Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN HALUSINASI

Tugas dibuat untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Jiwa yang diampu oleh :
Ibu Indriati, S.Kep, Ns, M.Kep

Disusun oleh Kelompok 1:

Bunga Ayu Lestari (P1337420617042) Anisa (P1337420617063)


I Made Arya Putra (P1337420617044) Astika Nugraheni (P1337420617069)
Yuni Tri Winanti (P1337420617045) Putri Purwaningrum (P1337420617070)
Achmad Faozi (P1337420617047) Ni Luh Noni Andayani (P1337420617071)
Ira Hadnasari (P1337420617050) Sapna Luthfiyana (P1337420617073)
Yumna Nur Rofifah (P1337420617051) Taufiq Qurrahman (P1337420617076)
Alifa Nur Fitriani (P1337420617052) Diah Ayu Putri A. (P1337420617079)
Yanda Octa Herliani (P1337420617053) Afninda Nafariska (P1337420617081)
Fika Nur Rahmadani (P1337420617054) Erneta Ismilania (P1337420617082)
Elvira Kartika (P1337420617055) Alifia Jaya Wandira (P1337420617085)
Hevy Nur Febriani (P1337420617057) M. Candra Romadon (P1337420617086)

PROGRAM STUDI S1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah dengan judul Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan Halusinasi telah
disahkan oleh Ibu Indriati, S.Kep, Ns, M.Kep. pada :
Hari :
Tanggal :

Semarang, November 2019

Indriati, S.Kep, Ns, M.Kep


NIP : 197512021998032001

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT.Atas segala
limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi besar
yakni Nabi Muhammad SAW.
Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di Poltekkes
Semarang, dengan judul “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan Halusinasi”
dan dengan selesainya penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan
terima kasih kepada teman-teman kelompok sebagai anggota penyusun makalah ini.
Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa sepenuhnya belum
sempurna. Oleh karena itu kami dengan rendah hati mengharap kritikdan saran dari pihak
dosen dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.

Semarang, 24 November 2019

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................... ii
KATA PENGANTAR........................................................................................................ iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................... 1
1.3 Tujuan............................................................................................................................. 1
1.4 Manfaat ........................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Halusinasi
2.1.1 Pengertian................................................................................................................. 3
2.1.2 Etiologi.......................................................................................................................3
2.1.3 Rentang Respon Halusinasi....................................................................................... 4
2.1.4 Jenis Halusinasi......................................................................................................... 5
2.1.5 Tanda Dan Gejala...................................................................................................... 5
2.1.6 Fase Halusinasi.......................................................................................................... 7
2.1.7 Penatalaksaan Medis..................................................................................................8
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Halusinasi
2.2.1 Pengkajian..................................................................................................................11
2.2.2 Diagnosa.................................................................................................................... 14
2.2.3 Nursing Care Plan..................................................................................................... 14
2.2.4 Implementasi............................................................................................................. 16
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................... 19
3.2 Saran............................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 20

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015).
Sedangkan Menurut WHO, kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa,
melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
kepribadiannya.
Data dari Departemen Kesehatan tahun 2009, jumlah penderita gangguan jiwa di
Indonesia saat ini mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa
ringan 11,6 persen dan 0,46 persen menderita gangguan jiwa berat. Hasil penelitian WHO
di Jawa Tengah tahun 2009 menyebutkan dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah terdapat 3
orang yang mengalami gangguan jiwa. Sementara 19 orang dari setiap 1.000 warga Jawa
Tengah mengalami stress Depkes RI, (2009) dalam Zelika, (2015). Data kunjungan rawat
inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada bulan Januari - April 2013 didapat 785
orang.
Pasien dengan halusinasi menempati urutan pertama dengan angka kejadian 44
persen atau berjumlah 345 orang, pasien isolasi sosial menempati urutan kedua dengan
angka kejadian 22 persen atau berjumlah pasien 173 orang, pasien dengan resiko perilaku
kekerasan menempati urutan ketiga dengan angka kejadian 18 persen atau berjumlah
pasien 141 orang pasien, pasien dengan harga diri rendah menempati urutan keempat
dengan angka kejadian 12 persen atau berjumlah 94 orang, sedangkan pasien dengan
waham, defisit perawatan diri 4 persen atau 32 orang Zelika, 2015.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep dasar Halusinasi?
2. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada klien dengan Halusinasi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar Halusinasi
2. Untuk mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada klien dengan Halusinasi
1.4 Manfaat
1. Bagi penulis
Dengan dibuatnya makalah ini penulis dapat mengerti dan menulis makalah dengan
baik dan benar.
2. Bagi pembaca

1
Makalah ini diharapkan bagi pembaca dapat memahami dan lebih mengerti tentang
halusinasi dan masalah keperawatannya.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Halusinasi


2.1.1 Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami
oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011)
dalam Zelika, (2015). Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau
pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan Sheila L Vidheak,
(2001) dalam Darmaja (2014).
Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah
hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran)
dan rangsangan eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan
dari pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia,

2
2001).Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi
adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui
panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi,
dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi
pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi, stimulus
internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien.
2.1.2 Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami
halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak dapat menimbulkan gangguan
seperti :
1) Hambatan perkembangan khususnya korteks frontal,temporal dan citim
limbik. Gejala yang mungkin timbul adalah hambatan dalam belajar,daya
ingat dan berbicara
2) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada pranatal,perinatal neonatus
dan kanak kanak
2. Psikologis
Keluarga,pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis diri klien,sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi ganguan
orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam hidup klien.
Penolakan dapat dirasakan dari keluarga,pengasuh atau teman yang
bersikap dingin,cemas,tidak peduli atau bahkan terlalu melindungi sedangkan
kekerasan dapat bisa berupa konflik dalam rumah tangga merupakan
lingkungan resiko gangguan orientasi realitas.
3. Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi
realitas seperti kemiskinan,konflik sosial,budaya,kehidupan yang terisolir
disertai stres yang menumpuk. .(Yudi hartono;2012;108)
2.1.3 Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang
berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam Yusalia
2015. Ini merupakan persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya
akurat, mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, pengelihatan,
penciuman, pengecapan dan perabaan) klien halusinasi mempersepsikan suatu

3
stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut tidak ada.Diantara kedua respon
tersebut adalah respon individu yang karena suatu hal mengalami kelainan
persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut
sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan terhadap
stimulus panca indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya,rentang respon
tersebut sebagai berikut:
Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis  Kadang-kadang proses pikir  Waham


 Persepsi akurat  Halusinasi
terganggu (distorsi pikiran
 Emosi konsisten dengan  Sulit berespons
 Ilusi
 Perilaku
pengalaman  Menarik diri
 Perilaku sesuai  Reaksi emosi >/< disorganisasi
 Hubungan sosial harmonis  Perilaku tidak biasa  Isolasi sosial

2.1.4 Jenis Halusinasi


Menurut Stuart (2007) dalam Yusalia (2015), jenis halusinasi antara lain:
1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas
dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau
harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7. Halusinasi kinesthetic

4
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
2.1.5 Tanda Dan Gejala
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum
atautertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara,
bicarasendiri,pergerakan mata cepat, diam, asyik dengan
pengalamansensori,kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realitas
rentangperhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau menit,
kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat diri.

Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala


Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan, paling sering suara
kata yang jelas, berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang-kadang dapat membahayakan.

Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar


giometris, gambar karton dan atau panorama yang luas dan
komplek. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang
menyenangkan /sesuatu yang menakutkan seperti monster.

Penciuman Membau bau-bau seperti bau darah, urine, fases umumnya


baubau yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman
biasanya sering akibat stroke, tumor, kejang / dernentia.

Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine, fases.

Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus


yang jelas rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah,
benda mati atau orang lain.

Sinestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah divera (arteri),


pencernaan makanan.

5
Kinestetik Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak

2.1.6 Fase Halusinasi


Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya Stuart & Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi fase
halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi,
klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh
halusinasinya.
Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien
1 2 3
Fase 1 : Comforting- Klien mengalami keadaan Menyeringai atau tertawa yang
ansietas tingkat emosi seperti ansietas, tidak sesuai, menggerakkan bibir
sedang, secara umum, kesepian, rasa bersalah, dan tanpa menimbulkan suara,
halusinasi bersifat takut serta mencoba untuk pergerakan mata yang cepat,
menyenangkan berfokus pada penenangan respon verbal yang lambat, diam
pikiran untuk mengurangi dan dipenuhi oleh sesuatu yang
ansietas. Individu mengetahui mengasyikkan.
bahwa pikiran dan pengalaman
sensori yang dialaminya
tersebut dapat dikendalikan jika
ansietasnya bias diatasi
(Non psikotik)
Fase II: Condemning- Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem syaraf
ansietas tingkat berat, menjijikkan dan menakutkan, otonom yang menunjukkan
secara umum, klien mulai lepas kendali dan ansietas, seperti peningkatan nadi,
halusinasi menjadi mungkin mencoba untuk pernafasan, dan tekanan darah;
menjijikkan menjauhkan dirinya dengan penyempitan kemampuan
sumber yang dipersepsikan. konsentrasi, dipenuhi dengan
Klien mungkin merasa malu pengalaman sensori dan

6
karena pengalaman sensorinya kehilangan kemampuan
dan menarik diri dari orang membedakan antara halusinasi
lain. dengan realita.
(Psikotik ringan)
Fase III: Controlling- Klien berhenti menghentikan Cenderung mengikuti petunjuk
ansietas tingkat berat, perlawanan terhadap halusinasi yang diberikan halusinasinya
pengalaman sensori dan menyerah pada halusinasi daripada menolaknya, kesukaran
menjadi berkuasa tersebut. Isi halusinasi menjadi berhubungan dengan orang lain,
menarik, dapat berupa rentang perhatian hanya beberapa
permohonan. Klien mungkin detik atau menit, adanya tanda-
mengalarni kesepian jika tanda fisik ansietas berat :
pengalaman sensori tersebut berkeringat, tremor, tidak mampu
berakhir. (Psikotik) mengikuti petunjuk.
Fase IV: Conquering Pengalaman sensori menjadi Perilaku menyerang-teror seperti
Panik, umumnya mengancam dan menakutkan panik, berpotensi kuat melakukan
halusinasi menjadi jika klien tidak mengikuti bunuh diri atau membunuh orang
lebih rumit, melebur perintah. Halusinasi bisa lain, Aktivitas fisik yang
dalam halusinasinya berlangsung dalam beberapa merefleksikan isi halusinasi
jam atau hari jika tidak ada seperti amuk, agitasi, menarik
intervensi terapeutik. diri, atau katatonia, tidak mampu
(Psikotik Berat) berespon terhadap perintah yang
kompleks, tidak mampu berespon
terhadap lebih dari satu orang.

2.1.7 Penatalaksanaan Medis


Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara yang bisa
dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus
berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien
dilatih untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini
dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien
mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien
mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik halusinasi.
2. Menggunakan obat.

7
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat ketidakseimbangan
neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi
penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana
mengkonsumsi obat secara tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara
optimal. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar
dalam pemberian obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara
tuntas dan teratur.
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:
1) Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
a. Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala –
gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik
depresi, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.
b. Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan
intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti
peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini
dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu
kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala
psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan
sampai 600 – 900 mg perhari.
c. Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma,
keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang
hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.
d. Efek samping:
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi
orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada
wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida.
Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi
menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan
syaraf pusat, hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan
perubahan gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali
menimbulkan intoksikasi.

8
2) Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
a. Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la tourette
pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang
berat pada anak – anak.
b. Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15
mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg
intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
c. Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson,
hipersensitif terhadap haloperidol.
d. Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala
ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang jarang
adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala
gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi,
reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam
dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau
kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan.
3) Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
a. Indikasi:
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.
b. Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5
mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis
ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg
setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian
melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan –
lahan.
c. Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap
fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine.
Intoksikasi biasanya terjadi gejala – gejala sesuai dengan efek samping
yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan terapi
simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol hindari
menggunakan ephineprine ISO, (2008)dalam Pambayun (2015).
3. Berinteraksi dengan orang lain.

9
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya. Dengan
meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat memvalidasi
persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami peningkatan stimulus
eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi
fokus perhatian klien terhadap stimulus internal yang menjadi sumber
halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu
bercakap-cakap dengan orang lain.
4. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian
Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak
dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan
halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan dari
pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur dengan kegiatan yang
bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut
sehingga klien betul-betul tidak ada waktu lagi untuk melamun tak terarah.
Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga, yaitu melaksanakan
aktivitas terjadwal.

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Halusinasi


2.2.1 Pengkajian
1. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal
pengkajian, nomor rekam medik
2. Faktor predisposisi merupakan faktor pendukung yang meliputi faktor
biologis, faktor psikologis, social budaya, dan faktor genetik
3. Faktor presipitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap persepsi
merasa perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses
pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan berhitung,
kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.tidak mampu, putus asa, tidak
percaya diri, merasa gagal, merasa malang, kehilangan, rendah diri, perilaku
agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan gejala
stress pencetus pada umunya mencakup kejadian kehidupan yang penuh
dengan stress seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
4. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan
spiritual
5. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik,
alam

10
6. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun
maladaptive
7. Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui saudara dapatkan
adalah:
1) Jenis halusinasi
Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data objektif dan subjektifnya. Data
objektif dapat dikaji dengan cara melakukan wawancara dengan pasien.
Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien.

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif

Halusinasi - Bicara atau tertawa - Mendengar suara atau


Pendengaran sendiri kegaduhan
- Marah-marah tanpa - Mendengar suara yang
sebab bercakap-cakap
- Menyedengkan - Mendengar suara menyuruh
telinga kearah melakukan sesuatu yang
tertentu berbahaya
- Menutup telinga
Halusinasi Penglihatan - Menunjuk-nunjuk Melihat bayangan, sinar, bentuk
kearah tertentu geometris, bentuk kartoon,
- Ketakutan pada
melihat hantu atau monster
sesuatu yang tidak
jelas
Halusinasi Penghiduan - Menghidu seperti Membaui bau-bauan sperti bau
sedang membaui bau- darah, urin, feces, kadang-
bauan tertentu kadang bau itu menyenangkan
- Menutup hidung
Halusinasi Pengecapan - Sering meludah Merasakan rasa seperti darah,
- Muntah
urin atau feces
Halusinasi Menggaruk-garuk - Mengatakan ada serangga
Perabaan
permukaan kulit dipermukaan kulit
- Merasa seperti tersengat
listrik

2) Isi halusinasi
Data tentang halusinasi dapat dikethui dari hasil pengkajian tentang jenis
halusinasi.
3) Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi

11
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya
halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi? Apakah pagi,
siang, sore atau malam? Jika mungkin jam berapa? Frekuensi terjadinya
halusinasi apakah terus menerus atau hanya sekal-kali? Situasi terjadinya
apakah kalau sendiri, atau setelah terjadi kejadian tertentu.
Hal ini dilakukan untuk menetukan intervensi khusus pada waktu
terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Sehingga pasien
tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya
halusinasinya dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah
terjadinya halusinasi.
4) Respon halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu
muncul. Perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau
dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan kepada
keluarga atau orang terdekat dengan pasien. Selain itu dapat juga dengan
mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi timbul.

Pohon Masalah
Resiko perilaku mencederai diri (Efek)

Gangguan sensori/persepsi : Halusinasi (Core Problem)

Isolasi sosial (Etiologi)


2.2.2 Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
b. Isolasi sosial
c. Resiko periaku mencederai diri
2.2.3 Nursing Care Plan
Strategi Pelaksanaan
PASIEN KELUARGA
NO.
SP I P SP I K
Mengidentifikasi jenis halusinasi Mendiskusikan masalah yang dirasakan
1
pasien keluarga dalam merawat pasien
2 Mengidentifikasi isi halusinasi pasienMMenjelaskan pengertian, tanda dan gejala
halusinasi, dan jenis halusinasi yang dialami

12
pasien beserta proses terjadinya halusinasi

Mengidentifikasi waktu halusinasi Menjelaskan cara merawat pasien halusinasi


3
pasien
Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
4
pasien
MMengidentifikasi situasi yang
5 menimbulkan halusinasi

MMengidentifikasi respon pasien terhadap


6 halusinasi

Mengajarkan pasien menghardik


7
halusinasi
MMenganjurkan pasien memasukkan cara
menghardik halusinasi dalam jadwal
8
kegiatan harian

SP II P SP II K
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
MMelatih keluarga mempraktekkan cara
1 pasien merawat pasien dengan halusinasi

Melatih pasien mengendalikan


MMelatih keluaraga melakukan cara merawat

2 halusinasi dengan cara bercakap-cakap langsung kepada pasien halusinasi


dengan orang lain
MMenganjurkan pasien memasukan
dalam jadwal kegiatan harian
3

SP III P SP III K
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
MMembantu keluarga membuat jadwal kegiatan
pasien aktifitas di rumah termasuk minum obat
1
(discharge planning)

MMelatih pasien mengendalikan Menjelaskan follow up pasien setelah pulang


halusinasi dengan melakukan kegiatan
2
(kegiatan yang biasa dilakukan pasien)

3MMenganjurkan pasien memasukan

13
dalam kegiatan harian

SP IV P
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
1
pasien
Memberikan pendidikan kesehatan
2
tentang penggunaan obat secara teratur
MMenganjurkan pasien memasukan
3
dalam kegiatan harian

2.2.4 Implementasi
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi ibuk,perkenalkan nama saya mohammad senang dipanggil
ahmad saya mahasiswa keperawatan,saya akan merawat ibu dari jam 7
sampai jam 2 siang nanti,nama ibu siapa?
b. Validasi
Bagaimana perasaan ibuk pada pagi hari ini?
c. Kontrak
a) Topik
Bagaimana kalau kita bercakap cakap tentang yang sering dialami ibu
agar saya mengetahui keadaan ibu
b) Waktu
Mau berapa lama kita berbincang bincang buk?
c) Tempat
Dimana ibu mau berbincang bincang? Bagaimana kalau disini saja
2. Fase Kerja
a. Apakah ibu sering mendengar seseorang berbicara kepada ibu tapi tidak
ada wujudnya?
b. Apa yang srring dia bicarakan?
c. Apakah ibu sering mendengar atau hanyasewaktu waktu?
d. Kapan paling sering ibu mendengarnya?
e. Berapa kali sehari ibu mendengarnya?Pada keadaan apa,apakah waktu
sendiri?
f. Apakah yang ibu rasakan pada saat mendengar suara itu?
g. Apakah yang ibu lakukan saat mendengar suara itu?Apakah dengan cara
itu suara tersebut hilang?Bagaiman kalaw kita belajar cara cara untuk
mencegah suara suara itu muncul?
h. Ada empat cara untuk mencegah suara itu muncul,Pertama.Dengan
menghardik suara tersebut,Kedua dengan cara mengobrol dengan orang
lain,Ketiga melakukan kegiatan yang sudah dijadwalkan dan ke empat
minum obat dengan teratur
Caranya sebagai berikut:

14
Saat suara itu muncul,Ibu langsung menutup kedua telinga dengan tangan
lalu bilang “pergi pergi saya tidak mau mendengar,jangn ganggu saya:
begitu diulang sampai suara itu tak terdengar lagi,
Sekarang coba ibu peragakan,Nah begitu,bagus,coba lagi,ya bagus,sudah
pintar melakukannya.(Waktu jam minum obat)
i. Nah karna ini sudah jam minum obat,ibu sekarang minum obat ya:
j. Ibu,adakah bedanya setelah minum obat secara tratur?Apakah suara suara
berkurang atau hilang?Minum obat sangat penting supaya suara suara yang
ibu dengar dan menunggu slama ini tidak muncul lagi.Berapa macam obat
yang ibu minum?(Perawat meniapkan obat pasien)ini yang warna
orange(CPZ) 3 kali sehari pukul tuju pagi pukul satu siang dan pukul tuj
malam gunanya untuk membuat pikiran tenang.Ini yang putih(THP) 3 kali
sehari pukulnya sama gunanya untuk rilek dan tidak kaku sedangkan yang
merah jambu(HP) 3 kali sehari,waktunya sma,gunanya untuk
menghilangkan suara suara.Kalau suara suara sudah hilang obatnya tidak
boleh terhentikan.Nanti konsultasi dengan dokter,sebab kalau putus obat
satu saja akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan keadaan
semula.Kalaw obat habis ibu dapat meminta ke dokter untuk mendapatkan
obat lagi.Ibu juga harus teliti memastikan bahwa obat itu benar benar
punya ibu.Jangan smpai keliru dengan milik orang lain.Baca nama
kemasannya,pastikan obat diminum pada waktunya dengan cara yang
benar.Yang diminum sesudah makan dan tepat waktunya.Ibu juga harus
perhatikan berapa jumlah obat sekali minum dan harus cukup minum
sepuluh gelas air putih per hari.
3. Fase Terminasi
1) Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap cakap?Dan latihan tadi?

2) Evaluasi Objektif
Sekarang coba ibu ulangi cara tadi yang kita pelajari kemudian kegunaan
dan kerugian tidak minum obat?Ia pintar
3) Kontrak
a) Topik
Baiklah,kalau suara suara tadi muncul,silahkan coba cara tersebut!
Bagaiman kalau kita buat jadwal latihannya lagi?Bagaimana kalau nani
kita belajar cara mengendalikan suara suara yang ibu dngar dengan
cara keduanya?

15
b) Waktu
Ibu mau bertemu lagi jam berapa?Bagai mana kalw tiga puluh menit
lagi?Berapa lama kita mau latihaan?
c) Tempat
Dimana tempatnya?Baiklah smpai jumpa?
4) Rencana tindak lanjut
Rencana tindak lanjut pada SP,Klien diberikan jadwal aktifitas sehari hari
yang harus dilakukan oleh klien.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan keperawatan
terhadap pasien, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi ditemukan
adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan pendekatan secara terus
menerus, membina hubungan saling percaya yang dapat menciptakan suasana
terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan.

16
2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan halusinasi,
pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem pendukung yang
mengerti keadaaan dan permasalahan dirinya. Disamping itu perawat / petugas
kesehatan juga membutuhkan kehadiran keluarga dalam memberikan data yang
diperlukan dan membina kerjasama dalam memberi perawatan pada pasien. Dalam
hal ini penulis dapat menyimpulkan bahwa peran serta keluarga merupakan faktor
penting dalam proses penyembuhan klien.

3.2 Saran
Dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya perawat mengikuti langkah-
langkah proses keperawatan dan melaksanakannya secara sistematis dan tertulis agar
tindakan berhasil dengan optimal.
Dalam menangani kasus halusinasi hendaknya perawat melakukan pendekatan
secara bertahap dan terus menerus untuk membina hubungan saling percaya antara
perawat klien sehingga tercipta suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Yudi Hartono Dkk, 2012, Buku ajar keperawatan jiwa, Jakarta :Salemba Medika

Iskandar Dkk, 2012, Asuhan Keperawatan Jiwa, Bandung: Refika Aditama

Budi ana dkk, 2011, Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta: EGC

17

Anda mungkin juga menyukai