PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap individu memiliki kemampuan menjalin hubungan sosial, mulai dari
hubungan intim biasa sampai hubungan saling ketergantungan, hubungan sosial
tersebut diperlukan individu dalam rangka menghadapi dan mengatasi berbagai
kebutuhan hidup. Maka dari itu seorang manusia perlu membina hubungan
interpersonal yang memuaskan.
Kepuasan hubungan akan tercapai bila individu terlibat aktif dalam melakukan
interaksi peran serta yang tinggi, disertai respon lingkungan yang positif akan
meningkatkan rasa memiliki, kerja sama, hubungan timbal balik yang harmonis (Stuart
and Sundeen,1995)
Pemutusan hubungan akan terjadi apabila terdapat ketidakpuasan individu
dalam menjalin interaksi, juga adanya respon lingkungannya yang negatif. Kondisi ini
akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri, tidak percaya dengan orang lain dan
keinginan untuk menghindar dari orang lain atau isolasi sosial.
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilaksanakan diskusi dan seminar diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
Asuhan Keperawatan Jiwa Isolasi Sosial
2. Tujuan Khusus
Setelah dilaksanakan diskusi dan seminar asuhan keperawatan jiwa isolasi sosial
mahasiswa dapat mengerti:
Mengetahui pengertian isolasi sosial
Mengerti konsep gangguan isolasi sosial
Dapat melakukan pengkajian serta pembuatan asuhan keperawatan dengan
gangguan isolasi sosial
PENDAHULUAN
Pada bab ini menerangkan tentang latar belakang penulisan makalah ini,
maksud dan tujuan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
1
BAB II,
PEMBAHASAN
Dalam bab ini dijelaskan mengenai apa yang menjadi judul makalah ini.
BAB III,
PENUTUP
Bab ini merupakan bab akhir yang menerangkan kesimpulan dari makalah ini
dan disertai dengan saran-saran yang berguna.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2
Inefective coping
Lack of
Stressor internal
parenting (pola
(koping individu
development task
asuh keluarga)
tidak efektif)
(gangguan tugas
internal dan
Misal: saat
perkembangan)
Misal: kegagalan
exsternal)
Misal: stres terjadi
yang
individu
menjalin hubungan
kelahirannya
menghadapi
tidak dikehendaki
kegagalan
terjadi bersamaan
(unwanted child)
menyalahkan
dengan
akibat kegagalan
orang lain,
mandiri dan
keterbatasan
ketidakberdayaan
menyelesaikan
kemampuan
nikah, jenis
, menyangkal
tugas, bekerja,
individu untuk
kelamin yang
tidak mampu
bergaul, sekolah,
mengatasinya.
3
tidak diinginkan,
menghadapi
menyebabkan
Ansietas terjadi
bentuk fisik
kenyataan dan
ketergantungan pada
akibat berpisah
kurang menawan
menyebabkan
lingkungan,
ketahanan terhadap
terdekat, hilangnya
keluarga keluarga
terlalu tingginya
berbagai kegagalan
pekerjaan atau
mengeluarkan
komentar-
tidak mampu
komentar negatif,
menerima realitas
merendahkan,
dengan rasa
menyalahkan
syukur
anak
Isolasi Sosial
2.3 Etiologi
1.
Faktor Predisposisi
a.
Faktor Perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial berkembang
sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia bayi sampai dewasa
lanjut untuk dapat mengembangkan hubungan social yang positif, diharapkan
setiap tahap perkembangan dilalui dengan sukses. Sistem keluarga yang
terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial maladaptif.
b.
Faktor Biologis
Faktor genetic dapat berperan dalam respon social maladaptif.
c.
Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan factor utama dalam gangguan berhubungan. Hal ini
diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang
lain, tidak mempunyai anggota masyarakat yang kurang produktif seperti
lanjut usia, orang cacat dan penderita penyakit kronis. Isolasi dapat terjadi
karena mengadopsi norma, perilaku dan system nilai yang berbeda dari yang
dimiliki budaya mayoritas.
d.
2.
Faktor Presipitasi
a.
Stress sosiokultural
Stres dapat ditimbulkan oleh karena menurunnya stabilitas unit keluarga dan
berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
b.
Stress psikologi
Ansietas berat yang berekepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang
dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergantu7ngan
dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi. (Ernawati, dkk, 2009)
Respon Maladatif
Solitade
Menarik diri
Manipulasi
Otonomi
Ketergantungan
Impulsi
Kebersamaan
Narkisisme
Salin Ketergantungan
Keterangan rentang respon :
1. Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan cultural
dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal.
Adapun respon adaptif tersebut:
a.
Solitude
Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan
dilingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara mengawasi diri dan
menentukan langkah berikutnya.
b.
Otonomi
Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide- ide
pikiran.
c.
Kebersamaan
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut
mampu untuk meberi dan menerima.
d.
Saling ketergantungan
Saling ketergsntungan antara individu dengan orang lain dalam hubungann
interpersonal.
Menarik diri
Manipulasi
Adalah hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang
lain sebagai objek dan berorientasi pada diri sendiri atau pada tujuan, bukan
berorientasi pada orang lain. Individu tidak dapat membina hubungan sosial
secara mendalam.
c.
Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan yang
dimiliki
d.
Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang buruk dan
cenderung memaksakan kehendak.
e.
Narkisisme
Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, memiliki sikap egosentris, pencemburu dan marah
jika orang lain tidak mendukung. (Ernawati, dkk, 2009)
2.6 Penatalaksanaan
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
endoktrin
(amenorhe).
Metabolic
(Soundiee).
Hematologik,
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta
dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan
miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra
meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi
pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab
isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila
berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan,
dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam
kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu
orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi
jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua
orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan
hariannya (Purba, dkk. 2008)
3. Terapi kelompok
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan seharihari yang meliputi:
Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk
tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan
mandi dan sesudah mandi.
Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang
dan setelah makan dan minum.
Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi
tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu
diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang muncul
padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia
(gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam
kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya,
berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama
atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
10
kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak
realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus
dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu
karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba
tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif
terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan
keluhafisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek Psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak
menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.
Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh .
Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus
asaan, mengungkapkan ketakutan.
Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan.
Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses
menua ,putus sekolah, PHK.
Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi
Harga diri
11
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri,
gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri,
dan kurang percaya diri.
6. Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang
dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b. Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,
diluar rumah
e. Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
8. Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada
orang orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri).
9. Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor,
therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial : menarik diri
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
3. Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
12
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Keperawatan
Isolasi Sosial
TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
keperawatan selama 3 x 24
SP 1
dengan
orang
secara
individu
secara
lain
baik
maupun
berkelompok
saling
Dapat
menyebutkan
Dapat
satu orang
3. Anjurkan kepada Klien untuk memasukan
kegiatan berkenalan dengan orang lain dalam
menyebutkan
Dapat
SP 3
1. Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan
orang lain.
harian Klien
menyebutkan
kerugian
tidak
berhubungan
dengan
orang lain.
lain
secara
bertahap.
keuntungan
hubungan
berhubungan
Klien
keuntungan
bersama
1. Diskusikan
percaya.
Klien
SP 4
1. Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan
harian Klien
2. Jelaskan tentang obat yang diberikan (Jenis,
dosis, waktu, manfaat dan efek samping obat)
3. Anjurkan
Klien
memasukan
kegiatan
13
Keluraga
yang
dialami
Klien
dan
proses
terjadinya
3. Jelaskan
dan
latih
keluarga
cara-cara
merawat Klien
TINDAKAN PSIKOFARMAKA
1. Beri obat-obatan sesuai program
2. Pantau keefektifan dan efek sampig obat yang
diminum
3. Ukur vital sign secara periodik
TINDAKAN MANIPULASI LINGKUNGAN
1. Libatkan dalam makan bersama
2. Perlihatkan sikap menerima dengan cara
melakukan kontak singkat tapi sering
3. Berikan reinforcement positif
setiap Klien
Gangguan
konsep
diri: asuhan
harga
diri
rendah
keperawatan
TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
Pasien:
mempunyai
diri
hasil:
masyarakat)
konsep
Dapat
membina
hubungan
saling
percaya
dapat digunakan
4. Bantu klien memilih kegiatan dan melatih
Dapat mengidentifikasi
aspek
positif
dimiliki
yang
Dapat
mengembangkan
Keluarga:
14
kemampuan
yang
telah diajarkan
yang
dirasakan
terapi
aktivitas
kelompok
orientasi
terjadinya
Dapat
mengikuti
dengan
minimal
minum
4. Latih
keluarga
melakukan
cara
merawat
aktivitas di rumah
Dapat
persepsi
masalah
1. Diskusikan
obat
bantuan
dirumah
5. Bantu keluarga membuat jadwal aktivitas di
rumah termasuk minum obat
6. Jelaskan follow up klien
TINDAKAN PSIKOFARMAKA
1. Berikan
obat-obatan
sesuai
program
pengobatan klien
2. Pantau keefektifan dan efek samping obat
yang diminum
3. Ukur Vital Sign secara periodic
TINDAKAN MANIPULASI LINGKUNGAN
1. Bersikap menerima klien dan negativismenya
2. Libatkan klien dalam setiap aktivitas dirumah
dan di lingkungan
3. Beri
kesempatan
pada
klien
untuk
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam. Salah satu penyebab dari
menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya terjadinya resiko
perubahan sensori persepsi (halusinasi). Kalusinasi ini merupakan salah satu orientasi
realitas yang maladaptif, dimana halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan
tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa
stimulus atau rangsangan eksternal.
3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis memberikan saran, bahwa kita sebagai
calon perawat profesional harus mengetahui cara berkomunikasi dengan baik pada
pasien, terutama pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan.
16