Anda di halaman 1dari 90

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

Nama : MELINDA AYU A


NIM 202012042

PRODI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteaksi dengan orang lain
disekitarnya (Damaiyanti, 2012). Klien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Keliat, 2016). Isolasi sosial juga merupakan kesepian
yang dialami individu dan dirasakan saat didorong oleh keberadaan
orang lain sebagai pernyataan negatif atau mengancam (NANDA-I dalam
Damaiyanti, 2012). Isolasi sosial merupakan pertahanan diri seseorang
terhadap orang lain maupun lingkungan yang menyebabkan kecemasan
pada diri sendiri dengan cara menarik diri secara fisik maupun psikis.
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan
cara menghindari interaksi dengan orang lain dan
lingkungan. Isolasi sosial merupakan upaya mengindari
komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab
dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan
kegagalan
(Rusdi,2013).
Isolasi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku
maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial
(Direja, 2011). Isolasi sosial merupakan upaya Klien untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
maupun komunikasi dengan orang lain (Trimelia, 2011).
B. RENTANG RESPON
Respon adaptif Respon maladaptif
1. Menyendiri 1. Kesendirian 1. Manipulasi
2. Otonomi 2.Mengisolasi 2. Impulsif
Narsisme
3. Kebersamaan 3.Diri
4. Saling 4.Ketergantungan
tergantung

a. Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang


masih dapat diterima oleh norma sosial dan buaya yang umum berlaku,
respon ini meliputi :
1) Solitute (Menyendiri) : Solitut atau menyendiri merupakan respon
yang dibutuhkan seorang untuk merenung apa yang telah dilakukan
dilingkungan sosialnya dan suatu cara untuk menentukan langkahnya.
2) Otonomi : Kemapuan individu untuk mentukan dan menyampaikan
ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3) Kebersamaan (Mutualisme) : Perilaku saling ketergantungan dalam
membina hubungan interpersonal.
4) Saling ketergantungan (Interdependent) : Suatu kondisi dalam
hubungan interpersonal dimana hubungan tersebut mampu untuk
saling memberi dan menerima.
b. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma sosial dan budaya lingkungannya, respon
yang sering ditemukan meliputi :
1) Mengisolasi diri : Gangguan yang terjadi apabila seseorang
memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain untuk
mencari ketenangan sementara waktu
2) Manipulasi : Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada
tujuan bukan berorientasi pada orang lain. Tidak dapat dekat dengan
orang lain.
3) Ketergantungan : Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri
dan kemampuan yang dimiliki
4) Impulsive : Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan
sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, mempunyai penilaian
yang buruk dan tidak dapat diandalkan.
5) Narkisme : Harga diri rapuh, berusaha mendapatkan penghargaan dan
pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah bila orang lain tidak
mendukung ( Deden & Rusdi, 2013).
C. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
1. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi menurut Yosep ( 2011 ) :
a. Faktor pengembangan Perkembangan klien yang terganggu
misalnya kurangnya mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga
menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi hilang percaya diri.
b. Faktor sosiokultural Seseorang yang merasa tidak terima
dilingkungan sejak bayi akanmembekas diingatannya sampai
dewasa dan ia akan merasa disingkirkan,kesepian dan tidak
percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia Adanya stres yang berlebihan yang dialami oleh
seseorang maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusinogenik neurokimia dan metytranferase
sehingga terjadi ketidaksembangan asetil kolin dan dopamin.
d. Faktor psikologis Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung
jawab akan mudah terjerumus pada penyelah gunaan zat adaptif.
Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh Hasil studi menujukan bahwa faktor
keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.
2. Faktor Prespitasi Penyebab halusiansi dapat dilihat dari lima dimensi
menurut (Yosep, 2011).
a. Dimensi fisik Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi
fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk
tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar
problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi
itu
terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
manakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut
sehingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
c. Dimensi Intelektual Dalam dimensi intelektual ini merangsang
bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasimerupakan usaha
dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan
mengobrol semua perilaku klien.
d. Dimensi social Klien mengganggap bahwa hidup bersosialisasi di
alam nyata sangatmembahayakan, klien asik dengan halusinasinya,
seolah- olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan
dalam dunia nyata. Isi halusinasi di jadikan sistem kontrol oleh
individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancama,
dirinya ataupun orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh
karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi
keperawatan klien dengan menupayakan suatu prosesinteraksi yang
menimbulkan pengalam interpersonal yang memuaskan, serta
menguasakan klien tidak menyediri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungan dan halusinasi tidak lagsung.
e. Dimensi spiritual Klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas
tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupanya
secara spiritual untuk menyucikan diri. Ia sering memaki takdir
tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, memyalahkan
lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya
memburuk.
D. TANDA DAN GEJALA
Menurut Pusdiklatnakes (2012) tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai
dari ungkapan klien yang menunjukkan penilaian negatif tentang
hubungan sosial dan didukung dengan data observasi :
1. Data subjektif Pasien mengungkapkan tentang :
a. Perasaan sepi
b. Perasaan tidak aman
c. Perasaan bosan dan waktu terasa lambat
d. Ketidakmampuan berkonsentrasi
e. Perasan ditolak Poltekkes Kemenkes Padang
2. Data objektif
a. Banyak diam
b. Tidak mau bicara
c. Menyendiri
d. Tidak mau berinteraksi
e. Tampak sedih
f. Kontak mata kurang
E. POHON MASALAH
Gangguan Persepsi Sensorik
: Halusinasi
Akibat (Effect)

Isolosi Sosial
Masalah Utama(Core Problem)

Harga diri rendah

Etiologi (Causa
F. MASALAH KEPERAWATAN YANG PERLU DIKAJI
Menurut Sutejo (2017) Adapun daftar masalah keperawatan pada klien
dengan isolasi sosial sebagai berikut:
1. Resiko gangguan persepsi sensori : Halusinasi
2. Isolasi sosial
3. Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
4. Resiko perilaku kekerasan
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit Perawatan diri berhubungan dengan Isolasi Sosial
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Gangguan Presepsi Sensori
H. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan isolasi sosial pada
klien dan keluarga yaitu:
Tindakan Keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP) pada
pasien
1. Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada pasien : Pengkajian Isolasi
sosial, dan melatih bercakap-cakap antara pasien dan keluarga.
a. Membina hubungan saling percaya
b. Membantu pasien menyadari masalah isolasi sosial
c. Melatih bercakap-cakap secara bertahap antara pasien dan anggota
keluarga
2. Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien : Melatih pasien
berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 2 orang lain), latihan
bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian. Akibat Masalah
utama Core problem Etiologi / causa Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Isolasi Sosial Harga diri Rendah Efek Core Problem
Etiologi
a. Mengevaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
b. Memvalidasi kemampuan berkenalan (berapa orang)
c. Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian
(latih 2 kegiatan) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
berkenalan 2-3 orang
3. Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien : Melatih pasien
berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 4-5 orang), latihan
bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian baru.
a. Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial Poltekkes Kemenkes Padang
b. Validasi kemampuan berkenalan (berapa orang) dan bicara saat
melakukan dua kegiatan harian
c. Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan
d. Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian
(latih 2 kegiatan baru)
e. Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan 4-5 orang
4. Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien : Mengevaluasi
kemampuan berinteraksi, melatih cara bicara saat melakukan kegiatan
sosial
a. Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
b. Validasi kemampuan berkenalan (berapa orang) dan bicara saat
melakukan empat kegiatan harian
c. Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan
d. Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan social
DAFTAR PUSTAKA

Direja, Ade Herman Surya.2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Nuha Medika.
Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa Tn. I Isolasi Sosial. Jakarta: Trans
Indo Media
Dermawan Deden dan Rusdi. 2013. Keperawatan jiwa; Konsep dan Kerangka
Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publising.
Damaiyanti Mukhripah,dkk.2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT
Refika Aditama
Keliat, et al. 2016. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (Basic
Course). Jakarta: EGC
Pusdiklatnakes. 2012. Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat.
Jakarta: Badan PPSDM Kesehatan.
Ade Herman Surya Direja. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika
Sutejo. (2017). Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa:
Ganguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru.
STRATEGI PELAKSANAAN PASIEN ISOLASI SOSIAL

STRATEGI PELAKSANAAN SP 1 PASIEN (SP I)

Proses Keperawatan
1. Kondisi pasien
a. Data Subjektif
1) Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.
2) Klien mengatakan orang-orang jahat dengan dirinya.
3) Klien merasa orang lain tidak selevel.
b. Data Objektif:
1) Klien tampak menyendiri.
2) Klien terlihat mengurung diri.
3) Klien tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain.
2. Diagnosis
Keperawatan: Isolasi
Sosial
3. Tujuan Keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien.
c. Mengajarkan cara berkenalan.
4. Tindakan Keperawatan
a. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang
lain.
b. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain
c. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
d. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang- bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian.

Strategi KomunikasiTerapeutik
Fase Orientasi :
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum/ selamat pagi Mbak Rani...”
b. Perkenalan diri
“Kita bertemu lagi ya. Masih ingatkah dengan saya? Iya betul, saya
perawat Arifatul.”
c. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Mbak Rani hari ini?”
d. Memvalidasi kontrak
Topik :
“Baiklah Mbak Rani, bagaimana kalau hari ini kita berbincang- bincang
tentang keseharian Mbak Rani ketika di rumah? Apakah bersedia?
Tujuan :
“Tujuananya supaya Mbak Rani dengan saya dapat saling mengenal
sekaligus dapat mengetahui keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan
kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
Waktu :
“Berapa lama Mbak Rani mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10
menit saja ya?
Tempat:
“Mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini saja ya”

Fase Kerja:
“Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan Mbak Rani?
Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan Mbak Rani? Apa yang membuat Mbak
Rani jarang bercakap-cakap?”
“Apa saja kegiatan yang bisa Mbak Rani lakukan dengan teman- teman yang
Mbak Rani kenal? Apa yang menghambat Mbak Rani dalam bereteman atau
bercakap- cakap dengan orang lain? Menurut Mbak Rani apa saja keuntungan
kalau kita mempunyai teman? Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi
Mbak Rani? (sampai pasien dapat menyebut beberapa). Nah kalau kerugian tidak
mempunyai teman apa ya Mbak Rani? iya apa lagi Mbak Rani? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa). Jadi banyak juga ruginya kalau tidak punya teman
ya Mbak Rani. Kalau begitu inginkah Mbak Rani belajar bergaul denga oran
lain?
bagus, bagaiaman kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain?”
“Begini loh Mbak Rani, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu
nama kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi.
Contoh:
perkenalkan nama saya S, senang di panggil S, asal saya dari lampung, hobi saya
main volley. Selanjutnya Mbak Rani menanyakan nama orang yang diajak
berkenalan. Contohnya begini: nama Mbak Rani siapa? Senang di panggil apa?
Asalnya dari mana? Hobinya apa? Ayo Mbak Rani dicoba! Misalnya saya belum
kenal dengan Mbak Rani, coba Mbak Rani berkenalan dengan saya”

“Ya bagus sekali!coba sekali lagi Mbak Rani,iya bagus sekali Mbak Rani, nah
setelah Mbak Rani berkenalan dengan orang tersebut Mbak Rani dapat
melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang

menyenangkan untuk Mbak Rani bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang


hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainnya”.

Fase Terminasi:

a. Evaluasi perasaan pasien setelah berbincang-bincang


“Bagaimana perasaan Mbak Rani setelah kita latihan berkenalan?”
b. Evaluasi kemampuan pasien
“Nah sekarang coba ulangi dan peragakan kembali cara berkenalan dengan
orang lain!”
c. Tindak Lanjut
“Baiklah, dalam satu hari mau berapa kali Mbak latihan bercakap-cakap
dengan teman? Dua kali ya Mbak? Baiklah jam berapa Mbak Rani akan
latihan? Ini ada jadwal kegiatan, kita isi pada jam 11:00 dan 15:00 kegiatan
Mbak Rani adalah bercakap-cakap dengan teman sekamar. Jika mbak
melakukanya secara mandiri makan bisa menuliskan M, jika melakukannya
dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau teman maka mbak buat D, Jika
tidak melakukanya maka ibu tulis T. Apakah mbak mengerti? Coba. mbak
ulangi? Naah bagus
d. Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik,waktu dan tempat)
Topik: “Baik lah mbak Rani bagaimana kalau besok kita berbincang-
bincang tentang menambah orang yang ingin diajak berkenalan. Apakah
bersedia?” Waktu:
“Mbak Rani mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?
Tempat :
“Mbak maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu? Baiklah mbak besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok
mbak. saya permisi Assalamualaikum Wr.Wb.”

STRATEGI PELAKSANAAN 2 PASIEN (SP II)

Proses Keperawatan.

1. Kondisi pasien
Data subjektif :
- Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain
Data objektif :
- Klien menyendiri di kamar.
- Klien tidak mau melakukan aktivitas di luar kamar.
- Klien tidak mau melakukan interaksi dengan yang lainnya.
2. Diagnosa Keperawatan:
Isolasi Sosial.
3. Tujuan.
a. Klien dapat mempraktekkan cara berkenalan denagn orang lain.
b. Klien memiliki keinginan untuk melakukan kegiatan berbincang-
bincang dengan orang lain.
4. Tindakan Keperawatan.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu orang.
c. Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.

Strategi Komunikasi SP 2
Fase Orientasi :
a. Salam Terapeutik.
“Assalamualaikum, Selamat pagi Mbak Rani, bagaimana kabarnya hari ini?”
b. Perkenalan diri
”Apakah masih ingat dengan saya? Saya Arifatul yang berjaga pada pagi hari
ini, kemarin juga sudah bertemu saat latihan bercakap-cakap”
c. Evaluasi/ Validasi :
“Bagaimana dengan perasaan Mbak Rani hari ini? Apakah masih ada
perasaan kesepian, bagaimana semangatnya untuk bercakap-cakap dengan
teman? Apakah Mbak Rani sudah mulai berkenalan dengan orang lain?
Bagaimana perasaan Mbak Rani setelah mulai berkenalan?”
d. Memvalidasi kontrak
Topik :
“Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan latihan bagai
mana berkenalan dan bercakap-cakap dengan 2 orang lain agar Mbak Rani
semakin banyak teman. Apakah Mbak Rani bersedia?”
Waktu :
“Berapa lama Mbak Rani mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10
menit?
Tempat :
“Mbak Rani mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang
tamu?”

Fase Kerja:
“Baiklah hari ini saya datang bersama dua orang ibu perawat yang juga dinas di
ruangan Melati, Mbak Rani bisa memulai berkenalan.. Apakah Mbak Rani masih
ingat bagaimana cara berkenalan? (beri pujian jika pasien masih ingat, jika pasien
lupa, bantu pasien mengingat kembali cara berkenalan) nah silahkan Mbak Rani
mulai (fasilitasi perkenalan antara pasien dengan perawat lain) wah bagus sekali
mbak, selain nama, alamat, hobby apakah ada yang ingin mbak ketahui tetang
perawat C dan D? (bantu pasien mengembangkkan topik pembicaraan) wah bagus
sekali, Nah Mbak Rani apa kegiatan yang biasa mbak lakukan pada jam ini?
Bagaimana kalau kita menemani teman mbak yang sedang menyiapkan makan
siang di ruang makan sambil menolong teman mbak bisa bercakap-cakap dengan
teman yang lain. Mari mbak.. (dampingi pasien ke ruang makan) apa yang ingin
Mbak Rani bincangkan dengan teman mbak. Ooh tentang cara menyusun piring
diatas meja silahkan mbak (jika pasien diam dapat dibantu oleh perawat) coba
mbak tanyakan bagaimana cara menyusun piring di atas meja kepada teman Mbak
Rani? Apakah harus rapi atau tidak? Silahkan mbak, apalagi yang ingin mbak
bincangkan.. silahkan.
Oke sekarang piringnya sudah rapi, bagaimana kalau mbak dengan teman mbak
melakukan menyusun gelas diatas meja bersama… silahkan bercakap-cakap
mbak.”

Fase Terminasi.

a. Evaluasi perasaan pasien setelah berbincang-bincang


“Bagaimana perasaan mbak setelah kita berkenalan dengan perawat D dan C
dan bercakap-cakap dengan teman mbak saat menyiapkan makan siang di
ruang makan?”
b. Evaluasi kemampuan pasien
“Coba mbak Rani sebutkan kembali bagaimana caranya berkenalan?”
c. Tindak Lanjut
“Bagaimana kalau ditambah lagi jadwal kegiatan mbak yaitu jadwal kegiatan
bercakap-cakap ketika membantu teman sedang menyiapkan makan siang.
Mau jam berapa mbak Rani nanti latihan? Oo ketika makan pagi dan makan
siang.”
d. Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik,waktu dan tempat)
Topik :
“Baik lah mbak bagaimana kalau besok saya kan mendampingi Mbak Rani
berkenalan dengan 4 orang lain dan latihan bercakap-cakap saat melakukan
kegiatan harian lain, apakah bersedia?
Tempat :
“Mbak Rani maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
ruang tamu?
Waktu :
“Mbak Rani mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10:00 ? Baiklah mbak
besok saya akan kesini jam 10:00 sampai jumpa besok mbak. saya permisi
Assalamualaikum”

STRATEGI PELAKSANAAN 3 PASIEN (SP III)


Proses Keperawatan
1. Kondisi pasien
a. Data subyektif
- Klien mengatakan masih malu berinteraksi dengan orang lain.
- Klien mengatakan masih sedikit malas berinteraksi dengan orang
lain.
b. Data obyektif
- Klien tampak sudah mau keluar kamar.
- Klien belum bisa melakukan aktivitas di ruangan.
2. Diagnosa Keperawatan:
Isolasi Sosial
3. Tujuan
a. Klien mempu berkenalan dengan dua orang atau lebih.
b. Klien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegitan harian pasien.
b. Memberikan kesempatan pada klien berkenalan.
c. Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.

Fase Orientasi:

a. Salam terapeutik
“Assalamualaikum mbak, Selamat pagi mbak”
b. Perkenalan diri
“Apakah masih ingat dengan saya? Saya Arifatul yang berjaga pada pagi
hari ini, kemarin juga sudah bertemu saat latihan bercakap-cakap. ”
c. Evaluasi/validasi
“Bagaimana dengan perasaan mbak Rani hari ini? Apakah masih ada
perasaan kesepian? Apakah Mbak Rani sudah bersemangat bercakap-cakap
dengan orang lain? Apa kegiatan yang dilakukan sambil bercakap-cakap?
Bagaimana dengan jadwal berkenalan dan bercakap-cakap, apakah sudah
dilakukan? Bagus mbak,”
d. Memvalidasi kontrak
Topik :
“Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini saya akan mendampingi
mbak berkenalan atau bercakap-cakap dengan tukang masak, serta
bercakap- cakap dengan teman sekamar saat melakukan kegiatan harian.
Apakah mbak bersedia?”
Waktu:
“Berapa lama mbak Rani mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10
menit?”
Tempat :
“Mbak mau berbincang-bincang dimana? Nanti kita lagsung ke dapur saja
ya mbak.”

Fase Kerja :

(Bersama –sama Mbak Rani, Anda mendekati juru masak). “Selamat pagi, ini ada
pasien saya yang ingin berkenalan. Baiklah Mbak Rani, Mbak Rani sekarang
dapat berkenalan dengannya seperti yang telah Mbak Rani lakukan sebelumnya”.
(Pasien
mendemontrasikan cara berkenalan : memberi salam, menyebutkan nama, nama
panggilan, asal, hobi, dan menanyakan hal yang sama.)

“Ada lagi yang Mbak Rani ingin tanyakan kepada O? Kalau tidak ada lagi yang
ingin di bicarakan, Mbak Rani dapat sudahi perkenalan ini. Lalu Mbak Rani dapat
buat janji bertemu lagi, mis., bertemu lagi pukul 4 sore nanti.” (Sore membuat
janji untuk bertemu kembali dengan O)

“Baiklah O, karena sudah selesai berkenalan, saya dan Mbak Rani akan kembali
ke ruangan Mbak Rani, Selamat pagi.” (Bersama-sama pasien, anda
meninggalkan O untuk melakukan terminasi dengsn Mbak Rani di tempat lain.)

Fase Terminasi :

a. Evaluasi perasaan pasien setelah berbincang-bincang


“Bagaimana perasaan Mbak Rani setelah kita berkenalan dengan juru masak
di dapur ? kalau setelah merapikan kamar bagaimana mbak?”
b. Evaluasi kemampuan pasien
“Apa pengalaman mbak yang menyenangkan berada dalam kelompok?”
“Adakah manfaatnya kita bergabung dengan orang banyak?”
c. Tindak lanjut
“Baiklah mbak selanjutnya mbak bisa menambah orang yang mbak kenal.
Atau mbak bisa ikut kegiatan menolong membawakan nasi untuk dimakan
oleh teman-teman mbak. jadwal bercakap-cakap setiap pagi saat merapikan
tempat tidur kita cantumkan dalam jadwal ya mbak. setiap jam berapa mbak
akan berlatih? Baiklah pada pagi jam 08:00 dan sore jam 16:00?”
d. Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik,waktu,tempat)
Topik :
“Baik lah mbak bagaimana kalau besok saya kan mendampingi Mbak Rani
dalam melakukan berbincang-bincang saat menjemput mbak untuk ke ruang
laundry. Apakah mbak bersedia?
Waktu :
“Mbak Rani mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?”
Tempat :
“Mbak maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau besok kita
ke ruang laundry ya? Baiklah besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa
besok mbak. saya permisi Assalamualaikum.”

STRATEGI PELAKSANAAN KELUARGA

SP 1K:
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
b. Menjelaskan perngertian ,tanda dan gejala,proses terjadinya isolasi sosial
dan mengambil keputusan merawat pasien
Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Assalamualaikum ibu”
b. Memperkenalkan diri
“Perkenalkan nama saya perawat Arifatul yang merawat mbak Rani. Kalau
boleh saya tahu nama ibu siapa? Hari ini saya melakukan kunjungan rumah
berkaitan dengan tindak lanjut perawatan mbak Rani di rumah.
c. Evaluasi/validasi
“Baik ibu Lina, sebelumnya apakah ibu sudah tahu mbak Rani mengalami
sakit apa?”
d. Kontrak
Topik :
”Karena ibu belum tahu, bagaimana kalau kita membahas mengenal
masalah yang dihadapi mbak Rani yaitu isolasi sosial dan cara merawat
pasien dengan isolasi sosial”
Waktu :
”Berapa lama ibu Lina punya waktu untuk kita membahas masalah itu,
bagaimana kira kira selama 30 menit ibu bersedia?”
Tempat :
”Kira kira dimana kita bisa membahas mengenal hal itu ?”
Tujuan :
”Agar ibu mampu mengenal isolasi sosial mampu mengidentifikasi pasien
dengan isolasi sosial dan mampu merawat pasien dengan isolasi sosial”

Fase Kerja
“Sebelumnya, apakah ibu tahu penyebab dari perilaku menyendiri yang dialami
oleh anak ibu ?”
“Syukur ibu sudah menyadari mengenal kondisi Mbak Rani, selanjutnya saya
akan menjelaskan mengenal kondisi yang dialami oleh anak ibu. Mbak Rani ini
mengalami gangguan isolasi sosial yang merupakan salah satu gejala penyakit
yang juga dialami oleh pasien pasien gangguan jiwa yang lain tanda tandanya
antara lain adalah mengurung diri tidak mau bergaul dengan orang lain kalaupun
berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk menolak berinteraksi dengan
orang lain.” “Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang
mengecewakan saat berhubugan dengan orang lain seperti sering : ditolak, tidak
dihargai, atau berpisah dengan orang terdekat, sering dikucilkan dengan mengata
ngata dengan hal yang negative “
“Biasanya proses terjadinya isolasi sosial ini tidak sebentar klien mendapatkan
tekanan yang cukup besar dalam waktu lama namun klien tidak mampu merespon
secara positif terhadap masalahnya sehingga klien merasa malu akan keadaan
dirinya dan mulai menutup diri dari lingkungan sekitar sehingga terjadi respon
maladaptive seperti menarik diri dari lingkungan“
“Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi, maka seorang bisa mengalami
halusinasi, yaitu mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak
ada “
“Nah ibu sampai disini ada yang ingin ditanyakan ?”
Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien
1. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita membahas mengenal masalah
isolasi sosial tadi?”
2. Evaluasi objektif
“Sekarang kita coba ibu ulangi lagi apa yang dimaksud isolasi sosial dan
tanda tanda orang yang mengalami isolasi sosial?”
b. Tindak lanjut klien
“Mungkin ibu bisa memberitahukan informasi mengenai isolasi sosial
yang kita diskusikan tadi dengan seluruh keluarga agar dapat menerima
keadaan Mbak Rani yang sebenarnya
c. Kontrak yang akan datang :
Topik:
”Ibu bagaimana kalau pertemuan kita selanjutnya akan membahas
mengenal cara merawat mbak Rani mengalami isolasi sosial “
Waktu :
”Bagaimana apabila pertemuan selanjutnya saat ibu melakukan kunjungan
kerumah sakit yaitu tiga hari sekali lagi? Ibu akan kerumah sakit pada jam
berapa hari itu ?”
Tempat :
”Ibu nanti kita akan berdiskusi diruang perawat saja dan akan langsung
mempraktekkan cara merawat Mbak Rani yang mengalami isolasi sosial
baiklah saya permisi dulu sampai ketemu dirumah sakit.
Wassalamualaikum…”

SP 2K:
a. Melatih keluarga cara merawat isolasi sosial
b. Membimbing kelurga merawat isolasi sosial
c. Melatih keluarga menciptakan suasanan keluarga dan linkungan yang
mendukung meningkatkan kemampuan sosialisasi
Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum…,ibu. Apakah masih ingat dengan saya. Saya
perawat Arifatul yang merawat mbak Rani.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana kabar ibu hari ini?”
“Apakah ibu sudah menyampaikan informasi yang kita bicarakan 3 hari
lalu dan mendiskusikan keadaan mbak Rani dengan anggota keluarga?”
“Bagus ibu sudah menyampaikannya kepada keluarga.”
c. Kontrak
Topik :
“Sesuai janji kita, hari ini kita akan membicarakan dan berlatih tentang
merawat mbak Rani yang mengalami isolasi sosial.”
Waktu :
“Kita akan berdiskusi selama 15 menit kemudian akan
langsungmempraktekkannya kepada imbak Rani. Apakah ibu bersedia?”
Tempat:
”Kita akan membahas hal ini diruangan perawat ini saja ya bu dan nanti
akan langsung praktek ke kamar rawat mbak Rani. Bagaimana bu?”
Tujuan
:
“Agar ibu mampu merawat anak ibu dan menciptakan lingkungan yang
mendukung untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi mbak Rani”

Fase Kerja
“Ibu kan sudah mengerti tentang kondisi Mbak Rani yang mengalami isolasi
sosial. Untuk menghadapi hal yang demikian, Ibu dan anggota keluarga lainnya
harus sabar menghadapi dan untuk merawat Mbak Rani, keluarga perlu
melakukan beberapa hal. Pertama, keluarga harus membina hubungan saling
percaya dengan Mbak Rani yang caranya adalah bersikap peduli dan jangan
ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberikan dengan orang lain. Berilah pujian
yang wajar dan jangan mencela kondisi pasien.”
“Selanjutnya,jangan biarkan Mbak Rani sendirian dan melamun. Buat rencana
atau jadwal bercakap-cakap dengan Mbak Rani. Misalnya : sholat bersama,
makan bersama, rekreasi bersama, melakukan kegiatan rumah tangga bersama.”
“Apakah Ibu sudah mengerti? bagaimana kalau kita sekarang latihan untuk
melakukan cara tersebut. Beginilah contoh komunikasinya ‘anakku saya lihat
sekarang kamu sudah bercakap-cakap dengan orang lain, seperti : perawat dan
teman sekamar. Perbincangannya juga lumayan lama, Ibu senang sekali melihat
perkembangan kamu, coba kamu berbincang-bincang dengan Ibu, seperti dulu.
Lalu bagaimana mulai sekarang kamu sholat berjamaah, kalau di RS ini kamu
sholat dimana? Kalau nanti dirumah kamu sholat bersama-sama Ibu dengan
keluarga atau di Mushola komplek. Bagaimana anakku, kamu mau mencobanya
kan?”
“Nah coba sekarang ibu ulangi percakapan yang saya ulangi lagi tadi.” “Bagus bu,
ibu telah memperagakannya dengan baik sekali.”
“Sampai disini, apakah ada yang ingin Ibu Lina tanyakan?”
“Nah Ibu Lina ayo sekarang kita coba langsung praktek ke Mbak Rani”
“Sekarang, Ibu Lina mempraktekkan apa yang kita latih tadi’
(perawat mengobservasi ibu cara mempraktekan merawat pasien seperti yang
telah dilatihkan pada latian tadi)

Fase Terminasi
a. Evaluasi respon keluarga terhadap tindakan keperawatan
1. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan Mbak Rani setelah berbincang-binang dengan
ibunya?”
“Bagaimana perasaan mbak Rani setelah berbincang-bincang dengan
anaknya ?”
2. Evaluasi Objektif
(Dari hasil observasi perawat menilai, Mbak Rani dan ibu telah dapat
berkomunikasi walau masih ada sedikit hambatan)
b. Tindak lanjut klien
“Ibu kan sudah bisa menerapkan cara merawat dan berkomunikasi yang
baik dengan Mbak Rani. Nanti untuk kunjungan selanjutnya ibu bisa
menerapkan hal tersebut.”
c. Kontrak yang akan datang :
Waktu :
“Kita akan berdiskusi selama 15 menit, apakah Ibu Lina bersedia?”
Tempat :
“Ibu nanti kita akan berdiskusi diruangan perawat saja pada saat ibu akan
menjemput Mbak Rani. ibu silahkan lanjutkan berbicara dengan Mbak
Rani, saya akan kembali ke ruangan. Wassalamualaikum…”

SP 3K:
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum
obat (discharge planning).
b. Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan
segera ke fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur.
Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaiku ibu... Apakah ibu masih ingat dengan saya? Saya
perawat Arifatul yang merawat mbak Rani
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana kabar ibu hari ini?”
“Bagaimana interaksi ibu dengan Mbak Rani kemarin?”
c. Kontrak
Topik :
“Sesuai janji kita, hari ini Mbak Rani akan pulang kerumah, maka kita
perlu bicarakan perawatan lanjutan dirumah dan tanda-tanda gejala
kekambuhan.”
Waktu :
“Kita akan berdiskusi selama 15 menit, apakah ibu bersedia?”
Tempat: “Kita akan membahas hal ini diruangan perawat ini saja ya Mbak
Rani. Bagaimana bu?”
Tujuan :
“Agar ibu mampu merawat anaknya dirumah dan mampu mengidentifikasi
segera tanda-tanda kekambuhan Mbak Rani.”

Fase Kerja
“Ibu ini jadwal harian Mbak Rani dirumah. Coba Ibu Lina lihat, dapatkah ibu
melakukan kegiatan ini dirumah menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini
dirumah baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya.”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut mengenai kekambuhan Mbak Rani
adalah perilaku yang ditampilkan selama dirumah misalnya, kalau terus menerus
tidak mau bergaul dengan orang lain, menolak minum obat, atau memperlihatkan
perilaku membahayakan orang lain.”
“Jika hal ini terjadi segera lapor kerumah sakit atau bawa Mbak Rani kerumah
sakit.”
“Nah, Ibu Lina ada yang ingin ditanyakan?”

Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
1. Evaluasi Objektif
“Apakah ibu bisa menjelaskan apa itu isolasi sosial dan tanda-
tandanya?” “Bagaimana cara merawat anaknya dirumah?”
“Bisakah menyebutkan beberapa tanda kekambuhan ?”
b. Tindak lanjut klien :
“Ibu jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau ada gejala
yang tampak.”
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

Nama : MELINDA AYU A


NIM 202012042

PRODI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. PENGERTIAN
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang
nyata, artinya klien mengiterprestasikan sesuatu yang tidak nyata
stimus/rangsangan dari luar (Manulang dkk, 2019). Halusinasi biasanya
muncul pada pasien gangguan jiwa diakibatkan terjadinya perubahan
orientasi realita,pasien meraskan stimulasi yang sebetulnya tidak
ada.halusinasi penglihatan dan pendengaran yang merupakan gejala dari
early psychosis, yang sebagian besar terjadi pada usia remaja akhir atau
dewasa awal, bingung peran yang berdampak pada rapuhnya kepribadian
sehingga terjadi gangguan konsep diri dan menarik diri dari lingkungan
sosial yang terjadi terlalu lama dapat membuat penderita menjadi asik
dengan hayalan dan menyebabkan timbulnya halusinasi (Ervina, 2018).
Halusinasi merupakan gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan persepsi sensori, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, rasa, sentuhan, atau penciuman (Abdurkhman, 2022). Klien
dengan halusinasi sering merasakan keadaan/kondisi yang hanya dapat
dirasakan olehnya namun tidak dapat dirasakan oleh orang lain
(Harkomah, 2019). Dari beberapa pengertian yang sudah disebutkan, dapat
disimpulkan bahwa halusinasi adalah gangguan persepsi panca Indera,
klien merasakan adanya stimulus eksternal yang menimbulkan perasaan
berupa sensasi palsu namun tidak dapat dirasakan oleh orang lain.
B. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri. Jika
tugas
perkembangan menemui hambatan dan hubungan interpersonal
terputus, individu akan merasa cemas (Zelika, 2015).
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada
lingkungan. Faktor yang menyebabkan berbagai masyarakat dapat
dikucilkan.
c. Biologi
Faktor biologis mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
gangguan jiwa.adanya stress yang berlebihan dialami seseorang
maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogen neurokimia.Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivitasnya neurotransmitter otak. Hal ini
berdampak pada terjadinya gangguan jiwa, jika seseorang
mengalami sosial yang berlebihan (Sutejo, 2020).
d. Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanngung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan psien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya,pasien lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam khayal. Hubungan
interpersonal tidak harmonis, dan biasanya seseorang menerima
berbagai peran yang kontradiktif, yang akan menimbulkan banyak
social dan kecemasan, serta berujung pada hancurnya orientasi
realitas (Dermawan, 2016).
e. Sosial Budaya
Meliputi pasien mengalami interaksi social dalam fase awal dan
comfortin,pasien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan.pasien asyik dengan halusinasinya
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi social, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dalam dunia nyata. Faktor berbagi dalam masyarakat dapat
membuat orang merasa kesepian di lingkungan mereka yang luas
(Sutejo, 2020).
2. Faktor presipitasi
Menurut (Prabowo, 2014), faktor presipitasi dari halusinasi meliputi :
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak,yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
C. TANDA GEJALA
Tanda dan gejala menurut (Oktiviani, 2020) yang dapat muncul pada
pasien dengan gangguan halusinasi meliputi :
1. Gerakan mata cepat
2. Menutup telinga
3. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
4. Terlihat bicara sendiri
5. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
6. Respon verbal lambat atau diam
7. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan
8. Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu
9. Menggerakkan bola mata dengan cepat
10. Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari ke ruangan lain
D. KLASIFIKASI
1. Halusinasi pendengaran
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang
berkisar dari suara sederhana sampai suara berbicara mengenai klien
sehingga klien berespon terhadap suara atau klien bunyi tersebut
(Harkomah, 2019).
2. Halusinasi pengelihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya gambaran geometris,
gambaran kartun, banyangan yang rumit dan kompleks. Bayangan
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster (Muhit,
2015). Halusinasi penglihatan adalah yang dimana kontak mata
kurang, senang menyendiri, terdiam dan memandang kesuatu sudut
dan sulit berkonsentrasi (Ervina, 2018).
3. Halusinasi penghidu
Halusinasi penghidu merupakan gangguan penciuman bau yang
biasanya ditandai dengan membaui aroma seperti darah, urine dan
fases terkadang membaui aroma segar (Muhit, 2015).
4. Halusinasi pengecap
Merasa seperti mengecap rasa seperti darah,urin atau feses (Muhit,
2015)
5. Halusinasi sentuhan
Merasa disentuh, disentuh, ditiup, dibakar, atau bergerak di bawah
kulit seperti ulat (Muhit, 2015).
E. RENTANG RESPON
1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu akan dapat memecahkan masalah. Respon adaptif
meliputi :
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli.
d. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
e. Hubungan social adalah proses suatu interkasi dengan orang lain
dan lingkungan.
2. Respon psikososial
a. Proses pikir terganggu yang menimbulkan gangguan
b. Ilusi adalah miss intrerprestasi atau penilaian yang salah tentang
yang benar terjadi (objek nyata) karena gangguan panca indra
c. Emosi berlebihan atau kurang
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas untuk menghindari Interaksi dengan orang lain
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari hubungan
dengan orang lain.
3. Respon maladaptif
Respon maladaptif merupakan indikasi dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma social dan budaya dan
lingkungan,adapun respon maladaptive ini meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah satu atau
persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati
d. Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku yang tidak teratur
Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negatif mengancam
F. POHON MASALAH

sumber : Menurut (Keliat 2005) dalam jurnal (Guntara, 2016) diakses pada
7 Desember 2022, pukul 20.40 WIB.
G. ASUHAN KEPERAWATAN MENURUT TEORI
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proes
keperawatan terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan
atau masalah pasien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis,
psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokkan data pengkajian
kesehatan jiwa, dapat berupa faktor presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping, dan kemampuan yang dimiliki (Ridhyalla.,
2015).
2. Diagnosa keperawatan
Dengan faktor berhubungan dan Batasan karakteristik disesuaikan
dengan keadaan yang ditemukan pada tiap tiap partisipan. Topik yang
diteliti yakni kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran (Aji,
2019). Menurut (SDKI, 2017), diagnosa keperawatan yang dapat
ditegakkan pada pasien dengan halusinasi pendengaran adalah :
a. Gangguan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan
gangguan pendengaran (D.0085)
b. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental
(D.0121)
c. Harga diri rendah kronis berhubungan dengan gangguan psikiatri
(D.0086)
d. Resiko perilaku kekerasan ditandai dengan halusinasi (D.0146)
3. Intervensi keperawatan
Menurut (SIKI, 2018), intervensi yang dapat diberikan pada pasien
dengan gangguan halusinasi berupa :
a. Gangguan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan
gangguan pendengaran (D.0085)
Manajemen halusinasi (I.09288)
O:
- Monitor perilaku yang mengindikasi halusinasi
- Monitor isi halusinasi
T:
- Pertahankan lingkungan yang aman
- Diskusikan perasaan dan respon terhadap halusinasi
- Hindari perdebatan tentang validasi halusinasi
E:
- Anjurkan berbicara pada orang yang dipercaya untuk memberi
dukungan dan umpan balik korektif terhadap halusinasi
- Anjurkan melakukan distraksi (mis. membaca doa,
mendengarkan murotal)
- Ajarkan pasien dan keluarga cara mengontrol halusinasi
K:
- Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan antiansietas, jika
perlu
b. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental
(D.0121)
Promosi dukungan keluarga (I.13488)
O:
- Identifikasi persepsi tentang situasi, pemicu kejadian, perasaan,
dan perilaku pasien
T:
- Sediakan lingkungan yang nyaman
- Fasilitasi program perawatan dan pengobatan yang dijalani
anggota keluarga
- Hargai keputusan yang dibutuhkan keluarga
E:
- Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan dan pengobatan
yang dijalani pasien
- Anjurkan keluarga bersikap asertif
c. Harga diri rendah kronis berhubungan dengan gangguan psikiatri
(D.0086)
Dukungan spiritual (I.09276)
O:
- Identifikasi perasaan khawatir, kesepiandan ketidakberdayaan
- Identifikasi harapan dan kekuatan pasien
- Identifikasi ketaatan dalam beragama
T:
- Yakinkan bahwa perawat bersedia mendukung selama masa
ketidakberdayaan
- Sediakan privasi dan waktu tenang untuk aktifitas spiritual
- Fasilitasi melakukan kegiatan beribadah
E:
- Anjurkan berinteraksi dengan keluarga, teman dan/atau orang
lain
- Ajarkan metode relaksasi, meditasi dan imajinasi terbimbing
K:
- Anjurkan kunjungan dengan rohaniawan (ustadz)
d. Resiko perilaku kekerasan ditandai dengan halusinasi (D.0146)
Pencegahan perilaku kekerasan (I.14544)
O:
- Monitor adanya benda yang berpotensi membahayakan (mis.
benda tajam, tali)
- Monitor selama penggunaan barang yang dapat membahayakan
(mis. pisau cukur)
T:
- Pertahankan lingkungan yang bebas dari bahaya secara rutin
- Libatkan keluarga dalam perawatan
E:
- Lakukan cara mengungkapkan perasaan secara asertif
DAFTAR PUSTAKA

Abdurkhman, R. N. (2022). Psikoreligius Terhadap Perubahan Persepsi Sensorik


Pada Pasien Halusinasi Pendengaran Di RSUD Arjawinangun Kabupaten
Cirebon. Jurnal Education And Development, 10(1), 251-253.

Dermawan, D. &. (2016). Keperawatan jiwa : Konsep Dan Merangka Kerja


Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Baru.

Ervina, I. &. (2018). Aplikasi keperawatan Generalis dan Psikoreligius pada


pasien pada gangguan sensori persepsi: Halusinasi penglihatan dan
pendengaran. Jurnal Riset Kesehatan Nasional, 2 (2), 114-123.

Guntara, L. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Tn. R Dengan Halusinasi


Pendengaran Akibat Skizofrenia Hebefrenikdi Ruang Tanjung Rumah
Sakit Umum Kota Banjar. Karya Tulis Ilmiah.

Harkomah, I. (2019). Analisis Pengalaman Keluarga Merawat Pasien Skizofrenia


dengan Masalah Halusinasi Pendengaran Pasca Hospitalisasi. Jurnal
Endurance, 4(2), 282.

Manulang Elis. Melina. Manik. Emma Pratiwi, M. T. (2019). Terapi Aktivitas


Kelompok Stimulasi Persepsi Pada Pasien Halusinasi Di Yayasan
Pemenang Jiwa Sumatera.

Prabowo, A. Y. (2014). Umbi Gembili (Dioscorea esculenta L.) Sebagai Bahan


Pangan Mengandung Senyawa Bioaktif: Kajian Pustaka [In Press Juli
2014]. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 2(3), 129-135.

Ridhyalla., A. &. (2015). Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa.

SDKI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.

SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan IndonesiaDefinisi dan Tindakan


Keperawatan Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Sutejo. (2020). Keperawatan Kkesehatan Jiwa Prinsip dan Praktik Asuhan


Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Baru.

Zelika, A. A. (2015). Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi Pendengaran


Pada Sdr. D Di Ruang Nakula RSJD Surakarta. Profesi (Profesional
Islam). Media Publikasi Penelitian, 12(02).
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

A. SP 1 :
Membantu pasien dalam mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol
halusinasi, membantu pasien dalam praktik mengontrol halusinasi dengan
cara yang pertama yaitu : menghardik.
1. Fase orientasi :
”Assalamualaikum ibu. Saya perawat yang akan merawat ibu. Nama saya
Lusi Kusnul, senang dipanggil lusi. Nama ibu siapa? Senang dipanggil
apa
?” ”Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apa keluhan ibu saat ini” ”Baiklah,
bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini ibu
dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita bisa bercakap-cakap bu
? Mau berapa lama ? Bagaimana kalau 30 menit apakah terlalu lama ?
2. Fase kerja :
”Apakah ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan
suara itu?” ”Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu saja?
Kapan paling sering ibu dengar suara ? Berapa kali sehari ibu alami itu ?
Pada keadaan apa suara itu terdengar ? Apakah pada waktu sendiri?” ”
Apa yang ibu rasakan pada saat mendengar suara itu?” ”Apa yang ibu
lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu
hilang dari pendengaran ibu? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara
untuk mencegah suara-suara itu muncul? ” Jadi ada empat cara untuk
mencegah suara-suara itu muncul ya bu. Pertama, dengan menghardik
suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat
minum obat dengan teratur.” Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu,
yaitu dengan menghardik ? ”Caranya begini ibu saat suara-suara itu
muncul lagi, langsung ibu bilang, pergi saya tidak mau dengar, … Saya
tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang -ulang sampai
suara itu tak
terdengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya
bagus ibu sudah bisa”
3. Fase terminasi :
” Bagaimana perasaan ibu setelah peragaan latihan tadi? ”Kalau suara-
suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalau kita
buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya bu? (Masukkan
kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa bu?
Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih?Dimana
tempatnya” ”Baiklah, sampai jumpa 2 jam lagi ya ibu.
Assalamu’alaikum”
B. SP 2 :
Membantu pasien dalam mengontrol halusinasi dengan cara yang kedua
dengan bercakap-cakap dengan orang lain
1. Fase orientasi :
“ Assalammu’alaikum ibu. Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah
suara-suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita
latih tadi yang pertama ? Berkurangkan suara-suaranya ? Bagus ! Sesuai
janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20
menit. Mau di mana? Di sini saja?
2. Fase kerja :
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol suara-suara aneh muncul adalah
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau ibu mulai
mendengar suara-suara, langsung saja cari suami, anak atau keluarga
yang lain untuk diajak ngobrol. Minta suami untuk ngobrol dengan ibu.
Contohnya begini tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol
dengan saya! begitu juga kalua ibu sudah berada dirumah. Coba ibu
lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi!
Bagus! Nah, latih terus ya ibu !”
3. Fase terminasi :
“ Bagaimana perasaan ibu setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara
yang ibu pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua
cara ini kalau ibu mendengar suara aneh lagi. Bagaimana kalau kita
masukkan dalam jadwal kegiatan harian ibu. Mau jam berapa latihan
bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu
suara itu muncul! Besok pagi saya akan kesini lagi. Bagaimana kalau kita
latih cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam
berapa bu ? Bagaimana kalau jam 10.00 pagi ? Mau di mana/ Di sini lagi?
Sampai ketemu besok ya bu. Assalamualaikum”
C. SP 3 :
Membantu pasien dalam mengontrol halusinasi dengan cara yang ketiga yaitu
dengan melaksanakan aktivitas yang terjadwal
1. Fase orientasi :
“Assalamu’alaikum ibu. Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita
latih kemarin ? Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini
kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah suara itu muncul
kembali yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara?
Baik kita duduk di kursi dulu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau
30 menit apakah terlalu lama bu ? Baiklah.”
2. Fase kerja :
“Apa saja yang biasa ibu lakukan? Pagi-pagi biasanya apa kegiatan ibu,
terus jam berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai
malam). Wah banyak sekali kegiatannya ya ibu. Mari kita latih dua
kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali ibu bisa
lakukan. Kegiatan ini dapat ibu lakukan untuk mencegah suara tersebut
muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai
malam ada kegiatan.
3. Fase terminasi :
“ Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga
untuk mencegah suara-suara aneh ? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara
yang telah kita latih untuk mencegah suara-suara tadi bu. Bagus sekali.
Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian ibu. Coba lakukan
sesuai jadwal ya! Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita
membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa?
Bagaimana kalau jam 12.00 siang ? Di kamar ibu ya! Sampai jumpa.
Wassalammualaikum.
D. SP 4 :
Membantu pasien dalam mengontrol halusinasi dengan cara yang keempat
yaitu menggunakan atau minum obat secara teratur
1. Fase orientasi :
“ Assalammualaikum ibu. Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah
suara- suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang
telah kita latih ? Apakah jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ?
Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik. Hari ini kita akan
mendiskusikan tentang obat- obatan yang ibu minum. Kita akan diskusi
selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya ibu ?”
2. Fase kerja :
“ D adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-
suara berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara
yang ibu dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa
macam obat yang ibu minum ? (Menyiapkan obat pasien) Ini yang warna
orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam
gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP) 3 kali
sehari jamnya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan
yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran
biar tenang. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh
diberhentikan. Nanti dibicarakan lagi dengan dokter, sebab kalau putus
obat, ibu akan kambuh lagi dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan
semula. Kalau obat habis
ibu bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. Ibu juga harus teliti
saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya ibu
harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya ibu. Jangan
keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama pada bungkus obatnya ya
bu. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu
diminum sesudah makan dan tepat jamnya. ibu juga harus perhatikan
berapa jumlah obat sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per
hari, nanti kalua ibu kesusahan minum obat saat dirumah bisa minta
tolong bantuan suaminya ya ibu kalua masih di rumah sakit nanti biar
perawat yang bantu minum obat tapi ibu juga harus belajar minum obat
sendiri sesuai latihan kita tadi ya bu”.
3. Fase terminasi :
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang obat?
Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara aneh tadi?
Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal
minum obatnya pada jadwal kegiatan ibu. Jangan lupa pada waktunya
minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah. Nah
makanan sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4
cara mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau jam berapa?
Bagaimana kalau jam
10.00 pagi bu ditempat yang sama atau pindah tempat bu ?. Baiklah
sampai jumpa. Wassalammu’alaikum.
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

NAMA : MELINDA AYU A


NIM 202012042

PROGAM STUDI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH

A. PENGERTIAN

Harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami


evaluasi diri negatif tentang kemampuan dirinya (Fitria, 2012). Harga diri
rendah merupakan evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri
yang negative terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan harga diri,
merasa gagal dalam mencapai keinginan (Direja, 2011).
Harga diri sescorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain
Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang,
perilaku orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk.
Tingkat harga diri sescorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah.
Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif
dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa
aman. Individu yang memiliki harga diri rendalh melihat lingkungan dengan
cara negatif dan menganggap sebagai ancaman. (Keliat, 2015).
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa harga diri rendah yaitu
dimana individu mengalami gangguan dalam penilaian terhadap dirinya
sendiri dan kemampuan yang dimiliki, yang menjadikan hilangnya rasa
kepercayaan diri akibat evaluasi negatif yang berlangsung dalam waktu yang
lama karena merasa gagal dalam mencapai keinginan.
B. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang.
Menurut Kemenkes RI (2012) faktor predisposisi ini dapat dibagi sebagai
berikut :
1. Faktor Biologis
Pengaruh faktor biologis meliputi adanya faktor herediter anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, riwayat penyaakit atau
trauma kepala.
2. Faktor psikologis
Pada pasien yang mengalami harga diri rendah, dapat ditemukan
adanya pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, seperti
penolakan dan harapan orang tua yang tidak realisitis, kegagalan
berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, penilaian negatif pasien terhadap
gambaran diri, krisis identitas, peran yang terganggu, ideal diri yang
tidak realisitis, dan pengaruh penilaian internal individu.
3. Faktor sosial budaya
Pengaruh sosial budaya meliputi penilaian negatif dari lingkungan
terhadap pasien yang mempengaruhi penilaian pasien, sosial ekonomi
rendah, riwayat penolakan lingkungan pada tahap tumbuh kembang
anak, dan tingkat pendidikan rendah.
Menurut Kemenkes RI (2012) faktor presipitasi harga diri rendah antara lain:
1. Trauma: penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan
2. Ketegangan peran: berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi
a. Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan
b. Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau
kematian Poltekkes Kemenkes Padang
c. Transisi peran sehat-sakit: sebagai akibat pergeseran dari
keadaan sehat dan keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan
oleh kehilangan bagian tubuh; perubahan ukuran, bentuk,
penampilan atau fungsi tubuh; perubahan fisik yang
berhubungan dengan tumbuh kembang normal; prosedur medis
dan keperawatan.
C. TANDA GEJALA
Tanda dan gejala harga diri rendah dapat dinilai dari ungkapan pasien yang
menunjukkan penilaian tentang dirinya dan didukung dengan data hasil
wawancara dan observasi (Kemenkes, RI)
1. Data subjektif Pasien mengungkapkan tentang:
a. Hal negatif diri sendiri atau orang lain
b. Perasaan tidak mampu
c. Pandangan hidup yang pesimis
d. Penolakan terhadap kemampuan diri
2. Data objektif
a. Penurunan produktifitas
b. Tidak berani menatap lawan bicara
c. Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
d. Bicara lambat dengan nada suara rendah
D. RENTANG RESPON

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi diri Konsep diri Harga Keracun Diperson


diri an ali
1. Respon Adaptif sasi
renda Identita
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan
masalah yang di hadapinya.
a. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar
belakang pengalaman nyata yang sukses di terima.
b. Konsep diri adalah mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri.
2. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia
tidak mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
a. Harga diri rendah adalah transiksi antara respon diri adaptif
dengan konsep diri maladaptive.
b. Keracunan identitas adalah kegagalan individu dalam
kemalangan aspek psikososial dan kepribadian dewasa yang
harmonis.
c. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap
diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan
serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain
(Yusuf, Fitryasari, 2015).
E. POHON MASALAH

Defisit Isolasi Sosial Akibat


Perawatan Diri

Harga Diri Rendah


Masalah utama/Core
problem

Koping Individu Tidak Efektif


Etiologi/Causa
F. MASALAH KEPERAWATAN YANG PERLU DIKAJI
1. Isolasi sosial : menarik diri Data yang perlu dikaji
a. Lebih banyak diam
b. Lebih suka menyendiri/ hubungan interpersonal kurang
c. Personal hygiene kurang
d. Merasa tidak nyaman diantara orang
e. Tidak cukupnya ketrampilan sosial
f. Berkurangnya frekwensi, jumlah dan spontanitas dalam
berkomunikasi
2. Gangguan konsep diri harga diri rendah Data yang perlu dikaji
a. Perasaan rendah diri
b. Pikiran mengarah
c. Mengkritik diri sendiri
d. Kurang terlibat dalam hubungan sosial Isolasi Sosial
e. Meremehkan kekuatan/ kemampuan diri f. Menyalahkan diri sendiri
f. Perasaan putus asa dan tidak berdaya
3. Koping individu tidak efektif Data yang perlu dikaji
a. Masalah yang di hadapi pasien (sumber koping)
b. Strategi dalam menghadapi masalah
c. Status emosi pasien
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Yosep (2014) menjelaskan terdapat beberapa masalah keperawatan yang
mungkin muncul pada pasien dengan harga diri rendah diantaranya adalah:
1. Harga diri rendah kronik
2. Koping Individu tidak efektif
3. Isolasi sosial
4. Defisit Perawatan Diri
H. ASUHAN KEPERAWATAN MENURUT TEORI
Perencanaan tindakan keperawatan pada pasien menurut Kemenkes RI (2012),
yaitu:
1. Strategi pelaksanaan pertama pasien: pengkajian dan latihan kegiatan
pertama
a. Identifikasi pandangan/penilaian pasien tentang diri sendiri dan
pengaruhnya terhadap hubungan dengan orang lain, harapan
yang telah dan belum tercapai, upaya yang dilakukan untuk
mencapai harapan yang belum terpenuhi
b. Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif
pasien (buat daftar kegiatan)
c. Membantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat
ini (pilih dari daftar kegiatan mana kegiatan yang dapat
dilaksanakan)
d. Membuat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
e. Membantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat
dilakukan saat ini untuk dilatih
f. Melatih kegiatan yang dipilih oleh pasien (alat dan cara
melakukannya.
g. Memasukkan kegiatan yang telah dilatih pada jadwal kegiatan
untuk dilatih dua kali per hari.
2. Strategi pelaksanaan kedua pasien : latihan kegiatan kedua
a. Mengevaluasi tanda dan gejala harga diri rendah.
b. Memvalidasi kemampuan pasien melakukan kegiatan pertama
yang telah dilatih dan berikan pujian.
c. Mengevaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama
d. Membantu pasien memilih kegiatan kedua yang telah dilatih
e. Melatih kegiatan kedua (alat dan cara)
f. Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan: dua kegiatan,
masingmasing dua kali per hari
3. Strategi pelaksanaan ketiga pasien: latihan kegiatan
a. Mengevaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
b. Memvalidasi kemampuan melakukan kegiatan pertama dan
kedua yang telah dilatih dan berikan pujian
c. Mengevaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama dan kedua
d. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilakukan
e. Melatih kegiatan ketiga (alat dan cara)
f. Memasukkan jadwal kegiatan untuk latihan: tiga kegiatan,
masingmasing dua kali per hari.
4. Strategi pelaksanaan keempat pasien: latihan kegiatan keempat
a. Mengevaluasi data harga diri rendah
b. Memvalidasi kemampuan melakukan kegiatan pertama, kedua,
dan ketiga yang telah dilatih dan berikan pujian
c. Mengevaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama, kedua dan
ketiga.
d. Membantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilate
e. Melatih kegiatan keempat (alat dan cara)
f. Memasukan pada jadwal kegiatan untuk latihan: empat
kegiatan masingmasing dua kali per hari.
DAFTRA PUSTAKA

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika Badan PPSDM.2012. Modul pelatihan Kesehatan Jiwa
Masyarakat. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Keliat, BA, et al. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CHMN
(Basic Course). Jakarta : EGC.
Yosep, Iyus dan Titin Sutini. 2014. Buku Ajar Kerawatan Jiwa. Bandung: PT
Refika Aditama.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

HARGA DIRI RENDAH

A. KONDISI KLIEN
1. Klien sering menyendiri
2. Klien mengatakan malu dan tak berguna
3. Klien sering mengatakan dirinya tidak mampu melakukan sesuatu
4. Klien lebih banyak diam
5. Selama berkomunikasi kontak mata kurang
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Harga Diri Rendah
C. TUJUAN DAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Tujuan :
1. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Klien dapat memulai kemampuan yang dapat digunakan
3. Klien dapat memilih kemampuan yang akan digunakan
4. Klien mampu melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan yang
dimilikinya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri
2. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki oleh pasien
3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap
kegiatan
4. Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
5. Berikan pasien kesempatan untuk mengucapkan perasaannya setelah
melaksanakan kegiatan
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN SP I
1. ORIENTASI
a. Salam Teraupetik
“Selamat pagi, assalamualaikum buk Boleh Saya kenalan dengan ibu?
Nama Saya Maya Melinda boleh panggil Saya Maya Saya Mahasiswa
Universitas Aisyiyah Surakarta, Saya sedang praktik di bangsal
Drupadi ini dari pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB
siang. Kalau boleh Saya tahu nama ibu siapa dan senang dipanggil
dengan sebutan apa?”
b. Evaluasi / Validasi “Bagaimana perasaan buk hari ini? Bagaimana
tidurnya tadi malam? Ada keluhan tidak?”
c. Kontrak “Bagaimana , kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan
dan kegiatan yang pernah ibu lakukan?Setelah itu kita akan nilai
kegiatan mana yang masih dapat ibu lakukan di rumah sakit. Setelah
kita nilai ,kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih “ “Dimana kita
duduk untuk bincang-bincang? bagaimana kalau di ruang tamu Berapa
lama? Bagaimana kalau 10 menit saja?”
2. KERJA ( Langkah – langkah keperawatan )
“ buk ,apa saja kemampuan yang ibuk miliki ? Bagus ,apa lagi? Saya buat
daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa ibuk lakukan ?
Bagaimana dengan merapikan kamar? Menyapa? Mencuci piring..............dst”.
“Wah ,bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang ibuk miliki”.
“ buk dari lima kegiatan kemampuan ini ,yang mana yang masih dapat
dikerjakan di rumah sakit ?
Coba kita lihat ,yang pertama bisakah ,yang kedua............sampai 5 (misalnya
ada 3 yang masih bisa dilakukan).Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih
bisa kerjakan di rumah sakit ini.
“Sekarang ,coba ibu pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah
sakit ini”. “ yang nomor satu ,merapikan tempat tidur? Kalau
begitu,bagaimana kalau sekarang kita latihan merapikan tempat tidur
buk”.Mari kita lihat tempat tidur ibuk ya. Coba lihat ,sudah rapikah tempat
tidurnya?” “Nah kalau kita mau merapikan tempat tidur ,mari kita pindahkan
dulu bantal dan selimutnya.bagus! Sekarang kita angkat spreinya dan
kasurnya kita balik.”Nah,sekarang kita pasang lagi spreinya ,kita mulai dari
atas ya bagus! Sekarang sebelah kaki ,tarik dan masukkan ,lalu sebelah pinggir
masukkan .Sekarang ambil bantal,rapikan dan letakkan di sebelah atas kepala.
Mari kita lipat selimut ,nah letakkan sebelah
bawah kaki ,bagus!” “buk sudah bisa merapikan tempat tidur dengan baik sekali
.Coba perhatikan bedakah dengan sebelum dirapikan ?Bagus” “ Coba ibuk
lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau ibuk lakukan
tanpa disuruh , tulis B (bantuan ) jika diingatkan bisa melakukan ,dan T
( tidak) melakukan .
3. TERMINASI
a. Evaluasi
“Bagaimana perasaan ibuk setelah kita bercakap-cakap dan latihan
merapikan tempat tidur ya buk ?, buk ternyata banyak memiliki
kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya ,
merapikan tempat tidur , yang sudah Mas praktekkan dengan baik
sekali Coba ulangi bagaimana cara merapikan tempat tidur tadi, Bagus
sekali..
b. Rencana Tindak Lanjut
“Sekarang ,mari kita masukkan pada jadual harian . ibuk mau berapa
kali sehari merapikan tempat tidur. Bagus ,dua kali yaitu pagi-pagi jam
berapa? Lalu sehabis istirahat ,jam 16.00”
“ Coba ibuk lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri)
kalau ibuk lakukan tanpa disuruh , tulis B(bantuan ) jika diingatkan
bisa melakukan ,dan T ( tidak) melakukan .
“Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. buk masih ingat
kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah sakit selain
merapikan tempat tidur? Ya bagus,cuci piring ….
c. Kontrak yang akan datang
Kalau begitu kita akan latihan mencuci piring besok ya jam 08.00 pagi
di dapur sehabis makan pagi Sampai jumpa ya…Assalamu’alaikum
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN SP II
1. ORIENTASI
a. Salam terapeutik “Assalamualaikum ibu. Apakah ibu masih ingat
dengan saya? Sesuai janji saya kemarin saya datang lagi.”
b. Evaluasi / validasi : “Bagaimana perasaan ibu pagi ini? Bagaimana
dengan perasaan negatif yang ibu rasakan? Bagus sekali berarti
perasaan
tidak berguna yang ibu rasakan sudah berkurang. Bagaimana dengan
kegiatan merapikan tempat tidurnya?, boleh saya lihat kamar tidurnya?
Tempat tidurnya rapi sekali. Sekarang mari kita lihat jadwalnya, wah
ternyata ibu telah melakukan kegiatan merapikan tempat tidur sesuai
jadwal, lalu apa manfaat yang ibu rasakan dengan melaukan kegiatan
merapikan tempat tidur secara terjadwal?
c. Kontrak :
1) Topik “Sekarang kita akan kita akan lanjutkan latihan kegiatan
yang kedua. Hari kita mau latihan cuci piring kan?
2) Waktu Kita akan melakukan latihan cuci piring selamaa 30
menit yang buk
3) Tempat
“Dimana tempat mencuci piringnya buk?”
2. FASE KERJA
Baik, sebelum mencuci piring, kita persiapkan dulu perlengkapan untuk
mencuci piring. Menurut ibuk apa saja yang kita perlu kita siapkan saat
mencuci piring?, ya bagus, jadi sebelum mencuci piring kita perlu menyiapkan
alatnya yaitu sabun cuci piring dan spoons untuk mencuci piring. Selain itu
juga tersedia air bersih untuk membilas piring yang telah kita sabuni Nah
sekarang bagaimana langkah-langkah atau cara mencuci yang biasa ibuk
lakukan? Benar sekali, tapi sebaiknya sebelum kita mencuci piring pertama
kita bersihkan pirimng dari sisa-sisa makanan dan kita kumpulkan disuatu
tempat atau tempat sampah. Kemudian kita basahi piring dengan air, lalu
sabuni seluruh permukaan piring, dan kemudian dibilas hingga bersih sampai
piringnya tidak teras licin lagi. Kemudian kita letakkan pada rak piring yang
tersedia. Jika ada piring dan gelas, maka yang pertama kali kita cuci adalah
gelasnya, setelah itu baru piringnya. Sekarang bisa kita mulai buk. Bagus
sekali, ibuk telah mencuci piring dengan cara yang baik. Menurut ibuk
bagaimana perbedaan setelah piring dicuci dibandingkan tadi sebelum piring
belum dicuci?
3. FASE TERMINASI
a. Evaluasi subjektif : Bagaimana perasaan ibuk setelah kita latihan
mencuci piring?
b. Evaluasi objektif : Nah coba ibuk sebutkan lagi langkah-langkah
mencuci piring yang baik pak? Bagus buk
c. Rencana Tindak Lanjut Sekarang mari kita masukan dalam jadwal
harian ibuk, mau berapa kali ibuk melakukannya? Bagus 3 kali…
setelah selesei makan sarapan, siang dan malam ya buk. Jika ibuk
melakukannya tanpa diingatkan perawat ibuk beri tanda M, tapi kalau
ibuk mencuci piring dibantu atau diingatkan perawat ibuk beri tanda B,
tapi kalau ibuk tidak melakukannya ibuk buat T.
d. Kontrak
1) Topic Baik, besok saya akan kembali lagi untuk melatih
kemampuan ibuk yang ketiga.
2) Waktu
ibuk mau jam berapa? Baik jam 10 pagi ya.
3) Tempat Tempatnya dimana buk? bagaimana kalau disini saja,
jadi besok kita ketemu lagi disini jam 10 ya. Assalamualaikum
buk.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN SP III
1. FASE ORIENTASI
a. Salam terapeutik
Assalamualaikum buk. Apakah ibuk masih ingat dengan saya? Sesuai
janji saya kemarin saya datang lagi.
b. Evaluasi / validasi :
Bagaimana perasaan ibuk pagi ini? Bagaimana dengan perasaan
negatif yang ibuk rasakan? Bagus sekali berarti perasaan tidak berguna
yang ibuk rasakan sudah berkurang. Bagaimana dengan jadwalnya?
Boleh saya lihat buk ? Yang merapikan tempat tidur sudah dikerjakan.
Bagus sekali, boleh saya lihat kamar tidurnya? Tempat tidurnya rapi
sekali. Untuk cuci piringnya sudah dikerjakan sesuai jadwal, coba
kita lihat
tempat cuci piringnya? Bersih sekali tidak ada piring dan gelas yang
kotor, semua sudah rapi di rak piring.wah buk luar biasa smua kegiatan
dikerjakan sesuai jadwal lalu apa manfaat yang ibuk rasakan dengan
melakukan kegiatan secara terjadwal?
c. Kontrak :
1) Topik
Sekarang kita akan lanjutkan latihan kegiatan yang ketiga. Hari
kita mau latihan menyapu kan? Tujuan pertemuan pagi ini
adalah untuk berlatih menyapu sehingga ibuk dapat menyapu
dengan baik dan merasakan manfaat dari kegiatan menyapu
2) Tempat
Kita akan melakukan latihan menyapu selamaa 30 menit buk
3) Waktu
Mas mau menyapu dimana? Bagaimana kalau dikamar ibuk?
2. FASE KERJA
Baik menurut buk, apa saja yang kita perlukan untuk menyapu lantai?, bagus
sebelum mulai kita menyapu kita perlu menyiapkan sapu dan pengki.
Bagaimana cara menyapu yang biasa ibuk lakukan? Yah bagus jadi menyapu
kita lakukan dari arah sudut ruangan. Menyapu juga dilakukan dibawah meja
dan kursi, bila perlu meja dan kursinya digeser, agar dapat menyapu pada
bagian lantainya dengan lebih bersih. Begitu juga untuk dibawah kolong
tempat tidur perlu disapu. Mari kita mulai berlatih buk? Ya bagus sekali buk
menyapu dengan bersih. Menurut ibuk bagaiman perbedaan setelah ruangan
ini disapu dibandingkan tadi sebelum disapu?
3. FASE TERMINASI
a. Evaluasi subjektif : Bagaimana perasaan ibuk setelah kita latihan
menyapu?
b. Evaluasi objektif : Nah coba ibuk sebutkan lagi langkah-langkah
menyapu yang baik buk? Bagus buk
c. Rencana Tindak Lanjut Sekarang mari kita masukan dalam jadwal
harian ibuk, mau berapa kali ibuk melakukannya? Bagus 2 kali…jam
berapa buk mau melakukannya ,jadi ibuk mau melaukannya jam 8 pagi
dan jam 5 sore. Jika ibuk melakukannya tanpa diingatkan perawat ibuk
beri tanda M, tapi kalau ibuk mencuci piring dibantu atau diingatkan
perawat ibuk beri tanda B, tapi kalau ibuk tidak melakukannya ibuk
buat T.
d. Kontrak
1) Topic Baik, besok saya akan kembali lagi untuk melatih
kemampuan ibuk yang keempat.
2) Waktu ibuk mau jam berapa? Baik jam 10 pagi ya.
3) Tempat Tempatnya dimana ibuk? bagaimana kalau disini saja,
jadi besok kita ketemu lagi disini jam 10 ya. Assalamualaikum
buk.
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

Nama : MELINDA AYU A


NIM 202012042

PRODI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. PENGERTIAN
Peawatan diri adalah salah satu kemampuan manusia dalam memenuhi
kebutuhannya sehari-hari guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien bisa dinyatakan
terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri
sendiri (Direja, 2011). Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik
dan psikis (Direja, 2011). Tarwoto dan Wartonah ( Direja, 2011)
menjelaskan kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak
mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya.
Menurut Nurjannah (Dermawan, 2013) defisit perawatan diri
adalah gangguan kemampuan seseorang untuk melakukan aktifitas
perawatan diri seperti mandi, berhias/berdandan, makan dan toileting.
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan
dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
kehidupan sehari hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi
secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas
dan penampilan tidak rapi. Defisit perawatan diri merupakan salah satu
masalah yang timbul pada pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa
kronis sering mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini
merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan
baik dalam keluarga maupun masyarakat (Yusuf, 2015).
B. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
Menurut Depkes (Dermawan, 2013), penyebab defisit perawatan diri
adalah:
1. Faktor predisposisi
a. Perkembangan keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis seperti penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak
mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun, klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri. Menurut Depkes (Dermawan, 2013),
faktor- faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah :
a. Body image berupa gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan
fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik sosial, pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan
diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal
hygiene.
c. Status sosial ekonomi mempengaruhi personal hygiene
memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
menderita diabetes melitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak
boleh
dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang, ada kebiasaan orang yang menggunakan
produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun,
sampo dan
lain-lain.
g. Kondisi fisik atau psikis, pada keadaan tertentu/sakit kemampuan
untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
C. TANDA DAN GEJALA
Menurut Depkes (Dermawan, 2013) tanda dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah :
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor.
b. Rambut dan kulit kotor.
c. Kuku panjang dan kotor.
d. Gigi kotor disertai mulut bau
e. Penampilan tidak rapi.
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif.
b. Menarik diri, isolasi diri.
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Sosial
a. Interaksi kurang.
b. Kegiataan kurang.
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d. Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembaraang
tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
D. RENTANG RESPON
Menurut Dermawan (2013), adapun rentang respon defisit perawatan diri
sebagai berikut :
1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan
mampu untuk berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan
klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
2. Kadang perawatan diri kadang tidak: saat klien mendapatkan stresor
kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli
dan tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.
E. POHON MASALAH

F. ASUHAN KEPERAWATAN MENURUT TEORI


1. Pengkajian
Data yang perlu dikaji pada klien dengan defisit perawatan diri
menurut (Direja, 2011) adalah :
a. Data subjektif
1) Pasien merasa malas untuk mandi karena airnya dingin
2) Klien merasa malas untuk berdandan
3) Klien mengatakan malas untuk makan karena tidak enak
4) Klien mengatakan malas untuk membersihkan alat kelamin
setelah BAB dan BAK
b. Data obyektif
1) Ketidakmampuan mandi/membersihkan diri ditandai dengan
rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan bau, serta kuku
panjang dan kotor.
2) Ketidakmampuan berpakaian/berhias ditandai dengan rambut
acak- acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak
sesuai, laki-laki: tidak bercukur, perempuan: tidak berdandan.
3) Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan
ketidakmampuan megambil makanan sendiri, makan
berceceran, dan tidak pada tempatnya.
4) Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri ditandai dengan
BAB/BAK tidak pada tempatnya dan tidak membersihkan diri
dengan baik setelah BAB/BAK.
2. Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
defisit perawatan diri menurut Fitria (2012), adalah sebagai berikut:
a. Defisit perawatan diri
b. Harga diri rendah
c. Isolasi sosial
3. Rencana tindakan keperawatan
a. Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri dengan cara
menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri, menjelaskan alat-
alat
untuk menjaga kebersihan diri, menjelaskan cara-cara melakukan
kebersihan diri, dan melatih klien mempraktikan cara menjaga
kebersihan diri.
b. Membantu klien latihan berhias dengan cara latihan berhias, pada
pria
dengan melatih cara berpakaian, menyisir rambut dan bercukur,
sedangkan pada klien perempuan meliputi cara berpakaian,
menyisir rambut dan berhias/berdandan.
c. Melatih klien cara makan secara mandiri dengan cara menjelaskan
tempat untuk BAK/BAB yang sesuai, menjelaskan cara
membersihkan
diri setelah BAB dan BAK, dan menjelaskan cara membersihkan
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, R., & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing

Direja, A.H.S. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika


Wartonah, Tarwoto. 2010. Kebutuhan Dasar manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Keliat dan Akemat. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta :
EGC

Yusuf, Ahmad Dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

A. KONDISI KLIEN
Klien tidak mau mandi, klien tampak kotor dan bau. Keluarga mengatakan
klien sering mudah tersinggung dan marah dan berpakaian tidak rapi.
B. DIAGNOSA
KEPERAWATAN Defisit
perawatan diri
C. TINDAKAN KEPERAWATN
SP1 Pasien : Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara
merawat diri dan melatih pasien tentang cara-cara perawatan
kebersihan diri
1. Fase orientasi
a. Salam Teraupetik
“Selamat pagi mas, perkenalkan nama saya Kharisma, saya
senang dipanggil Risma, saya Mahasiswa Universitas Aisyiyah
Surakarta.” Saya sedang praktik di bangsal Samba ini dari pukul
07.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB siang. Hari ini saya
akan berbincang- bincang dengan bapak ya. Kalau boleh saya tahu
nama bapak siapa dan senang dipanggil dengan sebutan apa?”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana keadaan bapak hari ini? Bapak terlihat lesu sekali”
c. Kontrak
Bagaimana jika hari ini kita ngobrol-ngobrol pak, nanti saya juga
akan ajarkan cara-cara merawat diri supaya bapak terlihat lebih
rapi lagi ya, “Bagaimana bapak mau?” ”Dimana kita akan
berbincang- bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu saja ?
Berapa lama kira- kira kita akan ngobrol pak ? Apakah cukup 20
menit ? Oke cukup ya 20 menit”
2. Fase kerja
“Baik bapak saya akan mengajarkan bagaimana cara berdandan yang
baik “
“Bapak ini ada kaca, coba bapak ngaca, rapi atau tidak pak ? Kita
merapikan penampilan bapak ya supaya lebih rapi dan enak
dipandang” “Nahh coba bapak sisir dulu rambutnya sambil ngaca nanti
akan terlihat rapi rambutnya jika di sisir dan akan lebih percaya diri
ya”
“Bagus bapak rambutnya sudah di sisir yaa lebih rapi kan bapak”
“Coba nanti bapak lakukan kegiatan menyisir ini setiap habis mandi
atau setiap habis bangun tidur nanti akan terlihat lebih rapi, enak di
pandang orang lain gitu pak”
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
“Bagaimana perasaannya bapak setelah berbincang-bincang dan
latihan
menyisir rambut? Iya bapak lebih rapi juga enak dilihat pak”
b. Rencana Tindak Lanjut
”Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Bapak mau
berapa kali sehari menyisir rambut?” “Bagus, 2-3 kali ya pak ?”
c. Kontrak yang akan datang
”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua ya pak,
memotong kuku. Apa mas kegiatan besok?”
“Ya bagus, memotong kuku. Kalau begitu kita akan latihan besok
jam 8 pagi di ruangan ini sehabis makan pagi selama 20 menit,
menurut bapak bagaimana? Oke pak, Sampai jumpa ya”

SP 2 Pasien: Percakapan melatih berdandan untuk pasien pria


(Berpakaian dan berhias)

1. Fase orientasi
a. Salam Terapeutik
Selamat pagi ? perkenalkan saya perawat yang akan membimbing
bapak. Apakah bapak masih ingat ?
b. Evaluasi Validasi
Bagaimana perasaaan bapak hari ini ? Bagaimana mandinya?”
Sudah di tandai dijadwal harian ?
c. Kontrak : Waktu, Tempat, Topik
“Hari ini kita akan latihan berdandan supaya bapak tampak rapi
dan ganteng. Mari bapak kita dekat cermin dan membawa
peralatannya, yaitu pakaian dan sisir rambut. Mau berapa lama kita
berlatih pak ? bagaimana kalau 15 menit saja ? mau dimana ?
bagaimana kalo dikamar rawat saja ?
2. Fase kerja
“Sudah diganti tadi pakaianya sehabis mandi ? Bagus….! Nah…
sekarang disisir rambutnya dengan baik dan yang rapi, bagus…!
Nah…coba bapak lihat dikaca ?
3. Fase terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
1) Evaluasi subjek (klien) : Bagaimana perasaan bapak belajar
berdandan ?
2) Evaluasi objek (perawat)
“Bapak jadi tampak segar dan rapi,. Coba mas jelaskan lagi
bagaimana cara berdandan seperti tadi ? Bagus sekali pak
b. Rencana Tindak Lanjut
“Mari masukkan dalam jadwalnya. Kegiatan harian, sama jamnya
dengan mandi. beri tanda kalau sudah dilakukan Seperti M (
mandiri
) kalau dilakukan tanpa disuruh, B (bantuan) kalau diingatkan baru
dilakukan dan T (tidak) tidak melakukan”
c. Kontrak yang akan datang
“Baik, besok saya akan kembali lagi untuk melatih kemampuan
bapak yang ketiga. Bapak mau jam berapa? Baik jam 8 pagi ya.
Tempatnya dimana pak? bagaimana kalau diruangan ini saja, jadi
besok kita ketemu lagi disini jam 8 pagi ya. Assalamualaikum.
SP 3 Pasien : Percakapan melatih pasien makan secara mandiri

1. Fase orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi pak ? Apakah pak ingat dengan saya ? ya benar sekali
b. Evaluasi Validasi
“Bagaimana perasaan pak hari ini ? Bapak tampak rapi sekali”
c. Kontrak
“Hari ini kita akan berlatih bagaimana makan dengan baik. Seperti
janji kita kemari kita ketemu diruang makan pagi ini ya pak ?
Bapak mau berapa lama ? bagaimana kalau 15 menit saja ? baik
pak.
2. Fase kerja
“Bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun setelah makan? Dimana
pak makan?” “Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun.
Ya, mari kita praktekkan! “Bagus! Setelah itu kita duduk dan ambil
makanan. Sebelum disantap kita berdoa dulu. Silakan bapak yang
pimpin!. Bagus. “Mari kita makan.. Saat makan kita harus menyuap
makanan satu - satu dengan pelan- pelan. Ya, ayo, sayurnya
dimakanya.” “Setelah makan kita bereskan piring, dan gelas yang
kotor. Ya betul, dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya bagus!”
3. Fase terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
1) Evaluasi subjek (klien)
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita makan bersama-sama
?“
2) Evaluasi objek (perawat)
“Apa saja yang harus kita lakukan pada saat makan, coba
jelaskan lagi pak bagus sekali.”
b. Rencana Tindak Lanjut
“Mari masukkan dalam jadwalnya. Kegiatan harian, sama jamnya
dengan mandi dan berdandan. Beri tanda kalau sudah dilakukan
Seperti M (mandiri) kalau dilakukan tanpa disuruh, B (bantuan)
kalau diingatkan baru dilakukan dan T (tidak) tidak melakukan ?
Nah, coba lakukan seperti tadi setiap makan.
c. Kontrak yang akan datang
“Baik, besok saya akan kembali lagi untuk melatih kemampuan
bapak yang keempat. bapak mau jam berapa? Baik jam 8 pagi ya.
Tempatnya dimana pak ? bagaimana kalau diruang ini saja, jadi
besok kita ketemu lagi disini jam 8 ya. Assalamualaikum.

SP 4 Pasien : Percakapan mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK


secara mandiri

1. Fase orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi pak ? Apakah bapak masih ingat dengan saya ? ya
benar sekali
b. Evaluasi Validasi
“Bagaimana perasaan bapak hari ini ? bapak tampak rapi sekali ?
c. Kontrak
“Hari ini kita akan berlatih bagaimana melakukan BAB/BAK
dengan baik. Seperti janji kita kemari kita ketemu dikamar mandi
pagi ini ya pak? Bapak mau berapa lama ? bagaimana kalau 20
menit saja ? baik pak.
2. Fase kerja
“Cara cebok yang bersih setelah berak yaitu dengan menyiramkan air
dari arah depan ke belakang. Jangan terbalik ya, … Cara seperti ini
berguna untuk mencegah masuknya kotoran / tinja yang ada di anus ke
bagian kemaluan” “Setelah selesai cebok, jangan lupa tinja / air
kencing yang ada di kakus / WC dibersihkan. Caranya siram tinja / air
kencing tersebut dengan air secukupnya sampai tinja / air kencing itu
tidak tersisa di kakus / WC. Jika membersihkan tinja / air kencing
seperti ini, berarti bapak ikut mencegah menyebarnya kuman yang
berbahaya yang
ada pada kotoran/ air kencing. “Jangan lupa merapikan kembali
pakaian sebelum keluar dari WC / kakus, lalu cuci tangan dengan
menggunakan sabun”.
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi subjek
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita membicarakan
tentang cara BAK/BAB yang baik?”
2) Evaluasi objek
“Coba bapak jelaskan ulang tentang cara BAB? BAK yang
baik.” Bagus...!
b. Rencana Tindak Lanjut
“Mari masukkan dalam jadwalnya. Kegiatan harian, sama jamnya
dengan mandi dan berdandan. Beri tanda kalau sudah dilakukan
Seperti M (mandiri) kalau dilakukan tanpa disuruh, B (bantuan)
kalau diingatkan baru dilakukan dan T (tidak) tidak melakukan.
c. Kontrak yang akan datang
“Nah...besok kita ketemu lagi, untuk melihat sudah sejauh mana
bapak bisa melakukan jadwal kegiatannya.”
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Nama : MELINDA AYU A

NIM 202012042

PRODI D III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS A’ISYIYAH SURAKARTA

TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan merupakan respon maladaptif dari kemarahan, hasil
dari kemarahan yang ekstrim ataupun panik. Perilaku kekerasan yang
timbul diawali dengan adanya perasaan tidak berharga, takut, dan ditolak
oleh lingkungan sehingga individu akan menyingkir dari hubungan
interpersonal dengan oran lain (Pardede, Keliat & Wardani, 2015).
Perilaku kekerasan adalah salah satu respon terhadap stressor yang
dihadapi oleh seeorang yang di tunjukan dengan perilaku kekerasan
baik pada diri sediri maupun orang lain dan lingkungan baik secara
verbal maupun non-verbal. Bentuk perilaku kekerasan yang dilakukan bisa
amuk, bermusuhan yang berpotensi melukai, merusak baik fisik maupun
kata-kata (Kio, 2020).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis dapat terjai dalam dua
bentuk yaitu saat berlangsung kekerasan atau riwayat perilaku
kekerasan. Perilaku kekerasan merupakan respon maladaptif dari marah
akibat tidak mampu klien untuk mengatasi stresor lingkungan yang
dialaminya (Estika, 2021)
B. FAKTOR PREDIPOSISI DAN PRESIPITASI
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi resiko perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Faktor presdiposisi
1) Faktor PsikologisPsyschoanalytical Theory : Teori ini
mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari
instinctual drives. Pandangan psikologi mengenai perilaku
agresif mendukung pentingnya peran dari perkembangan
predisposisi atau pengalaman hidup. Beberapa contoh dari
pengalaman hidup tersebut :
a. Kerusakan otak organik dan retardasi mental sehingga
tidak mampu menyelesaikan secara efektif.
b. Rejeksi yang berlibihan saat anak-anak.
c. Terpapar kekerasan selama masa perkembangan.
2) Faktor Sosial Budaya
Sosial Learning Theory, ini merupakan bahwa agresif tidak
berbeda dengan respon-respon yang lain, kultural dapat pula
mempengaruhi perilaku kekerasan.
3) Faktor biologis
Neurotransmeiter yang sering dikaaitkan perilaku agresif dimana
faktor pendukunya adalah masa kanak-kanak yang tidak
menyengkan, sering mengalami kegagalan, kehidupan yang penuh
tindakan agresif dan lingkungan yang tidak kondusif.
4) Perilaku
Reinfocemnt yang terima pada saat melakukan kekerasan
dan seringmengobservasi kekerasan di rumah atau di luar
rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan.
2. Faktor presipitasi
Ketika seseorang merasa terancam terkadang tidak menyadari
sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Tetapi
secara umum, seseorang akan mengerluarkan respon marah
apabila merasa dirinya terancam. Faktor presipitasi bersumber
dari klien, lingkungan, atau interaksi dengan orang lain. Faktor
yang mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yaitu
(Parwati, 2018) :
a. Klien : Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan,
kurang percaya diri.
b. Lingkungan : Ribut, kehilangan orang atau objek yang berharga,
konflik interaksi sosial.
C. TANDA GEJALA
Tanda dan gerjala perilaku kekerasan adalah muka merah, tegang, mata
melotot/pandangan tajam, bicara kasar, nada suara tinggi, membentak,
kata-kata kotor, ketus, memukul benda/orang lain, menyerang orang
lain, merusk lingkungan, amuk/agresif, jengkel, tidakberdaya,
bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, cerewet, kasar, berdebat,
menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli, kasar, penolakan,
kekerasan, ejekan dan sindiran (Estika, 2021).

Tanda dan gejala perilaku kekerasan berdasarkan standar asuhan


keperawatan jiwa dengan masalah resiko perilaku kekerasan,
(Pardede, 2020) :
Subjektif
a. Mengungkapkan perasaan kesal atau marah.
b. Keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
c. Klien suka membentak dan menyerang orang lain.

Objektif
a. Mata melotot/pandangn tajam.
b. Tangan mengepal dan Rahang mengatup.
c. Wajah memerah.
d. Postur tubuh kaku.
e. Mengancam dan Mengumpat dengan kata-kata kotor.
f. Suara keras.
g. Bicara kasar, ketus.
h. Menyerang orang lain dan Melukai diri sendiri/orang lain.
i. Merusak lingkungan.
j. Amuk/agresif.
D. RENTANG RESPON
Respon marah berfluktasi sepanjang respon adaptif dan maladaptive

Respon Adaptif Respon Maladaptive

Asertif Pasif Perilaku Kekerasan

Dalam setiap orang terdapat kapasitas untuk berprilaku pasif, asertif, dan
agresif/ perilaku kekerasan (Stuart dan Laraia, 2005 dalam Dermawan dan
Rusdi 2013).
1) Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu
menyatakan atau mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa
menyalahkan atau menyakiti orang lain sehingga perilaku ini dapat
menimbulkan kelegaan pada individu.
2) Perilaku pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk
mengungkapakn perasaan marah yang sedang dialami, dilakukan
dengan tujuan menghindari suatu ancaman nyata.
3) Agresif/perilaku kekerasan. Merupakan hasil dari kemarahan yang
sangat tinggi atau ketakutan (panik)
Stress, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat
menimbulkan kemarahan yang dapat mengarah pada perilaku kekerasan.
Respon rasa marah bisa diekspresikan secara eksternal (perilaku
kekerasan) maupun internal (depresi dan penyakit fisik).
Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif menggunakan
kata-kata yang dapat di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang
lain, akan memberikan perasaan lega, menurunkan ketegangan sehingga
perasan marah dapat teratasi. Apabila perasaan marah diekspresikan
dengan perilaku kekerasan biasanya dilakukan individu karena ia merasa
kuat. Cara demikian tidak menyelesaikan masalah, bahkan dapat
menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan perilaku destruktif.
Perilaku yang tidak asertif seperti menekan rasa marah dilakukan
individu seperti pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari perasaan
marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan
menimbulakn rasa bermusuhan yang lama dan suatu saat akan
menimbulkan perasaaan destruktif yang ditunjukan kepada diri sendiri.
(Dermawan dan Rusdi 2013).
E. POHON MASALAH

Resiko tinggi melukai diri


Effect
sendiri, orang lain,
maupun lingkungan

Perilaku Kekerasan
Core Problem

Harga Diri Rendah


Causa

Sumber : (Nurhalimah, 2016)


F. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
a. Pengkajian
Menurut Roman dan Walid (2012) pengkajian adalah tahap awal dan
dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian merupakan tahap yang
paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kegiatan dalam pengkajian
adalah pengumpulan data. Samber data terbagi menjadi dua yaitu
sumber data primer yang berasal dari klien dan sumber data sekunder
yang diperoleh selain klien seperti keluarga, orang terdekat, teman,
orang lain yang tahu tentang status kesehatan klien dan tenaga
kesehatan. Data pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan
menjadi factor predisposisi, factor presipitas, penilaian terhadap
stressor, sumber kopin, dan kemampuan koping yang dimiliki klien.
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Datadata tersebut dikelompokkan menjadi factor
predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stressor sumber koping,
dan kemampuan koping yang dimiliki klien. Datadata yang diperoleh
selama pengkajian juga dapat dikelompokkan menjadi data subjektif
dan data objektif (Deden dan Rusdi, 2013).
Menurut Keliat (2010), data yang perlu dikaji pada pasien dengan
prilaku kekerasan yaitu pada data subyektif klien mengancam,
mengumpat dengan kata-kata kotor, mengatakan dendam dan jengkel.
Klien juga menyalahkan dan menuntut. Pada data objektif klien
menunjukkan tanda-tanda mata melotot dan pandangan tajam, tangan
mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, postur tubuh
kaku dan suara keras. (Handayani et al., 2017)
b. Diagnosa keperawatan
Menurut (SDKI, 2017), diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan
pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan adalah :
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Harga diri
rendah
c. Rencana Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi TTD
Keperawatan Hasil
1 Resiko Setelah dilakukan Pencegahan perilaku kekerasan Meli
perilaku tindakan (I.14544)
kekerasan keperawatan selama O:
3x8jam diharapkan 1. Monitor adanya benda yang
kontrol diri berpotensi membahayakan
meningkat dengan (mis. benda tajan, tali)
kriteria hasil :
1. Verbalisasi 2. Monitor keamanan barang
ancaman kepada yang dibawa oleh
orang lain pengunjung
menurun 3. Monitor selama
2. Verbalisasi penggunaan barang yang
umpatan menurun dapat membahayakan (mis.
3. Perilaku pisau cukur)
menyerang T:
menurun 1. Pertahankan lingkungan
4. Perilaku melukai bebas dari bahaya secara
diri sendiri /orang rutin
lain menurun 2. Libatkan keluarga dalam
5. Perilaku perawatan
agresif/amuk E:
menurun 1. Anjurkan pengunjung dan
6. Perilaku suara keluarga untuk mendukung
keras dan bicara keselamatan pasien
ketus menurun 2. Latih menggunakan
perasaan secara asertif
3. Latih mengurangi
kemarahan secara verbal
dan nonverbal (mis.
relaksasi, bercerita)
2. Harga diri Setelah dilakukan Promosi harga diri (I.09308) Meli
rendah tindakan O:
keperawatan selama 1. Identifikasi budaya,
3x8jam diharapkan agama, ras, jenis kelami,
harga diri meningkat dan usia terhadap harga
dengan kriteria hasil diri
: 2. Monitor verbalisasi yang
1. Penilaian diri merendahkan diri
positif meningkat
2. Penerimaan 3. Monitor tingkat harga diri
penilaian positif setiap waktu, sesuai
terhadap diri kebutuhan
sendiri meningkat T:
3. Perasaan 1. Motivasi terlibat dalam
memiliki verbalisasi positif untuk
kelebihan atau diri sendiri
kemampuan 2. Diakusikan pernyataan
positif meningkat tentang harga diri
4. Konsentrasi 3. Diskusikan pengalaman
meningkat yang meningkatkan harga
diri
4. Diskusikan alasan
mengkritik diri atau rasa
bersalah
E:
1. Jelaskan kepada keluarga
pentingnya dukungan
dalam perkembangan
konsep positif diri pasien
2. Anjurkan mengidentifikasi
kekuatan yang dimiliki
3. Anjurkan
mempertahankan kontak
mata saat berkomunikasi
dengan orang lain
4. Latih pernyataan
/kemampuan positif diri
d. Pelaksanaan
Menurut Keliat (2012) implementasi keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan
mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas
klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu menvalidasi
apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai
dengan kondisi klien pada saat ini. Hubungan saling percaya antara
perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan.
Dermawan (2013) menjelaskan bahwa tindakan keperawatan
dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP) perilaku kekerasan terdiri
dari : SP 1 (pasien): membina hubungan saling percaya, membantu
klien mengenal penyebab perilaku kekerasan, membantu klien dalam
mengenal tanda dan gejala dari perilaku kekerasan. SP 2 (pasien) :
maembantu klien mengontrol perilaku kekerasan dengan memukul
bantal atau kasur. SP 3 (pasien) : membantu klien mengontrol perilaku
kekerasan seacara verbal seperti menolak dengan baik atau meminta
dengan baik. SP 4 (pasien) : membantu klien mengontrol perilaku
kekerasan secara spiritual dengan cara sholat atau berdoa. SP 5
(pasien)
: membantu klien dalam meminum obat seacara teratur.
Tindakan keperawatan pada keluarga dengan perilaku kekerasan
secara umum adalah sebagai berikut : 1. SP1 : Memberikan Pendidikan
kesehatan kepada keluarga tentang cara merawat pasien perilaku
kekerasan di rumah. 2. SP2 : melatih keluarga melakukan cara-cara
mengendalikan kemarahan. 3. SP3 : membantu perencanaan pulang
bersama keluarga.
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus
pada respons keluarga terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Evaluasi proses atau pormatif dilakukan setiap selesai
melakukan tindakan.Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan
SOAP sebagai pola pikirnya. (Keliat, 2011).
S : Respon subjektif keluarga terhadap intervensi keperawatan yang
telah dilaksanakan.
O : Respon objektif keluarga terhadap tindakan keperawatan yang
telah di laksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpukan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data
yang kontradikdif dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasar hasil analisa pada respon
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa;Konsep Dan Kerangka Kerja


Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta ; Gosyen Publishing
Estika Mei Wulansari, E. (2021).Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan
Risiko Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Daerah dr Arif
Zainuddin Surakarta (Doctoral dissertation, Universitas Kusuma
Husada Surakarta).
Keliat, B. A. & Akemat. (2011). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas. Jakarta:
EGC.
Keliat, B. A. & Akemat. (2012). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas. Jakarta:
EGC.
Kio, A. L., Wardana, G. H., & Arimbawa, A. G. R. (2020). Hubungan Dukungan
Keluarga terhadap Tingkat Kekambuhan Klien dengan Resiko
Perilaku Kekerasan.Caring: Jurnal Keperawatan,9(1), 69-72.
Nurhalimah, N. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan jiwa (A. A. P.
Bangun Asmo Darmanto (ed.)). Pusdik SDM Kesehatan.

Pardede, J. A., Keliat, B.A., & Yulia, I. (2015). Kebutuhan Dan Komitmen Klien
Meningkat Setelah Diberkan Acceptance And Commitment
TherapyDan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 3(18), 157-166.

Parwati, I. G., Dewi, P. D., & Saputra, I. M. (2018). Asuhan Keperawatan


PerilakuKesehatan
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
A. KONDISI PASIEN
1. Data Subjektif
a. Pasien mengatakan suka marah – marah yang tidak terkonrol saat
keinginanya tidak dipenuhi
b. Klien mengatakan suka membantik barang-barang yang ada
disekitarnya
2. Data Objektif
a. Klien menjawab pertanyaan dengan nada bicara yang cepat
b. Klien tampak tegang saat berinteraksi
c. Klien menjawab pertanyaan dengan singkat
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko perilaku kekerasan
C. TINDAKAN KEPERAWATAN
SP 1 (Latihan Kontrol Perilaku Kekerasan dengan cara Tarik Nafas
Dalam dan Pukul Bantal/Kasur)
A. FASE ORIENTASI
1. Salam Terapeutik
“Selamat pagi mas, perkenalkan nama saya Lusi Kusnul, saya
senang dipanggil Lusi, saya Mahasiswa Universitas Aisyiyah
Surakarta.” Saya sedang praktik di bangsal samba dari pukul 07.00
WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB siang. Hari ini saya akan
berbincang- bincang dengan mas ya. Kalau boleh Saya tahu nama
mas siapa dan senang dipanggil dengan sebutan apa?”
2. Evaluasi / Validasi
Bagaimana perasaan mas hari ini? Apa keluhan mas hari ini?
Apakah tidur mas nyenyak?
3. Kontrak Waktu
“Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan
marah mas. Berapa lama mas mau kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 15 menit? Mas berbincang-bincang dimana
baiklah di sini saja ya “
B. FASE KERJA
“Apa yang menyebabkan Mas Marah? Apakah sebelumnya Mas
pernah marah? Terus penyebabnya apa? Samakah dengan yang
sekarang? Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang
berantakan, makanan yang tidak tersedia, air tak tersedia (misalnya ini
penyebab marah klien), apa yang Mas rasakan? Apakah Mas merasa
kesal, kemudian dada Mas berdebar-debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat, dan tangan mengepal? Apa yang Mas lakukan
selanjutnya? Apakah dengan Mas marah-marah keadaan jadi lebih
membaik? Menurut Mas adakah cara lain yang lebih baik Selain
marah-marah? Maukah Mas belajar mengungkapkan marah dengan
baik tanpa menimbulkan kerugian? Ada beberapa cara fisik untuk
mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar satu cara dulu, begini
mas kalau tanda-tanda marah itu sudah mas rasakan, mas berdiri lalu
tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-
lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan, coba lagi dan
lakukan sebanyak 5 kali. Bagus sekali lagi, mas sudah dapat
melakukannya. Nah sebaiknya latihan ini mas lakukan secara rutin,
sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul mas sudah terbiasa
melakukannya dan cara yang kedua dengan melampiaskan marah
Bapak dengan memukul bantal atau kasur"
C. FASE TERMINASI
1. Evaluasi Subjektif
"Bagaimana perasaan Mas setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan Mas? "
2. Evaluasi Objektif
"Coba mas Sebutkan penyebab Mas marah, dan yang Mas rasakan
dan apa yang Mas lakukan serta akibatnya"
"Coba Bagaimana cara mengontrol marah mas saat mas sedang
marah?”
3. Rencana Tindakan Lanjut
"sekarang kita buat jadwal latihan ya mas, berapa kali sehari mas
mau latihan nafas dalam? "
4. Kontrak Waktu
"Bagaimanakah kalau besok saat jam makan siang kita latihan cara
lain yaitu dengan minum obat secara teratur? Tempatnya di sini
saja ya mas? selamat pagi. "

SP 2 (Latihan Kontrol Perilaku Kekerasan dengan Minum Obat)

A. FASE ORIENTASI
1. Salam Terapeutik
“selamat pagi mas, masih ingat dengan saya kan?
2. Evaluasi / Validasi
"Bagaimana mas, sudah makan siang, sudah minum obatnya?
Apakah mas sudah mencoba cara yang saya berikan kemarin? Mas
masih ingat cara yang kemarin? "
3. Kontrak Waktu
" Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara
minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah? Dimana
enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat di
sini lagi? Berapa lama mas mau kita berbincang-bincang
bagaimana kalau 15 menit? "
B. FASE KERJA
" Mas sudah dapat obat dari dokter? Berapa macam obat yang Mas
minum? Warnanya apa saja? Bagus. Jam berapa di minum? Bagus.
Obatnya ada tiga macam, yang warnanya orangnye namanya CPZ
gunanya agar pikiran tenang, yang putih namnya THP agar rileks dan
tidak tegang dan yang merah jambu ini namanya HLP rasa marah
berkurang. Semuanya ini harus mas minum 3X sehari jam 7 pagi, jam
1 siang, dan jam 7 malam. Bila nanti setelah minum obat mulut mas
terasa kering, untuk membantu mengatasinya mas bisa menghisap -
hisap es batu. Bila terasa berkunang-kunang mas, mas sebaiknya
istirahat dan jangan beraktifitas dulu. Nanti di rumah sebelum minum
obat ini mas lihat dulu label di kotak apakah benar nama mas tertulis
di situ, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja harus
diminum, baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Disini minta
obatnya pada suster kemudian cek lagi Apakah benar obatnya. Jangan
pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan
dokter ya karena dapat terjadi kekambuhan. sekarang kita masukkan
waktu minum obat ke dalam jadwal ya. "
C. FASE TERMINASI
1. Evaluasi Sebjektif
“Bagaimana perasaan mas setelah kita bercakap-cakap tentang
cara kita minum obat yang benar? "
2. Evaluasi Objektif
“Coba bapak Sebutkan lagi jenis-jenis obat yang mas minum.
Bagaimana cara minum obat yang benar? Nah ,sudah rapat cara
mengontrol Perasaan marah yang kita pelajari? "
3. Rencana Tindakan Lanjut
"Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum
obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya. "
4. Kontrak Waktu
"Baik, besok kita ketemu lagi untuk latihan dengan cara yang
ketiga, besuk sekitar jam 09:00 WIB bagaimana Mas? Mas mau?
Bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi di sini? Baik
mas, selamat siang. "

SP 3 ( Latihan Kontrol Perilaku Kekerasan dengan Cara Verbal)

A. FASE ORIENTASI
1. Salam Terapeutik
"Selamat pagi Mas sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita
ketemu lagi. Masih ingat dengan saya mas? "
2. Evaluasi / Validasi
"Bagaimana mas, sudah dilakukan tarik nafas dalam dan pukul
Kasur/bantal? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan
secara teratur? Apakah Bapak masih ingat dengan macam-macam
obat mas?
3. Kontrak Waktu
"Bagaimana kalau kita sekarang latihan cara bicara untuk
mencegah marah? Di mana enaknya kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau di sini? Berapa lama mas mau kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau 15 menit? "
B. FASE KERJA
"Sekarang kita latihan cara bicara mas, baik untuk mencegah marah kalau
marah sudah disalurkan melalui Tarik nafas dalam atau pukul kasur dan
bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang
membuat kita marah. Ada tiga caranya :
1) Meminta dengan baik tanpa marah dengan suara yang rendah serta
tidak menggunakan kata-kata kasar. kemarin bapak mengatakan
penyebab marahnya karena makanan tidak tersedia, rumah
berantakan, coba bapak minta sediakan makanan dengan baik: "
tolong sediakan makanan dan bereskan rumah" nanti biasakan
dicoba di sini untuk meminta Baju, minta obat, dan lain-lain. coba
mas praktekan. Bagus mas.
2) Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan mas tidak ingin
melakukannya, katakan "maaf saya tidak bisa melakukannya karena
sedang ada kerjaan". Coba praktekkan mas. Bagus mas.
3) Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal, mas dapat mengatakan: "saya jadi ingin marah
karena perkataan itu. ". Coba praktekkan. Bagus. "
C. FASE TERMINASI
1. Evaluasi Subjektif
"Bagaimana perasaan mas setelah bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan cara yang baik?”
2. Evaluasi Objektif
"coba mas Sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari.
Bagus sekali, sekarang mari kita masukkan dalam jadwal ya."
3. Rencana Tindak Lanjut
"Berapa kali sehari mas mau latihan bicara yang baik? Bisa kita buat
jadwalnya? Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari, misalnya
meminta obat, makan dan lain-lain. Bagus nanti dicoba ya mas. "
4. Kontrak Waktu
"Bagaimana kalau besok untuk mengatasi rasa marah mas yaitu
dengan cara ibadah, mau di mana mas? Di sini lagi? Baik sampai
bertemu besok ya mas. "

SP 4 (Latihan Konrol Perilaku Kekerasan dengan Cara Spiritual)

A. FASE ORIENTASI
1. Salam Terapeutik
"Selamat pagi mas, mas masih ingat dengan saya?"
2. Evaluasi / Validasi
"Bagaimanakah latihan apa yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa
marahnya?"
3. Kontrak Waktu
"Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa
marah yaitu dengan ibadah? Dimana enaknya kita berbincang-
bincang? Bagaimana Kalau ditempat disini saja seperti Kemarin?
Berapa lama mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit? Mari mas."
B. FASE KERJA
"Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa mas lakukan ! Bagus, yang
mana yang mau dicoba? Nah, kalau mas sedang marah coba langsung
duduk dan langsung tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga marahnya
rebahkan badan agar rileks. Jika tidak ada juga, ambil air wudhu kemudian
sholat. " "Mas bisa melakukan salat secara teratur untuk meredakan
kemarahan. Coba mas sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang
mana? Coba sebutkan caranya? "
C. FASE TERMINASI
1. Evaluasi Subjektif
"Bagaimana perasaan mas setelah kita bercakap-cakap tentang cara
yang keempat ini? "
2. Evaluasi Objektif
"Coba mas ulangi apa yang tadi kita pelajari !"
" Jadi ada berapa cara mengontrol marah yang sudah kita pelajari?
Bagus."
3. Rencana Tindak Lanjut
"Mari kita masukkan ke kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan mas.
Mau berapa kali mas sholat. baik kita masukkan sholat Maghrib dan
isya' (sesuai dengan yang disebutkan pasien). "
" Coba mas Sebutkan lagi cara ibadah yang dapat mas lakukan bila
bapak sedang marah"
"Setelah ini coba bapak melakukan sholat sesuai jadwal yang telah kita
buat tadi."
4. Kontrak Waktu
"Baik, besok kita ketemu lagi untuk melihat sejauh mana mas
melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah.
Selamat siang, sampai jumpa."

Anda mungkin juga menyukai