Anda di halaman 1dari 57

UNIVERSITAS DHARMAS INDONESIA

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN KLIEN ISOLASI SOSIAL

TUGAS MATA KULIAH


KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA II

Dosen Pengampu :
Ns. Erma Erfiana, M.Kep

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

 YOLANDA MUTIA
 PEGGYAN SHERLINTHA
 DEWI HARTINI
 DELI MARLINA

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS DHARMAS INDONESIA
DHARMASRAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang mana atas berkat, rahmat, dan
karunia-Nya penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Jiwa
dengan Klien Isolasi Sosial”
Dalam penyusunan makalah ini, tidak lepas dari hambatan yang penulis hadapi, namun
penulis menyadari kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat dorongan,
bantuan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat
teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa II
2. Keluarga yang senantiasa mendukung terselesaikannya makalah ini
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan,
mengingat akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh penulis. Untuk itu kritik dan
saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penyusunan makalah yang akan datang.

Dharmasraya, 07 November 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Isolasi Sosial atau Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami
ketidak mampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan
lingkungan di sekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering
melakukan kegiatan yang ditujukan untuk mencapai pemuasan diri, dimana pasien
melakukan usaha untuk melindungi diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian kaku,
pasien menarik diri juga melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga kehidupan
emosionalnya, semakin sering pasien menarik diri, semakin banyak kesulitan yang
dialami dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan orang lain
(Stuart dan Sundeen, 1998). Dalam membina hubungan sosial, individu berada dalam
rentang respon yan adaptif sampai dengan maladaptif. Respon adaptif merupakan
respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang berlaku,
sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
budaya.
Respon sosial dan emosional yang maladaptif sering sekali terjadi dalam
kehidupan sehari hari, khususnya sering dialami pada pasien menarik diri sehingga
melalui pendekatan proses keperawatan yang komprehensif penulis berusaha
memberikan asuhan keperawatan yang semaksimal mungkin kepada pasien dengan
masalah keperawatan utama kerusakan interaksi sosial : menarik diri. Menurut pengajar
Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Surjo Dharmono,
penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di perbagai Negara menunjukkan,
sebesar 20-30 persen pasien yang datang ke pelayanan kesehatan dasar menunjukkan
gejala gangguan jiwa. Bentuk yang paling sering adalah kecemasan dan depresi.
Dari segi kehidupan sosial kultural, interaksi sosial adalah merupakan hal yang
utama dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak adanya kerusakan interaksi
sosial : menarik diri akan menjadi suatu masalah besar dalam fenomen kehidupan,
yaitu terganggunya komunikasi yang merupakan suatu elemen penting dalam
mengadakan hubungan dengan orang lain atau lingkungan disekitarnya (Carpenito,
1997)
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari isolasi sosial ?
2. Bagaimana proses terjadinya masalah ?
3. Bagaimana terjadinnya komplikasi ?
4. Apa saja pengkajian keperawatan ?

C. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan sebagai berikut :
1. Mengetahui gambaran tentang asuhan keperawatan pada pasien yanng menderita
penyakit isoslasi sosial
2. Mampu mendiagnosa keperawatan pada pasien yang mengalami isolasi sosial
3. Dapat mengetahui perencanaan keperawatan selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme
individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi
dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009).
Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima
sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam
(Wilkinson, 2007).
Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi
dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanifeetasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup
membagi pengamatan dengan orang lain ( Balitbang, 2007 ).
Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpresonal
yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI,
2000).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Farida, 2012). Isolasi sosial
adalah suatu keadaan dimana indifidu tidak mau mengadakan interaksi terhadap
komunitas disekitarnya, atau sengaja menghindari untuk berinteraksi yang dikarnakan
orang lain atau keadaan disekitar diangap mengancam bagi indifidu tersebut.
B. ETIOLOGI
Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai
perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.
1) Faktor Predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku menarik diri,
diantaranya adalah:
a. Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi sampai
dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang sehingga mempunyai masalah 
respon sosial menarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat
mempengaruhi terjadinya menarik diri. Organisasi anggota keluarga bekerja sama
dengan tenaga profisional untuk mengembangkan gambaran yang lebih tepat
tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaburatif
sewajarnya  dapat  mengurangi masalah respon social menarik diri.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam
berhubungan terdiri dari:
 Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan
biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan
menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting
karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari.
Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa
ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa
berikutnya.
 Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai
mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan
teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu
dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan
yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat
menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua
harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari
dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat
ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan,
berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
 Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan
teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk
mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat.
Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi
hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan
kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua.
Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan
hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun
tergantung pada remaja.
 Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan
interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai
dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima
perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap
untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai
pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah
saling memberi dan menerima (mutuality).
 Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak
terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri.
Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan
yang interdependen antara orang tua dengan anak.
 Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan
fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau
peran. Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan
meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b. Faktor Biologik
Faktor genetik  dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive. Genetik
merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak,
seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia. 
c. Faktor Komunikasi dalam Keluarga

Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk


mengembangkan gangguan tingkah laku.
 Sikap bermusuhan / hostilitas
 Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
 Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
 Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak,
hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi
kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara
terbuka dengan musyawarah.
 Ekspresi emosi yang tinggi
 Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang
membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
d. Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini merupakan
akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak
menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat
dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku,
dan system nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang
tidak realitis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan
gangguan ini.
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena
norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak
produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
2) Faktor Persipitasi
Ada beberapa faktor persipitasi yang dapat menyebabkan  seseorang menarik
diri. Faktor- faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor antara lain:
a. Stressor sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam
membina hubungan dengan orang lain, misalnya menurunya stabilitas unit
keluarga, berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupanya, misalnya karena
dirawat di rumah sakit.
b. Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat
atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhanya  hal ini dapat
menimbulkan ansietas tinggi bahkan dapat menimbulkan seseorang mengalami
gangguan hubungan (menarik diri), (Stuart & Sundeen, 1998)
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha
mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku
adalah sebagai berikut:
 Tingkah laku curiga: proyeksi
 Dependency: reaksi formasi
 Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
 Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
 Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
 Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi
dan regrasi.
c. Stressor intelektual
 Kurangnya pemahaman diri dalam ketidak mampuan untuk  berbagai pikiran
dan perasaan yang mengganggu pengembangan hubungan dengan orang lain.
 Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan kesulitan dalam
menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit berkomunikasi dengan orang lain.
 Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan orang lain akan
persepsi yang menyimpang dan akan berakibat pada gangguan berhubungan
dengan orang lain
d. Stressor fisik 
 Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorang menarik diri
dari orang lain
 Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu  sehingga
mengakibatkan menarik diri dari orang lain
e. Stressor Biokimia
 Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
 Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan
dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim
yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
 Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat
oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan
hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
 Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.

C. POHON MASALAH

D. TANDA GEJALA
a) Gejala subjektif
 Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
 Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
 Klien merasa bosan
 Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
 Klien merasa tidak berguna
b) Gejala objektif
 Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan pelan.
 Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada.
 Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
 Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
 Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara berulang-
ulang
 Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
 Ekspresi wajah tidak berseri
 Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
 Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
 Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
(Trimelia, 2011: 15)
Menurut Budi Anna Keliat (1998), tanda dan gejala Isolasi Sosial: MD adalah
sebagai berikut :
- Apatis
- Ekspresi sedih
- Afek tumpul
- Menghindar dari orang lain (menyendiri)
- Komunikasi kurang/tidak ada.
- Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat.
- Tidak ada kontak mata
- Klien sering menunduk.
- Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
- Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau
pergi jika diajak bercakap-cakap.
- Tidak melakukan kegiatan sehari
- Sering tidur, posisi tidur klien seperti posisi tidur janin.
Sedangkan Tanda & Gejala menurut Townsend,1998 :
- Sedih, afek tumpul
- Menjadi tidak komunikatif
- Asyik dengan fikirannya sendiri
- Meminta untuk sendirian
- Mengekspresikan perasaan kesendirian / penolakan
- Disfungsi interaksi dengan teman sebaya, keluarga, orang lain.
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan
dengan wawancara, adalah:
- Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
- Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
- Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
- Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
- Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
- Pasien merasa tidak berguna
- Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

E. AKIBAT
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya terjadinya resiko
perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan salah satu orientasi
realitas yang maladaptive, dimana halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan
tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa
stimulus / rangsangan eksternal.
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau
isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami pasien
dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan, dan
kecemasan. (Prabowo, 2014: 112)
Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien makin sulit dalam mengembangkan
berhubungan dengan orang lain. Akibatnya pasien menjadi regresi atau mundur,
mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan
kebersihan diri. Pasien semakin tenggelam dalam perjalinan terhadap penampilan dan
tingkah laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga
berakibat lanjut halusinasi (Stuart dan Sudden dalam Dalami, dkk 2009)

F. MEKANISME KOPING
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang sering
digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi.
(Damaiyanti, 2012: 84)
 Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
 Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat diterima secara
sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
 Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya
kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau
bertentangan antara sikap dan perilaku.
Mekanisme koping yang muncul yaitu:
 Perilaku curiga : regresi, represi
 Perilaku dependen: regresi
 Perilaku manipulatif: regresi, represi
 Isolasi / menarik diri: regresi, represi, isolasi (Prabowo, 2014:113)

G. PENATALAKSANAAN
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit
skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan
adalah:
1) Electro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak dengan
menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan
kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung 25-30 detik
dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya
perubahan faal dan biokimia dalam otak.
2) Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting dalam
proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan
tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima pasien
apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara
verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada pasien.

3) Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan harga diri seseorang.
(Prabowo, 2014: 113)
4) Terapi Psikofarmaka
a) Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu,
berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan
dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi
kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan
kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat,
mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung.
Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson).
Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis.
Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b) Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta
dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi
dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi,
gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c) Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik,
sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek
samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah,
bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi
terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis
berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
5) Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi
pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab
isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila
berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan,
dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam
kegiatan harian.
Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi
kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan
membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang
atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan
hariannya (Purba, dkk. 2008)
6) Terapi Kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a) Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari yang meliputi:

 Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun


tidur.

 Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk
tingkah laku / perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.

 Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan
mandi dan sesudah mandi.

 Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan


berganti pakaian.

 Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang
dan setelah makan dan minum.
 Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan
kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan
pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
 Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat
menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh
benda tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat
ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.
 Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi
tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu
diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang muncul
padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia
(gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan merupakan wahana/ sarana kerjasama dengan klien, yang
umumnya pada tahap awal peeran perawat lebih besar dari pada peran klien, namun pada
proses akhirnya diharapkan peran klien lebih besar dari peran perawat, sehingga
kemandirian klien dapat dicapai.
Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi
optimal. Kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan untuk dipenuhi,
serta diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar
dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisi, dan tidak unik bagi individu klien
(Direja, 2011) :
a) Pengumpulan Data
1. Identitas klien dan penanggung jawab
Pada identitas mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status
perkawinan, dan hubungan klien dengan penanggung.
2. Alasan dirawat
Alasan dirawat meliputi: keluhan utama dan riwayat penyakit keluhan utama berisi
tentang sebab klien atau keluarga datang kerumah sakit dan keluhan klien saat
pengkajian. Pada riwayat penyakit terdapat faktor predisposisi dan faktor
presipitasi. Pada faktor predisposisi mencakup factor yang mempengaruhi jenis dan
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress (factor
pencetus/penyebab utama timbulnya gangguan jiwa). Faktor presipitasi mencakup
stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman atau
tuntutan dan memerlukan energi ekstra untuk mengatasinya/faktor yang
memberat/meperparah terjadinya gangguan jiwa (Azizah, 2011).
3. Pemeriksaan fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ tubuh /dengan cara
observasi, auskultasi, palpasi, perkusi, dan hasil pengukuran (Azizah, 2011).
4. Pengkajian psikososial:
1) Genogram
Genogram dapat dikaji melalui 3 jenis kajian (Azizah, 2011) yaitu :
(a) Kajian Adopsi yang membandingkan sifat antara anggota keluarga
biologis/satu keturunan dengan keluarga adopsi.
(b) Kajian Kembar yang membandingkan sifat antara anggota keluarga yang
kembar identik secara genetik dengan saudara kandung yang tidak kembar.
(c) Kajian Keluarga yang membandingkan apakah suatu sifat banyak
kesamaan antara keluarga tingkat pertama (seperti orang tua, saudara
kandung) dengan keluarga yang jail.
2) Konsep diri
(a) Citra Tubuh
Kumpulan sikap individu yang disadari terhadap tubuhnya termasuk
persepsi masa lalu/sekarang, perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan
dan potensi dirinya.
(b) Ideal diri
Perspesi individu tentang bagaimana seharusnya ia berprilaku berdasarkan
standar aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu.
(c) Harga diri
Penelitian tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa
seberapa baik prilaku seseorang sesuai dengan ideal dirinya. Harga diri
tinggi merupakan perasaan yang berakar dalam menerima dirinya tanpa
syarat, meskipun telah melakukan kesalahan, kekalahan dan kegagalan, ia
tetap merasa sebagai orang yang penting dan berharga.
(d) Penampilan peran
Serangkaian prilaku yang di harapkan oleh lingkungan social berhubungan
dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial.
(e) Identitas diri
Pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab
terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi dan keunikan individu
(Azizah, 2011).
3) Hubungan sosial
Dalam setiap interaksi dengan klien, perawat harus menyadari luasnya dunia
kehidupan klien, memahami pentingnya kekuatan sosial dan budaya bagi klien,
mengenal keunikan aspek ini dan menghargai perbedaan klien. Berbagai faktor
sosial budaya klien meliputi usia, suku bangsa, gender, pendidikan,
penghasilan dan sistem keyakinan.
4) Spritual
Keberadaan individu yang mengalami penguatan kehidupan dalam hubungan
dengan kekuasaan yang lebih tinggi sesuai nilai individu, komunitas dan
lingkungan yang terpelihara (Azizah, 2011)
5. Status mental
1) Penampilan
Area observasi dalam penampilam umum klien yang merupakan karakteristik
fisik klien yaitu penampilan usia, cara berpakaian, kebersihan, sikap tubuh,
cara berjalan, ekspresi wajah, kontak mata, dilatasi/kontruksi pupil, status
gizi/keshatan umum (Azizah, 2011).
2) Pembicaraan
Cara berbicara digambarkan dalam frekuensi (kecepatan, cepat/lambat),
volume (keras/lembut), jumlah (sedikit, membisu, ditekan) dan karakternya
seperti: gugup, kata-kata bersambung serta aksen tidak wajar (Azizah, 2011).
(3) Aktivitas motorik
Aktivitas motorik berkenan dengan gerakan fisik perlu dicatat dalam hal
tingkat aktivitas (letargik, tegang, gelisah, agitasi), jenis (tik, seringai, tremor)
dan isyarat tubuh yang tidak wajar (Azizah, 2011).
(4) Afek dan Emosi
Afek adalah nada perasaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
yang menyertai suatu pikiran dan berlangsung relatif lama dan dengan sedikit
komponen fisiologis/fisik, seperti kebanggaan, kekecewaan. Sedangkan alam
perasaan (emosi) adalah manifestasi efek yang ditampilkan/diekspresikan ke
luar disertai banyak komponen fisiologis dan berlangsung (waktunya) relative
lebih singkat/spontan seperti sedih, ketakutan, putus asa, khawatir atau gembira
berlebihan (Azizah, 2011).
5) Interaksi selama wawancara
Jelaskan keadaan yang ditampilkan klien saat waawancara seperti bermusuhan,
tidak kooperatif, mudah tersinggung, kontak mata kurang (tidak mau manatap
lawan bicara), defensif (selalu berusaha mempertahankan pendapat dan
kebenaran dirinya) atau curiga yang sering menunjukkan sikap/perasaan tidak
percaya pada orang lain (Azizah, 2011).

6) Persepsi-Sensorik
Persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas, hubungan, perbedaan sesuatu,
hal tersebut melalui proses mengamati, mengetahui dan mengartikannya
setelah panca indra mendapatkan rangsangan.
7) Tingkat kesadaran
Kemampuan individu melakukan hubungan dengan lingkungan dan dirinya
(melalui panca indra), mengatakan pembatasan terhadap lingkungan/dirinya
(melalui perhatian). Kesadaran yang baik biasanya dimanifestasikan dengan
orientasi yang baik dalam hal waktu, tempat, orang dan lingkungan sekitarnya
(Azizah, 2011).
8) Memori (Daya Ingat)
Bagaimana daya ingat klien atau kemampuan meningkatkan hal-hal yang telah
terjadi (jangka panjang/pendek/sesaat) dan apakah ada gangguan pada daya
ingat. Gangguan ini dapat terjadi pada salah satu diantara komponen daya ingat
yaitu pencatatn/registrasi, penahanan/retensi atau memanggil kembali/recall
sesuatu yang terjadi sebelumnya (Azizah, 2011).
9) Tingkat kosentrasi dan berhitung
Konsentrasi adalah kemampuan klien untuk memperhatikan selama
wawancara/kontrak dan kalkulasi. Kalkulasi adalah kemampuan klien untuk
mengerjakan hitungan baik sederhanan maupun kompleks. Bagaimana klien
berkonsentrasi dan kemampuannya dalam berhitung, apakah normal atau ada
gangguan seperti mudah beralih, tidak mampu berkonsentrasi, tidak mampu
berhitung sederhana ataulainnya (Azizah, 2011).
10) Kemampuan penilaian/Mengambil keputusan
Penilaian melibatkan pembuatan keputusan yang konstruktif dan adaptif,
kemampuan mengerti fakta dan menarik kesimpulan dari hubungan. (Azizah,
2011).
11) Daya tilik diri
Daya tilik diri/penghayatan, merujuk pada pemahaman klien tentang sifat suatu
penyakit/gangguan. Penghayatan ini biasanya mengalami gangguan pada
kelainan mental organik, prikosis dan retardasi mental (Azizah, 2011).
12) Kebutuhan persiapan pulang
Kebutuhan persiapan pulang data yang perlu dikaji antara lain: makan dan
minum, BAB/BAK, mandi, berpakaian, istirahat tidur, penggunaan obat,
pemeliharaan kesehatan, kegiatan di dalam rumah, kegiatan di luar rumah,
mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan, aspek
medik.
b) Analisa Data
Setelah data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data untuk
merumuskan masalah-masalah yang dihadapi klien. Data tersebut diklasifikasikan
menjadi data subyektif dan obyektif:
1) Data Subyektif
Menyatakan mendengar suara-suara dan melihat sesuatu yang tidak nyata, tidak
percaya terhadap lingkungan, sulit tidur, tidak dapat memusatkan perhatian dan
konsentrasi, rasa berdosa, menyesal dan bingung terhadap halusinasi, perasaan
tidak aman, merasa cemas, takut dan kadang-kadang panik kebingungan.
2) Data Obyektif
Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata, pembicaraan kacau
kadang tidak masuk akal, sulit membuat keputusan, tidak perhatian terhadap
perawatan dirinya, sering manyangkal dirinya sakit atau kurang menyadari adanya
masalah, ekspresi wajah sedih, ketakutan atau gembira, klien tampak gelisah,
insight kurang, tidak ada minat untuk makan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan langkah keempat dari pengkajian
setelah pohon masalah. Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
aktual atau potensial individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan
klien/proses kehidupan (Direja, 2011).
Masalah keperawatan klien yang muncul pada klien dengan isolasi sosial: menarik
diri ( Fitria, 2012).
1) Isolasi sosial : menarik diri
2) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
3) Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4) Koping individu tidak efektif
5) Risiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

C. Intervensi Keperawatan
Strategi Pelaksanaan pada pasien isolasi sosial
Pasien Keluarga
SP1P SP1K
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi 1. Mengidentifikasi masalah yang
sosial pasien. dirasakan keluarga dalam merawat
2. Berdiskusi dengan pasien tentang pasien
keuntungan berinteraksi dengan orang 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
lain. gejala isolasi sosial yang dialami
3. Berdiskusi dengan pasien tentang klien beserta proses terjadinya
kerugian berinteraksi dengan orang 3. Menjelaskan cara – cara merawat
lain klien dengan isolasi sosial
4. Mengajarkan pasien cara berkenalan
dengan satu orang
5. Menganjurkan pasien memasukkan
kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan
harian.
SP2P SP2K
1. Mengevaluasi 1. Melatih
jadwal kegiatan harian pasien. keluarga mempraktikkan cara
2. Memberikan merawat klien dengan isolasi sosial
kesempatan kepada pasien 2. Melatih
mempraktekkan cara berkenalan keluarga mempraktikkan cara
dengan satu orang. merawat langsung kepada klien
3. Membenatu isolasi sosial
pasien memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian.
SP3P SP3K
1. Mengevaluasi jadwal 1. Membantu
kegitan harian pasien. keluarga membuat jadwal aktivitas di
2. Memberikan kesempatan rumah termasuk minum obat
pada klien berkenalan. (discharge planning)
3. Menganjurkan pasien 2. Menjelaskan
memasukkan kedalam jadwal kegiatan follow up klien setelah pulang
harian.
(Keliat, 2014)
Intervensi
Dx Perencanaan
Keperawata
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
n
Isolasi Sosial TUM:
Klien dapat berinteraksi
dengan orang lain

TUK:
1. Klien dapat membina Setelah ...x interaksi klien Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
hubungan saling menunjukkan tanda-tanda percaya komunikasi terapeutik :
percaya terhadap perawat: a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
- Wajah cerah, tersenyum b. Perkenalkan diri dengan sopan.
- Mau berkenalan c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
- Ada kontak mata disukai klien.
- Menerima kehadiran perawat d. Jelaskan tujuan pertemuan.
- Bersedia menceritakan e. Jujur dan menepati janji.
perasaanya f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
2. Klien mampu Setelah ...x interaksi klien dapat 1. Tanyakan klien tentang:
menyebutkan menyebutkan minimal satu penyebab - orang yang tinggal serumah teman sekamar klien
penyebab menarik menarik diri: - orang yang paling dekat dengan klien di rumah
diri - diri sendiri - apa yang membuat orang itu dekat dengan orang
- orang lain tersebut
- lingfkungan 2. Diskusikan dengna klien kenapa menarik diri atau tidak
mau bergaul dengan orang lain.
3. Beri pukian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya.
3. Klien mampu Setelah .....xinteraksi dengan klien 1. Tanyakan kepada klien tentang manfaat berhubungan
menyebutkan dapat menyembuhkan keuntungan sosial dan kerugian menarik diri
keuntungan berhubungan sosial misalnya : 2. Diskusikan dengna klien tentang manfaaat berhubungan
berhubungan sosial - banyak teman dengna orang lain dan kerugian manrik diri.
dan kerugian menarik - tidak kesepian 3. Berikan pujian terhadap kemampuan klien
diri - bisa diskusi mengungkapkan perasaannya.
- saling menolong
kerugian menarik diri
misalnya,
- sendiri
- kesepian
- tidak bisa diskusi
4. Klien dapat Setelah .......X interaksi klien dapat 1. Observasi perilaku klien saat berhubungan sosial.
melaksanakan melaksanakan hubungan sosial 2. Motivasi dan bantu klien untuk berkenalan/
hubungan sosial secara bertahap dengan : berkomunikasi dengan perawat lain.
secara bertahap - Perawat 3. Libatkan klien dalam terapi aktifitas kelompok sosialisasi.
- Perawata lain 4. Diskusikan jaadwal harian yang dapat dilakukan untuk
- Klien lain meningkatakn kemampuan klien bersosialisasi.
- Kelompok 5. Beri motivasi klien untuk melakukan kegiatan sesuai
jadwal yang telah dibuat.
6. Beri pujian terhadap kemampuan klien memperluas
pergaulannya melalu aktivitas yang dilaksanakan.
5. Klien dapat Setelah .........X interaksi klien dapat 1. Diskusikan sengan klien tentang perasaannya setelah
menyebutkan menjelaskan setelah berhubungan berhubungan sosial dengan orang lain dan kelompok.
perasaaan setelah sosial dengan 2. Berikan pujian terhadap kemampuan klien
berhubungan sosial - Orang lain mengungkapkan perasaannya.
- Kelompok
6. Klien mendapat Setelah .........X pertemuan keluarga 1. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai
dukungan keluarga dapat menjelaskan tentang : pendukung untuk mengatasi perilaku menarik diri.
dalam memperluas - Pengertian menarik diri 2. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien
hubungan sosial - Tanda dan gejala menarik diri mengatasi perilaku menarik diri.
- Penyebab dan akibat menarik 3. Jelaskan pada keluarga tentang pengertian, tanda
diri dangejala, penyebab dan akibat menarik diri serta cara
Setelah.......X pertemuan keluarga merawat klien.
dapat memperatikkan cara merawata 4. Latih keluarga cara merawat diri
klien menarik diri 5. Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang
dilatih
6. Beri motivasi keluarga agar membantu kllien unutk
bersosialisasi.
7. Klien dapat Setelah...x interaksi dengan klien 1. Diskusikan dengan klien manfaat dan kerugian tidak
memanfaatkan obat menyebutkan: minum obat
dengan baik 2. Pantau klien saat penggunaan obat
Setelah ...x interaksi klien 3. Diskusikan akibat klien berhenti minum obat tanpa
mendemonstrasikan penggunaan konsultasi dengan dokter.
obat benar
Setelah ...x interaksi klien
menyebutkan akibat berhenti minum
obat tanpa konsultasi dokter
STRATEGI PELAKSANAAN
a. Pada pasien
SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab
isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan pasien berkenalan.  
ORIENTASI (PERKENALAN):
“Selamat pagi ”
“Saya Yolanda Mutia, Saya senang dipanggil Yolanda, Saya mahasiswa STIKES
UNDHARI yang akan merawat Bapak.”
“Kalau boleh tahu Siapa nama Bapak? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan Bapak hari ini?” Bagaimana kalau kita ngobrol tentang keluarga
dan teman-teman bapak ? Mau dimana kita ngobrol? Bagaimana kalau di ruang
tamu? Mau berapa lama, Bapak? Bagaimana kalau 15 menit??”
KERJA:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan Bapak? Siapa
yang jarang ngobrol dengan Bapak? Apa yang membuat Bapak jarang ngobrol
dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang Bapak rasakan selama Bapak dirawat disini? O.. Bapak merasa
sendirian? Siapa saja yang Bapak kenal di ruangan ini”
 “Apa saja kegiatan yang biasa Bapak lakukan dengan teman yang Bapak kenal?”
 “Apa yang menghambat Bapak dalam berteman atau ngobrol dengan pasien
yang  lain?”
 ”Menurut Bapak apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah
benar, ada teman ngobrol. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan
beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya Bapak? Ya, apa
lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya
tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah ya Bapak ? belajar bergaul dengan
orang lain ?
«  Bagus. Bagaimana kalau sekarang  kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho Bapak ?, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu
nama kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama
Saya T, senang dipanggil T. Asal saya dari Flores, hobi memancing”
“Selanjutnya Bapak menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya
begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya
apa?”
“Ayo Bapak dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan Bapak. Coba berkenalan
dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah bapak berkenalan dengan orang tersebut Bapak bisa melanjutkan
percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan Bapak bicarakan. Misalnya
tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
TERMINASI:
”Bagaimana perasaan Bapak setelah kita  latihan berkenalan?”
” Bapak tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya Bapak dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama
saya tidak ada. Sehingga Bapak lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain.  S
mau praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan
pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini  untuk mengajak Bapak berkenalan
dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, Bapak mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa.”
SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan
dengan orang pertama (seorang perawat)
Orientasi
“Selamat pagi Bapak! ”
“Bagaimana perasaan Bapak hari ini?
«  Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan »Coba sebutkan lagi
sambil bersalaman dengan perawat  ! »
«  Bagus sekali, Bapak masih ingat. Nah  seperti janji saya, saya akan mengajak
Bapak mencoba berkenalan  dengan teman saya perawat T. Tidak lama kok,
sekitar 10 menit »
«  Ayo kita temui perawat T disana »
KERJA :
( Bersama-sama klien saudara mendekati perawat N)
«  Selamat pagi perawat N, ini  ingin berkenalan dengan N »
«  Baiklah Bapak, Bapak bisa berkenalan dengan perawat T seperti yang kita
praktekkan kemarin  « 
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat T : memberi salam,
menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)
«  Ada lagi yang Bapak ingin tanyakan kepada perawat T . coba tanyakan tentang
keluarga perawat T »
«  Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, Bapak bisa sudahi perkenalan ini.
Lalu ibu bisa buat janji bertemu lagi dengan perawat T, misalnya  jam 1 siang
nanti »
«  Baiklah perawat T, karena Bapak sudah selesai berkenalan, saya  dan Bapak
akan kembali ke ruangan Bapak. Selamat pagi  »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat T untuk melakukan
terminasi dengan klien di tempat lain)
TERMINASI:
  “Bagaimana perasaan Bapak setelah berkenalan dengan perawat T”
” Bapak tampak bagus  sekali saat berkenalan tadi” 
”Pertahankan terus  apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk
menanyakan topik lain supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan
keluarga, hobi, dan sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari
kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali.
Baik nanti Bapak coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam
10? Sampai besok.”
SP 3 Pasien : Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan
orang kedua-seorang pasien)
ORIENTASI:
“Selamat pagi bu! Bagaimana perasaan hari ini?
”Apakah ibu bercakap-cakap dengan perawat Tkemarin siang”
(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain
  ”Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap dengan perawat T kemarin
siang”
”Bagus sekali ibu menjadi senang karena punya teman lagi”
”Kalau begitu ibu ingin punya banyak teman lagi?”
”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien
O”
”seperti biasa kira-kira 10 menit”
”Mari kita temui dia di ruang makan”
KERJA:
( Bersama-sama S saudara mendekati pasien )
«  Selamat pagi , ini ada pasien saya yang ingin berkenalan. »
«  Baiklah bu, ibu sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah ibu
lakukan sebelumnya. » 
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama,
nama panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama).  »
«  Ada lagi yang ibu ingin tanyakan kepada O»
«  Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ibu bisa sudahi perkenalan ini.
Lalu ibu bisa buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti  »
(ibu membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)
«  Baiklah O, karena ibu sudah selesai berkenalan, saya  dan klien akan kembali ke
ruangan ibu. Selamat pagi  »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan
terminasi dengan S di tempat lain)
TERMINASI:
  “Bagaimana perasaan ibu setelah berkenalan dengan O”
”Dibandingkan kemarin pagi, T tampak lebih baik saat berkenalan dengan O” 
”pertahankan apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu
kembali dengan O  jam 4 sore nanti”
”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan  berkenalan dan bercakap-cakap dengan
orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari ibu dapat
berbincang-bincang dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1
siang dan jam 8 malam, ibu bisa bertemu dengan T, dan tambah dengan pasien
yang baru dikenal. Selanjutnya ibu bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara
bertahap.     Bagaimana ibu, setuju kan?”
”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman ibu. Pada jam
yang sama dan tempat yang sama ya. Sampai besok.”
b. Pada Keluarga
SP 1 keluarga: Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga mengenai
masalah isolasi sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien isolasi
sosial.
Orientasi
“Selamat pagi pak! perkenalkan saya perawat H. Saya yang merawat anak bapak, S, di
ruang mawar ini.”
“Nama bapak siapa? senang dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak hari ini? Bagaimana keadaan S sekarang?”
“Bagaimana kalau kita berbicang-bincang tentang masalah anak bapak dan cara
perawatannya?”
“Kita diskusikan disini ya? Berapa lama bapak punya waktu? Bagaimana kalau setengah
jam?”
Kerja
“Apa masalah yang bapak hadapi dalam merawat S? Apa yang sudah dilakukan?”
“Masalah yang dialami oleh anak S disebut Isolasi Sosial. Ini adalah salah satu gejala
penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain. Tanda-tandanya,
antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri, dan kalu berbicara hanya
sebentar dengan wajah menunduk. Biasanya masalah ini muncul karena memiliki
pengalaman yang mengecewakan ketika berhubungan dengan orang lain, sepreti sering
ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan orang-orang yang dicintai. Jika masalah
isolasi sosial ini tidak diatasi, seseorang dapat mengalami halusinasi, yakni mendengar
suara atau melihat bayangan yang sebelumnya tidak ada. Umtuk menghadapi keadaan yang
demikian bapak dan anggota keluarga lain harus sabar menghadapi S. Untuk merawat S,
keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama, keluarga harus membina hubungan
saling percaya dengan S, caranya adalah dengan bersikap peduli terhadap S dan jangan
ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberi semangat dan dorongan kepada S untuk dapat
melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Selanjutnya jangan biarkan S
sendiri. Buatlah rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan S, misalnya ibadah bersama,
makan bersama, rekreasi bersama atau melakukan kegiatan rumah tangga bersama.”
“Nah, bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu? Beri contoh
komunikasinya pak, S bapak sekarang kamu sudah bisa bercakap-cakap dengan orang lain.
Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak senag sekali melihat perkembangan kamu.
Nak. Coba kamu berbincang-bincang dengan orang lain. Bagaimana S kamu mau mencoba
kan Nak?”
“Nah, coba sekarang bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan!
Bagus, bapak telah memperagakan dengan baik sekali!”
“Sampai disini ada yang ingin bapak tanyakan pak?”
Terminasi
“Baiklah waktu sudah habis. Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan tadi?”
“coba bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda orang
yang mengalami isolasi sosial. Selanjutnya dapatkan bapak sebutkan kembali cara merawat
anak bapak yang mengalami masalah isolasi sosial?”
“Bagus sekali, bapak dapat menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut! Nanti
kalau ketemu S cba bapak lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga agar
mereka juga melakukan hal yang sama.”
“Bagaimana kalau kita ketemu 3 hari lagi untuk latihan langsung dengan S?”
“Kita ketemu disini ya pak, pada jam yang sama. Selamat pagi!”
SP2 Keluarga: Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien isolasi
sosial langsung dihadapan pasien.

Orientasi
“Selamat pagi bapak! Bagaimana perasaan bapak hari ini?”
“Bapak masih ingat latihan merawat anak bapak seperti yang kita pelajari
beberapa hari yang lalu?”
“Mari praktikkan langsung pada S! Bapak punya waktu berapa lama? Baik kita
akan coba 30 menit.”
“Sekarang mari kita ketemu S.”
Kerja
“Selamat pagi S. Bagaimana perasaan S hari ini?”
“Bapak S datang membesuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal
kegiatannya! (kemudian anda berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
“Nah pak sekarang bapak dapat mempraktikkan apa yang sudah kita latihkan
beberapa hari lalu. (Perawat mengobservasi keluarga mempraktikkan cara
merawat pasien seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya)”
“Bagaimana perasaan S setelah berbincang-bincang dengan ayah S?”
“Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawatan dulu” (Perawat dan
keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga.)
Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan tadi? bapak sudah bagus
melakukannnya.”
“Mulai sekarang bapak sudah dapat melakukan cara perawat tersebut pada S.”
“Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman bapak
melakukan cara perawatan yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama
seperti sekarang ya pak?”
SP3 keluarga: Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

Orientasi
“Selamat pagi pak! Karena besok S sudah boleh pulang, kita perlu membicarakan
tentang perawatan S dirumah.”
“Bagaimana kalau kita membicarakan S tersebut disini saja.”
“Berapa lama kita dapat bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
Kerja
“Bapak, ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba lihat, mungkinkah dilanjtkan di
rumah? Di rumah bapak yang menggantikan perawat. Lanjutkan ini dirumah, baik
jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya berikan pujian jika benar
dilakukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang
ditampilkan anak bapak selama di rumah. Misalnya kalau S terus-menerus tidak
mau bergaul dengan orang lain,menolak minum obat, atau memperlihatkan
perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi perawat K
di Puskesmas Tanjung Karang, yang terdekat dari rumah bapak, ini nomor telpon
puskesmasnya (0370) 625625. Selanjutnya perawat K tersebut yang akan
membantu perkembangan S selama berada di rumah.”
Terminasi
“Bagaimana pak? ada yang belum jelas? ini jadwal kegiatan harian S untuk
dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk ke perawat kah di Puskesmas Tanjung
Karang. Jangan lupa kontrol ke Puskesmas sebelum obat habis atau ada gejalan
yang tampak. Silahkan selesaikan administrasinya!

D. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan


keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus – menerus pada respons klien
terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan (Keliat, 2005)
DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Farida Kusumawati & Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Mukhripah Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT
Refika Aditama.
Trimeilia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur: TIM.

Azizah, L.M. 2011. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Edisi 1. Yogyakarta :

Graha Ilmu.

Damaiyanti, M. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa, Samarinda : Refika Aditama.

Dermawan & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa (Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan

Keperawatan Jiwa). Yogyakarta: Gosyen Publishing

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:

Nuha Medika.

Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.

Keliat, Budi Anna. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic

Course). Jakarta: EGC

Kusumawati & Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Maramis, W.F. 2005. Ilmu Kedokteran Jiwa (Edisi 9). Surabaya: Airlangga University

Press.

Stuart, W. Gail. 2016. Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier


Yusuf, Fitryasari, dan Nihayati. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS


PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

RUANG RAWAT : Kenanga TANGGAL DIRAWAT : 29-01-2020


I. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Nn.D Tanggal Pengkajian : 08-11-2020
Umur : 26 Tahun
Informan : Pasien

II. ALASAN MASUK


Pasien masuk Rumah Sakit karena pasien pendiam,tidak bergaul dan menyendiri
sehingga pada akhirnya paman pasien memutuskan untuk membawa pasien ke Rumah
Sakit Khusus Daerah.
KELUHAN UTAMA
Pasien mengatakan lebih suka menyendiri, malas bergaul dengan orang lain karna
takut untuk dipukuli, dan pasien nampak menyendiri.
III. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ?  Ya Tidak
2. Pengobatan sebelumnya  Berhasil  Kurang berhasil  Tidak berhasil
3.
Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia
Aniaya fisik
Aniaya seksual
Penolakan /20-23 tahun
Kekerasan dalam keluarga
Tindakan kriminal
Penjelasan No. 1,2,3
Pasien tidak pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu, tapi klien mengalami
penolakan dari keluarganya karna klien tidak pernah dilibatkan dalam
pengambilan keputusan didalam keluarganya, serta pasien dilarang keluar rumah
sendirian oleh keluarganya.
Masalah Keperawatan :  Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
 Berduka disfungsional
 Berduka antisipasi
 Respon pasca trauma perkosaan
 Resiko tinggi kekerasan
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa  Ya  Tidak
Hubungan keluarga Gejala Riwayat pengobatan / Perawatan
_________________ _____________ __________________________
_________________ _____________ __________________________
_________________ _____________ __________________________
Masalah Keperawatan :  Koping keluarga tidak efektif/ketidakmampuan
 Koping keluarga tidak efektif kompromi
 Resiko tinggi kekerasan
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Pasien mengatakan pernah digunting rambutnya oleh kakaknya tanpa persetujuan
dari klien dan klien selalu diperintah dengan kata-kata yang kasar oleh kakaknya.

Masalah Keperawatan :  Perubahan pertumbuhan dan perkembangan


 Berduka disfungsional
 Berduka antisipasi
 Respon pasca trauma perkosaan
 Resiko tinggi kekerasan
IV. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/i
Suhu : 36,5 0C
Pernapasan : 20 x/i
2. Pengukuran
TB : 150 cm
BB : 45 Kg
3. Keluhan Fisik :  Ya  Tidak
Penjelasan : Klien tidak memiliki keluhan fisik
Masalah Keperawatan :  Risiko perubahan suhu tubuh
 Deficit volume cairan
 Kelebihan volume cairan
 Resiko tinggi terhadap infeksi
 Perubahan nutrisi < kebutuhan tubuh
 Perubahan nutrisi > kebutuhan tubuh
 Perubahan perlindungan
 Kerusakan integrasi kulit
 Perubahan membrane mukosa oral
 Perubahan pola eliminasi feses

V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

29 ?
?

? ? 26

Keterangan:

: Laki-laki : Tinggal Serumah

: Perempuan : Garis Keturunan


: Umur
? tak diketahui : Garis Perkawinan
: Klien : Meninggal

GI : Kakek dan Nenek klien meninggal dan tidak diketahui penyebabnya


G II : Orang Tua klien masih hidup
G III : Klien anak ke-7 dari 8 bersaudara (7 Saudara Laki-laki)

Penjelasan :
Pola Asuh : klien di asuh oleh kedua orang tuanya.
Pola komunikasi : klien adalah introvert karna klien mengatakan saat klien
memiliki masalah klien tidak menceritakannya pada orang
lain.
Pengambil keputusan : pengambil keputusan dalam keluarga adalah ayah klien
dalam bentuk kepemimpinan demokratis.
Masalah Keperawatan :  Koping keluarga tidak efektif/ketidakmampuan
 Koping keluarga tidak efektif kompromi
 Resiko tinggi kekerasan
2. Konsep diri
a. Gambaran diri :
Klien mengatakan merasa puas dan menyukai semua anggota tubuhnya.
b. Identitas :
Klien mengatakan bahwa sebelum masuk RSKD, klien merupakan penjaga Ibu
dari Ibu pendeta
c. Peran :
Klien berperan sebagai seorang anak perempuan dalam keluarganya dan klien
mampu menjalankan perannya tersebut karna klien mengatakan selalu
menuruti perintah orang tuanya seperti membantu ibunya dalam mengerjakan
pekerjaan rumah diantaranya menyapu, mengepel, dan memasak.
d. Ideal diri :
Klien mengatakan ingin cepat keluar dari Rumah sakit dan berharap bisa
pulang kerumahnya untuk kembali kekeluarganya
e. Harga diri :
Klien mengatakan kecewa karena ibu pendeta tidak datang membesuknya dan
klien juga merasa tidak diharapkan lagi oleh keluarganya.
Masalah Keperawatan :  Pengabaian unilateral
 Gangguan citra tubuh
 Gangguan identitas pribadi
 HDR situasional
 HDR Kronik

3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti : Ibu pendeta
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat
Klen mengatakan pernah mengikuti kegiatan kelompok keagamaan katolik di
gereja.
c. Hambatan dalam hubungan dengan orang lain
Klien mengatakan malas berhubungan dengan orang lain dan lebih senang
bekerja di rumah.
Masalah Keperawatan :  Kerusakan komunikasi verbal
 Isolasi sosial
 Kerusakan interaksi sosial
4. Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan :
Klien tidak mengetahui dirinya mengalami gangguan jiwa klien meyakini
dirinya sehat.
b. Kegiatan Ibadah :
Klien beribadah sejak di Rumah sakit begitupun saat di rumah, klien
mengatakan rajin ke gereja. Menurut klien berdoa di gereja merupakan suatu
kewajiban.
Masalah Keperawatan :  Distress Spiritual
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan
 Tidak rapi  Penggunaan pakaian  Cara berpakaian tidak
Tidak sesuai seperti biasanya
Penjelasan :
Klien tampak memakai pakaian yang lengkap dan sesuai, klien tampak agak rapi,
rambut pendek berwarna hitam terurai,tapi gigi nampak kotor.
Masalah Keperawatan :  Sindrom deficit perawatan diri
(makan, mandi, berpakaian, toileting, instrumentasi)
2. Pembicaraan
 Cepat  Keras  Gagap  Inkoheren
 Apatis  Lambat  Membisu  Tidak mampu memulai pembicaran
Penjelasan
Cara bicara lambat dan suara pelan, bicara hanya ketika ditanya degan jawaban
singkat, klien mengatakan bingung ingin memulai pembicaraan dengan orang lain.
Masalah Keperawatan :  Kerusakan komunikasi verbal
 Kerusakan komunikasi
3. Aktifitas motorik
 Lesu  Tegang  Gelisah  Agitasi
 Tik  Grimasen  Tremor  Kompulsif
Penjelasan :
Klien tampak lesu, malas beraktivitas, klien berdiam diri dan menghabiskan
waktunya ditempat tidur
Masalah Keperawatan :  Risiko tinggi cedera
 Deficit aktivitas deversional/hiburan
 Intoleransi aktivitas
 Kerusakan mobilitas fisik
4. Alam Perasaan
 Sedih  Ketakutan  Putus asa  Khawatir  Gembira berlebihan
Penjelasan :
Klien merasa ketakutan dan merasa akan dipukul jika ingin memulai pembicaraan
dengan orang lain.
Masalah Keperawatan :  Risiko tinggi cedera
 Keputusasaan
 Ansietas
 Ketakutan
 Resiko tinggi membahayakan diri
 Resiko tinggi mutilasi diri
 Ketidakberdayaan
5. Afek
 Datar  Tumpul  Labil  Tidak sesuai
Penjelasan :
Klien hanya mau bicara ketika ditanya

Masalah Keperawatan :  Risiko tinggi cedera


 Kerusakan komunikasi
 Kerusakan komunikasi verbal
 Kerusakan interaksi sosial
6. Interaksi selama wawancara
 Bermusuhan  Tidak kooperatif  Mudah tersinggung
 Kontak mata kurang  Defensif  Curiga
Penjelasan :
Klien lebih sering menundukkan kepala
Masalah Keperawatan :  Kerusakan komunikasi
 Isolasi sosial
 Kerusakan interaksi sosial
 Resiko tinggi membahayakan diri
 Resiko tinggi mutilasi diri
 Resiko tinggi kekerasan
7. Persepsi/Halusinasi
 Pendengaran  Penglihatan  Perabaan
 Pengecepan  Penghidu
Penjelasan :
Klien tidak mengalami halusinasi terbukti dengan klien mengatakan tidak melihat
atau mendengar suara-suara aneh dan klien juga tidak pernah terlihat berbicara
sendiri.
Masalah Keperawatan :  Perubahan sensori perceptual (pendengaran,
penglihatan, perabaan, pengecapan, penghiduan)
8. Proses Pikir
 Sirkumstansial  Tangensial  Kehilangan Asosiasi
 Fight of idea  Blocking  Pengulangan Pembicaraan
Persevarasi
Penjelasan :
Selama pengkajian/ wawancara, klien dapat mejawab pertanyaan sesuai dengan
topik pembicaraan.
Masalah Keperawatan :  Perubahan proses pikir

9. Isi Pikir
 Obsesi  Fobia  Hipokondria
 Depersonalisasi  Ide yang terkait  Pikiran Magis
Waham
 Agama  Normatik  Kebesaran  Curiga
 Nihilstik  Sisip pikir  Siar pikir  Kontrol pikir
Penjelasan :
Tidak ditemukan adanya gangguan isi pikir
Masalah Keperawatan :  Perubahan proses pikir
10. Tingkat Kesadaran
 Bingung  Sedasi  Stupor
Disorientasi
 Waktu  Tempat  Orang
Penjelasan :
Klien terkadang bingung saat menjawab pertanyaan perawat, klien tidak
mengalami disorientasi terbukti klien mengetahui waktu pagi, siang, sore, dan
malam, begitu pula waktu mandi dan makan, serta klien mengenal pengkaji dan
beberapa pasien lain.
Masalah Keperawatan :  Risiko tinggi cedera
 Perubahan proses pikir
11. Memori
 Gangguan daya ingat  Gangguan daya ingat
jangka panjang jangka pendek
 Gangguan daya ingat saat ini  Konfabulasi
Penjelasan :
Klien tidak mengingat kejadian- kejadian pada masa lalunya
Masalah Keperawatan :  Perubahan proses pikir
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
 Mudah beralih  Tidak mampu  Tidak mampu berhitung
Berkonsentrasi sederhana

Penjelasan :
Klien mampu menyebutkan perhitungan 1-10 tapi . Untuk kemampuan berhitung,
klien kurang mampu dibuktikan dengan jawaban 2 + 2 = 4, 10 -7 = 11, 3 + 2 = 5,
tetapi saat dikatakan salah, klien sudah mampu memberikan jawaban yang benar
Masalah Keperawatan :  Perubahan proses pikir
 Isolasi sosial
13. Kemampuan Penilaian
 Gangguan ringan  Gangguan bermakna
Penjelasan :
Tidak ada gangguan, klien mampu mengambil keputusan yang sederhana misalnya
ketka diberikan pilihan seperti duluan mana mandi atau makan, klien menjawab
mandi dulu lalu makan.
Masalah Keperawatan :  Perubahan proses pikir
14. Daya Tilik Diri
 Mengingkari penyakit yang diderita  Menyalahkan hal-hal di luar
dirinya
Penjelasan :
Klien mengatakan ia sehat dan masuk ke Rumah Sakit karna ingin berobat.
Masalah Keperawatan :  Ketidakefektifan regimen teraputik
 Ketidakpatuhan
 Perubahan proses pikir
VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
Bantuan minimal Bantuan partial Bantuan total
1. Makan
2. BAB / BAK
3. Mandi
4. Berpakaian / Berhias
5. Istirahat dan tidur
6. Penggunaan obat
7. Kegiatan Pemeliharaan Kesehatan
Ya Tidak
Perawatan lanjutan
Sistem pendukung
8. Kegiatan di dalam rumah
Ya Tidak
Mempersiapkan makan
Menjaga kerapihan rumah
Mencuci pakaian
Pengaturan Keuangan
9. Kegiatan di luar rumah
Ya Tidak
Belanja
Transportasi
Lain-lain
Penjelasan :
1. Makan
 Klien mampu makan dengan mandiri dan dilakukan dengan baik
seperti biasanya, klien makan 3x sehari, pagi, siang, sore. Minum
± 5 gelas perhari
2. BAB/BAK
 Klien BAB 1x sehari, BAK ± 5x sehari dan mampu melakukan
eliminasi dengan baik, menjaga kebersihan setelah BAB dan BAK
dengan baik.
3. Mandi
 Klien mengatakan mandi 2x sehari pagi dan sore hari. Menyikat
gigi saat mandi hanya dilakukan pada saat pagi hari, kebersihan
tubuh baik
4. Berpakaian
 Klien mengganti pakaian 1x sehari dengan pakaian yang
disediakan di rumah sakit, klien terkadang menggunakan baju
untuk digunakan sebagai rok jika tidak mendapatkan rok.
5. Pola Istirahat Tidur
 Klien selama ini tidak mengalami gangguan tidur, karena klien
dapat tidur dengan kulitas 6-8 jam perhari sedangkan siang 2-3
jam perhari
6. Penggunaan Obat
 Klien mengatakan di rumah sakit diwajibkan minum obat
7. Aktivitas di dalam rumah
 Klien bisa membantu pekerjaan rumah seperti mencuci,
menyapu,memasak,dll.
8. Aktivitas di luar rumah
 Klien mengatakan keluar rumah jika ingin ke pasar, ke gereja
serta membeli sesuatu di warung dekat rumah. Pasien di temani
salah satu anggota keluarganya.
Masalah Keperawatan :  Perubahan pemeliharaan kesehatan
 Perilaku mencari bantuan kesehatan
 Perubahan pola eliminasi
 Sindrom defisit
 Gangguan pola tidur
 Perubahan nutrisi
VIII. MEKANISME KOPING
Adaptif Maladaptif
 Bicara dengan orang lain  Minum alkohol
 Mampu menyelesaikan masalah  Reaksi lambat / berlebih
 Teknik relokasi  Bekerja berlebihan
 Aktifitas konstruktif  Menghindar
 Olah raga  Mencederai diri
 Lainnya ….  Lainnya ….
Penjelasan :
Klien lambat berespon saat menjawab pertanyaan, terkesan malas / bosan. Klien
mengatakan saat ada masalah klien tidak mau menceritakannya padaorang lain, klien
lebih banyak berdiam diri dan jarang beraktivitas diluar kamar.
Masalah Keperawatan :  Koping tidak efektif / maladaptif
IX. KURANG PENGETAHUAN TENTANG
 Penyakit jiwa  Sistem pendukung
 Faktor presipitasi  Penyakit fisik
 Koping  Obat-obatan
 Lainnya ….
Penjelasan :
Klien tidak tahu ia sakit apa, dan mengatakan ia ke Rumah Sakit untuk berobat
Masalah Keperawatan :  Koping tidak efektif / maladaptive

X. ASPEK MEDIK
Diagnosa Medik :
Skizofrenia
Terapi medik :
Chlorpromazine 100 mg 0-0-1
Lorazepam 2 mg 2x ½
Risperidone 2 mg 2x1
ANALISA DATA

NO DATA MASALAH

1 DS = Isolasi Sosial
 Klien mengatakan malas berhubungan dengan
orang lain
DO =
 Klien nampak lesu, malas beraktivitas
 Klien lebih sering berdiam diri dan menghabiskan
waktunya di tempat tidur
 Kontak mata kurang, klien lebih sering
menundukkan kepalanya
 Afek tumpul

2 DS = Harga Diri rendah


 Klien kecewa karena Ibu pendeta tidak datang
membesuknya dan klien merasa tidak diharapkan
lagi oleh keluarganya
DO =
 Cara bicara lambat dan suara pelan
 Bicara hanya ketika ditanya dengan jawaban
singkat
 Kontak mata kurang, klien lebih sering
menundukkan kepalanya
 Klien lebih sering berdiam diri
DS =
3  Klien mengatakan saat ada masalah, klien tidak Koping Individu Tidak
menceritakannya pada orang lain. Efektif
DO =
 Klien lebih sering berdiam diri
 Klien jarang berbicara dengan orang lain
XI. POHON MASALAH

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

ISOLASI SOSIAL

HARGA DIRI RENDAH

XII. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Isolasi Sosial
2. Harga Diri Rendah
3. Koping Individu Tidak Efektif
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Klien : Nn”D”


Ruangan : Kenanga
No. RM : 125619

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
Isolasi sosial
TUM =
Klien dapat berinteraksi
denganorang lain
TUK =

1. Klien dapat Setelah 2x interaksi klien 1. Identifikasi penyebab isolasi


menyebutkan dapat menyebutkan penyebab sosial pasien.
penyebab isolasi isolasi a. Tanyakan siapa yang paling
dekat
b. Siapa yang tidk dekat
c. Apa sebabnya

2. Klien mampu Setelah 2x interaksi klien 2. Diskusi dengan pasien tentang


menyebutkn dapat menyebutkan keuntungan punya teman dan
keuntugan punya keuntungan punya teman dan bercakap-cakap
teman dan bercakap-cakap
bercakap-cakap
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI

3. Klien mampu
menyebutkan Setelah 2x interaksi klien 3. Diskusikan dengan pasien tentang
kerugian tidak dpat menyebutkan kerugian keugian tidak punya teman dan
punya teman dan punya teman dan bercakap- bercakap-cakap
bercakp-cakap cakap

4. Klien dapat
melaksanankan Setelah 2x interaksi klien 4.1 ajarkan pasien cara berknalan
hubungan sosial dapat melaksanakan 4.2 anjurkan kegiatan latihan
secara bertahap hubungan sosial secara berkenalan berbicara saat
bertahap melakukan hubungan sosial

5. Klien dapat 5.1evaluasi kegiatan latihan


mempraktekkan cara Setelah 2x interksi klien berkenalan, berbicara saat
berkenalan berbicara dapat berkenalan dan melakukan kegiatan harian san
saat melakukan berbicara saat melakukan sosialisasi
kegiatan harian dan kegiatan harian 5.2 ajarkan kegiatan harian
sosialisasi
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Klien : Nn”D”


Ruangan : Kenanga
No. RM : 125619

NO Dx.Keperawatan/SP Hari/Tanggal IMPLEMENTASI EVALUASI

1 Isolasi Sosial/ Selasa/ DATA S


SP1P 05-01 2016  Klien mengatakan dirinya
1. Klien mengatakan malas berhubungan dengan serumah dengan Ibu pendeta
orang lain  Klien mengatakan punya teman
2. Klien kecewa karena Ibu pendeta tidak datang dekat namanya Nn”A” sebabnya
membesuknya dan klien merasa tidak karena ia baik
diharapkan lagi oleh keluarganya  Klien mengatakan tidak punya
3. Klien mengatakan saat ada masalah, klien tidak teman tidak dekat
menceritaannya pada orang lain.  Klien mengatakan lebih suka
4. Klien nampak lesu, malas beraktivitas menyendiri
5. Klien lebih sering berdiam diri dan  Klien mengatakan susah
menghabiskan waktunya di tempat tidur mengajak orang lain berbicara
6. Kontak mata kurang, klien lebih sering  Klien mengatakan malas
menundukkan kepalanya berbicara dengan orang lain
7. Afek tumpul O
8. Cara bicara lambat dan suara pelan
 Klien nampak Malas bergaul,
9. Bicara hanya ketika ditanya dengan jawaban
beraktifitas sendiri tampa banyak
singkat
bercerita, ekspresi wajah kurang
10.Klien lebih sering berdiam diri
berseri
DX = Isolasi Sosial
NO Dx.Keperawatan/SP Hari/Tanggal IMPLEMENTASI EVALUASI

SP1P A
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial :  Isolasi Soial (+)
1) Siapa yang serumah P
2) Siapa yang dekat  Latihan berkenalan
3) Siapa yang tidak dekat  Latihan berkenalan
4) Apa sebabnya dengan teman kamar 2x
2. Mengetahui Keuntungan punya teman dan sehari
bercakap-cakap (08:00 dan 15:00)
3. Mengetahui Kerugian tidak punya teman dan  Latihan berkenalan
tidak bercakap-cakap dengan perawat 2x
4. Melatih cara berkenalan dengan teman,perawat sehari
atau tamu (11:00 dan 17:00)
5. Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk
latihan berkenalan
1) Latihan berkenalan dengan teman kamar
2x sehari
(08:00 dan 15:00)
2) Latihan berkenalan dengan perawat 2x
sehari
(11:00 dan 17:00)
NO Dx.Keperawatan/SP Hari/Tanggal IMPLEMENTASI EVALUASI

S
 klien mengatakan masih
mengingat cara berkenalan
dengan teman kamar atau
perawat
 Klien mengatakan ingin di
SP2P ajar lagi cara berbicara saat
1. Mengevaluasi kegiatan berkenalan (berkenalan melakukan kegiatan harian
dengan teman kamar atau perawat) O
2. Melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan  nampak dapat berkenalan
harian dengan bantuan
1) Mengucapkan kata “Trimakasih” jika  Beraktivitas sendiri tampa
berbuat baik adanya bantuan
2) Mengucapkan kata “Minta Maaf” jika  Ekspresi wajah kurang
1 Rabu / berbuat salah berserih
Isolasi Sosial /
06-01-2016 3. Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk A
SP2P
latihan berkenalan  Isolasi Sosial (+)
1) Latihan berkenalan dengan teman kamar 2x P
sehari  Latihan berkenalan 2-3 orang
(08:00 dan 15:00) dan berbicara saat melakukan
2) Latihan berkenalan dengan perawat 2x kegiatan harian
sehari  Latihan berkenalan
(11:00 dan 17:00) dengan teman kamar 2x
sehari
(08:00 dan 15:00)
 Latihan berkenalan
dengan perawat 2x
sehari
(11:00 dan 17:00)
NO Dx.Keperawatan/SP Hari/Tanggal IMPLEMENTASI EVALUASI

3 Isolasi sosial/ Kamis/ SP3P S


SP3P 07-01-2016 1. Mengevaluasi kegiatan latihan berkenalan  Klien mengatakan sudah
(berkenalan dengan teman kamar, perawat atau mengetahui caraberkenalan
tamu), bicara saat melakukan dua kegiatan  Klien mengatakan susah
harian. memulai pembicaraan
2. Melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan O
harian  Nampak dapat berkenalan
3. Memasukkan pada kegiatan untuk latihan  Beraktivitas sendiri tampa
berkenalan 4-5 orang,berbicara saat melakukan adanya bantuan
4 kegiatan harian  Ekspresi wajah kurang berserih
A
 Isolasi Sosial (+)
P
 Latihan berkenalan 4-5 orang
dan berbicara saat melakukan
kegiatan harian
 Latihan berkenalan
dengan teman kamar 3x
sehari
(08:00, 15:00 dan 20:00)
 Latihan berkenalan
dengan perawat atau
tamu 3x sehari
(08:00,13:00 dan 15:00)
NO Dx.Keperawatan/SP Hari/Tanggal IMPLEMENTASI EVALUASI

4 Isolasi sosial /SP4P Jum’at/08-01 SP4P S


2016 1. Mengevaluasi kegiatan latihan berkenalan  klien mengatakan sudah
(berkenalan dengan teman ruangan Kenanga, mengetahui cara berkenalan
perawat atau tamu), bicara saat melakukan  Klien mengatakan sudah banyak
empat kegiatan harian. teman
2. Melatih cara bicara sosial : meminta sesuatu.  Klien mengatakan sudah bisa
Menjawab sesuatu menjawab beberapa pertanyaan
3. Memasukkan pada kegiatan untuk latihan temannya
berkenalan > 5 orang baru,berbicara saat  Klien mengatakan takut meminta
melakukan kegiatan hariandan sosialisasi sesuatu
O
 nampak dapat berkenalan
 Beraktivitas sendiri tampa
adanya bantuan
 Ekspresi wajah kurang berserih
 Klien nampak mempraktekkan
cara bicara sosial : menjawab
pertanyaan temannya
A
 Isolasi Sosial Mulai berkurang
P
 Latihan berkenalan >5 orang
baru, berbicara saat melakukan
kegiatan harian dan bersosialisasi
 Latihan berkenalan
dengan teman ruangan
Kenanga 3x sehari
NO Dx.Keperawatan/SP Hari/Tanggal IMPLEMENTASI EVALUASI

(08:00, 15:00 dan 20:00)


 Latihan berkenalan
dengan perawat atau
tamu 3x sehari
(08:00,13:00 dan 15:00)
NO Dx.Keperawatan/SP Hari/Tanggal IMPLEMENTASI EVALUASI

S
 klien mengatakan sudah dapat
berkenalan secara mandiri
 Klien mengatakan sudah banyak
teman
 Klien mengatakan suka punya
banyak teman
O
 nampak dapat berkenalan
SP5P  Klien nampak senang
1. Mengevaluasi kegiatan latihan berkenalan  Klien nampak mempraktekkan
berbicara saat melakukan kegiatan harian dan kegiatan hariannya
sosialisasi (Berkenalan dengan teman ruangan  Klien nampak bersosialisasi
Kenanga,perawat/dokter atau tamu dengan teman sekamarnya
Sabtu/09-01 -
5 Isolasi Sosial/SP5P 2. Melatih kegiatan harian A
2016
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri  Isolasi Sosial (-)
4. Menilai apakah isolasi sosial teratasi P
 Pertahankan
Latihan berkenalan >5 orang
baru, berbicara saat melakukan
kegiatan harian dan bersosialisasi
 Latihan berkenalan
dengan teman ruangan
Kenanga 3x sehari
(06:00, 13:00 dan 17:00)
 Latihan berkenalan
dengan perawat,Dokter
atau tamu 3x sehari

Anda mungkin juga menyukai