Anda di halaman 1dari 25

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab 2 ini akan diterangkan secara teoritis mengenai konsep


penyakit dan asuhan keperawatan jiwa isolasi sosial. Konsep penyakit akan
diuraikan definisi, proses terjadinya, etiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan
secara medis. Konsep asuhan keperawatan yag terdiri dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi.
2.1

Konsep Dasar Isolasi Sosial

2.1.1 Pengertian
Isolasi sosisal adalah suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif (Kusumawati dan Hartono,
2012).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain
menghindari hubungan dengan orang lain (Kusumawati dan Hartono, 2012).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya (Damayanti dan Iskandar, 2012).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang di alami oleh individu dan
dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan
negatif atau mengancam (Nanda -1, 2012).
2.1.2 Rentang Respon Hubungan Sosial
Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari (Stuart dan Sundeen, 2006)
menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan
dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif.
1

Individu juga harus membina saling tergantung yang merupakan keseimbangan


antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan.

Respon adaptif
Menyendiri
Otonomi
Kebersamaan
Saling ketergantungan

Kesepian
Menarik diri
Ketergantungan

Respon maladaptif
Manipulasi
Impulsif
Narkisme

Gambar 2.1 (Stuart dan Sundeen, 2006).


1. Respon Adaptif
Respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan secara umum serta masih dalam batas normal dalam menyelesaikan
masalah :
a. Menyendiri : Respon yang di butuhkan seseorang untuk merenungkan apa
yang telah terjadi di lingkungan sosialnya.
b. Otonomi

: Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan

ide,pikiran, dan perasan dalam hubungan sosial.


c. Bekerjasama : Kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama
lain.
d. Interdependen : Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain
dalam membina hubungan interpersonal.

2. Respon Maladaptif
Respon yang diberikan individu yang menyimpang dari norma sosial. Yang
termasuk respon maladaptif adalah :
a. Menarik diri:

Seseorang mengalami kesulitan dalam membina hubungan

secara terbuka dengan orang lain.


b. Ketergantungan: Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga
tergantung dengan orang lain
c. Manipulasi: Seseorang yang menggangu hubungan orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
d. Curiga: seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
2.1.3 Tanda dan Gejala
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial menurut
(Direja, 2011) :
1. Kurang spontan.
2. Apatis (acuh terhadap lingkungan).
3. Ekspresi wajah kurang berseri.
4. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
5. Tidak ada atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
6. Asupan makan dan minuman terganggu.
7. Kurang energi (tenaga).
8. Aktivitas menurun.
9. Rendah diri.
10. Mengisolasi diri.

2.1.4 Etiologi

Terjadinya ganguan ini di pengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya


perkembangan sosial dan budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak
percayadiri, tidak percaya pada orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan,
dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan prilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri menghindar dari
orang lain dan kegiatan sehari hari terabaikan.
1.

Faktor Predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Pada tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat
menimbulkan masalah.

Tabel 2.1 Sumber dari (Direja, 2011)


Tahap perkembangan

Tugas

Masa bayi
Masa pra sekolah

Menetapkan rasa percaya


Belajar menunjukan rasa inisiatif,rasa tanggung jawab, dan

Masa sekolah
Masa pra remaja
Masa remaja

hati nurani
Belajar berkompetensi,bekerja sama, dan berkompromi
Menjalin hubungan intim dengan teman sesama jenis kelamin
Menjadi intim dengan teman sesama lawan jenis atau

Masa dewasa muda

bergantung
Menjadi saling bergantung antara orang tua dan teman,

Masa tengah baya


Masa dewasa tua

mencari pasangan, menikah dan mempunyai anak


Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui
Berduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan
keterikatan budaya

b. Faktor komunikasi dalam keluarga

Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung


terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk
masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double
blind) yaitu suatu keadaan dimana suatu keadaan dimana seorang anggita
keluarga menerima pesan bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi
emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan
dengan lingkungan di luar keluarga.
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan
suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh norma norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap
anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis,
dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungannya.
d. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi
terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak misalnya pada klien
skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki
struktur otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan
daerah kortikal (Direja, 2011).
2. Faktor presipitasi
Menurut (Direja, 2011) terjadinya gangguan hubungan sosial dapat juga di
timbulkan oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stresor presipitasi
dapat dikelompokkan menjadi 2 :
a. Faktor Eksternal

Stresor sosial budaya adalah stresor yang di timbulkan oleh faktor sosial
budaya seperti keluarga.
b. Faktor Internal
Stressor psikologis adalah stressor yang terjadi akibat ansietas atau
kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat
tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidakterpenuhinya
kebutuhann individu (Direja, 2011)
2.1.5 Faktor Penyebab dan Akibat Isolasi Sosial: menarik diri
1. Penyebab
Menarik diri disebabkan oleh perceraian, putus hubungan, peran keluarga
yang tidak jelas, Orangtua pecandu alkohol dan penganiayaan anak.
Pada mulanya pasien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa
tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari
lingkungan yang penuh permasalahan,ketegangan, kecemasan dimana tida
mungkin mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif
dengan orang lain.
Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha untuk
melindungi diri, klien menjadi pasif dan kepribadiannya semakin kaku. Klien
semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi baru. Ia berusaha mendapatkan
rasa aman tetapi hidup begitu meyakitkan dan menyulitkan, sehingga rasa aman
tidak tercapai.
Konflik antara kesuksesan dan perjuangan untuk meraih kesuksesan itu
sendiri terus berjalan dan penarikan diri dari realitas di ikuti penarikan diri dari

realitas di ikuti penatikan dari keterlibatan secara emosional dengan


lingkungannya

yang

menimbulkan

kesulitan.

Semakin

pasien

menjauhi

kenyataan, semakin kesulitan yang timbul dalam mengembangkan hubungan


dengan orang lain.
2. Akibat
Akibat menarik diri adalah terjadinya resiko perubahan sensorik Persepsi
(Halusinasi) (Jaya, Kusnadi, 2014)
2.2 Askep Keperawatan Jiwa Isolasi Sosial : Menarik Diri
Manusia adalah makhluk sosial, dimana setiap individu mempunyai
potensi untuk terlibat dalam hubungan sosial pada berbagai tingkat hubungan,
oleh karena itu individu pelu membina hubungan interpersonal yang memuaskan.
Hubungan interpersonal yang sehat terjadi jika individu yang terlibat
saling

merasakan

kedekatan

sementara

identitas

pribadi

masih

tetap

dipertahankan.
Kepuasan hubungan dapat dicapai jika individu sebagai makhluk sosial
terlibat secara aktif dalam proses berhubungan disertai respon lingkungan yang
positif akan meningkatkan rasa memiliki, kerjasama, hubungan timbal balik yang
singkron (Stuart dan Sunden dalam Jaya, Kusnadi, 2014).
Proses hubunga dapat berfluktualisasi sepanjang rentang tergantung
(Dependen) dan mandiri (Interdependen), Artinya suatu saat individu tergantung
pada orang lain dan suatu saat orang lain tergantung pada individu (Jaya, Kusnadi
2014)
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam. Menarik diri

merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,


menghindari hubungan dengan orang lain. (Kusumawati dan Hartono, 2012)
2.2.1

Pengkajian
Dalam keperawatan jiwa, pengkajian merupakan pengumpulan data

subjektif dan objektif secara sistematis dengan tujuan membuat penentuan


tindakan keperawatan bagi individu, keluarga dan komunitas (Keliat, 2009).
Pada tahap ini merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi (datadata) dari klien yang meliputi unsur bio-psiko-sisial-spiritual yang komprehensip
secara lengkap dan relevan untuk mengenal klien agar dapat memberi arah kepada
tindakan keperawatan. Untuk menjaring data yang di perlukan, umumnya
dikembangkan formulir pengkajian agar kemudahan dalam pengkajian. Formulir
pengkajian yang dianjurkan bagi perawat di rumah sakit jiwa dan mahasiwa
sebagai berikut:
1. Identitas
Sering di temukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada masa
pubertas.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang menyebabkan pasien di bawa ke rumah sakit
biasanya akibat adanya kemunduran kemauan da kedangkalan emosi.
3. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi sangat erat hubungannya dengan faktor etiologi yakni
keturunan, endokrin,metabolisme, susunan saraf pusat, dan kelemahan ego.
4. Psikososial
a. Genogram

Orang tua penderita skizofrenia, salah satu kemungkinan anaknya 7-16%


skizofrenia, bila keduanya menderita 40-68%, saudara tiri kemungkinan 0,9-1,8%,
saudara kembar 2-15%, dan saudara kandung 7-15%.
b. Konsep diri
Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi yang mengenai pasien akan
mempengaruhi konsep diri pasien.
c. Hubungan sosial
Klien cenderung menarikdiri dari lingkungan pergaulan, suka melamun,
dan berdiam diri.
d. Spiritual
Aktivitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran kemauan.
5. Status mental
a. Penampilan diri
Pasien tampak lesu, tak bergairah, rambut acak-acakan, kancing baju tidak
tepat, resleting tidak terkunci, baju tidak di ganti, baju terbalik sebagai
manifeestasi kemunduran kemauan pasien.
b. Pembicaraan
Nada suara rendah, lambat, kurang bicara, apatis.
c. Aktivitas motorik
Kegiatan yang dilakukan tidak bervariatif, kecenderungan memperahankan
pada satu posisi yang dibuatnya sendiri (katalepsia).
d. Emosi
Emosi dangkal.
e. Afek

10

Dangkal, tak ada ekspresi roman muka.


f. Interaksi selama wawancara
Cenderung tidak kooperatif, Kontak mata kurang, Tidak mau menatap
lawan bicara , diam.
g. Persepsi
Tidak terdapat halusinasi atau waham.
h. Proses pikir
Gangguan proses pikir jarang di temukan.
i. Kesadaran
Kesadaran berubah, Kemampuan mengadakan hubungan serta pembatasan dengan
dunia luar dan dirinya sendir sudah terganggu pada taraf tidak sesuai dengan
kenyataan (secara kualitatif).
j. Memori
Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, dan orang

k. Kemampuan dan penilaian


Tidak dapat mengambil keputusan tidak dapat bertindak dalam suatu
keaadan, sealalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak tepat.
i. Tilik diri
Tak ada yang khas.
6. Kebutuhan sehari-hari.
Pada permulaan. Penderita kurang memperhatikan diri dan keluaganya,
makin mundur dalam pekerjaan akibat kemunduran kemauan. Minat untuk

11

memenuhi kebutuhanya sendiri sangat menurun dalam hal makanan,BAB/BAK,


mandi, Berpakaian dan istirahat tidur.
2.2.2 Masalah keperawatan (Kusumawati dan Hartono, 2012).
1. Resiko ganguan persepsi sensori : Halusinasi.
2. Isolasi sosial : menarik diri.
3. Harga diri rendah Kronik.

2.2.3 Pohon Masalah (Kusumawati dan Hartono, 2012).


Resiko ganguan persepsi sensori
Halusinasi kronik
Effek

Isolasi sosial
Core Problem

Harga diri rendah kronik


Causa

12

Gambar pohon masalah 2.1


2.2.4

Diagnosa keperawatan :
Menurut (Keliat, 2006)

1. Isolasi sosial : menarik diri


2. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah kronik
3. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
2.2.5

Rencana keperawatan
Menurut Keliat dan Akemat (Damaiyanti dan Iskandar, 2012) bahwa

rencana keperawatan mencakup perumusan diagnosis, tujuan serta rencana


tindakan yang telah di standarisasi.
1. Tujuan Keperawatan menurut (Keliat dan Akemat, 2012)
a. Pasien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Pasien dapat menyadari penyebab isolasi sosial.
c. Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
2. Sp 1 pasien :

a. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien


b. Berdiskusi dengan pasien tentang manfaat berinteraksi dengan orang lain.
c. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang
lain.
d. Mengajarkan pasien mengajarkan cara berkenalan dengan sesorang
e. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian.
3. Sp 2 pasien

13

a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.


b. Memberikan kesempatan pada pasien mempraktikkan cara berkenalan
dengan satu orang.
c. Membantu pasien untuk memasukkan kegiatan bercakap-cakap dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
4. Sp 3 pasien
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b. Memberikan kesempatan kepada berkenalan dengan dua orang atau lebih.
c. Menganjurkan pasien untuk memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
5. Sp 1 keluarga
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien
beserta proses terjadinya.
c. Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial.

6. Sp 2 keluarga
a. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasein dengan isolasi sosial.
b. Melatih keluarga melakukan cara merawablangsung pada pasien isolasi
sosial.
7. Sp 3 keluarga
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum
obat (perencanaan pulang).
b. Menjelaskan tindakan tindak lanjut pasein setelah pulang.
2.2.6

Pelaksanaan

14

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan


yang telah ditetapkan.Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan
data berkelanjutan, mengobservasi respons klien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah dan Walid, 2012).
2.2.7

Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara menbandingkan perubahan

keadaan klien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat
pada tahap perencanaan (Rohmah dan Walid, 2012).
Semua

tindakan

keperawatan

yang

dilakukan

oleh

perawat

didokumentasikan dalam format implementasi dengan menggunakan pendekatan


SOAP (subjektif, objektif, analisis, perencanaan),(Damaiyanti dan Iskandar,
2012).

2.3 Konsep Penyakit Skizofrenia


2.3.1 Pengertian Skizofrenia
Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan
dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pola pikir. Kadang kadang
mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang di kendalikan kekuatan.
Adolf Meyer (1910) dalam (Sani, Ayub, 2011) memperkenalkan istilah
skizofrenia dan diartikan sebagai psikosis yang perjalanannya menahun. Dasar
gangguan adalah terpecahnya fungsi psikologik. Deteriorasi tidak harus ada isi
dan arti dari gejala gejala psikoti lebih diutamakan.

15

(Emil Kraeplin, 1896) dalam (Sani, Ayub, 2011) istilah demensia parekoks
untuk skizofrenia seperti yang dikenal pada saat ini. Dalam perjalanan
penyakitnya

memperlihatkan

adanya

deteriorasi,

digolongkan

dalam

katatonik,hebefenik,dan keadaan paranoid.


(Eugen Bleuler, 1911) dalam Sani, Ayub (2011) memperkenalkan istilah
skizofrenia merupakan reaksi yang salah sehingga menimbulkan suatu
maladaptasi. Oleh karena itu timbul suatu disorganisasi kepribadian. Lama
kelamaan orang itu menjauhkan diri dari kenyataan (Autisme).
Skizofrenia adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak menurut
(Nancy Andreason, 2008) dalam Yosep (2011) dalam Broken Brain, The
Biological Revolution in

Psychiatry, bahwa bukti terkini tentang serangan

skizofrenia merupakan suatu hal yang melibatkan banyak sekali faktor. Faktor itu
meliputi perubahan struktur kimia otak dan faktor genetik. (Melinda, 2008) dalam
(Yosep, 2011) mendefinisikan skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang
mempengaruhi persepsi klien,cara berfikir, bahasa, emosi, dan prilaku sosialnya
(Neurogical disease thats afects a persons perception, thinking, langguage,
emotion, and social behavior).
2.3.2 Etiologi
Menurut (Sani, Ayub, 2011) penyebab skizofrenia dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Model Diastesis-Stres
Suatu model untuk integrasi faktor psikososial dan lingkungan yang
merupakan model diastesis. Model ini mendalilkan bahwa seseorang memiliki
suatu kerentanan spesifik (diastesis). Ada kemungkinan lingkungan akan

16

menimbulkan stress. Komponen lingkungan dapat biologis (sebagai contoh,


infeksi) atau psikologis (sebagai contohnya, situasi keluarga yang penuh
ketegangan atau kematian teman dekat). Dasar biologis untk suatu diastesis
dibentuk lebuh lanjut oleh pengaruhepigenetik, seperti penyalahgunaan zat, stres
psikologis dan trauma.
2. Faktor biologis
Dalam dekade yang lalu smakin banyak penelitian yang telah melibatkan
peranan patofisologis untuk daerah tertentu di dalam otak, termasuk sistem
limbik, korteks, dan ganglia basalis, ketiga bagian itu saling berhubungan,
sehingga disfungsi pada salah satu daerah mungkin akan melibatkan patologi
primer di daerah lainnya di dalam otak.
Penelitian menyebutkan bila terjadi disfungsi misalnya pada bagian tertentu
dari sistem limbik yang merupakan tempat yang potensial akan menimbulkan
gangguan pada sebagian besar pasien skizofrenik. Penelitian pencitraan otak di
lakukan pada orang yang hidup dan pemirisan neuropatologi pada jaringan otak
postmortem.
Lesi meurologis tampak di otak dan nteraksi lesi dengan lingkungan dan stresor
sosial masih merupakan bagian penelitioan yang aktif.
Dasar untuk timbulnya abnormalitas mungkin terletak pada perkembangan
abnormal (sebagai contoh, migrasi abnormal neuron di sepanjang sel glia radial
selama perkembangan) atau dalam generasi neuron setelah perkembangan. Para
ahli masih berpandangan pada penelitian lainnya, yaitu kembar monozigotik yang
mempunyai angka perfalensi sebesar 50%, kembarmonozigotik mempunyai
infgormasi yang sama, pengaturan ekspresi gen saat mereka menjalani kehidupan

17

terpisah adalah berbeda. Kemungkinan melalui regulasi gen yang berbeda, satu
kembar monozigotik menderita skizofrenia, sedang yang lain tidak.
3. Prinsip riset umum
Suatu rancangan dasar dalam riset biologis pada skizofrenia yaitu mengukur
beberapa variabel biiologis dalam suatu kelompok pasien skizofrenik dan dalam
kelompok pasien psikiatrik non skizofrenik.
Pengukuran tersebut kemudian di bandingkan ?
Pendekatan tersebut memiliki beberapa keberatan ?
Pertama, sulit untuk menemukan suatu kelompok yang benar-benar sesuai dengan
kelompok skizofrenik, karena kelompok skizo frenik mungkin terpengaruhi oleh
obat.
Kedua, jika perbedaan di tentukan dengan pendekatan tersebut, sulit untuk
mengetahui adanya perbedaan.

2.3.3 Tanda dan gejala skizofrenia


Menurut (Yosep, 2011) secara general gejala skizofrenia dibagi menjadi 2
yaitu gejala positif dan negatif.
1. Gejala Positif
Halusinasi sering terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu
menginterprestasikan dan merespon pesan atau rangsangan yang datang. Klien
skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya
tida ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory
hallucinations, gejala yang biasanya timbul yaitu klien merasakan ada suara dari
dalam dirinya.

18

Penyesatan pikiran (Delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam


menginterprestasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan. Misal
pada penderita skizofrenia, lampu trafik di jalanraya yang berwarna merahkuning-hijau, dianggap suatu isyarat dari luar angkasa. Beberapa penderita
skizofrenia berubah menjadi seorang paranoid.
Kegagalan berfikir mengarah pad amsalah skizofrenia tidak mampu
memproses dan mengatur pikirannya. Kebanyakan klien tidak mampu
memahamihubungan antara kenyataan dan logika, karena klien skizofrenia tidak
mampu mengatur pikirannya membuat mereka berbicara serampangan dan tidak
bisa ditangkap secara logika. Ketidak mampuan dalam berfikir mengakibatkan
ketidakmampuan mengendalikan emosi perasaan. Hasilnya, kadang penderita
skizofrenia tertawa atau berbicara sendiri dengan keras tanpa memperdulikan
sekelilingnya.
Semua itu membuat penderita skizofrenia tidak bisa memahami siapa dirinya,
tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia, dia juga tidak bisa
megerti kapan dia lahir,diman dia berada, dan sebagainya.
2. Gejala Negatif
Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan energi
dan minat dalam hidupnya yang membuat klien menjadi malas. Karena klien
skizofrenia hanya memiliki energi yang sedikit, mereka tidak bisa melakukan halhal yang selain tidur dan makan, perasaan yang tumpul membuat emosi klien
skizofrenia menjadi datar. Klien skizofrenia tidak memiliki ekspresi baik dari raut
muka maupun gerakan tangannya seakan akan dia tidak memiliki emosi apapun.
Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang lain.

19

Depresi yang tidak mengenal perasaan yang ingin di tolong dan berharap,
selalu menjadi bagian hidup klien skizofrenia. Mereka tidak memiliki prilaku
yang menyimpang, tidak bisa membina hubungan relasi dengan oranglain, dan
tidak mengenal cinta. Perasaan depresi adalah sesuatu yang menyakitkan.
Disamping itu, perubahan otak secara biologis juga meberi andil dalam depresi.
Menurut Bleuler dalam (Yosep, 2011), ciri khas skizofrenia dapat
diidentifikasi dari 4A gejala has (Bleulers 4 As) yaitu :
1. Affect : symtoms one mouth to one year before pshycotic break.
2. Associative loosnes : person feels somthing strange or weird is happening to
them.
3. Autism : misinterprets things in the environment.
4. Ambivalence : felings of rejection, lact of self-respect,lonelines, hopelesness,
issolation,withdrawal, and innability to trust others.
Berikut ini adalah contoh Gejala Positif dan Negatif pada Skizofrenia. (Sani,
Ayub, 2011) :
1. Gejala Positif
a. Halusinasi
1) Dengar,
2) Suara yang mengomentari,
3) Suara yang bercakap-cakap,
4) Halusinasi taktil,
5) Halusinasi cium dan,
6) halusinasi lihat.

b. Waham

20

1) Kejar,
2) Bersalah, Dosa,
3) Kebesaran,
4)

Keagamaan,

5)

Somatik,

6)

Waham menurut diri sendiri,

7)

Waham dikendalikan,

8)

Waham membaca pikiran,

9)

Siar pikiran,

10) Sisip pikiran, dan


11) Penarikan pikiran.

c. Perilaku Aneh
1) Berpakaian dan berpenampilan,
2) Prilaku sosial dan Prilaku seks,
3) Prilaku agresif-stereotipik.

d. Gangguan pikiran formal dan positif


a. Penyimpangan,
b. Tangensialitas, Inkoherensi,
c. Ilogikalitas (tidak logis), Sirkumsialitas,
d. Tekanan bicara, dan Bicara mudah dialihkan.

2. Gejala Negatif.
a. Pendataran afektif,
b. Ekspresi wajah yang tidak berubah,
c. Penurunan spontanitas gerak,
d. Hilangnya gerakan ekspresif,
e. Kontak mata yang buruk,

21

f. Nonresponsivitas afektif,
g. Afek yang tidak sesuai, dan
h. Tidak ada lagu suara.
1)

Alogia
a) Kemiskinan bicara,
b) Kemiskinan isi bicara,
c) Penghambatan,
d) Peningkatan latensi respon,
e) Tidak ada kemauan (Apatis),
f) Berdandan dan higimis jelek,
g) Tidak tetap dalam pekerjaan atau sekolah, dan
h) Anergi fisik.

2) Anhedonia Asosialitas
a) Minat dan aktivitas kurang,
b) Rekreasional kurang,
c) Minat da aktivitas seksual berkurang,
d) Keintiman, Keakraban sangat sedikit dan
e) Hubungan dengan teman sebaya hampir hampir tidak ada.
2.3.4 Tipe dan Jenis Skizofrenia
Menurut (Sani, Ayub, 2011) ada 5 (lima) Jenis dan Tipe skizofrenia.
1. Tipe Paranoid
DSM-IV dalam (Sani, Ayub, 2011) menyebutkan bahwa tipe
paranoid ditandai oleh keasyikan (preokupasi) pada satu atau lebih waham
atau halusianasi dengar dan tidak ada prilaku spesifik lain yang mengarah
pada tipe terdisorganisasi atau katatonik.

22

Secara klasik, skizofrenia tipe paranoid ditandai oleh waham


persekutorik (waham kejar) dan atau waham kebesaran. Klien skizofrenia
paranoid mempunyai sikap tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tidak
ramah dibanding skizofrenia tipe lainnya.
2. Tipe hebefrenik
Ditandai oleh regresi yang nyata pada perilaku primitif,
terdhidinibishi dan tidak teratur. Tidak ada gejala yang memenuhi kriteria
untuk tipe katatonik. Onset biasanya lebih awal yaitu sebelum 25 tahun.
Kliwn terdiorganisasi biasanya aktif namun dengan cara yang tidak
bertujuan dan tidak konstruktif.
Isipikir dan arus pikir sangat terdisorganisasi dan terlihat sangat
menonjol dan kontak dengan kenyataan sedemikian buruknya.
3. Tipe Katatonik
Tipe katatonik berciri klasik dan tipe katatonik terlihat dengan
adanya gangguan nyata pada fungsi motorik, berupa stupor, negativisme,
rigiditas, kegembiraan, atau posturing.
Klien

sering

menunjukkan

perubahan

yang

cepat

antara

kegembiraan dan stupor. Ciri penyerta misalnya stereotipik, manermisme,


dan fleksibelitas, lilin ( waxy fleksibility), mutisme sering pula ditemukan.
4. Tipe Tidak Tergolongkan
Pasien jelas skizofrenia, namun tidak dapat digolongkan kedalam
salah satu tipe, berdasarkan DSM-IV dalam (Sani, Ayub, 2011). Klien
tersebut diklasifikasikan sebagai tipe tidak tergolongkan.
5. Tipe residual

23

Pernah terjadi paling sedikit satu episode skizofrenia.


Gambaran klinis pada saat diperiksa tidak menunjukan gejala psikotik
yang menonjol, meskipun tanda penyakit masih tetap ada. Yang umum
ditemukan adalah penumpulan emosi, penarikan diri dari hubungan sosial,
tingkah laku eksentrik pikiran tak logis dan pelonggaran asosiasi.

Menurut (Linda, 2007) Tipe dan Gejala Skizofrenia dibagi menjadi 5(lima) :
Tabel 2.2 (Linda, 2007) tipe dan Gejala Skizofrenia.
No Tipe

Jenis

Paranoid

Takterorganisasi

Katatonia

a. Pikiran dipenuhi waham sistemik, yang paling


umum adalah dengan dengan waham kebesaran atau
waham kejar.
b.Halusinasi pendengaran terfokus pada tema tunggal
sementara klien mempertahankan fungsi kognitif dan
afek yang serasi.
c. Ansietas.
d. Marah.
e. Argumentatif.
f. Hubungan interpersonal menguat.
g. Berpotensi melakukan perilaku kekerasan pada
dirisendiri atau orang lain .
a. Perilaku kacau, menyebabkan gangguan yang berat
dalam aktivitas kehidupan sehari hari.
b. Kurang memiliki hubungan / pertalian.
c. Kehilangan asosiasi.
d. Bicara tidak teratur.
e. Perilaku kacau, bingung, atau ganjil.
f. Afek datar atau tidak sesuai.
g. Gangguan kognitif.
a. Gangguan psikomotor.
b. Mutisme
c. Ekolalia (pengulangan kata atau kalimat yang baru

24

diucapkan orang lain).


d. Ekopraksia (meniru gerakan oranglain).
4

Takterinci

Residual

a. Waham.
b. Halusinasi.
c. Inkoheren
d. Prilaku tidak terorganisasi yang tidak dapat
digolongkan ke tipe lain.
a. Emosi tumpul.
b. Menarik diri dari realita.
c. Keyakinan aneh.
d. Pengalaman persepsi tidak biasa.
e. Prilaku eksentrik.
f. Pemikiran tidak logis.
g. Kehilangan asosiasi.

2.3.5 Pengobatan
Farmakoterapi harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang
lama menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita menuju kemunduran
mental (Maramis, 2009).
1.

Terapi Elektro-Konvulsi (TEK)


Terapi konvulsi dapat memperpendek serangan skizofrenia dan
mempermudah kontak dengan penderita. Akan tetapi terapi ini tidak
dapat mencegah serangan yang akan datang.

2.

Psikoterapi dan rehabilitasi


Psikoterapi dalam bentuk psikoanalisis tidak membawa hasil yang
diharapkan, bahkan ada yang berpendapat tidak boleh dilakukan pada
penderita degan skizofrenia karena justru dapat menambah isolasi dan
autism.Yang dapat membantu penderita adalah psikoterapi suportif
individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan maksud
mengembalikan penderita ke masyarakat.

3.

Lobotomi prefrontal

25

Dapat dilakukan bila terapi lain yang diberikan secara intensif


selama kira-kira 5 tahun tidak berhasil dan bila penderita sangat
menganggu lingkungannya.

Anda mungkin juga menyukai