Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

HARGA DIRI RENDAH

Disusun oleh :
Alviatur rofiah
P27220021132

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Kasus (Masalah Utama)


Gangguan konsep diri : harga diri rendah

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri merasa
gagal karena tidak mampu mencapai keinginan secara ideal diri. Gangguan
harga diri rendah merupakan perasaan negatif kepada diri sendiri, seperti
merasa gagal mencapai apa yang diinginkan dan kehilangan kepercayaan
diri serta harga diri. (Keliat, 2011)
Menurut (Yusuf, 2015), gangguan jiwa ialah terganggunya kondisi
mental atau psikologi seseorang yang dapat dipengaruhi dari faktor diri
sendiri dan lingkungan. Hal-hal yang dapat mempengangaruhi perilaku
manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur, dan sex, keadaan badaniah,
keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan,
pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang
dicintai, rasa permusuhan, dan/atau hubungan antara manusia.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa harga diri rendah
adalah suatu perasaan merasa bersalah terhadap diri sendiri yang disebabkan
oleh ketidakpercayaan diri dari faktor internal maupun eksternal. Rasa
bersalah misalnya: “ini tidak akan terjadi jika saya segera ke rumah sakit”,
menyalahkan atau mengejek dan mengkritik diri sendiri.
a. Merendahkan martabat. Misalnya: saya tidak bisa, saya tidak mampu,
saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa
b. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin
bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.
c. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya
tentang memilih alternatif tindakan.
d. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
2. Penyebab
a. Predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak
realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung
jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang
tidak realistis.
2) Faktor yang mempengaruhi peran.
Dimasyarakat umunya peran seseorang disesuai dengan jenis
kelaminnya. Misalnya seseorang wanita dianggap kurang mampu,
kurang mandiri, kurang obyektif dan rasional sedangkan pria
dianggap kurang sensitif, kurang hangat, kurang ekspresif
dibandingkan wanita. Sesuai dengan standar tersebut, jika wanita
atau pria berperan tidak sesuai lazimnya maka dapat menimbulkan
konflik diri maupun hubungan sosial.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas diri.
Meliputi ketidakpercayaan, tekanan dari teman sebaya dan
perubahan struktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada anak
akan menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam
mengambil keputusan dan dihantui rasa bersalah ketika akan
melakukan sesuatu. Control orang yang berat pada anak remaja akan
menimbulkan perasaan benci kepada orang tua. Teman sebaya
merupakan faktor lain yang berpengaruh pada identitas. Remaja
ingin diterima, dibutuhkan dan diakui oleh kelompoknya,
4) Faktor biologis
Adanya kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja
hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada
keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin
yang menurun dapat mengakibatkan klien mengalami depresi dan
pada pasien depresi kecenderungan harga diri dikuasai oleh pikiran-
pikiran negatif dan tidak berdaya.
b. Presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap
situasi yang dihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan.
Situasi atas stressor dapat mempengaruhi komponen.
Stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri adalah
hilangnya bagian tubuh, tindakan operasi, proses patologi penyakit,
perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang prosedur
tindakan dan pengobatan. Sedangkan stressor yang dapat
mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah penolakan dan kurang
penghargaan diri dari orang tua dan orang yang berarti, pola asuh yang
tidak tepat, misalnya selalu dituntut, dituruti, persaingan dengan
saudara, kesalahan dan kegagalan berulang, cita-cita tidak terpenuhi dan
kegagalan bertanggung jawab sendiri. Stressor pencetus dapat berasal
dari internal dan eksternal:
1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.
2) Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi.
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah juga dapat
terjadi secara :

a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN,
dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
 Privasi yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perneal).
 Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat atau sakit atau penyakit.
 Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya
berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai
tindakan tanpa persetujuan.
b. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit atau dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang
negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif
terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptif.
Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau
pada klien gangguan jiwa.
Tanda dan Gejalanya :
▪ Data subjektif : mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta
bantuan orang lain dan mengungkapkan malu dan tidak bisa bila
diajak melakukan sesuatu.
▪ Data objektif : tampak ketergantungan pada orang lain, tampak sedih
dan tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan,
wajah tampak murung.
3. Akibat
Harga diri rendah dapat beresiko terjadinya isolasi sosial: menarik diri,
isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel
pada tingkah laku yang maladaptif, mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).
Tanda dan Gejala:
 Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
 Menghindar dari orang lain (menyendiri).
 Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan klien lain/perawat.
 Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
 Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
 Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
 Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
 Posisi janin saat tidur.
(Budi Anna Keliat, 1998)

C. Pohon Masalah

Resiko Isolasi Sosial: Resiko perilaku


Waham menarik diri kekerasan

Gangguan konsep diri:


Harga diri rendah

Mekanisme koping Berduka


adaptif disfungsoinal

D. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Isolasi sosial: menarik diri
Data yang perlu dikaji:
a. Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar,
banyak diam.
b. Data Subyektif
Ekspresi wajah kosong, tidak ada kontak mata, suara pelan dan tidak
jelas.
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Data yang perlu dikaji:
a. Data Subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri
b. Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
3. Gangguan citra tubuh
Data yang perlu dikaji :
a. Data subyektif
Mengungkapkan tidak ingin hidup lagi, Mengungkapkan sedih karena
keadaan tubuhnya, Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang
lain, karena keadaan tubuhnya yang cacat
b. Data obyektif
Ekspresi wajah sedih, Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara, Suara
pelan dan tidak jelas, Tampak menangis

E. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah
2. Gangguan citra tubuh

F. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa I : Harga diri rendah.
Tujuan umum : Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1.1. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik:
 Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
 Perkenalkan diri dengan sopan
 Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Jujur dan menepati janji
 Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
 Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2.2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
2.3. Utamakan memberi pujian yang realistik.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
3.1. Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
3.2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari.
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
5.1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
5.2. Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
5.3. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat klien
dengan harag diri rendah.
5.4. Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
5.5. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.

Diagnosa II : Gangguan citra tubuh.


Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri
rendah/klien akan meningkat harga dirinya.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
1.2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
1.3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
1.4. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan
memberi pujian yang realistis
2.3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
3.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4. Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.2. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
4.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.4. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
6.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
6.2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Azis R, dkk. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003

Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric Nursing : Contemporary Practice. Philadelphia


: Lipincott-Raven Publisher. 1998

Keliat BA. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999

Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN(Basic


Course). Jakarta: EGC

Stuart GW, Sundeen SJ. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC.
1998

Tim Direktorat Keswa. Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1.


Bandung : RSJP Bandung. 2000

Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

HARGA DIRI RENDAH

Masalah Utama: Harga Diri Rendah

Proses Keperawatan

A. Kondisi klien
 Mengkritik diri sendiri.
 Perasaan tidak mampu.
 Pandangan hidup yang pesimis
 Penurunan produktifitas
 Penolakan terhadap kemampuan diri
 Terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri
 Berpakaian tidak rapih.
 Selera makan kurang
 Tidak berani menatap lawan bicara.
 Lebih banyak menunduk.
B. Diagnosa perawatan: Gangguan Konsep Diri: Harga diri rendah
C. Tindakan Keperawatan
1. Tindakan keperawatan pada pasien :
tujuan :
a. Melakukan pengkajian terhadap hal-hal yang melatarbelakangi
terjadinya harga diri rendah pada klien (factor predisposisi, factor
presipitasi, penilaian terhadap stressor,sumber koping,dan mekanisme
koping klien)
b. Klien dapat meningkatkan kesadaran tentang hubungan positif antara
harga diri dan pemecahan masalah yang efektif.
c. Klien dapat melakukan iddentifikasi terhadap kemampuan positif
yang dimilikinya.
Tindakan Keperawatan :
a. Menggali hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya harga diri rendah
pada klien (factor predisposisi, factor presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping, dan mekanisme koping klien)
b. Tingkatkan kesadaran tentang hubungan positif antara harga diri dan
pemecahan masalah yang efektif dengan cara :
1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi perubahan perasaan diri.
2) Bantu pasien dalam menggambarkan dengan jelas keadaan
evaluasi diri yang positif yang terdahulu.
3) Eksplorasi bersama pasien lingkungan organisasi pekerjaan
(kestabilan organisasi, konflik interpersonal, ancaman terhadap
pekerjaan saat ini)
4) Ikut sertakan pasien dalam pemecahan masalah (mengidentifikasi
tujuan yang meningkat dan mengembangkan rencana tindakan
untuk memenuhi tujuan).
c. Berikan dorongan pada keterampilan perawatan diri untuk harga diri
dengan cara :
1) Bersama pasien mengidentifikasi aspek positif yang masih
dimiliki oleh klien
2) Latih klien untuk bisa mengoptimalkan aspek positif yang masih
dimilikinya
3) Masukkan ke dalam jadwal, kegiatan yang dapat dilakukan untuk
mengoptimalkan aspek positif yang dimilikinya
Strategi tindakan Pelaksanaan
SP 1 Pasien: Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien, membantu pasien menilai kemampuan yang masih
dapat digunakan, membantu pasien memilih/menetapkan
kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan yang
sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan
kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian

ORIENTASI :

“Selamat pagi, Perkenalkan nama saya Alvia, senang dipangil Alvi, dari
Keperawatan Poltekkes Surakarta. Boleh tau dengan bapak siapa? Dan suka di
panggil apa? Bagaimana keadaan bapak hari ini ? bapak terlihat segar“.

”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan


yang pernah bapak lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang
masih dapat bapak dilakukan. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan
untuk kita latih”

”Dimana kita duduk ? Bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ?


Bagaimana kalau 20 menit ?

KERJA :
” Bapak, apa saja kemampuan yang bapak miliki? ”
” Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga
yang biasa bapak lakukan? Bagaimana dengan merapihkan kamar? Menyapu ?
Mencuci piring..............dst.”
“ Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang bapak miliki “.
” Bapak dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat
dikerjakan di rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang
kedua.......sampai 5 (misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali
ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini.
”Sekarang, coba bapak pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di
rumah sakit ini”.

” O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur? Kalau begitu, bagaimana kalau
sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur Bapak”. Mari kita lihat tempat
tidur bapak Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?”

“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal
dan selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita
balik.”
”Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus !.
Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan.
Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita
lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus !”

” Bapak sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba
perhatikan bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”

“ Coba bapak lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau bapak
lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan, dan T
jika (tidak) melakukan.

TERMINASI :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap dan latihan
merapihkan tempat tidur ? Yah, ternyata banyak memiliki kemampuan yang
dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya, merapihkan tempat tidur,
yang sudah bapak praktekkan dengan baik sekali. Nah kemampuan ini dapat
dilakukan juga di rumah setelah pulang.”
”Sekarang, mari kita masukkan pada jadual harian. Bapak Mau berapa kali
sehari merapihkan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ?
Lalu sehabis istirahat, jam 16.00”

”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Bapak masih ingat
kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah selain merapihkan tempat
tidur? Ya bagus, cuci piring.. kalu begitu kita akan latihan mencuci piring
besok jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan pagi Sampai jumpa ya”

SP 2 Pasien: Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan


kemampuan pasien.
ORIENTASI :
“Selamat pagi, bagaimana perasaan Bapak pagi ini ? Wah, tampak cerah ”

”Bagaimana Bapak, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/ tadi
pagi? Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita
akan latihan kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu?”

”Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur”

”Waktunya sekitar 15 menit. Mari kita ke dapur!”

KERJA :
“ Bapak sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya,
yaitu sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci
piring, dan air untuk membilas., Bapak bisa menggunakan air yang mengalir
dari kran ini. Oh ya jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-
makanan.”

“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”


“Setelah semuanya perlengkapan tersedia, Bapak ambil satu piring kotor, lalu
buang dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah.
Kemudian Bapak bersihkan piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes
yang sudah diberikan sabun pencuci piring. Setelah selesai disabuni, bilas
dengan air bersih sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di piring tersebut.
Setelah itu Bapak bisa mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak yang
sudah tersedia di dapur. Nah selesai…

“Sekarang coba Bapak yang melakukan…”

“Bagus sekali, Bapak dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang
dilap tangannya

TERMINASI :
”Bagaimana perasaan Bapak setelah latihan cuci piring ?”

“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-
hari. Bapak Mau berapa kali mencuci piring? Bagus sekali Bapak mencuci
piring tiga kali setelah makan.”

”Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan tempat
tidur dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan
latihan mengepel”

”Mau jam berapa ? Sama dengan sekarang ? Sampai jumpa ”

Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua


kemampuan dilatih. Setiap kemampuan yang dimiliki akan menambah harga
diri pasien.
2. Tindakan Keperawatan Pada Keluarga
Keluarga diharapkan dapat merawat pasien dengan harga diri rendah di
rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien.
a. Tujuan :
1) Keluarga membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang
dimiliki pasien
2) Keluarga memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih
dimiliki pasien
3) Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang
sudah dilatih dan memberikan pujian atas keberhasilan pasien
4) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan
pasien
b. Tindakan keperawatan :
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien
2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada pada
pasien
3) Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien dan
memuji pasien atas kemampuannya
4) Jelaskan cara-cara merawat pasien dengan harga diri rendah
5) Demontrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah
6) Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara
merawat pasien dengan harga diri rendah seperti yang telah
perawat demonstrasikan sebelumnya
7) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di rumah
SP 1 Keluarga : Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga
dalam merawat pasien di rumah, menjelaskan tentang
pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah,
menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri
rendah, mendemonstrasikan cara merawat pasien
dengan harga diri rendah, dan memberi kesempatan
kepada keluarga untuk mempraktekkan cara
merawat
ORIENTASI :
“Selamat pagi !”
“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?”
“Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat
Bapak? Berapa lama waktu Bapak/Ibu?30 menit? Baik, mari duduk di
ruangan wawancara!”

KERJA :
“Apa yang bapak/Ibu ketahui tentang masalah Bapak”

“Ya memang benar sekali Pak/Bu, Bapak itu memang terlihat tidak percaya
diri dan sering menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya pada Bapak, sering
menyalahkan dirinya dan mengatakan dirinya adalah orang paling bodoh
sedunia. Dengan kata lain, anak Bapak/Ibu memiliki masalah harga diri
rendah yang ditandai dengan munculnya pikiran-pikiran yang selalu
negatif terhadap diri sendiri. Bila keadaan Bapak ini terus menerus seperti
itu, Bapak bisa mengalami masalah yang lebih berat lagi, misalnya jadi
malu bertemu dengan orang lain dan memilih mengurung diri”

“Sampai disini, bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri rendah?”

“Bagus sekali bapak/Ibu sudah mengerti”


“Setelah kita mengerti bahwa masalah itu dapat menjadi masalah serius,
maka kita perlu memberikan perawatan yang baik untuk Bapak”

”Bpk/Ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki Bapak? Ya benar, dia juga
mengatakan hal yang sama(kalau sama dengan kemampuan yang
dikatakan Bapak)

” Bapak itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapihkan tempat tidur dan
cuci piring. Serta telah dibuat jadual untuk melakukannya. Untuk itu,
Bapak/Ibu dapat mengingatkan Bapak untuk melakukan kegiatan tersebut
sesuai jadwal. tolong bantu menyiapkan alat-alatnya, ya Pak/Bu. Dan
jangan lupa memberikan pujian agar harga dirinya meningkat. Ajak pula
memberi tanda cek list pada jadual yang kegiatannya”.

”Selain itu, bila Bapak sudah tidak lagi dirawat di Rumah sakit, bapak/Ibu
tetap perlu memantau perkembangan Bapak. Jika masalah harga dirinya
kembali muncul dan tidak tertangani lagi, bapak/Ibu dapat membawa
Bapak ke rumah sakit”

”Nah bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara memberikan pujian


kepada Bapak”

”temui Bapak dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu berikan
pujian yang yang mengatakan: Bagus sekali Bapak, kamu sudah semakin
terampil mencuci piring”

”Coba Bapak/Ibu praktekkan sekarang. Bagus”

TERMINASI :
”Bagaimana perasaan Bapak/bu setelah percakapan kita ini?”
“Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali maasalah yang dihadapi dan
bagaimana cara merawatnya?”

“Bagus sekali bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap kali
Bapak/Ibu kemari lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga demikian.”

“Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk latihan cara
memberi pujian langsung kepada Bapak”

“Jam berapa Bp/Ibu dating? Baik saya tunggu. Sampai jumpa.”

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat


pasien dengan masalah harga diri rendah langsung
kepada pasien

ORIENTASI:
“Selamat pagi Pak/Bu”
” Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
”Bapak/IBu masih ingat latihan merawat keluarga BapakIbu seperti yang
kita pelajari dua hari yang lalu?”
“Baik, hari ini kita akan mampraktekkannya langsung kepada Bapak.”
”Waktunya 20 menit”.
”Sekarang mari kita temui Bapak”

KERJA:
”Selamat pagi Bapak. Bagaimana perasaan Bapak hari ini?”

”Hari ini saya datang bersama keluarga Bapak. Seperti yang sudah saya
katakan sebelumnya, keluarga Bapak juga ingin merawat Bapak agar
Bapak cepat pulih.”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa mempraktekkan apa yang sudah
kita latihkan beberapa hari lalu, yaitu memberikan pujian terhadap
perkembangan keluarga Bapak/Ibu”

(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien


seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).

”Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang dengan


keluarga?”

”Baiklah, sekarang saya dan orang tua Bapak ke ruang perawat dulu”
(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi
dengan keluarga)

TERMINASI:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi?”
« «Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara merawat tadi
kepada Bapak»
« tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman
Bapak/Ibu melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan
tempatnya sama seperti sekarang Pak/Bu »
« Sampai jumpa »

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

ORIENTASI:
“Selamat pagi Pak/Bu”
”Karena hari ini bapak direncanakan pulang, maka kita akan membicarakan
jadwal Bapak selama di rumah”
”Berapa lama Bpk/Ibu ada waktu? Mari kita bicarakan di kantor
KERJA:
”Pak/Bu ini jadwal kegiatan Bapak selama di rumah sakit. Coba
diperhatikan, apakah semua dapat dilaksanakan di rumah?”

”Pak/Bu, jadwal yang telah dibuat selama Bapak dirawat dirumah sakit
tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum
obatnya”

”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang


ditampilkan oleh Bapak selama di rumah. Misalnya kalau Bapak terus
menerus menyalahkan diri sendiri dan berpikiran negatif terhadap diri
sendiri, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan
orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi rumah sakit atau bawa bapak
lansung kerumah sakit”

TERMINASI:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian
Bapak. Jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau ada
gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!”

Anda mungkin juga menyukai