DI SUSUN OLEH :
NAMA :
DEWI HARTINI
NIM: 1901012011
DHARMASRAYA
TAHUN 2021
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ketoasidosis diabetik merupakan komplikasi akut DM 1 yang di tandai oleh Hiperglikemia,
lipolisis yang tidak terkontrol (dekomposisi lemak), ketogenesis (produksi keton), keseimbangan
nitrogen negatif, deplesi volume vaskular, hiperkalemia, dan ketidakseimbangan elektrolit yang
lain, serta asidosis metabolik. Akibat defisiensi insulin absolut atau relatif, terjadi penurunan
uptake glukosa oleh sel otot, peningkatan produksi glukosa oleh hepar, dan terjadi peningkatan
metabolisme asam lemak bebas menjadi keton. Walaupun hiperglikemia, sel tidak mampu
menggunakan glukosa sebagai sumber energi sehingga memerlukan konversi asam lemak dan
protein menjadi badan keton untuk energi.(Tarwoto N. S., 2010, hal. 257)
Ketoasidosis diabetik merupakan komplikasi akut yang serius pada pasien diabetes militus.
Keadaan hiperglikemia ini merupakan keadaan emergensi yang memputuhkan penanganan cepat
dan akurat karena dapat menimbulkan kematian. Pasien dengan ketoasidosis diabetik
mempunyai karakteristik hiperglikemia, asidosis dan ketosis. (Stillwell, 2011, hal. 243)
1. Batasan Masalah
Masalah ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan Ketoasidosis
Diabetik.
1. Rumusan Masalah
2. Bagaimanakah konsep teori dari penyakit KAD ?
3. Bagaimana pengkajian keperawatan klien dengan gangguan KAD ?
4. Bagaimana diagnosa keperawatan klien dengan gangguan KAD ?
5. Bagaimana intervensi keperawatan klien dengan gangguan KAD ?
6. Tujuan
7. Tujuan umum
Diharapkan dapat memahami dan menegetahui tentang konsep teori dan asuhan keperawatan
pada klien dengan gangguan KAD.
2. Tujuan Khusus
3. Mahasiswa mampu mengetahui konsep penyakit pada pasien KAD.
4. Mahasiswa mampu mengetahui pengkajian pada pasien dengan gangguan KAD.
5. Mahasiswa mampu mengetaui diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan KAD.
6. Mahasiswa mampu mengetahui intervensi keperawatan pada pasien dengan gangguan KAD.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. KONSEP PENYAKIT
2. Definisi
Diabetes ketoasidosis adalah suatu kondisi dimana terjadi akibat adanya defisiensi insulin yang
bersifat absolute dan terjadinya peningkatan kadar hormone yang berlawanan dengan isulin.
(Wijaya, 2013, hal. 13)
Diabetik ketoasidosis adalah keadaan kegawat daruratan atau akut dari diabetes tipe 1, yang di
sebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau
defisiensi insulin. KAD di karakteristikkan dengan hiperglikemia, asidosis metanolik, dan keton
sebagai akibat kekurangannya insulin. (Krisanty, 2009, hal. 137)
Jadi Ketoasidosis Diabetik adalah suatu kondisi gawat di mana terjadi akibat adanya defisiensi
insulin yang bersifat absolut atau kekurangan insulin dan menimbulkan meningkatnya keasaman
tubuh benda-benda keton.
2. Etiologi
Pada pasien ketoasidosis diabetik biasanya karena tidak adanya atau tidak cukupnya jumlah
insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1. Insulin tidak diberikan atau dengan diberikan dengan dosis yang dikurangi
2. Keadaan sakit atau infeksi
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak terobati.
(Wijaya, 2013, hal. 13)
3. Tanda dan Gejala
Ketoasidosis kebanyakan kompilokasi dari penyakit DM tipe I yang disebabkan oleh kekurangan
insulin yang di hasilkan oleh pangkreas yang dapat menyebabkan beberapa tanda dan gejala
sebagai berikut :
1. Poliuria
Terdapatnya badan keton didalam urin disebut ketonuria. Kadar glukosa darah yang tinggi
akan menyebabkan kadarnya di urin meningkat. Meningkatnya kadar glukosa urin akan
menyebabkan volume urin bertambah sehingga cairan didalam tubuh akan berkurang dan
adanya hiperglikemi yang mengakibatkan poliuria dan polidipsi.
2. Polidipsi
Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar
sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
1. Dehidrasi
Hasil dari hiperosmolaritas adalah perpindahan cairan dari dalam sel ke serum, hal ini
menyebabkan hilangnya cairan dalam urin sehingga terjadi perubahan elektrolit dan dehidrasi
total pada tubuh.
Pasien dengan kondisi dehidrasi progresif dapat mengalami penurunan status mental hingga
koma.
1. Kelemahan umum
Karena mengalami : mual, muntal nyeri abdomen,hiperventilasi, napas bau buah, adanya
perubahan tingkat kesadaran,koma,kematian.
1. Letargi ( mengantuk )
Dikarenakan cairan yang dikeluarkan oleh tubuh tidak normal, dan tumuh mengalami kelemasan
dan akan mengalami latergi ( mengantuk )
1. Nause atau muntah
kondisi KAD dapat menyebabkan gejala gastrointestinal muncul, seperti mual, muntah dan nyeri
perut. Gejala mual dan muntah dipicu oleh ketonemia dan asidosis, yang mana akan semakin
diperberat oleh kondisi kehilangan cairan dan elektrolit.
1. Nyeri abdomen
Nyeri abdomen disebabkan oleh distensi lambung atau ileus.
1. Takikardi
Diabetik ketoasidosis yang membahayakan jiwa umumnya menimbulkan takikardia dan denyut
yang tipis.
Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajad ventilasi
(peranfasan Kussmaul).
1. Hipotensi
adanya defisiensi cairan pada KAD. Suhu pasien KAD yang meningkat tidak disebabkan oleh
kondisi KAD itu secara langsung, melainkan suatu pertanda bahwa terdapat infeksi yang
menyebabkan KAD tersebut tercetus
1. Hipotermia
Penurunan suhu tubuh yang membuatnya selalu merasa dingin
4. Patofisiologi
Ketoasidosis diabetik di tandai oleh kekurangan relatif atau absolut insulin. Insulin mungkin ada,
tapi tidak di dalam jumlah yang cukup untuk peningkatan kebutuhan glukosa yang dapat
berhubungan dengan adanya stresor (infeksi). Ketika tubuh kekurangan insulin dan tidak dapat
menggunakan KH untuk energi, hal ini memaksa untuk menggunakan lemak dan protein.
Produksi berlebihan hormon-hormon skunder melawan pengaturan (glukagon, katekolamin,
kortisol, dan hormon pertumbuhan) terhadap stres tampaknya memainkan peran penting dalam
perkembangan ketoasidosis diabetik. Hormon-hormon antagonis ini mempengaruhi insulin dan
membantu perkembangan ketoasidosis diabetik dengan mempertinggi hiperglikemia, diuresis
osmotik, lipolisis dengan hiperglikemia skunder, dan asidosis. Figur 45-7 merangkum
patofisiologi yang terlibat. Proses pemecahan lemak untuk bahan bakar mengarah kepada 3
kejadian patologis: ketosis dan asidosis, dehidrasi, serta ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa. (M Black, 2009, hal. 662)
Klasifikasi
1. Riwayat kesehatan
2. Keluhan Utama
Menimbulkan gejala gastrointestinal seperti, anoreksia ( gangguan psikologis ), Mual,
muntah,pusing, dan nyeri abdomen. (Wijaya, 2013, hal. 16)
3. Riwayat Pengobatan
4. Penggantian cairan yang hilang.
5. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan gluconeogenesis sel hati dengan pemberian
insulin.
6. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD. (Wijaya, 2013, hal. 16)
7. Pemeriksaan Fisik
8. Keadaan umum
9. Kesadaran
Pasien KAD biasanya mengalami kesadaran delirium. Dimana pasien mengalami penurunan
kesadaran disertai kekacauan motorik. (Krisanty, 2009, hal. 137)
1. Tanda-tanda vital
▪ Tekanan darah : hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah yang secara tiba-tiba).
▪ Nadi : tachycardia(denyut jantung yang lebih cepat >100/menit.
▪ RR : tachypnea sampai pernapasan kussmaul(pernafasan cepat dan dangkal biasanya>60
hembusah/menit.
▪ Ekg : T mungkin elevasi.(Krisanty, 2009, hal. 138)
2. Body Sistem
3. Sistem pernafasan (Wijaya, 2013, hal. 16)
▪ Inspeksi: bentuk dada simetris, kusmaul( cepat dan dalam), kesimetrisan dada pada pria
▪ Perkusi: sonor
▪ Palpasi :tidak ada nyeri tekan pada dada
▪ Auskultasi : bunyi paru hilang timbul
1. Sistem kardiovaskuler(Wijaya, 2013, hal. 16)
▪ Isnpeksi: takikardi
▪ Palpasi: distritmia,distensi vena jugularis.
▪ Perkusi: hipertensi
▪ Auskultasi:
Takikardi, hipertensi, distritmia, distensi vena jugularis.
1. Sistem intergumen
▪ Inspeksi: kulit kering, terdapat ulkus, nampak kemerahan
▪ Palpasi: turgor kulit menurun.
(Tarwoto, 2010, hal. 258)
1. Sistem muskuloskeletal
▪ Inspeksi : Sulit bergerak, kram otot, tonus obat menurun, kelemahan (Tarwoto, 2010, hal.
258)
1. Sistem reproduksi
▪ Impontent pada pria, kesulitan orgasme pada wanita dan keputihan. (Wijaya I. S., 2013, hal.
17)
1. Pemeriksaan penunjang
2. Pada pasien KAD ,kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya
mungkin memperlihatkan kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih ( yang biasanya
bergantung pada drajat dehidrasi ).
A. Harus didasari bahwa ketoasidosis diabetik tidak slalu berhubungan dengan kadar
glukosa darah.
B. Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari
100-200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis
diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
Bukti adanya ketoasidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah ( 0-15 mEq/L )
dan pH yang rendah ( 6,8-7,3 ). Tingkat pCO yang rendah (10-30 mmHg ) mencerminkan
kompensasi respiratorik ( pernafasan kusmaul ) terhadap asidosis metabolik. Akumulasi badan
keton ( yang mencetus asidosis ) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Kadar natrium dan kalium dapat rendah, normal atau tinggi,sesuai jumlah cairan yang hilang
( dehidrasi ). Sekalipun terdapat pemekatan plasma harus di ingat adanya deplesi total elektrolit
tersebut ( dan elektrolit lainnya ) yang amoak nyata dari tubuh. Akhirnya elektrolit yang
mengalami penurunan ini harus di ganti.
Kenaikan kaar kreatinin, urea nitrogen darah ( BUN ) Hb, Hmt juga dapat terjadi pada dehidrasi.
Setelah terapi dehidarsi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut
akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufiensi renal. (Wijaya, 2013, hal. 15)
2. Analisa darah
3. GDS :hiperglikemia >250 mg/dl, HbA1c meningkat
4. Darah lengkap leukosit meningkat akibat infeksi
5. Pemeriksaan AGD, pH arteri <7.30, bikarbonat menurun (<15 mmol/L)
6. Aseton plasma meningkat
7. Pemeriksaan elektrolit adanya hiponatrimia dan hiperkalemia
8. Pemeriksaan EKG, adanya tanda hiperkalemia, miokardiak infark.
9. Kultur urin untuk menentukan adanaya infeksi
10. Urinalis, adanya keton dan glukosa
11. Blood urea nitrogen (BUN) meningkat pada dehidrasi
12. Anion gap meningkat (25-35 mmol/L)
13. Peningkatan serum amilase.
(Stillwell, 2011, hal. 250-251)
1. Penatalaksaan
▪ Berikan kristaloid sesuai intruksi untuk mengoreksi dehidrasi. Bolus NS sampai 1000 ml/jam
mungkin di perlukan hingga haluaran urine. TTV, dan pengkajian klinis menggambarkan
status hidrasi yang adekuat. Resusitasi cairan yang kurang agresif mungkin di perlukan pada
pasien dengan riwayat penyakit kardiovaskuler, terutama gagal jantung. Salin setengah
normal mungkin di perlukan pada pasien tersebut, bukan NS. Tambahkan dekstrosa 5% pada
infus intravena ketika glukosa serum ≤250 mg/dl, untuk mencegah hipoglikemia rebound.
▪ Berikan seteguk air atau kepingan es sedikit dan sering jika pasien diizinkan untuk
mengonsumsi cairan melalui mulut.
▪ Berikan higiene oral secara sering karena dehidrasi menyebabkan kekeringan pada membran
mukosa.
▪ Berikan terapi insulin intravena sesuai intruksi. Regimen tipikal di mulai dengan dosis
muatan 0,15 U insulin/kg, yang dilanjutkan dengan infusi dengan rumatan 0,1 U insulin
/kg/jam. Drip insulin mungkin di hentikan dan insulin SK mungkin di berikan pada saat
glukosa serum ≤250 mg/dl, asidosis sikoreksi, dan pasien mampu menoleransi asupan per
oral.
(Tarwoto N. S., 2010, hal. 261)
2. Diagnosa keperawatan
3. Resiko ketidak seimbangan cairan
Definisi: beresiko mengalami penurunan, peningkatan atau percepatan perpindahan cairan
intravaskuler, interstisial atau intraseluler.
Faktor resiko:
1. Prosedur pembedahan mayor
2. Trauma/pendarahan
3. Luka bakar
4. Aferesis
5. Asites
6. Obstruksi intestinal
7. Peradangan pangkreas
8. Penyakit ginjal dan kelenjar
9. Disfungsi intestinal
Kondisi klinis yang terkait
1. Prosedur pembedahan mayor
2. Penyakit ginjal dan kelenjar
3. Pendarahan
4. Luka bakar
(PPNI, 2016, hal. 87)
1. Resiko syok
Definisi : beresiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat
mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa.
Faktor resiko:
1. Hipoksemia
2. Hipoksia
3. Hipotensi
4. Kekuranagn volume cairan
5. Sepsis
6. Sindrom respons inflamasi sistemik
Kondisi klinis terkait
1. Perdarahan
2. trauma multipel
3. Pneumothoraks
4. Infark miokard
5. Kardiomiopati
6. Cedera medula spinalis
7. anafilaksis
8. Sepsis
9. Koagulasi intravaskuler
(PPNI, 2016, hal. 92)
3. Intervensi
4. Volume Cairan, Resiko Ketidak Seimbangan(Wilkinson, 2014, hal. 178)
5. Tujuan/ kriteria hasil
Kekurangan volume cairan akan teratasi, dibuktikan oleh keseimbnagan cairan, hidrasi yang
adekuat, dan status nutrisi: asupan makanan dan cairan yang adekuat.
2. Contoh lain
3. Memiliki konsterasi urin yang normal.
4. Memiliki hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal untuk pasien
5. Memiliki tekanan vena sentral dan pulmonal dalam rentan yang diharapkan
6. Tidak mengalami haus yang tidak normal.
7. Pengkajian
8. Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
9. Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit (misalnya, diare,
drainase luka, penghisapan nasogastrik, diaforesis, dan drainase ileostomi)
10. Pantau pendarahan (misalnya, periksa semua sekret dari adanya darah nyata atau darah
samar).
11. Identifikasi faktor pengaruh terhadap bertambha buruknya dehidrasi (misalnya, obat-obatan,
demam, stres, dan progam pengobatan)
12. Penyuluhan terhadap pasien dan keluarga
Anjurkan pasien untuk mengimformasikan perawat bila haus
5. Aktivitas lain
6. Lakukan hygine oral secara sering
7. Tentukan jumlah cairan yang masuk dalam 24 jam, hitung asupan yang diinginkan sepanjang
shif siang, sore, dan malam
8. Pastikan bahwa pasien terhidrasi dengan baik sebelum pembedahan
9. Ubah posisi pasien terndelenbrug atau tinggikan tungkai pasien bila hipotensi kecuali
dikontraindikasikan.
10. Aktivitas kolaboratif
11. Laporkan dan catat haluaran kurang dari<250 ml
12. Laporkan dan catat haluaran lebih dari>250 ml
13. Laporkan abnormalitas elektrolit
(Wilkinson, 2014, hal. 178)
1. Glukosa darah, ketidak stabilan, resiko
2. Tujuan/ kriteria hasil
Kadar glukosa darah stabil, yang dibuktikan oleh kadar glukosa, hemoglobin terglikolosasi,
glukosa urin, dan keton urin (sebutkan 1-5: penyimpangan sangat berat, berat, sedang, ringan,
atau tidak ada penyimpangan dari rentang normal)
2. Contoh lain
3. Menunjukan prosedur yang benar untuk memeriksa kadar glukosa darah.
4. Mematuhi regimen yang diprogamkan untuk pemantauan glukosa darah
5. Mematuhi rekomendasi diet dan latihan fisik
6. Memperlihatkan prosedur yang benar untuk pemberian obat secara mandiri
7. Pemgkajian
8. Kaji faktor yang dapat meningkatkan resiko ketidakseimbangan glukosa
9. Pantau kadar glukosa serum (dibawah 60 mg/dl menunjukan hipolglikemia; diatas 300 mg/dl
menunjukan hiperglikemia) Sesuai dengan progam atau protokol
10. Pantau keton urin
11. Pantau asupan dan haluaran
12. Penyuluhan keluarga/pasien
13. Beri informasi mengenai diabetes
14. Berikan informasi mengenai penerapan diet dan latihan fisik untuk mencapai keseimbangan
kadar glukosa
15. Beri informasi mengenai obat-obatan yang digunakan untuk mengendalikan diabetes
16. Beri informasi mengenai penatalaksanaan diabetes selama sakit
17. Aktivitas lain
Manajemen hipoglikemia (NIC)
2. Contoh lain
3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal untuk pasien (sebagai aturan, tekanana darah
minimal 90 mmHg, denyut jantung antara 60 dan 100 kali/ menit dengan irama normal, dan
kecepatan pernafasan 12 dan 20 kali/ menit)
4. Haluaran urnie normal (0,5 ml / kg / jam)
5. Asupan dan haluaran cairan seimbang
6. Pengkajian
7. Pantau asupan haluaran, termasuk luka, dan muntah
8. Pantau tanda-tanda vital
9. Pantau warna dan kelembapan kulit
10. Penyuluhan pasien/ keluarga
11. Ajarkan pasien atau keluarga tentang mencegah infeksi(mis., perawatan luka dan kulit)
12. Ajarkan tanda dan gejala syok (mis., kehilangan cairan) ajarakan untuk melaporkan gejala ini
13. Aktivitas lain
14. Siapkan untuk memberikan cairan, dan elektrolit
15. Gunakan metode aseptik ketat untuk mencegah infeksi (mis., perawatan luka aseptik)
16. Berikan nutrisi oral, enternal, dan parenteral
17. Aktivitas kolaborativ
18. Berikan medikasi yang diprogramkan untuk menangani faktor resiko (mis., obat vasoaktif)
19. Rujuk ke Dokter Gizi jika diperlukan diet khusus untuk meningkatkan kesehatan atau
penyembuhan sistem imun.
(Wilkinson, 2014, hal. 395-396)
1. Defisit nutrisi (ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan)(Wilkinson, 2014,
hal. 282-285)
2. Tujuan/ kriteria hasil
Memperlihatkan status nutrisi, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5:
gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan atau tidak ada penyimpangan dari rentang normal):
asupan gizi, asupan makanan, dan asupan cairan
2. Contoh lain
3. Memperthankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal.
4. Melaporkan tingkat energi yang adekuat.
5. Pengkajian
6. Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
7. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
8. Menejemen nutrisi NIC:
pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
5. Aktivitas lain
6. Buat perencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam jadwal makan, lingkungan
makan, kesukaan dan ketidak sukaan pasien, serta suhu makanan
7. Suapin pasien, jika perlu
8. Menejemen nutrisi NIC:
Ajarkan pasien tentang cara membuat catatan harian makanan, jika perlu
6. Aktivitas kolaborativ
7. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang mengalami
ketidakadekuatan asupan protein atau kehilangan protein
8. Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
9. Menegemen nutrisi NIC: tentukan, dengan melakukan kolaborasi bersama ahli gizi, jika di
perlukan, jumlah kalori dan jenis zat gizi yang di butuhkan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi
(Wilkinson, 2014, hal. 282-285)
DAFTAR PUSTAKA
Jeffery. (2012). Master Plan Kegawat Daruratan Medik. Tanggerang: Binarupa Aksara.
Krisanty, P. (2009). Asuhan Perawat Gawat Darurat. Jakarta: CV Trans Info Media.
M Black, J. (2009). Keperawatan Medikal Bedah. Singapure: Elsevier.
PPNI, T. P. (2016). Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Stillwell, S. B. (2011). pedoman keperawatan kritis. jakarta: EGC.
Tarwoto, N. S. (2010). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Wijaya, I. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedan ( Keperawatan Dewasa ). Yogyakarta: Nuha
Medika.
Wilkinson, J. M. (2014). Diagnosis keperawatan. Jakarta: EGC.