OLEH :
SN231069
2. RENTAN RESPON
Respon Adaptif Respon Maladaptif
3. ETIOLOGI
Isolasi sosial pada individu disebabkan karena adanya dua faktor pencetus, yaitu
faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi disebabkan karena
adanya tahap tumbuh kembang yang belum dihadapi oleh individu dengan sempurna.
penyebab dari terbentuknya isolasi sosial pada seorang individu adalah hubungan
serta komunikasi antar anggota keluarga yang tidak harmonis, terjadinya kesalahan
dalam proses menganut norma-norma atau ajaran yang salah serta Adanya faktor
biologis berupa gen yang diturunkan oleh keluarga sehingga memicu individu
mengalami sakit jiwa. kemudian ada faktor presipitasi yang menjadi sumber masalah
utama karena adannya stressor sosial budaya, serta stressor psikologis yang bisa
menyebabkan individu menjadi muda mengalami kecemasan (Prabowo, 2014). Isolasi
sosial disebabkan karena 2 faktor yaitu :
1) Faktor Predisposisi
1. Faktor biologis : Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya
pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial
memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta
perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah kortikal.
2. Faktor komuikasi dalam keluarga : Dalam Keluarga Gangguan
komunikasi merupakan faktor pendukung untuk terjadinya gangguan
hubungan sosial, seperti adanya komunikasi yang tidak jelas (double bind)
yaitu suatu keadaan dimana individu menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersamaan, dan ekspresi emosi yang tinggi di setiap
berkomunikasi.
3. Faktor Sosial Budaya : Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
sosial merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh
keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti lanjut
usia, berpenyakitan kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan
sosial.
2) Faktor Presipitasi
Menurut Herman Ade (2011) proses terjadinya gangguan terhadap hubungan
sosial yang disebabkan karena. Faktor internal dan eksternal yang terjadi lada
individu. Faktor stressor presipitasi meliputi:
1. Stressor Sosial Budaya
Stress dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan faktor
keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari
orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat dirumah
sakit.
2. Stressor Psikologi
Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah
dengan orang dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
ketergantungan dapat menimbulkan kecemasan tingkat tinggi.
4. MANIFESTASI KLINIS
1) Gejala subjektif
o Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
o Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
o Klien merasa bosan
o Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
o Klien merasa tidak berguna
2) Gejala objektif
o Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan
pelan
o Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
o Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
o Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
o Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara
berulang-ulang
o Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
o Ekspresi wajah tidak berseri
o Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
o Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
o Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
(Trimelia, 2011: 15)
5. AKIBAT
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau
isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami pasien
dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan,
dan kecemasan.(Prabowo, 2014: 112).
Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien makin sulit dalam mengembangkan
berhubungan dengan orang lain. Akibatnya pasien menjadi regresi atau mundur,
mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan
dan kebersihan diri. Pasien semakin tenggelam dalam perjalinan terhadap penampilan
dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan,
sehingga berakibat lanjut halusinasi (Stuart dan Sudden dalam Dalami, dkk 2009)
6. MEKANISME KOPING
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang sering
digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi. (Damaiyanti, 2012: 84)
a. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
b. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat
diterima secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
c. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya
kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau
7. PENATALAKSANAAN
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit
skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan
adalah :
1) Electro Convulsive Therapy (ECT) :
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak dengan
menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri
dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung 25-
30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di otak
menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak.
2) Psikoterapi :
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting dalam
proses terapeutik , upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman
dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima
pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya
secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada pasien.
3) Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan harga diri seseorang.
(Prabowo, 2014: 113)
8. POHON MASALAH
Effect
Core Problem
Causa
9. PROSES KEPERAWATAN
1) Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah (D.0121)
2) Rencana Keperawatan
Pasien Keluarga
SP1P SP1K
Pertemuan : 1
SP 1 Klien : Membina hubungan saling percaya, membantu klien mengenali
penyebab isolasi sosial, membantu klien mengenal keuntungan berhubungan
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain dan mengajarkan pasien
berkenalan
I. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi ibu, perkenalkan nama saya ...(sebutkan) , saya
dipanggil...(sebutkan), saya perawat yang akan merawat ibu pagi
ini. Nama ibu siapa dan senang dipanggil siapa? “
b. Evaluasi
Bagaimana perasaan ibu S saat ini? Masih ingat ada kejadian apa
sampai ibu S dibawa kerumah sakit ini? Apa keluhan ibu S hari
ini? Dari tadi saya perhatikan ibu S duduk menyendiri, ibu S duduk
menyendiri, ibu S tidak tampak ngobrol dengan teman-teman yang
lain? Ibu S sudah mengenal teman-teman yang ada disini?
c. Kontrak
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan
teman-teman ibu S? Juga tentang apa yang menyebabkan ibu S
tidak mau ngobrol dengan teman-teman? “Ibu mau berapa lama
bercakap-cakap? Bagaimana kalau 15 menit.” “Dimana enaknya
kita duduk untuk berbincang-bincang ibu S? Bagaimana kalau
disini saja? “
Permatasari N., Suryaningsih Y., (2021) Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. S
Dengan Isolasi Sosial; Menarik diri di Puskesmas Umbulsari Jember.
Direja S.H.A., Juksen L., Herdiani N.T., Sari N.Y.(2022). Hubungan Harga Diri
Dengan Isolasi Sosial Pada Pasien Skrizofenia di Rumah Sakit Khusus
Jiwa Soeprapto Provinsi Bengkulu.
Stuart, G, W., dan Laraia. (2016). Principles and praktice of pisichiatric nursing.
8ed. Philadelphia: Elsevier Mosby.
Farida Kusumawati & Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.
Trimeilia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur: TIM.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI.
OLEH :
SN231069
1. PENGERTIAN
Waham dapat diartikan sebagai keyakinan seseorang yang salah
didasarkan oleh kesimpulan yang salah tentang realita eksternal dan
dipertahankan dengan kuat (Keliat B. A., Hamid A. Y. S., dkk, 2019).
Berdasarkan pengertian yang lain waham juga diartikan sebagai
suatu keyakinan yang tidak nyata namun tetap dipegang teguh walaupun
tidak memiliki bukti-bukti yang jelas, sekalipun semua orang tidak
percaya dengan keyakinannya (Bell, Raini dan Wikinson, 2019, dalam
prakasa 2020).
Sedangkan menurut Victoryna 2020, waham merupakan gangguan
yang dimana penderitanya mengalami rasa realita yang berkurang atau
terdistorsi sehingga tidak dapat membedakan sesuatu yang nyata dan tidak
nyata.
Sehingga berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat
disimpulkan bahwa waham merupakan suatu keyakinan seseorang
terhadap sesuatu yang tidak nyata.
2. KLASIFIKASI
Klasifikasi waham terbagi menjadi 5 yaitu:
1) Waham kebesaran
Keyakinan memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, serta
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, "Saya
ini direktur sebuah bank swasta lho" atau "Saya punya beberapa
perusahaan multinasional”.
2) Waham curiga
Keyakinan bahwa ada kelompok atau seseorang yang berusaha
mencederai atau merugikan dirinya, serta diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya tahu..kalian semua
memasukan racun ke dalam makanan saya”.
3) Waham agama
Memilik keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, serta
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya
“Kalau saya mau masuk surga saya harus membagikan uang kepada
semua orang”.
4) Waham somatic
Keyakinan bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terserang/terganggu
suatu penyakit, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, “Saya sakit menderita penyakit menular ganas”,
setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker,
tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
5) Waham nihilistic
Keyakinan bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia atau meniggal,
serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya
“Ini kan alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”
(Yusuf AH. et al., 2015).
4. RENTANG RESPON
Adaptif Maladaptif
7. AKIBAT
Akibat dari waham menyebabkan seseorang mengalami kerusakan
komunikasi verbal yang ditandai dengan pikiran tidak realistik, flight of
ideas, kehilangan aosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak
mata yang kurang. Akibat lain yang dapat ditimbulkan yaitu beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan sehingga memberikan
kerugian bagi semua pihak.
8. PATHWAY
9. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Prastika, 2014 penatalaksanaan medis waham antara lain:
1. Psikoterapi : Psikofarmakologi, merupakan obat-obatan untuk
penyembuhan meliputi litium karbonat, haloperidol, dan
karbamazepin. Selain obat-obatan Adapun psikoterapi menjadi hal
yang penting sekalipun tidak sesuai dengan semua orang, terutama
kalua gejalanya terlalu berat. Adapun terapi yang termasuk dalam
psikoterapi adalah sebagai berikut:
a) Terapi Perilaku
b) Terapi Kelompok
c) Terapi Keluarga
d) Terapi Supportif
2. ECT (Electro Convusive Therapy), merupakan sebuah prosedur
dimana arus listrik melewati otak untuk pelatihan kejang singkat. Hal
tersebut menyebabkan perubahan dalam kimiawi otak yang dapat
mengurangi penyakit mental tertentu.
2) Diagnosa keperawatan
1. Gangguan Isi Pikir: Waham (D.0105)
3) Rencana Keperawatan
4) Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan disesuaikan dengan rencana
keperawatan dan strategi pelaksanaan yang telah disusun.
5) Evaluasi
Lakukan evaluasi setelah dilakukannya implementasi. Contoh lembar
evaluasi sebagai berikut : :
NAMA PASIEN :
RUANGAN :
NAMA PERAWAT :
NO KEMAMPUAN TANGGAL
A Pasien
Mempraktikkan cara
3 memenuhi kebutuhan yang
tidak terpenuhi
Menyebutkan kemampuan
4
positif yang dimilik
Mempraktikkan kemampuan
5
positif yang dimiliki
B Keluarga
Menyebutkan pengertian
1 waham dan proses terjadinya
waham
SP1 WAHAM
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
S : Klien mengatakan bahwa dirinya adalah seorang bos yang kaya dan
mempunyai toko emas yang banyak.
O : Klien tampak mendominasi pembicaraan, isi pembicaraan tidak sesuai
dengan realitas.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan proses pikir : waham
3. Tujuan Keperawatan :
1) Membina hubungan saling percaya dengan klien
2) Membantu orientasi realita pada klien
3) Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
4. Tindakan Keperawatan
- Bina hubungan saling percaya dengan klien
- SP I :
1) Bantu orientasi realita pada klien
2) Diskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi oleh klien
3) Bantu pasien memenuhi kebutuhannya
4) Anjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
B. Strategi Tindakan
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik :
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya... (sebutkan), saya
mahasiswa keperawatan dari.... (sebutkan) yang akan praktek di
ruangan ini selama 3 minggu ke depan. Saya hari ini dinas pagi dari
pukul 07.00-14.00, saya yang akan merawat Bapak pagi ini.”
b. Evaluasi/validasi :
“Bagaimana perasaan bapak hari ini? Nama Bapak siapa?Senangnya
dipanggil apa?”
c. Kontrak
Topik : “Bapak, bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang Bapak
rasakan sekarang?”
Tempat : “Bapak mau kita berbincang-bincang di mana?”
Waktu : “Berapa lama Bapak mau kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 15 menit?”
2. Fase Kerja
“Saya mengerti Bapak merasa bahwa Bapak adalah seorang…., tapi yang
Bapak rasakan tidak dirasakan oleh orang lain”
“Tampaknya Bapak gelisah sekali, bisa Bapak ceritakan apa yang Bapak
rasakan?”
“O... jadi bang B merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak
punya hak untuk mengatur diri abang sendiri?”
“Jadi ibu yang terlalu mengatur-ngatur Bapak, juga kakak dan adik Bapak
yang lain?”
“O... bagus Bapak sudah punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri”
“Wah..bagus sekali, jadi setiap harinya Bapak ingin ada kegiatan diluar
rumah karena bosan kalau di rumah terus ya”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“ Bagaimana perasaan bapak… setelah kita berbincang-bincang ?
b. Evaluasi Obyektif
“Coba bapak sebutkan hal apa saja yang tadi sudah kita
perbincangkan.”
c. Rencana Tindak lanjut
“karena waktu kita sudah habis kali ini, bagaimana kalau kita
lanjutkan besog pagi.”
d. Kontrak
Topik : Bagaimana kalau besok kita berbicara tentang hobi bapak?.
Tempat : mau dimana kita diskusi ?
Waktu : “Besog jam 9 pagi y pak, kalau begitu saya pamit dulu.
Selamat Pagi pak.”
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B. A., Hamid A. Y. S., Putri Y. S. E., Daulima N. H. C., dkk (2019).
Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Prakasa, A., & Milkhatun, M. (2020). Analisis Rekam Medis Pasien Gangguan
Proses Pikir Waham dengan Menggunakan Algoritma C4. 5 di Rumah Sakit
Atma Husada Mahakam Samarinda. Borneo Student Research (BSR), 2(1),
8-15.
Prastika, Y., Mundakir S. K., dan Reliani S. K. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa
pada Pasien Waham Kebesaran dengan Diagnosa Medis Skizofrenia
Hebefrenik. Di Ruang Flamboyan Rs Jiwa Menur Surabaya (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Surabaya).
Victoryna, F., Wardani I.Y., dan Fauzia F. (2020). Penerapan Standar Asuhan
Keperawatan Jiwa Ners untuk Menurunkan Intensitas Waham Pasien
Skizofrenia. Jurnal Keperawatan Jiwa, 8(1), 45-52.
Yusuf, Ah. and Fitryasari PK, Rizky and Nihayati, Hanik Endang (2015). Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Salemba empat, Surabaya.
OLEH :
SN231069
4. RENTANG RESPON
Adaptif Maladaptif
Keterangan:
Pola perawatan diri seimbang: saat klien mendapatkan stresor dan mampu
untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien
seimbang, klien masih melakukan perawatan diri
Kadang perawatan diri kadang tidak: saat klien mendapatkan stresor
kadang-kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya
Tidak melakukan perawatan diri: klien mengatakan dia tidak peduli dan
tidak bisa
melakukan perawatan saat stresor.
5. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Depkes (2000), dalam Buku (Mukhripah & Iskandar,
2012:150, tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah
sebagai berikut:
a. Fisik
Badan bau, pakaian kotor
Rambut dan kulit kotor
Kuku panjang dan kotor
Gigi kotor disertai mulut bau
Penampilan tidak rapi
b. Psikologis
Malas, tidak ada inisiatif
Manarik diri, isolasi diri
Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
c. Sosial
Interaksi kurang
Kegiatan kurang
Tidak mampu berperilaku sesuai norma
Cara makan tidak teratur BAK dan BAB disembarangan
tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri
6. AKIBAT
Akibat dari defisit perawatan diri adalah gangguan pemeliharaan
kesehatan. Gangguan pemeliharaan kesehatan ini bentuknya bisa
bermacam-macam. Akibat dari defisit perawat diri adalah sebagai berikut:
(Wahit Iqbal, dkk., 2015:159)
a) Kulit yang kurang bersih merupakan penyebab berbagai gangguan
macam penyakit kulit (kadas, kurap, kudis, panu, bisul, kusta, patek
atau frambosa, dan borok)
b) Kuku yang kurang terawat dan kotor sebagai tempat bibit penyakit
yang masuk ke dalam tubuh. Terutama penyakit alat – alat pernapasan.
Disamping itu kuku yang kotor sebagai tempat bertelur cacing, dan
sebagai penyakit cacing pita, cacing tambang, dan penyakit perut
c) Gigi dan mulut yang kurang terawat akan berakibat pada gigi
berlubang, bau mulut, dan penyakit gusi
d) Gangguan lain yang mungkin muncul seperti gastritis kronis (karenan
kegagalan dalam makan), penyebaran penyakit dari orofecal (karena
hygiene BAB dan BAK sembarangan)
Gangguan pemeliharaan
kesehatan (BAB/BAK,
mandi, makan dan minum)
Menurunnya Motivasi
dalam perawatan diri
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Farmakologi
Obat anti psikosi: Penotizin
Obat anti depresi: Amitriplin
Obat anti ansietas: Diasepam, Bromozepam, Clobozam
Obat anti insomnia: Phnebarbital
2. Terapi
a) Terapi Keluarga
Berfokus pada keluarga dengan tujuan keluarga dapat membantu
mengatasi masalah klien dengan memberikan perhatian:
Jangan memancing emosi klien
Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan
keluarga
Berikan kesempatan klien mengemukakan pendapat
Dengarkan, bantu, dan anjurkan klien untuk
mengemukakan apa yang menjadi masalahnya
b) Terapi Aktivitas Kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan, sosial
atau aktivitas lainnnya, dengan berdiskusi serta bermain untuk
mengembalikan keadaan klien. Dalam hal ini ada lima sesi yang
harus dilakukan, yaitu:
Manfaat perawatan diri
Menjaga kebersihan diri
Tata cara makan dan minum
Tata cara eleminasi
Tata cara berhias
c) Terapi Musik: Musik dapat menghibur klien, membuat klien rileks,
dan bermain untuk mengembalikan kesadarannya
Penatalaksanaan Penatalaksanaan dengan defisit perawatan diri
menurut (Herdman Ade, 2011:154) adalah sebagai berikut:
a. Meningkatan kesadaran dan kepercayaan diri
b. Membimbing dan menolong klien perawatan diri
c. Ciptakan lingkungan yang mendukung
d. BHSP (bina hubungan saling percaya)
9. PROSES KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Konsep asuhan keperawatan jiwa defisit perawatan diri pada pasien
dengangangguan jiwa (Elvara, 2017). Yang harus dikaji dalam asuhan
keperawatan defisit perawatan diri yaitu:
1) Identitas yang meliputi: nama, tempat/tanggal lahir, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, telephone, alamat
2) Alasan masuk: Tanyakan kepada klien dan keluarga
Apa yang menyebabkan klien/keluarga datang ke rumah sakit
saat ini?
Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi
masalah?
Bagaimana hasilnya?
3) Pemeriksaan Fisik
Rambut: Keadaan kesuburan rambut, keadaan rambut yang
mudahrontok, keadaan rambut yang kusam, keadaan tekstur
Kepala: Adanya botak atau alopesia, ketombe, berkutu,
kebersihan
Mata: Periksa kebersihan mata, mata gatal atau mata merah
Hidung: Lihat kebersihan hidung, membran mukosa
Mulut: Lihat keadaan mukosa mulut, kelembabannya,
kebersihan
Gigi: Lihat adakah karang gigi, adakah karies, kelengkapan
gigi
Telinga: Lihat adakah kotoran, adakah lesi, adakah infeksi
Kulit: Lihat kebersihan, adakah lesi, warna kulit, teksturnya,
pertumbuhan bulu
Genetalia: Lihat kebersihan, keadaan kulit, keadaan lubang
uretra, keadaan skrotum, testis pada pria, cairan yang
dikeluarkan
4) Psikososial
Genogram
Konsep diri
Hubungan sosial
Spiritual
5) Status mental
Penampilan
Pembicaraan
Aktivitas motorik
Alam perasaan
Afek
Interaksi selama wawancara
Persepsih
Proses pikir
Isi pikir
Tingkat kesadaran
Memori
Tingkat konsentrasi dan berhitung
Kemampuan penilaian
Daya tilik diri
6) Kebutuhan Persiapan Pulang
Makan
BAB/BAK
Mandi
Berpakaian
Istirahat dan tidur
Penggunaan obat
Pemeliharaan kesehatan
Kegiatan didalam rumah
Kegiatan di luar rumah
7) Mekanisme koping
Data dapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya.
8) Masalah psikososial dan lingkungan
Data dapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya.
Pada tiap masalah yang dimiliki klien, beri uraian spesifik,
singkat dan jelas
9) Pengetahuan
Data dapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya. Pada
tiap item yang dimiliki oleh klien simpulkan dalam masalah
10) Aspek medik
Tuliskan diagnosa medik klien yang telah dirumuskan oleh
dokter yang merawat. Tuliskan obat-obatan klien saat ini, baik
obat fisik, psikofarmako, dan terapi lainnya
b. Diagnosa Keperawatan
Defisit Perawatan Diri (D.0109)
c. Rencana keperawatan
No Dx. Perencanaan
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi
I Defisit TUM : Setelah …x interaksi klien Bina hubungan saling per
Perawatan Diri Klien dapat menunjukkan tanda – tanda dengan :
: Merawat melakukan percaya pada perawat : Beri salam se
Kebersihan perawatan Wajah cerah berinteraksi
Diri diri secara tersenyum Perkenalkan n
mandiri Mau berkenalan nama pangg
Ada kontak mata perawat, dan tu
Bersedia perawat berinteraks
TUK 1 menceritakan Tanyakan dan pan
Klien dapat perasaan nama kesukaan klie
membina Bersedia Tunjukkan s
hubungan mengungkapkan empati, jujur
saling masalahnya menepati janji se
percaya kali berinteraksi.
Tanyakan pera
klien dan masalah y
dihadapi klien
Buat kontrak inter
yang jelas
Dengarkan den
empati
Penuhi kebutu
dasar klien
TUK 2 : Dalam…x interaksi klien Diskusikan dengan klien :
Klien menyebutkan : Penyebab klien t
mengetahui Penyebab tidak merawat diri
pentingnya merawat diri Manfaat men
perawatan Manfaat menjaga perawatan diri u
diri perawatan diri keadaan fisik, me
Tanda-tanda bersih dan sosial
dan rapi Tanda-tanda peraw
Gangguan yang diri yang baik
dialami jika Penyakit
perawatan diri tidak gangguan keseh
diperhatikan yang bisa dialami
klien bila peraw
diri tidak adekuat
d. Implementasi Keperawatan
e. Evaluasi Keperawatan
O:
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data Subjektif :
Pasien merasa lemah,malas untuk beraktivitas,dan merasa tidak
berdaya
Data Objektif :
Rambut kotor dan acak-acakan, badan dan pakaian kotor serta bau,
2. Diagnosa Keperawatan
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya.
B. Strategi Komunikasi.
1. Fase Orientasi
a. Salam Teurapeutik
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah ibu sudah mandi & gosok
gigi?”
c. Kontrak
Topik :
Waktu :
“Berapa lama ibu mau mengobrolnya?, Bagaimana kalau 15
menit?”
Tempat :
2. Fase Kerja
“Berapa kali ibu mandi dalam sehari?, Menurut ibu, apa sih kegunaan
mandi?, Apa alasan ibu sehingga tidak mau mandi?, Menurut ibu, apa
manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan dir kiti? Kira – kira tanda tanda
orang yang merawat diri dengan baik, seperti apa yaa? Kalau kita tidak
teratur menjaga kebersihan diri, masalah apa menurut ibu yang bias
timbul? Sekarang coba ibu sebutkan alat apa saja yang digunakan untuk
menjaga kebersihan diri, seperti kalau kita mandi, cuci rambut, gosok
gigi… apa saja yang disiapkan? Benar sekali!! Ibu perlu menyiapkan
pakaian ganti, handuk, sabun, sikat gigi, sampo dan odol serta sisir.
Wahhhh… Bagus sekali!! Ibu bias menyebutkan dengan benar”.
3. Fase Terminasi
b. RTL
“Baiklah bu, tadi ibu sudah menyebutkan manfaat bagi kita jika kita
menjaga kebersihan diri, dan kita juga sudah melakukan latihan,
cara Merawat diri, masukan kedalam jadwal yaa! Selanjutnya
jangan lupa untuk melakukan sesuai jadwal ya bu..! mandi 2 X
Sehari, gosok gigi 2 X sehari juga, keramas 2 X Seminggu.
Bagaimana bu? Bisa dilakukan? Baguss sekali, ibu mau mencoba
melakukannya!”
Topik :
“Baiklah ibu, cukup untuk hari ini, besok kita akan bertemu
lagi, dan membicarakan tentang kebutuhan dan latihan cara
makan dan minum yang baik dan benar, apakah ibu bersedia?”
Waktu :
“Ibu mau jam berapa dan berapa lama? bagaimana kalau jam
11? Baik bu kita akan berbincang selama 15 menit”
Tempat :
Direja, Ade H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
NuhaMedika.
Kelliat, B., A, dkk. (2016). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa: Edisi 2. Jakarta:
EGC.
SDKI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Tim Pokja SDKI
DPP PPNI
Iqbal Wahit, dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba
Medika.
OLEH :
SN231069
PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 20223/2024
1. PENGERTIAN
Harga diri rendah adalah, kondisi Dimana individu melalukan
penilaian atau evaluasi terhadap diri sendiri, selalu berpikir negatif sejak
semula sehingga individu percaya bahwa setiap apa yang dilakukan
olehnya akan gagal (Windarwati, 2016) .
Harga Diri Rendah ialah penilaian tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Rokhimmah,
2020).
Berdasarkan pengertian diatas, dapat diambil simpulan bahwa
kondisi harga diri rendah merupakan keadaan dimana seseorang
menganggap dirinya tidak ideal atau memandang diri tidak berharga, tidak
berarti dan bahkan selalu mengganggap dirinya gagal.
2. KLASIFIKASI
Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang
sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami pemikiran yang
negatif mengenai diri dalam berespon, terhadap suatu kejadian
(kehilangan, perubahan).
2) Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu
mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan
dalam waktu lama.
3. JENIS DAN FASE
Harga diri rendah merupakan penilaian individu tentang nilai
personalyang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku
seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan
yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun
melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetapi merasa sebagai
seseorang yang penting dan berharga.
Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang
dandiekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat.
Umumnya disertai oleh evaluasi diri yang negatif membenci diri sendiri
danmenolak diri sendiri.
Gangguan diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara:
a) Situasional: terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus
dioperasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus
hubungan kerja. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga
diri rendah karena prifasi yang kurang diperhatikan (Makhripah
D & Iskandar, 2012)
b) Kronik: perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama,
yaitu sebelum sakit atau dirawat. Pasien mempunyai cara
berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan
menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptife, kondisi ini dapat
ditemukan pada pasien gangguan fisik yang kronis atau pada
pasien gangguan jiwa. (Makhripah D & Iskandar, 2012)
4. RENTANG RESPON
Keracunan
Aktualisasi diri Depersonalisasi
identitas
Konsep diri Harga diri rendah
Respon Maladaptif merupakan respon yang diberikan individu ketika dia tidak
mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi
Tanda dan gejala Menurut Carpenito dalam keliat (2011) perilaku yang
berhubungan denganharga diri rendah antara lain:
Mengkritik diri sendiri
Menarik diri dari hubungan sosial
Pandangan hidup yang pesimis
Perasaan lemah dan takut
Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri
Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
Ketidakmampuan menentukan tujuan
Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)
Sedangkan menurut Stuart (2006) tanda- tanda klien dengan harga diri
rendah yaitu:
7. AKIBAT
Harga diri rendah dapat diakibatkan oleh rendahnya cita-cita
seseorang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam
mencapai tujuan. Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang
rendah. Selajutnya hal ini menyebutkan penampilan seseorang yang tidak
optimal. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung
mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuanya. Ketika seseorang
mengalami harga diri rendah, maka akan berdampak pada orang tersebut
dengan cara mengisolasi diri dari kelompoknya. Dia akan cenderung
menyendiri dan menarik diri (Eko, P, 2014). Harga diri rendah dapat
berisiko terjadi isolasi sosial yaitu menarik diri.
Koping individu
tidak efektif
4) ECT
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
granmal secara artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui
elektrode yangdipasang satu atau dua temples. Terapi kejang listrik
diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi
neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik. (Maramis, 2005)
No DX Kep Rencana
SP1 HDR
1. Kondisi Klien
Klien mengatakan malu dan tidak berguna
Klien mengatakan ekspresi wajah malu
Klien mengatakan “tidak bisa” ketika diminta melakukan sesuai
Klien tampak kurang bergairah
Klien selalu mengungkapkan kekurangannya dari pada kelebihannya
2. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah
3. Tujuan
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
4. Intervensi
Membina hubungan saling percaya
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
Bersama klien buat daftar tentang aspek positif dan kemampuan
yang dimiliki
5. Strategi Pelaksanaan
a) Orientasi
Selamat pagi Bu, perkenalkan saya…(sebutkan). Senang dipanggil…
(sebutkan). Nama ibu siapa? Ibu lebih senang dipanggil siapa? saya
akan menemani ibu selama 2 minggu, jadi kalau ada yang
mengganggu pikiran ibu bisa bilang ke saya, siapa tahu saya bisa
bantu. Bagaimana perasaan ibu saat ini? Coba ceritakan pada saya,
apa yang dirasakan dirumah, hingga dibawah ke RSJ. Maukah ibu
bercakap -cakap dengan kemampuan yang dimiliki serta hobi yang
sering dilakukan dirumah. Ibu lebih suka bercakap-cakap dimana?
Bagaimana kalau ditaman? Baiklah. Waktu kita mau becakap-cakap
berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit saja?
b) Kerja
Kegiatan apa saja yang sering ibu lakukan dirumah? Memasak,
mencuci pakaian, bagus itu bu. Terus kegiatan apalagi yang ibu
lakukan? Kalau tidak salah ibu juga senang menyulam ya? wah
bagus sekali! Bagaimana kalau ibu menceritakan kelebihan lain atau
kemampuan lain yang Ibu miliki? Kemudian apa lagi ibu?
Bagaimana dengan keluarga ibu, apakah mereka senang dengan apa
yang ibu lakukan selama ini, atau apakah mereka sering mengejek
hasil kerja ibu?
c) Terminasi
Bagaimana perasaan ibu selama kita bercakap-cakap? Tolong ibu
ceritakan kembali kemampuan dan kegiatan yang sering ibu
lakukan? Bagus ibu. Terus bagaimana tanggapan keluarga ibu
terhadap kemampuan dan kegiatan yang ibu lakukan? Baiklah Bu
siti, nanti ibu ingat ingat ya, kemampuan ibu yang lain dan belum
sempat ibu ceritakan kepada saya? Besok bisa kita bicara lagi?
Bagaimana kalau besok kita bicarakan kembali kegiatan atau
kemampuan yang dapat ibu lakukan di rumah dan di RSJ?
Tempatnya mau dimana Bu? Berapa lama kita akan bercakap-cakap?
Bagaimana kalau15 menit? Setuju! Sampai bertemu lagi besok ya,
Ibu. Terimakasih
DAFTAR PUSTAKA
Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press:
Surabaya
Yosep. I dan Sutini. T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT.
Refika Aditama. Keliat, B.A., dan Akemat. (2011). Keperawatan jiwa:
terapi aktifitas kelompok, ED. 2
Pardede, J. A., Ariyo, A., & Purba, J. M. (2020). Self Efficacy Related to
Tuasikal, H., Siauta, M., & Embuai, S. (2019). Upaya Peningkatan Harga Diri
Rendah Dengan Terapi Aktivitas Kelompok (Stimulasi Persepsi) di Ruang
Asoka (Sub Akut Laki) RSKD Provinsi Maluku. Window of Health: Jurnal
Kesehatan, 345-351.
Rokhimmah, Y., & Rahayu, D. A. (2020). Penurunan Harga Diri Rendah dengan
menggunakan Penerapan Terapi Okupasi (Berkebun). Ners Muda, 1(1), 18-
22.
SN231069
2. KLASIFIKASI
Menurut Buku Nanda (2015) Jilid 2, Pada klien dengan gangguan jiwa ada
beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu, seperti:
1) Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, yang paling sering didengar
adalah suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas
sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai
pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar
perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang
dapat membahayakan klien
2) Halusinasi Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,
gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan
bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
Kejadian ini membuat klien ketakutan dan selalu menunjuk-nunjuk
kearah tertentu
3) Halusinasi Penciuman
Membaui bau-bau tertentu seperti bau darah, urin, feses yang tidak
menyenangkan.
4) Halusinasi Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses sehingga
sering meludah dan muntah
5) Halusinasi Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati, atau
orang lain serta merasa ada serangga di permukaan mulutnya
3. JENIS DAN FASE
Menurut Stuart dan Laraia (2001), fase Halusinasi terdiri atas 4, yaitu:
1) Fase 1
Pada fase ini klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas,
kesepian, rasa bersalah, takut, dan mencoba untuk fokus kepada
pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Klien terlihat
tersenyum dan tertawa tidak jelas, menggerakan lidah tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
2) Fase II
Pada fase ini ada pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan.
Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil
jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Di sini terjadi
peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat kecemasan
seperti peningkatan TTV (denyut jantung, pernapasan dan tekanan
darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
untuk membedakan antara halusinasi dan realita
3) Fase III
Pada fase ini klien mulai menghentikan perlawanannya terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar
berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang
sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang
lain
4) Fase IV
Pada fase ini, pengalaman sensori mulai mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien
sangat membahayakan.
4. RENTANG RESPON
6. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Budi Anna Keliat (2005)
1) Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2) Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4) Tidak dapat memusatkan perhatian
5) Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya) dan takut
6) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
7. AKIBAT
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend,
M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
9. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan pasien Skizofrenia dengan gejala halusinasi adalah
dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain, seperti:
1) Psikoterapi
Obat-obatan yang lazim digunkan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada pasien skizofrenia
adalah obat-obatan antipsikosis
2) ECT atau terapi kejang listrik
3) Terapi Aktivitas Kelompok
Rencana
4) Implementasi Keperawatan
Implementasi tindak keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan
yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan
singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh
klien saat ini (here and now) perawat juga menilai diri sendiri,
apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, dan
teknikal yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan. Perawat
juga menilai kembali apakah tindakan aman bagi klien. Setelah
tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh
dilaksanakan. Pada saat akan melakukan tindakan keperawatan,
perawat membuat kontrak dengan klien yang isinya menjelaskan
apa yang akan dilakukan dan peran serta yang diharapkan klien.
Dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta
respon klien. (Direja, 2011).
Pasien Keluarga
SP I p SP I k
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien 1. Mendiskusikan masalah yang
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien dirasakan keluarga dalam merawat
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
pasien gejala halusinasi, dan jenis halusinasi
5. Mengidentifikasi situasi yang yang dialami pasien beserta proses
menimbulkan halusinasi terjadinya.
6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap 3. Menjelaskan cara – cara merawat
halusinasi pasien halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik 1.
halusinasi 2.
8. Menganjurkan pasien memasukkan cara
menghardik halusinasi ke dalam jadwal
kegiatan harian
SP II p SP II k
4. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 3. Melatih keluarga mempraktikkan cara
pasien merawat pasien halusinasi
5. Melatih pasien mengendalikan halusinasi 4. Melatih keluarga melakukan cara
dengan cara bercakap-cakap dengan merawat langsung kepada pasien
orang lain halusinasi
6. Menganjurkan pasien memasukkan
kegiatan bercakap-cakap ke dalam
jadwal kegiatan harian
SP III p SP III k
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat
pasien jadwal aktivitas termasuk minum
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi obat.
dengan melakukan kegiatan (kegiatan 2. Menjelaskan follow up pasien
yang biasa dilakukan pasien di rumah)
3. Menganjurkan pasien memasukkan
kegiatan untuk mengendalikan halusinasi
ke dalam jadwal kegiatan harian
SP IV p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan
aktivitas minum obat ke dalam jadwal
kegiatan harian
(Keliat, 2014)
5) Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi
proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan
tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum
yang telah ditentukan (Direja, 2011). Evaluasi dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir:
S : Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Dapat dilakukan dengan menanyakan
langsung kepada klien tentang tindakan yang telah dilakukan.
O : Respon obyektif klien terhadap tindakankeperawatan yang
telah dilakukan. Dapat diukur dengan mengobservasi prilaku
klien pada saat tindakan dilakukan, atau menanyakan kembali
apa yang telah dilaksanakan atau member umpan balik sesuai
dengan hasil observasi.
A : Analisis ulang atas data subyektif dan obyektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul
masalah baru atau ada data kontra indikasi dengan masalah
yang ada, dapat juga membandingkan hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada
respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan perawat
Pada Klien dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi , evaluasi
keperawatan yang diharapkan sebagai berikut :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengenal halusinasi.
3. Klien dapat mengontrol halusinasi.
4. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
SP 1
1. Kondisi Klien
Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang
memanggil namanya
Klien tampak gelisah
2. Diagnosa Keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
3. Tujuan
Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
Pasien dapat mengontrol halusinasinya
Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
4. Intervensi
Membantu pasien mengenali halusinasi dengan cara
berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (Mis. apa yang
didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya
halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul, dan
respons pasien saat halusinasi muncul
Melatih mengontrol halusinasi (Dengan cara menghardik
Halusinasi)
5. Strategi Pelaksanaan
a. Orientasi
Selamat pagi Mba. Saya perawat…(sebutkan) yang akan
menemani Mba disini. Saya ingin bertanya namanya siapa yah?
Senang dipanggil apa?
Bagaimana perasaan Mba hari ini? Apa keluhan Mba saat ini?
Baiklah Mba, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang
suara yang selama ini Mba dengar tetapi tidak tampak
wujudnya? Tidak lama kok, 15 menit saja. Di mana kita
duduk? Bagaimana kalau di ruang tamu? Baiklah, kita
berbicara di ruang tamu yah.
b. Kerja
Nah, Mba apakah Mba mendengar suara tanpa melihat
wujudnya? Apa yang dikatakan suara itu? Apakah terus-
menerus atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering Mba
dengar suaranya? Berapa kali sehari Mba mendengar suara-
suara itu? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada
waktu Mba sendiri?
Apa yang Mba rasakan saat mendengar suara itu? Apa yang
Mba lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara
itu, suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-
cara mencegah suara-suara itu muncul?
Jadi, Mba ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu
muncul. Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Kedua,
dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga,
melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang keempat
minum obat dengan teratur.
Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan
menghardik suara tersebut. Caranya adalah saat suara-suara itu
muncul, langsung Mba bilang, PERGI, SAYA TIDAK MAU
DENGAR, … SAYA TIDAK MAU DENGAR. KAMU
SUARA PALSU. Begitu diuang-ulang sampai suara-suara itu
tidak terdengar lagi. Ayo, coba Mba peragakan apa yang sudah
saya ajarkan tadi. Nah, begitu, … bagus! Coba Mba ulangi
lagi! Ya bagus Mba sudah bisa yah.
c. Terminasi
Bagaimana perasaan Mba setelah peragaan latihan tadi? Kalau
suara-suara itu muncul lagi, silahkan coba cara yang tadi sudah
kita lakukan. Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya?
Mau jam berapa saja latihannya? Bagaiman kalau kita bertemu
lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara
dengan cara kedua? Jam berapa Mba? Bagaimana kalau besok?
Jam berapa Mba? Baiklah jam 9 yah. Berapa lama kita akan
berlatih? Di mana tempatnya? Baiklah karena Mba sudah
menunjukan kemajuan, jadi latihan kali ini cukup sampai disini
dulu yah Mba. Terimakasih
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, M., & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama
Irwan, F., Hulu, E. P., Manalu, L. W., Sitanggang, R., & Waruwu, J. F. A. P.
(2021). Asuhan keperawatan Jiwa Dengan Masalah Halusinasi.
Nilamsari A. K. 2014. Laporan pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Jiwa
Halusinasi. (Doctoral dissertation, Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya)
Dikutip dari https://id.scribd.com/doc/278596317/Lp-Halusinasi Diakses
tanggal 20 November 2021
Keliat, Budi Anna. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic
Course). Jakarta: EGC
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
SN231069
1. PENGERTIAN
Resiko bunuh diri merupakan, semua tindakan yang beresiko
terhadap cedera yang ditimbulkan diri sendiri dan mengancam jiwa yang
didukung dengan data subjektif dan data objektif (Wilkinson & Ahern,
2012 dalam Purbaningsih, 2019)
Resiko Bunuh Diri ialah, tindakan mencelakai diri sendiri yang
cukup serius sehingga membutuhkan pemeriksaan medis dan tujuan dari
mencelakai diri sendiri adalah untuk mengakhiri hidup (Krakowski, 2014
dalam Cahyani, 2017)
Resiko Bunuh Diri adalah, tindakan agresif yang merusak diri sendiri
dan dapat mengakhiri kehidupan (Videbeck, 2008 dalam Dewi 2017)
Berdasarkan penjelasan dari beberapa jurnal di atas dapat
disimpulkan bahwa resko bunuh diri adalah sebuah tndakan mencelakai
diri akibat pemikiran yang tidak dapat diatasi sehingga timbul perasan
untuk mengakhiri hidupnya.
2. KLASIFIKASI
Menurut Maramis (2010); Yosep (2010), Ada 3 jenis bunuh diri yaitu:
1) Bunuh Diri egoistik
Akibat seseorang atau individu yang mempunyai hubungan sosial
yang buruk. Dapat diartikan seperti bunuh diri pada jenis ini
dilakukan oleh sesorang yang merasa bahwa kepentingan individu
lebih tinggi dari pada kepentingan sosial
2) Bunuh Diri Altruistik
Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan. Bunuh diri karena
adanya perasaan integrasi antar sesama individu yang satu dengan
yang lain, sehingga menciptakan masyarakat yang memiliki
integritas yang kuat.
3) Bunuh Diri Anomik
Akibat Lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi
individu. Tipe bunuh diri yang lebih berfokus pada keadaan moral,
dimana individu kehilangan cita-cita, tujuan dan norma dalam
hidupnya.
Adaptif
Maladapti
Perilaku Pencederaan
Peningkatan Diri Pertumbuhan Bunuh Diri
Destruktif diri tak Diri
Peningkatan
langsung
Beresiko
Penjelasan :
2. Faktor Prespitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami oleh pasien. Untuk faktor pencetusnya sendiri dapat berupa
kejadian hidup yang memalukan. Faktor pencetus lainnya adalah
ketika pasien melihat atau membaca melalui media tentang orang
yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi
seseorang yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan
6. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala resiko bunuh diri menurut Fitria, Nita (2009) adalah
sebagai berikut:
a) Mempunyai ide untuk bunuh diri
b) Mengungkapkan keinginan untuk mati
c) Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
d) Impulsif
e) Menunjukan perilaku yang mencurigakan (biasanya mereka
menjadi sangat patuh)
f) Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
g) Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dengan
dosis mematikan
h) Status emosioanal berupa harapan, penolakan, cemas meningkat,
panik, marah dan mengasingkan diri
i) Kesehatan mental (secara klinis pasien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis dan menyalahgunakan alkohol)
j) Kesehatan fisik yang biasanya pada pasien dengan penyakit kronis
atau terminal
k) Pengangguran berupa tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, dan
mengalami kegagalan dalm karier
l) Mengalami kegagalan dalam perkawinan
m) Pekerjaan
n) Latar belakang keluarga
o) Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil
Psikoterapi:
Kemudian syarat lingkungan bagi klien bunuh diri adalah sebagai berikut:
a. Secara psikologis
Ruangan aman dan nyaman
Terhindar dari alat-alat yang dapat digunakan untuk mencederai
diri sendiri atau orang lain
Alat-alat medis, obat-obatan dan jenis cairan medis di almari (bila
ada) harus dalam keadaan terkunci
Ruangan harus ditempatkan di lantai satu, dan keseluruhan
ruangan mudah dipantau oleh petugas kesehatan
Tata ruangan menarik dengan cara menempelkan poster yang
cerah dan meningkatkan gairah hidup pasien
Adanya bacaan ringan, lucu dan motivasi hidup
b. Lingkungan sosial
Komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas
kesehatanmenyapa pasien sesering mungkin
Memberikan penjelasan setiap akan melakukan
kegiatankeperawatan atau kegiatan medis lainnya
Menerima pasien apa adanya, jangan mengejek ataumerendahkan
Meningkatkan harga diri pasien
Sertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan,
janganmembiarkan pasien sendiri terlalu lama di ruangan
c. Lingkungan spiritual
Sarana: seperti tempat ibadah, buku-buku suci harus terpisah
Ruangan sepi dan tertutup dengan tujuan agar perhatian terpusat
pada pengobatan, serta agar pasien menemukan harapan baru
bagi masa depannya
2) Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri (D.0135)
3) Rencana Keperawatan
Klien dapat membina Setelah diberikan askep selama selama 2x BHSP dengan
hubungan saling pertemuan diharapkan: ekspresi wajah menggunakan prinsip
percaya bersehabat, menunjukkan rasa senang, ada komunikasi terapiutik:
kontak mata, mau berjabat tangan, mau - Sapa klien dengan
menyebutkan nama, mau menjawab salam, nama baik verbal
mau duduk berdampingan dengan perawat, maupun non verbal
mau mengutarakan masalah yang dihadapi. - Perkenalkan diri
dengan sopan
- Tanyakan nama
lengkap klien dan
nama panggilan
yang disukai
- Jelaskan tujuan
pertemuan
- Jujur dan menepati
janji
- Tunjukkan sikap
empati dan
menerima klien apa
adanya
- Berikan perhatian
dan perhatikan
kebutuhan dasar
klien
Klien dapat terlindung Setelah diberikan askep selama 1x o Jauhkan klien
dari perilaku bunuh pertemuan diharapkan: Tidak terdapat dari benda benda
diri benda- benda tajam disekitar yang dapat
klien, klien nyaman dengan ruangannya, membahayakan
klien terawasi (pisau, silet,
gunting, tali,
kaca, dan lain
lain).
o Tempatkan klien
di ruangan yang
tenang dan selalu
terlihat oleh
perawat.
o Awasi klien
secara ketat setiap
saat.
Klien dapat Setelah diberikan askep selama 2x o Dengarkan
mengekspresik an pertemuan diharapkan: Klien mampu keluhan yang
perasaannya mengatakan perasaannya atau dirasakan.
keluhannya, mengungkapkan o Bersikap empati
harapannya, mampu menceritakan arti untuk
penderitaan, kematian dan lain meningkatkan
sebagainya, dan ungkapan
mengungkapkan keinginan untuk hidup keraguan,
ketakutan dan
keputusasaan.
o Beri dorongan
untuk
mengungkapkan
mengapa dan
bagaimana
harapannya
o Beri waktu dan
kesempatan untuk
menceritakan arti
penderitaan,
kematian, dan lain
sebagainya.
o Beri dukungan
pada tindakan atau
ucapan klien yang
menunjukkan
keinginan untuk
Klien dapat Setelah diberikan askep selama 2x o Bantu untuk
meningkatkan harga pertemuan diharapkan: Klien menyadari memahami bahwa
diri bahwa dapat mengatasi keputusasaannya, klien dapat
mengadari kemampuan internal yang mengatasi
dimiliki, dan mampu mengidentifikasi keputusasaannya
sumber sumber harapan o Kaji dan kerahkan
sumber sumber
internal individu.
o Bantu
mengidentifikasi
sumber sumber
harapan (misal :
hubungan antar
sesama,
keyakinan, hal hal
untuk
diselesaikan)
Klien dapat Setelah diberikan askep selama 1x15 o Ajarkan untuk
menggunakan koping menit selama 2x pertemuan diharapkan: mengidentifikasi
yang adaptif Klien mampu menyampaikan pengalaman-
pengalaman-pengalaman yang pengalaman yang
menyenangkan setiap hari dan kemudian menyenangkan
melaksanakan saat punya masalah, klien setiap hari (misal
mengenal hal-hal yang dicintai, disayangi berjalan-jalan,
dan pentingnya kehidupan sosial membaca buku
favorit, menulis
surat dll.)
o Bantu untuk
mengenali hal hal
yang klien cintai
dan yang
klien sayang, dan
pentingnya
terhadap
kehidupan orang
lain,
mengesampingka
n tentang
kegagalan dalam
kesehatan.
o Beri dorongan
untuk berbagi
keprihatinan pada
orang lain yang
mempunyai suatu
masalah dan atau
penyakit yang
sama dan telah
mempunyai
pengalaman positif
dalam mengatasi
masalah tersebut
dengan koping
yang efektif
4) Implementasi Keperawatan
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang sudah
dirumuskan
5) Evaluasi Keperawatan
Selanjutnya, setelah dilakukan tindakan keperawatan, evaluasi
dilakukan terhadap kemampuan pasien risiko bunuh diri serta
kemampuan perawat dalam merawat pasien dengan risiko bunuh diri.
SP 1
A. Diagnosa keperawatan: resiko bunuh diri
B. Tujuan
Pasien tetap aman dan selamat
Pasien tidak lagi memiliki keinginan percobaan bunuh diri
C. Tindakan keperawatan
Menemani pasien terus-menerus sampai pasien dapat
dipindakan ke tempat yang aman
Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya
pisau, silet, gunting)
Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum
obatnya, jika pasien mendapatkan obat.
Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa perawat
akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh
diri.
Strategi pelaksanaan
1. Orientasi
“Selamat pagi, mbak. Saya…(sebutkan), boleh kah saya berkenalan
dengan mbak? Nama mbak siapa?. Mbak, saya mahasiswa yang sedang
praktek di sini”
“Bagaimana perasaan mbak hari ini?”
“Mbak, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang mbak
rasakan selama ini.”
“Kita bercakap-cakap selama 15 menit, dimana tempat yang mbak suka?
Ditaman? Boleh”
2. Kerja
“mbak, boleh diceritakan bagaimana perasaaan mbak saat hal suami mbak
pergi? Apakah dengan kepergiannya dia mbak menjadi merasa yang
paling menderita di dunia ini? Apakah hai itu membuat mbak kehilangan
kepercayaan diri? Apakah itu membuat mbak merasa tidak berharga atau
lebih rendah dari orang lain? Apakah mbak merasa bersala atau
mempersalahkan diri sendiri? Apakah mbak sering mengalami kesulitan
berkonsentrasi? Apakah mbak berniat untuk menyakiti diri sendiri, ingin
bunuh diri atau berharap mbak mati? Apakah mbak pernah mencoba untuk
bunuh diri? Apa sebabnya? Bagaimana caranya? Apa yang mbak rasakan?
“karena mbak tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidup, maka saya akan memberitahu mbak apa yang dapat
mbak lakukan jika keinginan tersebut muncul. Caranya adalah mbak bisa
langsung menyampaikan kepada perawat, atau keluarga mbak apabila
timbul dorongan untuk bunuh diri karena jika mbak menyampaikannya
maka dengan segera perawat dan keluarga dapat membantu mbak.
“saya percaya mbak pasti bisa mengatasi masalah ini”
3. Terminasi
“bagaimana perasaan mbak sekarang, setelah mengetahui cara mengatasi
perasaan ingin bunuh diri?
“coba mbak sebutkan lagi cara terseebut”
DAFTAR PUSTAKA
Cahyani, E., & Fitriani, D. R. (2017). Analisis Praktek Klinik Keperawatan Jiwa
pada Klien Resiko Bunuh Diri dengan Intervensi Inovasi Terapi Kognitif
terhadap Perubahan Gejala Bunuh Diri di Ruang Tiung Rumah Sakit Jiwa
Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda
Dewi, E. S., & Damaiyanti, M. (2017). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Jiwa
pada Klien Resiko Bunuh Diri dengan Intervensi Inovasi Mendengarkan
Musik terhadap Gejala Resiko Bunuh Diri di Ruang Belibis RSJD Atma
Husada Mahakam Samarinda Tahun 2017
OLEH:
SN231069
2. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasiyang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak
yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina,
dianiaya atau sanksi penganiayaan.
b. Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luarrumah,
semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
c. Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasifagresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima
(permissive).
d. Bioneurologis
Banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobusfrontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmit terturut berperan
dalam terjadinya perilaku kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau
interaksidengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik
(penyakit fisik),keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang
dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan
situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilanganorang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan
merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif
dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
3. MANIFESTASI KLINIK
1. Emosi
- Tidak adekuat
- Merasa tidak aman
- Rasa terganggu
- Dendam dan jengkel
- Bermusuhan
- Mengamuk
- Ingin berkelahi
- Menyalahkan dan menuntut
2. Verbal
- Bicara kasar
- Nada suara tinggi, membentak, berteriak
- Mengancam secara verbal/fisik
- Mengumpat dengan kata-kata kotor
- Suara keras
- Ketus
3. Fisik
- Muka merah dan tegang
- Mata melotot/pandangan tajam
- Tangan mengepal
- Rahang mengatup
- Wajah memerah dan tegangf
- Postur tubuh kaku
- Pandangan tajam
- Mengatup rahang dengan kuat
- Jalan mondar-mandir
4. Perilaku
- Melempar/memukul benda/orang lain
- Menyerang orang lain
- Melukai diri sendiri/orang lain
- Merusak lingkungan
- Amuk/agresif
5. Kognitif
- Mendominasi
- Cerewet
- Kasar
- Berdebat
- Meremehkan
- Sarkasme
6. Sosial
- Menarik diri
- Pengasingan
- Penolakan
- Ejekan
- Sindiran
4. POHON MASALAH/ PATHWAY
Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, dan Lingkungan
Perilaku Kekerasan
5. MANAJEMEN TERAPI
1. Terapi modalitas
a. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu
mengatasimasalah klien dengan memberikan perhatian:
1. Bina hubungan saling percaya (BHSP)
2. Jangan memancing emosi klien
3. Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan
dengankeluarga
4. Memberikan kesempatan pada klien dalam
mengemukakan pendapat
5. Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah
yang dialami
6. Mendengarkan keluhan klien
7. Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh
klien
8. Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung
perasaan klien
9. Bawa klien ketempat yang tenang dan aman
b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan,ketrampilan
social atau aktivitas lai dengan berdiskusi dan bermainuntuk
mengembalikan kesadaran klien karena masalah sebagian
orangmerupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
2. farmakoterapi
Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
Obat anti depresi, amitriptyline
Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
Obat anti insomnia, phenobarbital
6. PROSES KEPERAWATAN
1) Pengkajian
Masalah dan Data yang Perlu Dikaji pada pasien dengan resiko
perilaku kekerasan, yaitu diantaranya:
1. Data Subyektif :.
o Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
o Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
o Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa
lainnya.
2. Data Obyektif.
o Mata merah, wajah agak merah
o Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
o Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
o Merusak dan melempar barang-barang.
2) Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan (D.0132)
3) Rencana Keperawatan
Perencanaan
Diagnosa
No.Dx Tujuan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan
Evaluasi
2 3 4 5 6 7
Perilaku 1.Klien dapat 1.1 klien mau 1.1.1 beri salam/ Hubungan
kekerasan membina membalas salam panggil nama klien saling percaya
hubungan saling merupakan
percaya 1.2 klien mau 1.1.2 sebutkan nama landasann
menjabat tangan perawat sambil jabat utama untuk
tangan hubungan
1.3 klien mau selanjutnya.
menyebutkan nama 1.1.3 jelaskan
maksud hubungan
1.4 klien mau interaksi
tersenyum
1.1.4 jelaskan tentang
1.5 klien mau kontak kontrak yang akan
mata dibuat
4) Implementasi Keperawatan
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang sudah
dirumuskan
5) Evaluasi Keperawatan
Selanjutnya, setelah dilakukan tindakan keperawatan, evaluasi
dilakukan terhadap kemampuan pasien risiko bunuh diri serta
kemampuan perawat dalam merawat pasien dengan risiko bunuh
diri.
STRATEGI PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN
SP 1
Strategi Komunikasi
A. Tahap Orientasi
1. Salam Terapeutik
“Selamat pagi pak, perkenalkan saya…(sebutkan). Nama bapak
siapa? Lebih senang dipanggil siapa pak?
Bapak, saya adalah mahasiswa yang saat ini praktek disini
selama 3 minggu”.
2. Kontrak
a. Topik : “pak, bagaimana kalau kita bincang-bincang
sebentar tentang hal-hal positif yang siring bapa lakukan
setiap hari? Tujuannya agar bapak dapat menilai kemampuan
positif yang ada dalam diri bapak”
b. Waktu : “bagaimana kalau berbincang-bincangnya selama
15 menit?”
c. Tempat : “bapak mau berbincang-bincangnya dimana?
Bagaimana kalau di taman ?
B. Tahap Kerja
“pak, sekarang coba bapak ceritakan, apa yang membuat bapak merasa
marah?” apakah sebelumnya bapak pernah marah? Kira-kira,
penyebabnya apa? samakah dengan yang sekarang?”
“lalu saat bapak sedang marah apa yang bapak rasakan? apakah
bapak merasa sangat kesal, dada berdebar-debar lebih kencang, mata
melotot, rahang terkatup rapat dan ingin mengamuk?” “setelah itu apa
yang bapak lakukan?” “apakah dengan cara itu marah/kesal bapak
dapat terselesaikan?” Ya tentu tidak, apa
kerugian yang bapak alami?”
“menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik?
maukah bapak belajar caramengungkapkan kemarahan dengan baik
tanpa menimbulkan kerugian?”
“jadi, ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, bapak. salah satu
nya adalahdengan cara fisik. jadi melalui kegiatan fisik, rasa marah
bapak dapat tersalurkan”
“ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar 1 cara dulu- Namanya
teknik napasdalam begin Pak,
kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan, maka bapak berdiri at
au duduk dengan rileks, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan/tiup perlahan-lahan melalui mulut”
“ayo Pak coba lakukan apa yang saya praktikan tadi, bapak berdiri atau
duduk denganrileks tarik napas dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup
melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali.”
“Nah.. bapak tadi telah melakukan latihan teknik relaksasi napas dalam,
sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”
C. Tahap Terminasi
1. Evaluasi
Data subjektif
“bagaimana perasaan bapak setelah melakukan tehnik
nafas dalam tadi?”
Data objektif
“coba bapak tunjukan lagi ke saya bagaimana cara
melakukan tehnik nafas dalam.”
2. Tindak lanjut:
Nanti saat tidak bersama-sama saya, bapak boleh ingat-ingat lagi
penyebab marahnya bapak, lalu apa yang biasanya bapak lakukan
saat marah.
Jangan lupa untuk latihan nafas dalamnya ya pak. Kita buat
jadwal latihannya ya supaya bisa lebih teratur latinyannya, bapak
mau sehari berapa kali latihan? Mau di jam berapa?
3. Kontrak yang akan datang:
a. Topik : ”bapak,bincang-bincang kita sudah selesai untuk
hari ini, besok kita akan bertemu lagi karena saya akan
melihat perkembangan kondisi bapak sekaligus
mengajakan teknik rileksasi yang lainnya”
b. Tempat : “dimana bapak ingin kita bertemu besok?
Bagaiaman kalau disini lagi saja?
c. Waktu : “besok bapak mau kita bertemu jam berapa?
Bagaimana kalau jam 3 sore? Bapak, terimakasih untuk
waktunya hari ini, saya permisi dulu, sampai jumpa besok
pak.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna, Dkk. 2010. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edi. Jakarta:
EGC.
Ah. Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta;
SalembaMedikaKeliat, Ana Budi. Dkk. 2015.
Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta; EGCKeliat, Ana Budi. Dkk. 2019.