Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN CITRA TUBUH

I. Masalah utama

Gangguan citra tubuh

II. Proses Terjadinya Masalah

A. Definisi

Gangguan citra tubuh adalah perubahan presepsi tentang tubuh yang

diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk struktur, fungsi keterbatasan,

makna dan obyek yang sering kontak dengan tubuh.

Gangguan citra tubuh biasanya melibatkan distorsi dan persepsi

negatif tentang penampilan fisik mereka. Perasaan malu yang kuat,

kesadaran diri dan ketidaknyamanan sosial sering menyertai penafsiran ini.

Sejumlah perilaku menghindar sering digunakan untuk menekan emosi dan

pikiran negatif, seperti visual menghindari kontak dengan sisa ekstremitas,

mengabaikan kebutuhan perawatan diri dari sisa ekstremitas dan

menyembunyikan sisa ekstremitas lain. Pada akhirnya reaksi negatif ini

dapat mengganggu proses rehabilitasi dan berkontribusi untuk meningkatkan

isolasi sosial (Wald & Alvaro, 2004).

B. Etiologi

1. Perubahan ukuran tubuh / berat badan yang turun akibat penyakit


2. Perubahan bentuk tubuh / tindakan invasif, seperti operasi, suntikan,

pemasangan, alat didalam tubuh.

3. Perubahan struktur / sama dengan perubahan bentuk tubuh disertai

dengan pemasangan

4. Perubahan fungsi / berbagai penyakit yang dapat merubah sistem tubuh

5. Keterbatasan / gerak, makan, kegiatan

6. Makna dan objek yang serang kontak / penampilan dan dandanan

berubah, pemasangan alat pada tubuh klien (infuse, traksi, respriator,

suntik, pemeriksaan tanda vital, dll)

7. Kemungkinan etiologi (yang berhubungan dengan)

8. Kekurangan umpan balik positif

9. Kegagalan yang dirasakan

10. Harapan-harapan yang tidak realistis (pada bagian dan orang lain)

11. Perkembangan ego mengalami ketardasi

12. Kebutuhan ketergantungan yang tidak terpenuhi

13. Ancaman terhadap keamanan karena gangguan fungsi pada dinamika-

dinamika keluarga.

C. Manifestasi Klinis

1. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah

2. Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi8akan terjadi

3. Menolak penjelasan perubahan tubuh

4. Persepsi negatif pada tubuh


5. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang

6. Mengungkapkan keputusasaan

7. Mengungkapkan ketakutan

8. Citra yang mengalami distorsi, melihat diri sebagai gemuk, meskipun

pada keadaan berat badan normal atau sangat kurus

9. Penolakan bahwa adanya masalah dengan berat badan yang rendah

10. Kesulitan menerima penguatan positif

11. Kegagalan untuk mengambil tanggung jawab menurut diri sendiri.

Pengobatan diri

12. Tidak berpartisipasi pada terapi

13. Perilaku merusak diri sendiri, muntah yang dibuat sendiri;

penyalahgunaan obat-obat pencahar dan diuretic, penolakan untuk

makan

14. Kontak mata kurang

15. Alam perasaan yang tertekan dan pikiran-pikiran yang mencela diri

sendiri setelah episode dari pesta dan memicu perut

16. Perenungan yang mendalam tentang penampilan diri dan bagaimana

orang-orang lain melihat diri mereka.

D. Faktor – faktor yang mempengaruhi citra tubuh

1. Kegagalan fungsi tubuh

Seperti hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonlisasi yaitu

tidak mengkui atau asing dengan bagian tubuh, sering berkaitan dengan
fungsi saraf. Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi tubuh

seperti sering terjadi pada klien gangguan jika, klien mempersiapkan

penampilan dan pergerakan tubuh sangat berbeda dengan kenyataan

tergantung pada mesin seperti/klien intensif care yang memandang

imobilisasi sebagai tantangan, akibatnya sukar mendapatkan informasi

umpan balik engan penggunaan lntensif care dipandang sebagai

gangguan.

2. Perubahan tubuh berkaitan

Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan

merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia.

Tidak jarang seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan

positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati perubahan

tubuh yang tidak ideal.

3. Umpan balik interpersonal yang negative

Umpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan,

makian sehingga dapat membuat seseorang menarik diri.

4. Standard sosial budaya

Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda setiap

pada setiap orang dan keterbatasannya serta keterbelakangan dari

budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada gambaran diri individu,

seperti adanya perasaan minder.


E. Respon klien terhadap gangguan citra tubuh

Respon pasien terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan meliputi

perubahan dalam kebebasan. Pola ketergantungan dalam komunikasi dan

sosialisasi. Respon terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan dapat berupa:

1.  Respon penyesuaian: menunjukkan rasa sedih dan duka cita (rasa

shock, kesangsian, pengingkaran, kemarahan, rasa bersalah atau

penerimaan)

2. Respon mal-adaptip: lanjutan terhadap penyangkalan yang berhubungan

dengan kelainan bentuk atau keterbatasan yang tejadi pada diri sendiri.

Perilaku yang bersifat merusak, berbicara tentang perasaan tidak

berharga atau perubahan kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan

lingkungan.

Respon terhadap pola kebebasan – ketergantungan dapat berupa:

1. Respon penyesuaian: merupakan tanggung jawab terhadap rasa

kepedulian (membuat keputusan) dalam mengembangkan perilaku

kepedulian yang baru terhadap diri sendiri, menggunakan sumber daya

yang ada, interaksi yang saling mendukung dengan keluarga.

2. Respon mal-adaptip: menunjukkan rasa tanggung jawab akan rasa

kepeduliannyaterhadap yang lain yang terus-menerus bergantung atau

dengan keras menolak bantuan.


Respon terhadap Sosialisasi dan Komunikasi dapat berupa:

1.  Respon penyesuaian: memelihara pola sosial umum, kebutuhan

komunikasi dan menerima tawaran bantuan, dan bertindak sebagai

pendukung bagi yang lain.

2. Respon mal-adaptip: mengisolasikan dirinya sendiri, memperlihatkan

sifat kedangkalankepercayaan diri dan tidak mampu menyatakan rasa

(menjadi diri sendiri, dendam, malu, frustrasi, tertekan) (Carol, 1997)

F. Pohon Masalah

Gangguan isolasi sosial

Gangguan citra tubuh

Perubahan bentuk tubuh

G. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Objektif  :

a. Hilangnya bagian tubuh

b. Perubahan anggota tubuh baik bentuk maupun fungsi.

c. Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang

terganggu.

d.  Menolak melihat bagian tubuh

e. Menolak menyentuh bagian tubuh


f. Aktifitas sosial menurun.

Subjektif  :

a. Menolak perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas

dengan hasil operasi.

b. Mengatakan hal negatif tentang anggota tubuhnya yang tidak

berfungsi

c. Menolak berinteraksi dengan orang lain.

d. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian

tubuh yang terganggu

e. Sering mengulang-ulang mengatakan kehilangan yang terjadi.

f. Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang.

2. Diagnosa Keperawatan

Adapun Diagnosa yang mungkin Muncul diantaranya:

a. Gangguan konsep diri : Gangguan Citra Tubuh

b. Isolasi social : menarik diri

c. Defisit perawatan diri

3. Intervensi
Tujuan tindakan keperawatan bagi pasien perubahan citra tubuh
adalah meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya, peran
serta pasien sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, mengidentifikasi
perubahan citra tubuh, menerima perasaan dan pikirannya, menetapkan
masalah yang dihadapinya, mengidentifikasi kemampuan koping dan
sumber pendukung lainnya, melakukan tindakan yang dapat
mengembalikan integritas diri (Keliat, 1998).
a. Diagnose I : gangguan citra tubuh
SP Pasien
- Tujuan Umum : Kepercayaan diri klain kembali normal
- Tujuan khusus :
 Pasien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya .
 Pasien dapat mengidentifikasi potensi (aspek positif).
 Pasien dapat melakukan cara untuk meningkatkan citra
tubuh.
 Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
- Intervensi
 Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya yang
dulu dan saat ini, perasaan dan harapan yang dulu dan saat
ini terhadap citra tubuhnya
 Diskusikan potensi bagian tubuh yang lain.
 Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh
yang terganggu
 Ajarkan untuk meningkatkan citra tubuh.
 Gunakan protese, wig, Gunakan protese, wig,kosmetik atau
yg lainnya sesegera mungkin,gunakan pakaian yang baru.
 Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara
bertahap.
 Bantu pasien menyentuh bagian tersebut
 Motivasi pasien untuk melakukan aktifitas yang mengarah
kepada pembentukan tubuh yang ideal.
 Lakukan interaksi secara bertahap
 Susun jadual kegiatan sehari-hari.
 Dorong melakukan aktifitas sehari dan terlibat
dalamkeluarga dan sosial.keluarga dan sosial
 Dorong untuk mengunjungi teman atau orang lain yang
berarti/mempunyai peran penting baginya
 Beri pujian thd keberhasilan pasien melakukan interaksi.
SP keluarga 
- Tujuan umum : Keluarga dapat membantu dalam meningkatkan
kepercayaan diri klien
- Tujuan khusus :
 Keluarga dapat mengenal masalah gangguan.
 Keluarga dapat mengenal masalah gangguancitra
tubuhcitra tubuh
 Keluarga mengetahui cara mengatasi
 Keluarga mengetahui cara mengatasimasalah gangguan
citra tubuhmasalah gangguan citra tubuh
 Keluarga mampu merawat pasien gangguancitra tubuhcitra
tubuh.
 Keluarga mampu mengevaluasi kemampuan
 Keluarga mampu mengevaluasi kemampuan pasien dan
memberikan pujian atas pasien dan memberikan pujian
atas keberhasilannya
- Intervensi
 Jelaskan dengan keluarga ttg ggn citra tubuh yang tjd pada
pasien
 Jelaskan kepada keluarga cara mengatasi gangguan citra
tubuh
 Ajarkan kepada keluarga cara merawat pasien
 Menyediakan fasilitas untuk  memenuhi kebutuhan pasien
dirumah
 Menfasilitasi interaksi dirumah.
 Melaksanakan kegiatan dirumah dan sosial
 Memberikan pujian atas keberhasilan pasien. 
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)

GANGGUAN CITRA TUBUH

Nama Perawat : Sugiyarti


SP ke : SP1p

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Data subjektif
- Klien mengatakan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
- Klien mengatakan perasaan negative tentang perubahan tubuhnya
- Klien mengatakan kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang lain
Data objektif
- Klien tampak berfokus berlebihan pada perubahan tubuh
- Klien tampak menghindar/menyentuh bagian tubuh
- Klien tampak berfokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan citra tubuh
3. Tindakan keperawatan
SP1
- Mengidentifikasi perasaan pasien tentang bagian tubuh yang hilang,
rusak, mengalami gangguan
- Diskusikan dengan pasien aspek positif bagian tubuh
- Melatih fungsi bagian tubuh yang masih baik
- Mengevaluasi perasaan pasien
B. Proses Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Sugiyarti, bapak bisa panggil
saya sugi. Saya perawat dari universitas Muhammadiyah Tangerang.
Bapak siapa namanya ? senang dipanggil apa pak ?”
b. Validasi/evaluasi
“ Bagaimana perasaan bapak hari ini ?”
c. Kontrak
- Topik : “Senang saya bisa berkenalan dengan bapak, bagaimana
kalau kita berbincang-bincang tentang apa yang dirasakan bapak
saat ini“
- Waktu : “Bapak mau berapa lama berbincang-bincang dengan
saya ? bagaimana kalau 15 menit saja pak ? “
- Tempat : “Dimana bapak ingin berbincang-bincang dengan saya ?
bagaimana kalau jika disini saja ?“
- Tujuan : “ Tujuannnya agar kita saling mengenal“

2. Fase kerja
“Bagaimanaa perasaan bapak terhadap bagian tubuh yang masih sulit untuk
digerakkan ? Apa harapannya untuk penyembuhan ini ? Bagus sekali, bapak
sudah mengungkapkan perasaan dan harapan.
“Baiklah begini pak, bapak hanya memiliki dua tangan yang berfungsi dan
kedua kaki bapak sudah tidak berfungsi lagi.”
“Jadi, bapak masih bisa menggunakan kedua tangan bapak yang masih bisa
digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.”
“Saya mengerti bapak, tapi setidaknya bapak sudah berusaha untuk
melatihnya sendiri. Sekarang saya mengajarkan bapak bagaimana
agar bisa tetap beraktivitas meskipun hanya dengan menggunakan kedua
tangan bapak yang masih dapat digunakan.”
“Bapak dulu sebelum mengalami amputasi, apa saja kegiatan atau aktivitas
yang bapak sering lakukan di rumah?”
“Apa sekarang bapak masih ingin melakukan kegiatan-kegiatan tersebut
bapak ? Begini pak, seperti yang saya katakan tadi, saya akan ajarkan bapak
agar dapat beraktivitas meskipun dengan menggunakan satu tangan.
Tapi sebelumnya kita coba berlatih untuk menggerakkan dan melakukan
aktivitas yang ringan-ringan.”
“Baiklah pak, bapak melakukan aktivitas dengan kedua tangan yang masih
bapak miliki seperti contohnya seperti mandi, mencuci piring, menyetrika
dan lain-lain. sekarang bapak bisa mencobanya sendiri.”
“baiklah pak, sekarang bapak sudah mengetahui potensi yang masih bapak
miliki, saya berharap bapak bisa berlatih seperti yang sudah katakan.”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang ?”
b. Evaluasi objektif
“Wah, banyak sekali bagian tubuh bpk yang masih berfungsi dengan
baik.” (sebutkan beberapa bagian tubuh yang masih berfungsi).”
c. Rencana tindak lanjut
“Bagaimana kalau kita buat jadwal kegiatan untuk menggunakan anggota
tubuh yang masih berfungsi dengan baik”. (Masukkan jadwal kegiatan). “
d. Kontrak
- Topic
“Baiklah pak, pertemuan kita cukup sampai disini, besok kita akan
bertemu lagi ya pak.”
- Waktu
“Jam berapa ingin berbincang-bincang dengan saya ?”
- Tempat
“Dimana bapak ingin berbincang-bincang dengan saya besok ?
baiklah sampai jumpa besok. saya permisi yaa”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)

GANGGUAN CITRA TUBUH

Nama Perawat : Sugiyarti


SP ke : SP2p

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Data subjektif
- Klien mengatakan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
- Klien mengatakan perasaan negative tentang perubahan tubuhnya
- Klien mengatakan kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang lain
Data objektif
- Klien tampak berfokus berlebihan pada perubahan tubuh
- Klien tampak menghindar/menyentuh bagian tubuh
- Klien tampak berfokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan citra tubuh
3. Tindakan keperawatan
SP2

- Meminta pasien untuk


terbuka tentang
perasaannya.
- 2. Melatih koordinasi
fungsi anggota tubuh.
- 3. Merencanakan
kegiatan yang dapat
dilakukan kedepan.
- 4. Mengevaluasi
perasaan pasien
- Meminta pasien untuk
terbuka tentang
perasaannya.
- 2. Melatih koordinasi
fungsi anggota tubuh.
- 3. Merencanakan
kegiatan yang dapat
dilakukan kedepan.
- 4. Mengevaluasi
perasaan pasien
- Meminta pasien untuk
terbuka tentang
perasaannya.
- 2. Melatih koordinasi
fungsi anggota tubuh.
- 3. Merencanakan
kegiatan yang dapat
dilakukan kedepan.
- 4. Mengevaluasi
perasaan pasien
- Meminta pasien untuk
terbuka tentang
perasaannya.
- 2. Melatih koordinasi
fungsi anggota tubuh.
- 3. Merencanakan
kegiatan yang dapat
dilakukan kedepan.
- 4. Mengevaluasi
perasaan pasien
- Meminta pasien untuk
terbuka tentang
perasaannya.
- 2. Melatih koordinasi
fungsi anggota tubuh.
- 3. Merencanakan
kegiatan yang dapat
dilakukan kedepan.
- 4. Mengevaluasi
perasaan pasien
- Meminta pasien
untuk terbuka
tentang
perasaannya.
- 2. Melatih
koordinasi fungsi
anggota tubuh.
- 3. Merencanakan
kegiatan yang dapat
dilakukan kedepan.
- 4. Mengevaluasi
perasaan pasien
- Meminta pasien untuk
terbuka tentang
perasaannya.
- 2. Melatih koordinasi
fungsi anggota tubuh.
- 3. Merencanakan
kegiatan yang dapat
dilakukan kedepan.
- 4. Mengevaluasi
perasaan pasien
- Meminta pasien untuk
terbuka tentang
perasaannya.
- 2. Melatih koordinasi
fungsi anggota tubuh.
- 3. Merencanakan
kegiatan yang dapat
dilakukan kedepan.
- 4. Mengevaluasi
perasaan pasien
- Meminta pasien untuk
terbuka tentang
perasaannya.
- 2. Melatih koordinasi
fungsi anggota tubuh.
- 3. Merencanakan
kegiatan yang dapat
dilakukan kedepan.
- 4. Mengevaluasi
perasaan pasien
- Meminta pasien untuk
terbuka tentang
perasaannya.
- 2. Melatih koordinasi
fungsi anggota tubuh.
- 3. Merencanakan
kegiatan yang dapat
dilakukan kedepan.
- 4. Mengevaluasi
perasaan pasien.
- Meminta pasien untuk
terbuka tentang
perasaannya.
- 2. Melatih koordinasi
fungsi anggota tubuh.
- 3. Merencanakan
kegiatan yang dapat
dilakukan kedepan.
- 4. Mengevaluasi
perasaan pasien.
- Meminta pasien
untuk terbuka
tentang
perasaannya.
- 2. Melatih
koordinasi fungsi
anggota tubuh.
- 3. Merencanakan
kegiatan yang
dapat dilakukan
kedepan.
- 4. Mengevaluasi
-
perasaan pasien.
Meninta pasien untuk terbuka tentang perasaannya
- Melatih koordinasi fungsi anggota tubuh
- Merencanakan kegiatan yang akan dilakukan kedepan
- Mengevaluasi perasaan pasien

B. Proses Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Sugiyarti, bapak bisa panggil
saya sugi. Saya perawat dari universitas Muhammadiyah Tangerang.
Bapak siapa namanya ? senang dipanggil apa pak ?”
b. Validasi/evaluasi
“ Bagaimana perasaan bapak hari ini ?”
c. Kontrak
- Topik : “Senang saya bisa berkenalan dengan bapak, bagaimana
kalau kita berbincang-bincang dan mengajarkan bapak bagaimana
cara untuk melakukan pekerjaan yang lainnya dan
mengkoordinasikan bagian tubuh bapak yang lain.”
- Waktu : “Bapak mau berapa lama berbincang-bincang dengan
saya ? bagaimana kalau 15 menit saja pak ? “
- Tempat : “Dimana bapak ingin berbincang-bincang dengan saya ?“
- Tujuan : “ Tujuannnya agar kita saling mengenal“

2. Fase Kerja
“Bagaimana perasaan bapak sekarang, apakah sudah membaik? apa yang
membuat bapak sulit untuk beraktivitas?”
“Jadi bapak ingin bisa berjalan lagi dengan kaki palsu yang bapak miliki dan
bapak bisa bekerja lagi seperti dulu saat menggunakan satu kaki.”
“Bagaimana jika kita berlatih menggunakan kaki palsu yang bapak miliki?”
“Nah bagus sekali pak, bapak bisa berjalan dengan bantuan kaki palsu, jadi
bapak bisa melakukan aktivitas lagi dengan bantuan kaki palsu ya pak.
Tetapi bapak masih harus didampangi oleh keluarga bapak agar tidak jatuh
ya pak dan berhati-hati saat menggunakan kaki palsu.”
“Wah bapak hebat sekali. Bapak masih semangat untuk bisa beraktivitas
seperti dulu dan giat untuk bisa bekerja lagi, tetapi bapak juga harus berhati-
hati ya pak saat beraktivitas diluar rumah menggunakan kaki palsu.”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berlatih menggunakan kaki
palsu?”
b. Evaluasi objektif
“Coba apa bapak/ibu bisa menjelaskan sedikit yang kita diskusikan
tadi ?”
c. Rencana tindak lanjut
“Bagaimana kalau kita buat jadwal kegiatan bapak untuk berlatih?“
d. Kontrak
- Topic
“Baiklah pak, pertemuan kita cukup sampai disini, besok kita
akan bertemu lagi ya pak.”
- Waktu
“Jam berapa ingin berbincang-bincang dengan saya ?”
- Tempat
“Dimana bapak ingin berbincang-bincang dengan saya besok ?
baiklah sampai jumpa besok. saya permisi yaa”

LAPORAN PENDAHULUAN

ANSIETAS

I. MASALAH UTAMA

Ansietas

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Definisi

Cemas (ansietas) adalah sebuah emosi dan penglaman subjektif dari

seseorang. Pengertian lain cemas adalah suatu keadaan yang membuat

seseorng tidak nyaman dan terbagi dalam beberapa tingkatan. Jdi, cemas

berkaitan dengan persaan tiidak pasti dan tidak berdaya. (Kususmawati,

2010)

B. Faktor Predisposisi (pendukung)

Ketegangan dalam kehidupan dapat berupa hal-hal sebagai berikut:

1. Peristiwa traumatik

2. Konflik emosional

3. Gangguan konsep diri

4. Frutasi

5. Gangguan fisik

6. Pola mekanisme koping keluarga

7. Riwayat gangguan kecemasan

8. Medikasi

C. Faktor Presipitasi

1. Ancaman terhadap integritas fisik

- Sumber internal

- Sumber eksternal

2. Ancaman terhadap harga diri

- Sumber internal
- Sumber eksternal

D. Jenis

1. Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda

dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan

membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar,

menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi

diri sediri.

2. Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa

sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.

3. Kecemasan Berat

Kecemasan berat yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,

memperlihatkan respon takut dan distress.

4. Panik

Individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena

kehilangan kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun

dengan perintah. (Prabowo, 2014).

E. Tanda dan Gejala


Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami
ansietas, antara lain sebagai berikut:
1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut pada keramaian, dan banyak orang
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan
5. Gangguan konsntrasi dan daya ingat.

Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,


pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.

F. Akibat
Dapat berasal dari sumber internal dan eksternal dapat diklsifikasikan
dalam dua jenis:
1. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan
fisiologis yang akan terjadi atau menurunkan kapasitas untuk mlakukan
aktivitas hidup sehari-hari. Pada ancaman ini stressor yang berasal dari
sumber eksternal adalah faktor-faktor yang dpat menyebabkan gangguan
fisik (misal: infeksi virus, polusi udara). Sedangkan yang menjadi sumber
internalnya adalah kegagalan mekanisme fisiologi tubuh (misal: sistem
jantung, sistem imun, pengaturan suhu dan perubahan fisiologis selama
kehamilan).
2. Ancaman terhadap sistem diri seseorag dapat membahayakan identitas,
harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang. Ancaman yang
berasal dari sumber eksternal yaitu kehilangan orang yang berarti
(meninggal, perceraian, pindah kerja), dan ancaman yang berasal dari
sumber internal berupa gangguan interpersonal di rumah, tempat kerja
atau menerima peran baru.
G. Penatalaksanaan
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap
pencegahan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat
holistik, yaitu mencakup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik,
psikososial atau psikoreligius. Selengkapnya seperti pada uraian berikut:
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara:
a. Makan makanan yang bergizi dan seimbang
b. Tidur yang cukup
c. Cukup olahraga
d. Tidak merokok
e. Tidak minum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka
Merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan
yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neurotransmitter (sinyal
penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi
psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic),
yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone
HCl, meprobamate, dan alprazolam.
3. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala atau
akibat dari kecemasan yang berkepanjangan. Untuk menghilangkan
keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat dibrikan obat-obatan yang
ditujukan pada organ tubuh yangbersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan
diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi
bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatasi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudan memperbaiki kembali
(rekonstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat
stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihakn fungsu kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya
ingat.
e. Psikoterapi psikodinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak
mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami
kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan,
agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor
keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat
hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi
berbaga problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.
H. Pohon masalah
Kerusakan Interaksi Sosial

Gangguan suasana perasaan: Cemas

Koping individu tidak efektif

I. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan cemas
2. Gangguan alam perasaan: cemas berhubungan dengan koping individu
tidak efektif
J. Rencana asuhan keperawatan
TUJUAN INTERVENSI
Tujuan umum : Cemas 1. Jadilah pendengar yang hangat dan
berkurang atau hilang responsive
Tujuan khusus: 2. Beri waktu yang cukup pada pasien unuk
TUK 1 : Pasien dapat berespon
menjalin dan membina 3. Beri dukungan pada pasien untuk
hubungan saing percaya mengekspresikan perasaannya
4. Identifikasi pola perilaku pasien atau
pendekatan yang dapat menimbulkan
perasaan negatif
5. Bersama pasien mengenali perilaku dan
respon sehingga cepat belajar dan
berkembang
TUK 2 : Pasien dapat 1. Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan
mengenali ansietasnya menguraikan perasaannya
2. Hubungkan perilaku dan perasaannya
3. Validasi kesimpulan dan asumsi
terhadapa pasien
4. Gunakan pertanyaan terbuka untuk
mengalihkan dari topik yang mengancam
ke hal yang berkaitan dengan konflik
5. Gunakan konsultasi untuk membantu
pasien mengungkapkan perasaannya
TUK 3 : 1. Bantu pasien menjelaskan situasi dan
Pasien dapat memperluas interaksi yag dapat segera menimbulkan
kesadarannya terhadap ansietas
perkembangan asietaas 2. Bersama pasien meninjau kembali
penilaian pasien terhadap stressor yang
drasakan mengacam dan menimbulkan
konflik
3. Kaitkan pengalaman yang baru terjadi
dengan pengalaman masa lalu yang
relevan
TUK 4 : 1. Gali cara pasien mengurangi ansietas di
Pasien dapat menggunakan masa lalu
mekanisme koping yang 2. Tunjukkan akibat mal adaptif dan
adaptif destruktif dari respon koping yang
digunakan
3. Dorong pasien utnuk menggunakan
respon koping adaptfi yang dimilikinya
4. Bantu pasien untuk menyusun kembali
tujuan hidup, memodifikasi tujuan
menggunakan sumber dan koping yang
baru
5. Latih pasien dengan menggunakan
ansietas sedang
6. Beri aktivitas fisik untuk menyalurkan
energinya
7. Libatkan pihak yang berkepentingan
sebagai sumber dan dukungan sosial
dalam membantu pasien menggunakan
loping adaptif yang baru
TUK 5 : 1. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk
Pasien dapat menggunakan meningkatkan kontrol dan rasa percaya
teknik relaksasi diri
2. Dorong pasien untuk menggunakan
relaksasi dalam menurunkan tingkat
ansietas
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)

ANSIETAS

Nama Perawat : Sugiyarti


SP ke : SP1p

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Data subjektif
- Klien mengatakan takut jika ia meninggal bagaimana dengan
keluarganya
- Klien mengatakan mencemaskan anaknya agar bisa cepat bekerja
Data objektif
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak cemas
- Klien tampak tegang
- Klien tampak berbicara cepat
2. Diagnosa keperawatan
Ansietas
3. Tindakan keperawatan
SP1
Tujuan Umum      : mengatasi gangguan ansietas klien.
Tujuan Khusus     :
1. Pasien mampu membina hubungan saling percaya
2. Pasien mampu mengenal ansietas
3. Pasien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi
4. Pasien mampu memperagakan dan menggunakan teknik relaksasi untuk
mengatasi ansietas

B. Proses Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Sugiyarti, bapak bisa panggil
saya sugi. Saya perawat dari universitas Muhammadiyah Tangerang.
Bapak siapa namanya ? senang dipanggil apa pak ?”
b. Validasi/evaluasi
“Bagaimana perasaan bapak hari ini ?”
c. Kontrak
- Topik : “Bagaimana jika sekarang  kita berbincang-
bincang tentang kecemasan dan latihan cara mengontrol cemas
dengan latihan relaksasi pak ?”
- Waktu : “ Bapak mau berapa lama berbincang-bincang dengan
saya ? bagaimana kalau 15 menit saja pak ? “
- Tempat : “ Dimana bapak ingin berbincang-bincang dengan saya ?
bagaimana kalau jika disini saja ? “
- Tujuan : “Agar ibu dapat mengetahui kecemasan yang ibu rasakan
serta cara mengatasinya“

2. Fase Kerja
”coba sekarang bapak ceritakan apa yang bapak rasakan saat ini? apa yang
bapak sedang pikirkan?”
”jadi bapak merasa takut dan memikirkan masa depan anak-anak bapak, jika
saya boleh tau bagaimana cara bapak mengatasi ketakutan yang bapak
rasakan?”
“Saya mengerti bagaimana perasaan bapak. Setiap orang akan memiliki
perasaan yang sama jika diposisi bapak. Tapi saya sangat kagum sama bapak
Karena bapak mampu menahan semua cobaan ini. Bapak  adalah orang yang
luar biasa. Yang perlu bapak ketahui adalah bapak saat ini berada pada
tingkat kecemasan yang sedang. Untuk itu, bapak perlu melakukan terapi
disaat bapak merasakan perasaan cemas yang berat. Terapi ini akan
membantu menurunkan tingkat kecemasan bapak.”
”Bagaimana kalau sekarang kita coba mengatasi kecemasan bapak dengan
latihan relaksasi dengan cara tarik nafas dalam, ini merupakan salah satu
cara  untuk mengurangi kecemasan yang bapak rasakan”
“bagaimana kalau kita latihan sekarang, saya akan lakukan bapak perhatikan
saya, lalu bapak bisa mengikuti cara yang sudah saya ajarkan. Kita mulai
ya pak. bapak silakan duduk dengan posisi seperti saya. Pertama-
tama, bapak tarik nafas dalam perlahan-lahan, setelah itu tahan nafas dalam
hitungan tiga setelah itu bapak  hembuskan udara melalui mulut dengan
meniup udara perlahan-lahan. Sekarang coba bapak praktikkan” Nah,
sekarang coba bapak praktikkan. Wah bagus sekali, bapak sudah bisa
melakukannya. bapak bisa melakukan latihan ini selama 5 sampai 10 kali
sampai bapak merasa relaks atau santai.”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita melakukan teknik relaksasi
nafas dalam ?”
b. Evaluasi objektif
“nah ibu  coba ulangi lagi cara teknik napas dalam  yang sudah kita
pelajari tadi.”
c. Rencana tindak lanjut
“wah bagus sekali, Mari kita masukkan dalam jadwal harian bapak.
Jadi, setiap bapak merasa cemas, bapak  bisa langsung praktikkan cara
ini, dan bisa melakukannya lagi sesuai jadwal yang telah kita buat. “
d. Kontrak
- Topic
“Baiklah pak, pertemuan kita cukup sampai disini, besok kita
akan bertemu lagi ya pak.”
- Waktu
“Jam berapa ingin berbincang-bincang dengan saya ?”
- Tempat
“Dimana bapak ingin berbincang-bincang dengan saya besok ?”

Anda mungkin juga menyukai