih 2 cara merawat
pasien dan perawat atau tamu berkenalan, berbicara dan
kegiatan lainnya
5. Masukan pada jadwal kegiatan Anjurkan membantu pasien
untuk latihan berkenalan sesuai jadwal dan memberika
pujian saat betul
SPIIP SPIIK
1. Evaluasi kegiatan berkenalan Evaluasi kegiatan keluarga
(berapa orang) dan berikan dalam merawat/melatih pasien
pujian berkenalan dan berbicara saat
melakukan kegiatan
harian.Beri pujian
2. Latih cara berbicara saat Jelaskan kegiatan rumah
melakukan kegiatan harian tangga yang dapat melibatkan
pasien berbicara
(makan,shalat bersama) di
rumah
3. Masukkan pada jadwal Latih cara membimbing
kegiatan untuk latihan pasien berbicara dan memberi
berkenalan 2-3 orang.Pasien pujian
perawat dan tamu berbicara
saat melakukan kegiatan harian
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal saat besuk
SPIIIP SPIIIK
1. Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan keluarga
berkenalan (berapa orang) & dalam merawat/melatih pasien
bicara saat melakukan 2 berkenalan, berbicara saat
kegiatan harian.Beri pujian melakukan 2 kegiatan
harian.Beri pujian
2. Latih cara berbicara saat Jelaskan cara melatih pasien
melakukan 2 kegiatan harian (2 melakukan kegiatan sosial
kegiatan baru) seperti berbelanja, meminta
sesuatu, dll
3. Memasukkan pada jadwal Latih keluarga mengajak
kegiatan untuk latihan pasien belanja saat besuk
berkenalan 4-5 orang,
berbicara saat melakukan 4
kegiatan harian
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan berikan
pujian saat besuk
SPIVP SPIVK
1. Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan keluarga
berkenalan, bicara saat dalam merawat/melatih pasien
melakukan 4 kegiatan harian. berkenalan, berbicara saat
Beri pujian melakukan kegiatan
harian/RT,berbelanja,beri
pujian
2. Latih cara bicara sosial : Jelaskan follow up ke
memnta sesuatu, menjawab RSJ/PKM, tanda kambuh,
pertanyaan rujukan
3. Memasukkan pada jadwal Anjurkan membantu pasien
kegiatan untuk latihan sesuai jadwal dan berikan
berkenalan >5 orang, orang pujian saat besuk
baru, berbicara saat melakukan
kegiatan harian dan sosialisasi
SPVP SPVK
1. Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan keluarga
berkenalan, berbicara saat dalam merawat/melatih pasien
melakukan kegiatan harian dan berkenalan, berbicara saat
sosialisasi.Beri pujian melakukan kegiatan
harian/RT, berbelanja &
kegiatan lain dan follow up
beri pujian
2. Latih kegiatan harian Nilai kemampuan keluarga
merawat pasien
3. Nilai kemampuan yang telah Nilai kemampuan keluarga
mandiri melakukan kontrol ke
RSJ/PKM
4. Nilai apakah isolasi sosial
teratasi

c. Penjabaran TUK-TAK
Tujuan umum: klien dapat berinteraksi dengan orang lain, klien
tidak mencederai diri sendiri dan orang lain

Tujuan Klien dapat membina hubungan saling percaya


khusus I

Hubungan saling percaya merupakan landasan


Rasional utama untuk hubungan selanjutnya

Bina hubungan saling percaya dengan


menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
dengan cara:
1. Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun
nonverbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggil
Tindakan yang disukai
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa
adanya
7. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien

Tujuan Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Khusus II
Memberi kesempatan untuk mengugkapkan
perasaanya dapat membantu mengurangi stress dan
Rasional
penyebab perasaan menarik diri

1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku


menarik diri dalam tanda-tandanya
2. Beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaan penyebab menarik
diri atau bergaul
Tindakan 3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku
menari diri, tanda-tanda serta penyebab yang
muncul
4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien
mengungkapkan perasaanya

Tujuan Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan


khusus III dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain.
1. Untuk mengetahui keuntungan dari bergaul
dengan orang
lain
Rasional 2. Untuk mengetahui akibat yang dirasakan setelah
menarik
diri

1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan


keuntungan berhubungan dengan orang lain

a) Beri kesempatan kepada klien untuk


mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain
Tindakan b) Diskusikan bersama klien tentang manfaat
berhubungan
orang lain
c) Beri reinforcemen terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan orang lain

Tujuan Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara


Khusus IV bertahap
1. Mengeksplorasi perasaan klien terhadap
perilaku menarik diri yang biasa dilakukan
Rasional 2. Untuk mengetahui perilaku menarik diri dan
dengan bantuan perawat bisa membedakan
perilaku konstruktif dan destruktif.
Tindakan 1. Kaji kemampuan klien membina hubungan
dengan orang lain
2. Dorong dan bantuklien unuk berhubungan
dengan orang lain melalui tahap :
a) K - P
b) K – P – P lain
c) K – P – P lain – K lain
d) K – Kel/Klp/Masy
3. Beri reinforcement positif terhadap
keberhasilan yang telah dicapai
4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat
berhubungan
5. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan
bersama klien dalam mengisi aktu
6. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan
ruangan
7. Beri reinforcement positif atas kegiatan
klien dalam kegiatan ruangan
Tujuan Klien dapat mengungkapkan perasaannnya setelah
khusus V berhubungan dengan orang lain
Dapat membantu klien dalam menemukan cara
Rasional
yang dapat menyelesaikan masalah
1. Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya bila berhubungan dengan orang
lain
2. Diskusikan dengan klien tentang perasaan
Tindakan
manfaat berhubungan dengan orang lain
3. Beri reinforcement positif atas kemampuan
klien mengungkapkan perasaan manfaat
berhubungan dengan orang lain
Tujuan Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau
Khusus VI keluarga
Memberikan penanganan bantuan terapi melalui
pengumpulan data yang lengkap dan akurat kondisi
Rasional
fisik dan non fisik pasien serta keadaan perilaku dan
sikap keluarganya
1. Bina hubungan saling percaya dengan
keluarga;
a) Salam, perkenalan diri
b) Jelaskan tujuan
c) Buat kontrak
d) Eksplorasi perasaan klien
2. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang
:
a) Perilaku menarik diri
b) Penyebab perilaku menarik diri
c) Akibat yang terjadi jika perilaku
Tindakan
menarik diri tidak ditanggapi
d) Cara keluarga menghadapi klien
menarik diri
3. Dorong anggota keluarga untuk memberikan
dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain
4. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan
bergantian menjenguk klien minimal satu
kali seminggu
5. Beri reinforcement positif atas hal-hal yang
telah dicapai oleh keluarga
[ CITATION
Abd15 \l 1033 ]
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan perawatan oleh klien. Hal yang
harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah tindakan
keperawatan yang akan dilakukan secara interaksi dalam melaksanakan
tindakan keperawatan, perawat harus lebih dulu melakukan:

a. Bina Hubungan Saling Percaya (BHSP).

b. Identifikasi penyebab, tanda dan gejala.

c. Klien dapat mengetahui keuntungan dan kerugian apabila tidak


punya teman.

d. Melatih klien cara berkenalan dengan satu orang.

e. Melatih klien cara berkenalan 2-3 orang dengan melakukan satu


kegiatan.

f. Melatih klien cara berkenalan 4-5 orang dalam melakukan 2


kegiatan.

g. Melatih klien berkenalan dalam kegiatan social.

h. Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada di keluarga,


hal ini dimaksudkan agar tindakan keperawaytan selanjutnya dapat
dilanjutkan.[ CITATION Ded14 \l 1057 ]

5. Evaluasi Keperawatan
a. Konsep Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek
dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai
dengan tindakan keprawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat
dibagi 2 yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif, dilakukan setiap
selesai melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan
dengan membandingkan respon klien pada tujuan yang telah
ditentukan.[ CITATION Ded14 \l 1057 ]

b. Standar Evaluasi

Diagnosa
No Implementasi Evaluasi
Keperawatan/SP
1. Diagnosa gangguan 1.Mengidentifikasi S:
SP Isolasi sosial SPIP siapa yang pasien mau
serumah dengan berkenalan
pasien, siapa yang dengan perawat
dekat, yang tidak lain.
dekat, dan apa O :
penyebabnya. Pasien mampu
2.Mendiskusikan mempraktekkan
keuntungan cara berkenalan
punya teman dan dengan 3 orang
bercakap-cakap perawat
3.Mendiskusikan A:
Kerugian tidak Isolasi sosial (+)
punya teman dan P :
tidak bercakap- latihan
cakap berkenalan
4.Mengajarkan cara dengan perawat
berkenalan lainnya
dengan pasien
dan perawat atau
tamu
5.Mendiskusikan
jadwal kegiatan
untuk latihan
berkenalan
6. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

TAK yang dapat dilakukan untuk pasien isolasi sosial


adalah TAK sosialisasi yang terdiri dari :

a. Sesi 1: kemampuan memperkenalkan diri

b. Sesi 2: kemampuan brkenalan

c. Sesi 3: kemampuan bercakap-cakap

d. Sesi 4: kemampuan brcakap-cakap topic tertentu

e. Sesi 5: kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi

f. Sesi 6: kemampuan berkerja sama

g. Sesi 7: evaluasi kemampuan sosalisasi [ CITATION


Nud19 \l 1033 ]

DAFTAR PUSTAKA

Badar. (2014). Asuhan Keperawatan Profesional Jiwa Pada Pasien Dengan


Masalah Utama "Isolasi Sosial". Jakarta: In Media.

Dermawan, D., & Rusdi. (2014). Keperawatan Jiwa : Konsep Dan Kerangka
Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogjakarta: Gosyen Publishing.

Keliat, N. A., & Akemat. (2019). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lilik Ma rifatul Azizah. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa .


Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori Dan Aplikasi. Yogjakarta:


CV Andi Offset.

Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogjakarta:


Nuha Medika.
Sukaesti, D. (2018). Sosial Skill Training Pada Klien Isolasi Sosial. Jurnal
Keperawatan Jiwa, 22 - 23.

Yosep, I., & Sutini, T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa Dan Advance Mental
Health Nursing. Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai