Anda di halaman 1dari 18

HARGA DIRI RENDAH

A. MASALAH UTAMA
Harga diri rendah. (HDR)

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. PENGERTIAN
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri
atau kemampuan diri adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal
karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri. ( Keliat, 1988 )

2. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orang
tua, harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri
yag tidak realistis

3. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan
bagian tubuh, perubahan / bentuk tubuh, kegagalan atau produktivitas yang
menutun.
Secara umum gannguan konsep diri rendah dapat terjadi secara
situasional atau kronik, secara situasional misalnya karena trauma yang muncul
secara tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, perkosaan atau dipenjara
termasuk dirawat dirumah sakit bias menyebabkan harga diri rendah di sebabkan
karena penyakit fisik atau pemasangan alat abantu yang membuat klien tidak
nyaman. Penyebab lainnya adalah harapan funfsi tubuh yang tidak tercapai
Baik factor predisposisi maupun presipitasi bila mempengaruhi seseorang
dalam berpikir, bersikap maupun bertindak, maka dianggap akan mempengaruhi
terhadap koping individu tersebut sehingga menjadi tidak efektif ( mekanisme koping
individu tidak efektif ), bila kondisi pada klien tidak dilakukan intervensi lebih lanjut
dapat menyebabkan klien tidak mau bergaul dengan orang lain ( isoslasi social /
menrik diri ) yang menyebabkan klien asik dengan dunia dan pikirannya sendiri
sehingga dapat muncul risiko perilaku kekerasan.
Menurut peplau dan suvivah harga diri berkaitan dengan pengalaman interpersonal
dalam tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia seperti good me, bad me,
noe me, anak sering disalahkan, ditekan sehingga perasaan amannya tidak
terpenuhi daaaaaan merasa ditolak oelh lingkungan dan apabila koping yang
digunakan tidak efektif akan menimbulkan harga diri rendah. Menurut Caplan
lingkungan social akan mempengaruhi individu, pengalaman seseorang dan adanya
perubahan social seperti perasaan dikucilkan ditolak oleh lingkungan social, tidak
dihargai akan menyebabkan stress dan menimbulkan penyimpangan perilaku akibat
harga diri rendah.

4. TANDA-TANDA HDR
a. Mengejek dan mengkritik diri
b. Mersa bersalah dan kwatir, menghukum atau mendiam diri sendiri
c. Mengalami gejala fisik, misalnya : tekanan darah tinggi, gangguan
penggunaan zat
d. Menundah keputusan
e. Sulit bergaul
f. Menghindari kesenangan yang dapt membei rasa puas
g. Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga, halusinasi.
h. Merusak diri : HDR menyokong klien mengakhiri hidup
i. Merusak / melukai orang lain
j. Perasaan tidak mampu
k. Pandangan hidup yang pesimis
l. Tidak terima pujian
m. Penurunan produktivitas
n. Penolakan terhadapt kemampuan diri
o. Kurang memperhatikan perawatan diri
p. Berpakaian tidak rapi
q. Selerah makan berkurang
r. Tidak berani menatap lawab bicara
s. Lebih banyak menunduk
t. Bicara lambat dengan suara lemah

5. RENTANG RESPON KONSEP DIRI

Respon adaptif Respon maladaptif

Aktualisasi diri Harga diri Rendah Kerancuan identitas


Konsep diri positif Depersonalisasi

C. POHON MASALAH

isolasi sosial: menarik diri

Harga diri rendah Kronik

Tidak efektifnya koping individu


D. MASALAH KEPERAWATAN
DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
1. Masalah keperawatan:
a. Harga diri rendah kronis
b. Koping individu tidak efektif
c. Isolasi social
d. Perubahan persepsi sensorik : Halusinasi
e. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
f. Risti perilaku kekerasan

2. Data yang perlu dikaji:


a. Data subyektif:
Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna
Mengungkapkan dirinya tidak mampi
Mengungkapkan dirinya tidak semangat untuk beraktifitas dan bekerja
Mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan diri ( Mandi,
berhias, makan, atau toileting ).
b. Data obyektif:
Mengkritik diri sendiri
Perasaan hidup yang pesimis
Tidak menerima pujian
Penurunan produktifitas
Penolakan terhadap kemampuan diri
Kurang memperhatikan perawatan diri
Berpakaian tidak rapi
Berkuran selera makan
Tidak berani menatap lawan bicara
Lebih banyak menunduk
Bicara lambat dengan nada suara lemah
ISOLASI SOSIAL

A. MASALAH UTAMA
ISOLASI SOSIAL
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. PENGERTIAN
Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain ( Rawlins,1993 ).

2. FAKTOR PREDISPOSISI
 Perkembangan : Sentuhan, perhatian, kehangatan dari keluarga yang
mengakibatkan individu menyendiri, kemampuan berhubungan dengan
orang lain tidak adekuat yang berakhir dengan menarik diri.
 Komunikasi dalam keluarga : Klien sering mengalami kecemasan dalam
berhubungan dengan anggota keluarga, sering menjadi kambing hitam,
sikap keluarga tidak konsisten (kadang boleh, kadang tidak). Situasi ini
membuat klien enggan berkomunikasi dengan orang lain.
 Sosial Budaya : Di kota besar, masing – masing individu sibuk
memperjaungkan hidup sehingga tidak waktu bersosialisasi. Situasi ini
mendukung perilaku menarik diri.

3. FAKTOR PRESIPITASI
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga
merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien
berasal dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan
dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional dalam
hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman.
Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha
untuk melindungi diri, klien menjadi pasif dan kepribadiannya semakin kaku
(rigid). Klien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia
berusaha mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan
dan menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan
ia mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realitas daripada mencari
penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan.
Konflik antara kesuksesan dan perjuangan untuk meraih kesuksesan
itu sendiri terus berjalan dan penarikan diri dari realitas diikuti penarikan diri
dari keterlibatan secara emosional dengan lingkungannya yang menimbulkan
kesulitan. Semakin klien menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul
dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain.
Akibat Menarik diri juga disebabkan oleh perceraian, putus hubungan,
peran keluarga yang tidak jelas, orang tua pecandu alkohol dan
penganiayaan anak. Resiko menarik diri adalah terjadinya resiko perubahan
sensori persepsi (halusinasi).
4. TANDA-TANDA ISOLASI SOSIAL
a. Aspek fisik :
 Makan dan minum kurang
 Tidur kurang atau terganggu
 Penampilan diri kurang
 Keberanian kurang
b. Aspek emosi :
 Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
 Merasa malu, bersalah
 Mudah panik dan tiba-tiba marah
c. Aspek sosial
 Duduk menyendiri
 Selalu tunduk
 Tampak melamun
 Tidak peduli lingkungan
 Menghindar dari orang lain
 Tergantung dari orang lain
d. Aspek intelektual
 Putus asa
 Merasa sendiri, tidak ada sokongan
 Kurang percaya diri

5. RENTANG RESPON KONSEP DIRI

Respon adaptif Respon maladaptive

Menyendiri otonomi Kesepian menarik diri manipulasi curiga


kebersamaan saling ketergangguan

C. POHON MASALAH
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi .....

Isolasi sosial: menarik

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Masalah Keperawatan.
a. Resiko perubahanm persepsi sensori: halusinasi……..
b. Isolasi sosial : menarik diri
c. Gangguan konseps diri: harga diri rendah
2. Data yang perlu di kaji.
a. Resiko perubahanm persepsi sensori: halusinasi……..
1) Data Subjektif
a) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
b) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
c) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d) Klien merasa makan sesuatu
e) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g) Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2) Data Objektif
a) Klien berbicar dan tertawa sendiri
b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d) Disorientasi

b. Isolasi sosial : menarik diri


1) Data obyektif:
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamar,
banyak diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak berhubungan
dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi menekur.

2) Data subyektif:
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab
dengan singkat, ya atau tidak.
mengungkapkan perasaan malu terhadap diri.

c. Harga Diri rendah


1) Data subyektif:
Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna
Mengungkapkan dirinya tidak mampi
Mengungkapkan dirinya tidak semangat untuk beraktifitas dan bekerja
Mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan diri ( Mandi,
berhias, makan, atau toileting ).
2) Data obyektif:
Mengkritik diri sendiri
Perasaan hidup yang pesimis
Tidak menerima pujian
Penurunan produktifitas
Penolakan terhadap kemampuan diri
Kurang memperhatikan perawatan diri
Berpakaian tidak rapi
Berkuran selera makan
Tidak berani menatap lawan bicara
Lebih banyak menunduk
Bicara lambat dengan nada suara lemah
HALUSINASI

A. MASALAH UTAMA
Perubahan sensori perseptual : halusinasi

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. PENGERTIAN
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn,
1998).

2. FAKTOR PREDISPOSISI
Rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri
secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa
bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang dicintai, tidak
dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri.

3. FAKTOR PRESIPITASI
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau
berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah,
melakukan gerakan seperti menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien
sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau
dirasakan)
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Ini diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya yang
meminta dia untuk melakukan sesuatu hal di luar kesadarannya.

4. TANDA-TANDA
Tanda dan gejala dari halusinasi adalah :
- berbicara dan tertawa sendiri
- bersikap seperti mendengar dan melihat sesuatu
- berhenti berbicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
- disorientasi
- merasa ada sesuatu pada kulitnya
- ingin memukul atau melempar barang - barang
5. RENTANG RESPON

C. POHON MASALAH
Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori perseptual: halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri

D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


2. Masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
3. Data yang perlu dikaji
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
3. Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
4. Data Objektif :
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
1. Data Subjektif
a) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
b) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
c) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d) Klien merasa makan sesuatu
e) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g) Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2. Data Objektif
e) Klien berbicar dan tertawa sendiri
f) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
g) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
h) Disorientasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
1) Data Subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab
dengan singkat ”tidak”, ”ya”.
2) Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri/menghindari orang lain,
berdiam diri di kamar, komunikasi kurang atau tidak ada (banyak diam),
kontak mata kurang, menolak berhubungan dengan orang lain,
perawatan diri kurang, posisi tidur seperti janin (menekur
PERILAKU KEKERASAN

E. MASALAH UTAMA
Perilaku kekerasan/amuk.

F. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan
Sundeen, 1995)

2. FAKTOR PREDISPOSISI
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi faktor
predisposisi yang mungkin/ tidak mungkin terjadi jika faktor berikut dialami oleh
individu :
a. Psikologis; kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk.
b. Perilaku, reinforcement yang diteima ketika melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan, merupakan aspek yang menstimuli mengadopsi
perilaku kekerasan
c. Sosial budaya; budaya tertutup, control sosial yang tidak pasti terhadap
perilaku kekerasan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima
d. Bioneurologis; kerusakan sistem limbic, lobus frontal/temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmiser
3. FAKTOR PRESIPITASI
Bersumber dari klien (kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan,
percaya diri kurang), lingkungan (ribut, padat, kritikan mengarah penghinaan,
kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan) dan interaksi dengan
orang lain( provokatif dan konflik). ( Budiana Keliat, 2004)
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa,
perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana
gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan
Akibat Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-
tindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti
menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll.
4. TANDA-TANDA
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit (rambut botak karena terapi)
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
c. Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
d. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
e. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.

5. RENTANG RESPON

G. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan/amuk

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah


( Budiana Keliat, 1999)

a. Masalah keperawatan:
1). Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2). Perilaku kekerasan / amuk
3). Gangguan harga diri : harga diri rendah
b. Data yang perlu dikaji:
2. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1). Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2). Data Objektif :
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
3. Perilaku kekerasan / amuk
1). Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2). Data Obyektif
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
4. Gangguan harga diri : harga diri rendah
1). Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
2). Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Masalah Utama
Perawatan diri kurang: higiene diri

B. Proses Terjadinya Masalah


Kurang perawatan diri : higiene adalah keadaan dimana individu mengalami
kegagalan kemampuan untuk melaksanakan atau menyelesaikan aktivitas
kebersihan diri (Carpenito, 1977).
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perawatan diri kurang:
a. Perkembangan:
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif dan keterampilan.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan
diri.
c. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan dari lingkungannya.

C. 1. Pohon Masalah

Perawatan diri kurang

Menurunnya motivasi perawatan diri

Isolasi sosial : menarik diri

2. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Perawatan diri kurang
b. Menurunnya motivasi perawatan diri
 Data Subyektif:
Mengatakan malas mandi, tak mau menyisir rambut, tak mau menggosok
gigi, tak mau memotong kuku, tak mau berhias, tak bisa menggunakan alat
mandi / kebersihan diri.
 Data Obyektif:
Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan kotor,
gigi kotor, mulut bau, penampilan tidak rapih, tak bisa menggunakan alat
mandi.
RRENCANA STRATEGI PELAKSANAAN

ASUHAN KEPERAWATAN HARGA DIRI RENDAH

No Pasien Keluarga
. SPIP SPIk
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
positif yang dimiliki pasien dalam merawat pasien
2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga
yang masih dapat digunakan diri rendah yang dialami pasien beserta proses
terjadinya.
3. Membantu pasien memilih kegiatan yang Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi
akan dilatih sesuai dengan kemampuan sosial
pasien
4. Melatih pasien sesuai kemampuan yang
dipilih
5. Memberikan pujian yang wajar terhadap
keberhasilan pasien
6. Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
SPIIP SPIIk
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat
pasien dengan harga diri rendah
2. Melatih kemampuan kedua Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat
langsung kepada pasien harga diri rendah
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
SPIIIk
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di
rumah termasuk minum obat (discharge
planning)
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
3.

ASUHAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL

Pasien Keluarga
No.
SPIP SPIk
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial Mendiskusikan masalah yang dirasakan
pasien keluarga dalam merawat pasien
2. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi
berinteraksi dengan orang lain sosial yang dialami pasien beserta proses
terjadinya.
3. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi
berinteraksi dengan orang lain social
4. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan
satu orang
5. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan
latihan berbincang-bincang dengan orang lain
dalam kegiatan harian
SPIIP SPIIk
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat
pasien dengan isolasi sosial
2. Memberikan kesempatan kepada pasien Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu langsung kepada pasien isolasi sosial
orang
3. Membantu pasien memasukkan kegiatan
latihan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian
SPIIIP SPIIIk
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas
di rumah termasuk minum obat (discharge
planning)
2. Memberikan kesempatan kepada pasien Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
mempraktekkan cara berkenalan dengan dua
orang atau lebih
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian

ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI

Pasien Keluarga
No.
SPIP SPIk
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
Menjelaskan pengertian halusinasi, tanda
dan gejala halusinasi, jenis halusinasi serta
proses terjadinya halusinasi
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien Menjelaskan cara merawat pasien halusinasi

4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien

5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan


halusinasi pasien
6. Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi

7. Mengajarkan pasien menghardik halusinasi


8. Menganjurkan pasien memasukkan cara
menghardik halusinasi dalam kegiatan harian

SPIIP SPIIk
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien Melatih keluarga mempraktekkan cara
merawat pasien dengan halusinasi
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan Melatih keluarga melakukan cara merawat
cara bercakap-cakap dengan orang lain langsung kepada pasien halusinasi
3. Menganjurkan pasien memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian
SPIIIP SPIIIk
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien Membantu keluarga membuat jadwal
aktivitas di rumah termasuk minum obat
(discharge planning)
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan Menjelaskan follow up pasien setelah
cara mlakukan kegiatan (kegiatan yang biasa pulang
dilakukan di rumah)
3. Menganjurkan pasien memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian

SPIVP
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang
penggunaan obat secara teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian

ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN ( PK )

No Pasien Keluarga
. SPIP SPIk
1. Mengidentifikasi penyebab PK Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala,
serta proses terjadinya PK
3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan Menjelaskan cara merawat pasien PK
4. Mengidentifikasi akibat PK
5. Menyebutkan cara mengontrol PK
6. Membantu pasien mempraktekkan latihan cara
mengontrol PK secara fisik 1
7. Menganjurkan pasien memasukkan dalam
kegiatan harian
SPIIP SPIIk
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien Melatih keluarga mempraktekkan cara
merawat pasien dengan PK
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik Melatih keluarga melakukan cara merawat
2 langsung kepada pasien PK
3. Menganjurkan pasien memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian
SPIIIP SPIIIk
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas
di rumah termasuk minum obat (discharge
planning)
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
verbal
3. Menganjurkan pasien memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian
SPIVP
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara
spiritual
3. Menganjurkan pasien memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian
SPVP
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan minum
obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian

ASUHAN KEPERAWATAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

Pasien Keluarga
No.
SPIP SPIk
1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala
defisit perawatan diri, dan jenis defisit
perawatan diri yang dialami pasien beserta
proses terjadinya.
3. Membantu pasien mempraktekkan cara menjaga Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit
kebersihan diri perawatan diri
4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SPIIP SPIIk
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien Melatih keluarga mempraktekkan cara
merawat pasien dengan defisit perawatan diri
2. Menjelaskan cara makan yang baik Melatih keluarga mempraktekkan cara
merawat langsung kepada pasien defisit
perawatan diri
3. Membantu pasien mempraktekkan cara makan
yang baik
4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SPIIIP SPIIIk
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas
di rumah termasuk minum obat (discharge
planning)
2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
3. Membantu pasien mempraktekkan cara eliminasi
yang baik
4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SPIVP
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Menjelaskan cara berdandan
3. Membantu pasien mempraktekkan cara
berdandan
4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

Anda mungkin juga menyukai