Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

PADA PASIEN ISOLASI SOSIAL MENARIK DIRI

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa
Dosen Pengampu :

1. Dwi Ariani Sulistyowati, S.Kep.,Ns.,M.Kep


2. Siti Khadijah, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :

Hafifah Refi Nabira

P27220021152

2BD4

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
SURAKARTA 2022/2023
KONSEP TEORI
ISOLASI SOSIAL MENARIK DIRI

A. Pengertian
Isolasi sosial merupakan pertahanan diri seseorang terhadap orang lain
maupun lingkungan yang menyebabkan kecemasan pada diri sendiri
dengan cara menarik diri secara fisik maupun psikis. Isolasi sosial adalah
gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu
terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari
interaksi dengan orang lain dan lingkungan. Isolasi sosial merupakan
upaya mengindari komunikasi dengan orang lain karena merasa
kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
berbagi rasa, pikiran dan kegagalan (Rusdi,2013).
Isolasi sosial adalah keadaan ketika individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain dan
sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak,dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain. ( Keliat,dkk.2009).

B. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi


Menurut Pusdiklatnakes (2012) kegagalan-kegagalan yang terjadi
sepanjang daur kehidupan dapat mengakibatkan perilaku menarik diri:
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Biologis
Adanya faktor herediter yang mengalami gangguan jiwa, adanya
resiko, riwayat penyakit trauma kepala, dan riwayat penggunaan
NAPZA.
b. Faktor Psikologis
Ditemukan pengalaman negatif klien terhadap gambaran diri, tidak
jelasnya atau berlebihnya peran yang dimiliki, kegagalan dalam
mencapai harapan atau cita-cita, krisis identitas dan kurangnya
penghargaan baik dari diri sendiri maupun lingkungan,yang dapat
menyebabkan gangguan dalam berinteraksi dengan orang lain,dan
akhirnya menjadi masalah isolasi sosial.
c. Faktor Sosial Budaya
Pada klien isolasi sosial biasanya ditemukan dari kalangan
ekonomi rendah, riwayat penolakan lingkungan pada usia
perkembangan anak, tingkat penididikan rendah dan kegagalan
dalam berhubungan sosial.
2. Faktor Presipitasi
Biasanya ditemukan riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis, atau
kelaianan struktur otak, kekerasan dalam keluarga, kegagalan dalam
hidup, kemiskinan, atau adanya tuntutan di keluarga atau masyarakat
yang sering tidak sesuai dengan klien,konflik antar masyarakat.
Faktor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh stress seperti kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan
ansietas.
Faktor pencetus dapat dikelompokkan dalam kategori :
a. Faktor sosiokultural.
Stres dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga,
dan berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya,
misalnya karena dirawat dirumah sakit.
b. Faktor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan
ansietas tinggi (Stuart, 2006).
C. Tanda dan Gejala
Menurut Deden & Rusdi, (2013) tanda dan gejala isolasi sosial yaitu :
1. Gejala subjektif :
a. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Respon verbal kurang dan sangat singkat
d. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
e. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
f. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
g. Klien merasa tidak berguna
h. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
i. Klien merasa ditolak
2. Gejala objektif :
a. Klien banyak diam dan tidak mau bicara
b. Tidak mengikuti kegiatan
c. Banyak berdiam dikamar
d. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang
terdekat
e. Klien tampak sedih, ekpresi datar dan dangkal
f. Kontak mata kurang
g. Kurang spontan
h. Apatis
i. Ekspresi wajah kurang berseri
j. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
k. Mengisolasi diri
l. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
m. Masukkan makanan dan minuman terganggu
n. Retensi urin dan feses
o. Akktivitas menurun
p. Kurang energy
q. Rendah diri
D. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Implusif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme
Saling ketergantungan
Rentang respon isolasi social menurut Stuart, 2016 :
1. Menyendiri (Solitude)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa
yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan suatu cara
mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya. Solitude
umumnya dilakukan setelah melakukan kegiatan.
2. Otonomi
Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3. Kebersamaan (Mutualisme)
Mutualisme adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal
dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
4. Saling Ketergantungan (Intedependen)
Intendependen adalah kondisi saling ketergantungan antara individu
dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
5. Kesepian
Merupakan kondisi diman individu merasa sendiri dan teransing dari
lingkungannya.
6. Isolasi Sosial
Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
7. Ketergantungan
Dependen terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses. Pada
gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan sebagai
objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan
individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan
pada orang lain.
8. Manipulasi
Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu
yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak
dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
9. Impulsif
Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu
belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan, dan penilaian yang
buruk.
10. Narkisisme
Pada invididu narsisme terdapat harga diri yang rapuh, secara terus
menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap
egosentrik, pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung.

E. Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon sosial maladiptif menggunakan berbagai
mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut
berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik (gall,W Stuart
2006). Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial
antara lain proyeksi, spliting dan merendahkan orang lain, koping yang
berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang spliting, formasi
reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan
identifikasi proyektif.
Menurut Gall W. Stuart (2006), sumber koping yaang berhubungan
dengan respon sosial maladaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan
keluarga yang luasan teman, hubungan dengan hewan peliharaan dan
penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal
misalnya kesenian, musik atau tulisan.

F. Pohon Masalah
Effect Halusinasi

Core problem Isolasi Sosial

Causa
Harga diri rendah
(Keliat, 2016)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
ISOLASI SOSIAL MENARIK DIRI

A. Pengkajian
1. Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan
wawancara, adalah :
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang
lain.
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
f. Pasien merasa tidak berguna
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
2. Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat diobservasi :
a. Tidak memiliki teman dekat
b. Menarik diri
c. Tidak komunikatif
d. Tindakan berulang dan tidak bermakna
e. Asyik dengan pikirannya sendiri
f. Tak ada kontak mata
g. Tampak sedih, afek tumpul

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan: Isolasi social
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
Isolasi sosial 1. Klien mampu Tindakan keperawatan
mengenal penyebab 1. Klien
isolasi social, SP 1
keuntungan memiliki a. Membina hubungan
teman, kerugian tidak saling percaya
memiliki teman b. Mengidentifikasi
2. Klien mampu penyebab isolasi
berkenalan dengan social
perawat atau klien c. Berdiskusi dengan
lain pasien tentang
3. Klien mampu keuntungan
bercakap-cakap dalam berinteraksi dengan
melakukan kegiatan orang lain
harian d. Mengajarkan pasien
4. Klien mampu cara berkenalan
berbicara social : dengan satu orang
meminta sesuatu, SP 2
berbelanja a. Mengevaluasi
jadwal harian
klien
b. Memberikan
kesempatan klien
untuk
mempraktekkan
cara berkenalan
dengan orang lain
c. Membantu
memasukkan ke
jadwal harian
SP 3
a. Mengevaluasi
jadwal harian
klien
b. Memberikan
kesempatan kepada
klien berkenalan
dengan dua orang
atau lebih
c. Membantu
memasukkan ke
jadwal harian klien
1. Keluarga mampu
menjelaskan isolasi 2. Keluarga
social: pengertian, SP 1
tanda gejala, proses a. Mendiskusikan
terjadinya masalah masalah yang
2. Keluarga mampu dirasakan keluarga
mengenal masalah dalam merawat
dalam merawat klien pasien
isolasi social, dan b. Menjelaskan cara
melatih keluarga merawat pasien
dalam membimbing dengan isolasi social
klien berkenalan dan SP 2
bercakap-cakap saat a. Melatih keluarga
melakukan kegiatan mempraktekkan
harian cara merawat klien
3. Keluarga mampu dengan isolasi social
merawat dengan SP 3
melatih bicara social a. Melatih keluarga
4. Keluarga mampu melakukan cara
merawat langsung
mengenal tanda dan kepada pasien
gejala kekambuhan isolasi sosial
yang memerlukan
rujukan dan
melakukan follow up
ke fasilitas pelayanan
kesehatan secara
teratur

D. Implementasi
Implementasi adalah tahapan ketika perawat mengaplikasikan ke dalam
bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan
yang telah di tetapkan. Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan
yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat,
apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat ini
(Keliat dkk, 2005).

E. Evaluasi
Menurut Rusdi (2013), dokumentasi asuhan keperawatan dilakukan pada
setiap tahap proses keperawatan yang meliputi dokumentasi pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi tindakan keperawatan
dan evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Linda. 2020. “Studi Dokumentasi Isolasi Sosial Pada Pasien Dengan
Skizofrenia”. Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta: Yayasan Keperawatan
Akademi Keperawatan “YKY”.

Roswinda, D. 2016. “Asuhan Keperawatan Pada Bapak S Yang Mengalami


Isolasi Sosial Di Ruang Elang Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada
Mahkamah Samarinda”. Karya Tulis Ilmiah. Samarinda: Prodi DIII
Keperawatan Stikes Muhammadiyah Samarinda.

Septiani, S. 2017. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Isolasi Sosial Di


Keluarga Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota
Padang”. Karya Tulis Ilmiah. Padang: Prodi DIII Politeknik Kesehatan
Kemenkes Padang.
STARTEGI PELAKSANAAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
a. Data subyektif
1) Pasien mengatakan tidak nyaman ketika ada orang banyak
2) Pasien mengatakan merasa kesepian
3) Pasien mengatakan tidak mau beraktivitas
4) Pasien mengatakan tertekan dan cemas
5) Pasien mengatakan tidak mau berinteraksi dengan orang lain
b. Data obyektif
1) Pasien melamun
2) Pasien terlihat tidak semangat melakukan aktivitas
3) Pasien acuh tidak mau kontrak dengan orang lain
4) Pasien tampak murung dipojokan
2. Diagnosa keperawatan
Isolasi social
3. Tujuan
a. Tujuan umum: pasien mampu membina hubungan social untuk
mengontrol terjadinya isolasi social menarik diri
b. Tujuan khusus:
1) Pasien mampu mengenal penyebab isolasi social, keuntungan
memiliki teman, kerugian tidak memiliki teman.
2) Pasien mampu berkenalan dengan perawat atau pasien lain
3) Pasien mampu bercakap-cakap dalam melakukan kegiatan harian
4) Pasien mampu berbicara social: meminta sesuatu, berbelanja dsb
B. Startegi Pelaksanaan Isolasi Sosial
SP 1
Penyebab isolasi social, siapa saja yang serumah, siapa yang dekat
dengan pasien, keuntungan punya teman, kerugian tidak punya teman

1. Orientasi
a. Salam
“selamat pagi mbak. Masih ingat dengan saya? Benar sekali saya
perawat H.”
b. Validasi
“bagaimana perasaan mbak A hari ini?” “mbak A merasa tidak aman
ketika bersama orang lain?” “apakah mbak A suka menyendiri?” “apa
yang mba A lakukan saat sendiri?”
c. Kontrak
Topic: “baiklah mba, bagaimana kita berbincang-bincang tentang
perasaan mba A dan bagaimana hubungan mba dengan orang
disekitar.”
Waktu: “berapa lama kita dapat berbincang-bincang mba?” “baik 15
menit ya mba.”
Tempat: “kita berbincang-bincang dimana mba?” “baik disini saja ya.”

2. Kerja
“baik kita mulai ya mba.” “Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang
paling dekat dengan mba A?” “Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan
mba A? Apa yang membuat mba A jarang bercakap-cakap dengannya?”
“Menurut mbak apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ?
Wah benar, ada teman bercakap-cakap. “Apa lagi?”
“Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya mbak ? Ya, apa
lagi ? Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu
inginkah mba A belajar bergaul dengan orang lain ? Bagus. Bagaimana
kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain Begini lho mbak,
untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan
nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh:
Nama Saya H F, senang dipanggil H. Asal saya dari Kota K, hobi saya
bermain.” “Selanjutnya mbak menanyakan nama orang yang diajak
berkenalan. Contohnya begini: Nama Ibu siapa? Senang dipanggil apa?
Asalnya dari mana/ hobinya apa?”
“Ayo kita coba praktekan! Misalnya saya belum kenal dengan mbak. Coba
berkenalan dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah mbak berkenalan dengan orang tersebut mbak bisa melanjutkan
percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan mbak bicarakan.
Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan
sebagainya.” “nahhh bagaimana kalau kita latihan bercakap-cakap dengan
teman mba A?” (klien mempraktikkan latihan cakap-cakap).

3. Terminasi
a. Kesimpulan
“baik mba A kita sudah mendiskusikan tentang penyebab isolasi
social, keuntungan berteman, kerugian tidak berteman dan kita juga
sudah berlatih berkenalan dengan teman.”
b. Evaluasi
1) Subyektif: “bagaimana perasaan mba A setelah kita latihan
berkenalan?”
2) Obyektif: “coba mba A peragakan lagi berkenalan dengan teman
mba.”
c. Rencana Tindak Lanjut
“Selanjutnya mbak nanti mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi
selama saya tidak ada. Sehingga mba lebih siap untuk berkenala
dengan orang lain. Mbak mau praktekkan ke teman lain?. Mau jam
berapa mencobanya. Saya masukkan pada jadwal kegiatan hariannya
ya mbak. Bagus sekali mbak A mau mencoba melakukannya”
“Bila mba melakukan tanpa bantuan, tulis M, bila melakukan dengan
bantuan, tulis B dan bila tidak melakukan tulis T” “apakah mba A
mengerti?”
d. Kontrak
Topik
“Baiklah mbak bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang
kembali, dan mengajak ibu berkenalan dengan teman saya, perawat
lain. Apakah mbak bersedia?”
Tempat
“ Untuk tempatnya kira- kira mau dimana mbak?” “di ruang tamu
lagi?” “ Baik mbak”
Waktu
“Kapan kita akan berbincang-bincang lagi? bagaimana kalau besok
jam 08.00 Pagi selama 15 menit?”
“Baiklah sampai jumpa besok mbak, Selamat Pagi”
SP 2
Melatih pasien berkenalan dengan 2 orang saat melakukan kegiatan

1. Orinetasi
a. Salam
“selamat pagi mba A, masih ingat dengan saya?” “ya betul saya perawat
H.”
b. Validasi
“bagaimana perasaan mba A hari ini?” “apakah mba A sudah mencoba
berkenalan dengan teman yang lain?” “bagus sekali, dengan siapa saja
mba?” “wahhh banyak ya.”
c. Kontrak
Topik
“Nah seperti janji saya, saya akan mengajak mbak mencoba berkenalan
dengan teman saya perawat lain dan melakukan aktivitas. Apakah mbak
bersedia?”
Tempat
“Mau dimana kita berkenalan? Bagaimana kalau di ruang tamu? mau ?”
Waktu
“Berapa lama, mbak? Bagaimana kalau 15 menit?.

2. Kerja
“baiklah mba A sudah siap?” “baik ini saya membawa teman saya yang
berjaga pada hari ini juga.” “apakah mbak masih ingat bagaimana cara
berkenalan?” “wahhh bagus sekali masih ingat.”
‟Baiklah, mbak bisa berkenalan dengan perawat A seperti yang kita
praktikkan kemarin”
(klien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat A: memberi
salam, menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, hobi, alamat, dsb).
“wahhhh bagus sekali mba A melakukan perkenalan lagi dengan orang lain.”
“ Ada lagi yang mbak ingin tanyakan kepada perawat A . Coba tanyakan
tentang keluarga perawat A. Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan,
mbak bisa sudahi perkenalan ini. Lalu mbak bisa buat janji bertemu lagi
dengan perawat A, misalnya jam 1 siang nanti.” “Nahh ibu sudah bercakap-
cakap dengan 2 orang.” “setelah ini bagaimana kalau kita membantu ibu B
yang sedang mencuci piring didapur sambil kita bercakap-cakap?” “baik, ayo
kita ke dapur ya mba.” “apa yang ingin mba A bicarakan dengan ibu B? Oh
tentang mencuci piring yang benar. Baik silahkan.” (jika pasien diam, dapat
dibantu perawat). “coba mba A Tanya kenapa ibu B rajin mencuci piring?”
“apalagi yang ingin mba A bicarakan silahkan.” “baik sekarang mencuci
piring sudah selesai, bagaimana kalau mba A dan ibu B menyapu lantai sambil
bercakap-cakap ya mba.” “wahhh bagus sekali mba A sudah bisa melakukan
kegiatan dengan bercakap-cakap.”

3. Terminasi
a. Kesimpulan
“baik mba kita sudah berlatih berkenalan dengan perawat lain dan teman
saat melakukan aktivitas.”
b. Evaluasi
1) Subyektif: “bagaimana perasaan mba setelah kita berkenalan dengan
orang lain dan melakukan aktivitas sambil bercakap-cakap?”
2) Obyektif: “coba mba A praktikkan cara berkenalan tadi.”
c. Rencana Tindak Lanjut
“sekarang bercakap-cakap dengan orang lain kita masukkan pada jadwal
ya mbak. Mau berapa kali sehari bagaimana kalau 2 kali?” “ Baik nanti
mbak A coba sendiri yaa.”
“Bila mbak melakukan tanpa bantuan, tulis M, bila ibu melakukan dengan
bantuan, tulis B dan bila tidak melakukan tulis T”
d. Kontrak
Topik
“Baiklah mbak bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang kembali,
dan mengajak mbak berkenalan dengan tenaga kesehatan lainnya saat
melakukan kegiatan. Apakah mbak bersedia?”
Tempat
“ Untuk tempatnya kira- kira mau dimana mbak?” “di ruang tamu lagi?” “
Baik mbak”
Waktu
“Kapan kita akan berbincang-bincang lagi? bagaimana kalau besok jam
08.00 Pagi selama 15 menit?” “Baiklah sampai jumpa besok mbak,
Selamat Pagi.”
SP 3
Melatih berinteraksi secara bertahap (dengan 4-5 orang) dan latihan
kegiatan social

1. Orientasi
a. Salam
“Assalamualaikum, Selamat pagi mbak” “Apakah mbak A masih ingat
dengan saya?” “Hebat. mbak masih ingat nama saya.” “yaa betul saya
perawat H.”
b. Validasi
“Bagaimana dengan perasaan mbak hari ini? Apakah masih ada
perasaan kesepian?” “mba sudah berkenalan dengan teman yang lain?”
“Apakah mbak sudah melakukan kegiatan sambil bercakap-cakap?
Apa kegiatan yang dilakukan sambil bercakap - cakap? Bagaimana
dengan jadwal berkenalan dan bercakap-cakap, apakah sudah
dilakukan? Bagus mbak.”
c. Kontrak
Topik
“Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini saya akan
mendampingi mbak berkenalan atau bercakap-cakap dengan tukang
masak, dan berlatih untuk kegiatan sosial. Apakah mbak bersedia?”
Tempat
“Mba A mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau di
ruang tamu?”
Waktu
“Berapa lama, mbak? Bagaimana kalau 20 menit?
2. Kerja
“Baiklah mbak, bagaimana jika kita menuju ruang dapur, disana para juru
masak sedang memasak dan juru masak disana berjumlah lima orang
disana. Bagaimana jika kita berangkat sekarang? Apakah mbak sudah siap
bergabung dengan banyak orang? Nah mbak sesampainya disana mbak A
langsung bersalaman dan memperkenalakan diri seperti yang sudah kita
pelajari, mbak bersikap biasa saja dan yakin bahwa orang-orang disana
senang dengan kedatangan mba anggita. baik lah mbak kita berangkat
sekarang ya bu.”
(selanjutnya perawat mendampingi klien di kegiatan kelompok, sampai
dengan kembali).
“wahh mba A sudah bisa berkenalan dan berinteraksi dengan orang
banyak.” “bagaimana mereka senang dengan kedatang mbak?” “wahh
senang ya, jadi mba tidak boleh merasa tidak aman kalau bersama orang
lain.” “Sekarang bagaimana jika sebelum memulai memasak kita lakukan
kegiatan sosial yaitu membantu juru masak berbelanja ke Warung Pak D
nanti siang pukul 13.00? Bagus sekali semangat mbak nanti kita pergi
bersama dengan juru masak ya mbak.” “Apakah mbak sudah tahu cara
berbelanja bagaimana”
“Yang pertama mba siapkan daftar belanjaan dan uangnya (Memberikan
daftar dan uang) Nanti saat sampai di Warung Pak D ucapkan salam,
setelah itu mbak bertanya pada Pak D apakah barang-barang yang mba A
perlukan tersedia di sini, jika semua barang sudah ada minta Pak D
menghitung total belanja kita lalu Ibu bayar dan ucapkan terima kasih pada
Pak D”
“Nanti saat belanja di warung atau saat dijalan jika ada yang mengajak
berkenalan dan mengobrol dengan mba A, mbak bisa menjawab nya
seperti latihan-latihan yang sudah mba lakukan”
3. Terminasi
a. Kesimpulan
“mba A sudah bercakap-cakap dengan 5 orang juru masak saat
memasak dan sudah melakukan kegiatan social berbelanja ke warung.”
b. Evaluasi
1) Subyektif: “bagaimana perasaan mba A setelah kita berkenalan
dengan juru masak didapur? Kalau untuk belanja di warung?
Apakah ada yang menolak kedatangan mba A?”
2) Obyektif: “coba mba A praktikkan bagaimana cara berinteraksi
saat berbelanja ke warung dan memasak.”
c. RTL
“ baik kita masukkan kegiatan memasak dan belanja ke warung ke
dalam jadwal harian mbak. Mba A ingin membantu memasak makan
pagi saja? kalau gitu kita bikin daftarnya pukul 06.30, kalau belanja
kita buat pukul 16.00. Nanti jika mbak melakukan secara mandiri
maka mbak A menuliskan M (Mandiri). Melakukannya dibantu atau
diingatkan oleh keluarga atau teman mba A dapat menuliskan B
(Bantuan). Jika mba A tidak melakukannya maka tulis T (Tidak).
Apakah mba A mengerti?”
d. Kontrak
Topik: “Untuk Besuk kita bertemu lagi ya mba, kita akan evaluasi
jadwal harian mba apakah sudah melakukan latihan apa belum”
Waktu: “Baik besuk jam 09.00 ya mba anggita”
Tempat: “Bagimana kalau kita berbincang-bincang di kantin saja
mbak? baiklah. Sampai jumpa besuk mba, saya pamit dulu”
STARTEGI PELAKSANAAN KELUARGA PADA PASIEN DENGAN
ISOLASI SOSIAL

A. Proses keperawatan
1. Kondisi
a. Data subyektif
1) Keluarga pasien mengatakan bingung dengan apa yang dialami
pasien
2) Keluarga pasien mengatakan tidak tahu cara merawat peasien
b. Data objektif:
1) Keluarga pasien tampak gelisah
2) Keluarga pasien tampak cemas dan bingung
c. Diagnosa keperawatan
Keluarga pasien dengan anggota keluarga mengalami isolasi sosial
d. Tujuan
1) Tujuan umum: Keluarga mampu mengenali masalah isolasi sosial
dan mampu merawatnya
2) Tujuan khusus
a) Keluarga mampu menjelaskan isolasi sosial: pengertian, tanda
dan gejala, dan proses terjadinya masalah
b) Keluarga mampu mengenal masalah dalam merawat pasien
isolasi sosial, dan melatih keluarga dalam membimbing pasien
berkenalan dan bercakap cakap saat melakukan kegiatan harian
c) Keluarga mampu merawat dengan melatih bicara sosial
d) Keluarga mampu mengenal tanda dan gejala kekambuhan yang
memerlukan rujukan dan melakukan follow up ke fasilitas
pelayanan kesehtan secara teratur.
B. Startegi Pelaksanaan Keluarga
SP 1

1. Orientasi
a. Salam
“selamat pagi Ibu, perkenalkan saya perawat H yang bertugas pada
pagi hari ini.”
b. Validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini?” “apakah ada keluhan atau kendala
selama merawat mba A?” “apa yang Ibu lakukan selama ini?”
c. Kontrak
Topik: “baik ibu kita akan berbincang-bincang mengenai masalah yang
dialami anak ibu, bagaimana tanda gejalnya dan cara merawatnya ya
bu.”
Waktu: “berapa lama kita berbincang-bincang bu? baik selama 30
menit ya.”
Tempat: “ibu mau berbincang-bincang dimana? diruang tamu sini saja
ya.”

2. Kerja
“baik kita mulai ya bu.” “bagaimana perasaan ibu selama merawat mba
A?“ “Apa ada kesulitan selama merawat pasien?” “Apa yang ibu lakukan
selama ini?” “Apa yang ibu ketahui tentang keadaan yang dialami oleh
anak ibu ?” “baik saya akan menjelaskan menegnai masalah yang dialami
mba A.”
“Jadi mba A mengalami keadaan menarik diri atau merasa nyaman sendiri
daripada berinteraksi dengan orang disekitarnya” “tanda gejalanya seperti
lebih suka sendiri, tidak mau keluar rumah, banyak melamun, tidak suka
terhadap berbagai aktivitas dengan orang banyak, sulit berinteraksi, dan
acuh terhadap lingkungan”.
“apakah ibu sudah memahaminya?” “baik, seperti yang ibu sampaika
merasa bingung saat merawat pasien maka saya akan menjalaskan sedikit
mengenai perawatanya ya ibu.”
“Tanyakan perasaan yang dialami anak ibu, apa yang membuat tidak
nyamam saat bersama orang lain. ibu dapat mengajak anak ibu untuk
berlatih berkenalan, bisa dilakukan degan berkenalan sama kelurga atau
teman terdekat. Pada kegiatan ini perlu Ibu bimbing anak untuk berkenalan
secara bertahap agar anak dapat adaptasi dengan lingkunganya. Latih anak
Ibu untuk terlibat dalam kegiatan yang membuat anak Ibu menyampaikan
pendapatnya seperti libatkan dalam persiapan makan, sholat bersama,
menonton TV bersama. Setelah ibu mulai melatih anak dengan memulai
melibatkan anak untuk melakukan kegiatan sosial seperti berbelanja, acara
keluarga, yang terpenting jangan sampai anak dibiarkan sendiri.
“itulah cara merawat mba A yang dapat ibu lakukan, apakah sudah
mengerti?” “Baik ibu bisa mengulangi tadi apa saja cara untuk merawat
pasien?” “wahh baik sekali.” “baik dan hal terpenting dalam merawat mba
A jangan lupa selalu beri dukungan dan pujian atas keberhasilan yang
telah dilakukan oleh mba A” “apakah ibu ingin melakukan perawatan
secara langsung pada mba A. supaya tidak bingung?”
(Perawat dan ibu sani menuju kamar mba A)
“Selain cara tadi ibu juga harus mencegah kekambuha pada mba A dengan
memantau jadwal harian, jadwal minum obat, dan jadwal kontrol secara
teratur ketika pasien diperbolehkan pulang. Pada prinsipnya jadwal minum
obat ini tidak boleh terputus tanpa anjuran dari dokter apakah ibu
memhami nya?” “baik mba A, dan nanti jika terjadi kekambuhan seperti
tanda dan gejala yang kita bahas tadi saat pasien pulang segera bawa ke
klinik lagi ya Bu.”
3. Terminasi
a. Kesimpulan
“baik ibu kita sudah berbincang-bincang mengenai pengertian, tanda
dan gejala, cara merawat, tanda kekambuhan serta sudah melakukan
perawatan secara langsung mba a yang mengalami isolasi soial dengan
mengajarkan berkenalan dan melibatkan kegiatan social.”
b. Evaluasi
1) Subjektif : “ Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-
bincang tadi ?”
2) Objektif: (ibu sani mampu merawat pasien secara langsung dengan
cara yang dijelaskan perawat)
c. Rencana tindak lanjut
“untuk pertemuan selanjutnya kita akan mengevaluasi apa yang sudah
ibu lakukan dalam merawat mba A dan Ibu juga harus memperhatikan
jadwal harian, jadwal minum obat dan jadwal kontrol pasien ketika
pasien diperbolehka pulang nanti.”
“ibu bisa membuat catatan kecil agar Ibu tidak lupa dan dapat
mengoptimalkan proses penyembuhan pada mba A.”
d. Kontrak
Topik: “baik ibu bagaimana jika besuk kita mencoba mempraktikkan
perawatan secara langsung pada mba A sekali lagi agar ibu tidak
mengalami keusilitan dalam merawat apalagi ketika anak sudah
dibolehkan pulang ?”
Waktu: “ibu mau jam berapa berbincang-bincangnya?” “Pukul 08.30
WIB ya bu”
Tempat: “ibu mau diamana berbincang-bincangnya. Kita bertemu di
ruang tamu ini lagi.”

Anda mungkin juga menyukai