Anda di halaman 1dari 42

HARGA DIRI RENDAH

A. MASALAH UTAMA
Harga diri rendah.

B. PENGERTIAN
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan
tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.

C. PROSES TERJADINYA MASALAH


Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan
kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang diriya dan
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart & Sunden, 1995).
Konsep diri tidak terbentuk sejak lahir namun dipelajari.

RENTANG RESPON KONSEP DIRI

Respon adaptif Respon maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kerancuan


Depersonalisasi
Diri positif rendah identitas

Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1999). Sedangkan harga diri rendah
adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak
bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka
cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang
dan penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang
lain, aspek utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain.
Gangguan harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa
gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas,
destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah
tersinggung dan menarik diri secara sosial.
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan
ideal diri yag tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin
ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksika
kejadian yang megancam.
2. Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jeis transisi
peran :
a. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-
norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan
sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh
kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan
fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan keperawatan.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara:
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan kerja dll.
Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena
privacy yang kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopani (pemasangan
kateter, pemeriksaan pemeriksaan perianal dll.), harapan akan
struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena di
rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama

D. POHON MASALAH

Resiko isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

Core problem

Berduka disfungsional

E. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU


DIKAJI
1. Masalah keperawatan:
a. Resiko isolasi sosial: menarik diri.
b. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
c. Berduka disfungsional.
2. Data yang perlu dikaji:
a. Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.
b. Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah.
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan berduka
disfungsional.

G. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


a. Tujuan umum: sesuai masalah (problem).

b. Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
dengan perawat
Tindakan:
1.1.Bina hubungan saling percaya
- Salam terapeutik
- Perkenalan diri
- Jelaskan tujuan inteniksi
- Ciptakan lingkungan yang tenang
- Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik
pembicaraan).
1.2. Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
1.3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
1.4. Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya
sendiri.

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki.
Tindakan:
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2.2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis.
2.3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.

3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.


Tindakan:
3.1. Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat
digunakan.
3.2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah.

4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai


kemampuan yang dimiliki.
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan.
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien
lakukan.

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan


Tindakan :
5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
5.2. Beri pujian atas keberhasilan
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan:
6.1.Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien.
6.2.Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
6.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
6.4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
PERILAKU KEKERASAN

A. Masalah Utama:
Perilaku kekerasan/amuk.
B. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995)

C. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut,
manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik
emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga
menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan
ketergantungan pada orang lain.
Gejala klinis
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan
didapatkan melalui pengkajian meliputi :
a. Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-
tanda marah yang diserasakan oleh klien.
b. Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara
tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan
kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.
Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi faktor
predisposisi yang mungkin/ tidak mungkin terjadi jika faktor berikut
dialami oleh individu :
a. Psikologis; kegagalan yang dialami dapat menimbulkan
frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.
b. Perilaku, reinforcement yang diteima ketika melakukan
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan, merupakan aspek yang
menstimuli mengadopsi perilaku kekerasan
c. Sosial budaya; budaya tertutup, control sosial yang tidak
pasti terhadap perilaku kekerasan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima
d. Bioneurologis; kerusakan sistem limbic, lobus
frontal/temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiser
Faktor presipitasi
Bersumber dari klien (kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan,
percaya diri kurang), lingkungan (ribut, padat, kritikan mengarah
penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan)
dan interaksi dengan orang lain( provokatif dan konflik).
( Budiana Keliat, 2004)

2. Penyebab
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku
kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.

Gejala Klinis
 Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan
tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri
(mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
 Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
 Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
 Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah
disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri
kehidupannya.
( Budiana Keliat, 1999)

3. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti
menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll.

D. 1. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan/amuk

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah


( Budiana Keliat, 1999)
2. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
a. Masalah keperawatan:
1). Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2). Perilaku kekerasan / amuk
3). Gangguan harga diri : harga diri rendah
b. Data yang perlu dikaji:
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1). Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2). Data Objektif :
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
2. Perilaku kekerasan / amuk
1). Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2). Data Obyektif
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
1). Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.

2). Data obyektif:


Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

D. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan/amuk.
b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri
rendah.

E. Rencana Tindakan
a. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai dengan melakukan manajemen
kekerasan
b. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.


Tindakan:
2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.


Tindakan :
3.1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan
saat jengkel/kesal.
3.2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3.3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang
dialami klien.

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa


dilakukan.
Tindakan:
4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
4.2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
4.3. Tanyakan "Apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai ?"

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.


Tindakan:
5.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon thd
kemarahan.
Tindakan :
6.1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.2. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam
jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal/kasur.
6.3. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau
kesal/tersinggung.
6.4. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.

7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.


Tindakan:
7.1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
7.2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
7.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
7.5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat
jengkel/marah.

8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.


Tindakan :
8.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melaluit
pertemuan keluarga.
8.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).


Tindakan:
9.1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi,
efek dan efek samping).
9.2. Bantu klien mengpnakan obat dengan prinsip 5 benar (nama
klien, obat, dosis, cara dan waktu).
9.3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.

PERAWATAN DIRI KURANG: HIGIENE DIRI

A. Masalah Utama
Perawatan diri kurang: higiene diri

B. Proses Terjadinya Masalah


Kurang perawatan diri : higiene adalah keadaan dimana individu
mengalami kegagalan kemampuan untuk melaksanakan atau menyelesaikan
aktivitas kebersihan diri (Carpenito, 1977).
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perawatan diri kurang:
a. Perkembangan:
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif dan keterampilan.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan dari lingkungannya.

C. 1. Pohon Masalah

Perawatan diri kurang

Menurunnya motivasi perawatan diri

Isolasi sosial : menarik diri

2. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Perawatan diri kurang
b. Menurunnya motivasi perawatan diri
 Data Subyektif:
Mengatakan malas mandi, tak mau menyisir rambut, tak mau
menggosok gigi, tak mau memotong kuku, tak mau berhias, tak bisa
menggunakan alat mandi / kebersihan diri.
 Data Obyektif:
Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan
kotor, gigi kotor, mulut bau, penampilan tidak rapih, tak bisa
menggunakan alat mandi.

C. Diagnosa keperawatan
1. Perawatan diri kurang: higiene berhubungan dengan menurunnya
motivasi perawatan diri
2. Menurunnya motivasi perawatan diri berhubungan dengan menarik diri

D. Rencana tindakan
a. Tujuan umum : klien mampu melakukan perawatan diri: higioene.
b. Tujuan khusus:
1. Klien dapat menyebutkan pengertian dan tanda-tanda kebersihan diri
Tindakan :
1.1. Diskusikan bersama klien tentang pengertian bersih dan
tanda-tanda bersih
1.2. Beri reinforcement positif bila klien mampu melakukan hal yang
positif.

2. Klien dapat menyebutkan penyebab tidak mau menjaga kebersihan diri


Tindakan :
2.1. Bicarakan dengan klien penyebab tidak mau menjaga kebersihan
diri
2.2. Diskusikan akibat dari tidak mau menjaga kebersihan diri

3. Klien dapat menyebut higiene


Tindakan:
3. 1. Diskusikan bersama klien tentang manfaat higiene
3.2. Bantu klien mengidentifikasikan kemampuan untuk menjaga
kebersihan diri

4. Klien dapat menyebutkan cara menjaga kebersihan diri


Tindakan:
4. 1. Diskusikan dengan klien cara menjaga kebersihan diri: andi 2x
sehari (pagi dan sore) dengan memakai sabun mandi, gosok gigi
minimal 2x sehari dengan pasta gigi, mencuci rambut minimal 2x
seminggu dengan sampo, memotong kuku minimal 1x seminggu,
memotong rambut minimal 1 x sebulan.
4.2. Beri reinforcement positif bila klien berhasil
5. Klien dapat melaksanakan perawatan diri higiene dengan bantuan
minimal
Tindakan:
5. 1. Bimbing klien melakukan demonstrasi tentang cara menjaga
kebersihan diri
5.2. Dorong klien untuk melakukan kebersihan diri dengan bantuan
minimal

6. Klien dapat melakukan perawatan diri higiene secara mandiri


Tindakan:
6. 1. Beri kesempatan klien untuk membersihkan diri secara bertahap
6.2. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya setelah
membersihkan diri
6.3 Bersama klien membuat jadwal menjaga kebersihan diri
6.4. Bimbing klien untuk melakukan aktivitas higiene secara teratur

7. Klien mendapat dukungan keluarga


Tindakan:
7. 1.Beri pendidikan kesehatan tentang merawat klien untuk kebersihan
diri melalui pertemuan keluarga
7.2. Beri reinforcement positif atas partisipasi aktif keluarga
GANGGUAN INTERAKSI SOSIAL: MENARIK DIRI

A. Kasus (Masalah Utama)


Gangguan Interaksi sosial: Menarik diri

B. Pengertian.
Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain ( Rawlins,1993 ).

C. Proses Terjadinya Masalah


1. Penyebab :
a. Perkembangan : Sentuhan, perhatian, kehangatan dari keluarga yang
mengakibatkan individu menyendiri, kemampuan berhubungan dengan
orang lain tidak adekuat yang berakhir dengan menarik diri.
b. Komunikasi dalam keluarga : Klien sering mengalami kecemasan
dalam berhubungan dengan anggota keluarga, sering menjadi kambing
hitam, sikap keluarga tidak konsisten (kadang boleh, kadang tidak).
Situasi ini membuat klien enggan berkomunikasi dengan orang lain.
c. Sosial Budaya : Di kota besar, masing – masing individu sibuk
memperjaungkan hidup sehingga tidak waktu bersosialisasi. Situasi ini
mendukung perilaku menarik diri.

Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga


merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien
berasal dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan
dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional dalam
hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman.
Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha
untuk melindungi diri, klien menjadi pasif dan kepribadiannya semakin
kaku (rigid). Klien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang
baru. Ia berusaha mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu
menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal
ini menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan
realitas daripada mencari penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri
dengan kenyataan.
Konflik antara kesuksesan dan perjuangan untuk meraih kesuksesan itu
sendiri terus berjalan dan penarikan diri dari realitas diikuti penarikan diri
dari keterlibatan secara emosional dengan lingkungannya yang
menimbulkan kesulitan. Semakin klien menjauhi kenyataan semakin
kesulitan yang timbul dalam mengembangkan hubungan dengan orang
lain. Menarik diri juga disebabkan oleh perceraian, putus hubungan, peran
keluarga yang tidak jelas, orang tua pecandu alkohol dan penganiayaan
anak. Resiko menarik diri adalah terjadinya resiko perubahan sensori
persepsi (halusinasi).

2. Tanda – tanda menarik diri dilihat dari beberapa aspek :


a. Aspek fisik :
 Makan dan minum kurang
 Tidur kurang atau terganggu
 Penampilan diri kurang
 Keberanian kurang
b. Aspek emosi :
 Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
 Merasa malu, bersalah
 Mudah panik dan tiba-tiba marah
c. Aspek sosial
 Duduk menyendiri
 Selalu tunduk
 Tampak melamun
 Tidak peduli lingkungan
 Menghindar dari orang lain
 Tergantung dari orang lain
d. Aspek intelektual
 Putus asa
 Merasa sendiri, tidak ada sokongan
 Kurang percaya diri

D. Pohon masalah
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi .....

Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

E. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Masalah Keperawatan.
a. Resiko perubahanm persepsi sensori:
halusinasi……..
b. Isolasi sosial : menarik diri
c. Gangguan konseps diri: harga diri rendah
2. Data yang perlu di kaji.
a. Resiko perubahanm
persepsi sensori: halusinasi……..
1. Data Subjektif
a) Klien mengatakan mendengar
bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
b) Klien mengatakan melihat
gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
c) Klien mengatakan mencium bau
tanpa stimulus
d) Klien merasa makan sesuatu
e) Klien merasa ada sesuatu pada
kulitnya
f) Klien takut pada
suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g) Klien ingin memukul/melempar
barang-barang
2. Data Objektif
a) Klien berbicar dan tertawa sendiri
b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
d) Disorientasi

b. Isolasi sosial :
menarik diri
1) Data
obyektif:
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri
dikamar, banyak diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak
berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi
menekur.

2) Data
subyektif:
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya
dijawab dengan singkat, ya atau tidak.
c. Gangguan konseps
diri: harga diri rendah
1) Data
obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri.
2) Data
subyektif:
Klien mengatakan : saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh / tidak
tahu apa – apa, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri.

F. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi …. berhubungan dengan
menarik diri.
2. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

G. RENCANA TINDAKAN.
Diagnosa Keperawatan 1: Resiko perubahan persepsi sensori:
halusinasi……. Berhubungan dengan menarik diri
1. Tujuan umum:
Tidak terjadi perubahan persepsi sensori: halusinasi ….
2. Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
‫ٱ‬ Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik,
memperkenalkan diri, jelaskan tuiuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat kesepakatan / janji dengan jelas
tentang topik, tempat, waktu.
‫ٱ‬ Beri perhatian dan penghargaan: temani kilen walau
tidak menjawab
‫ٱ‬ Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara,
jangan terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti
pembicaraan klien.

b. Klien dapat menyebut penyebab menarik diri


Tindakan:
‫ٱ‬ Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang
lain.
‫ٱ‬ Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri.

c. Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan dengan orang


lain
Tindakan:
‫ٱ‬ Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain.
‫ٱ‬ Bantu mengidentifikasikan kernampuan yang dimiliki untuk
bergaul.

d. Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap:


klien-perawat, klien-perawat-klien lain, perawat-klien-kelompok,
klien-keluarga.
Tindakan:
‫ٱ‬ Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien jika mungkin
perawat yang sama.
‫ٱ‬ Motivasi temani klien untuk berkenalan dengan orang lain
‫ٱ‬ Tingkatkan interaksi secara bertahap
‫ٱ‬ Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi
‫ٱ‬ Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari dengan interaksi
‫ٱ‬ Fasilitasi hubungan kilen dengan keluarga secara terapeutik

e. Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan


dengan orang lain.
Tindakan:
‫ٱ‬ Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi / kegiatan
‫ٱ‬ Beri pujian atas keberhasilan klien

f. Klien mendapat dukungan keluarga


Tindakan:
‫ٱ‬ Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien
melalui pertemuan keluarga
‫ٱ‬ Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

Diagnosa 2: Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
1. Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
2. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi terpeutik
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Tindakan :
‫ٱ‬ Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang
dimilikiklien.
‫ٱ‬ Setiap bertemu klien hindarkan dari penilaian negatif.
‫ٱ‬ Utamakan memberi pujian yang realistik.

b. Klien dapat menilai kemampun yang dimiliki


Tindakan :
‫ٱ‬ Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat
digunakan selama sakit
‫ٱ‬ Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkn penggunaannya.

c. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan


kemampun yang dimiliki
Tindakan :
‫ٱ‬ Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan
‫ٱ‬ Tingkatkan kegiatan sesuai toleransi kondisi klien
‫ٱ‬ Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien
lakukan

d. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan


kemampuannya
Tindakan :
‫ٱ‬ Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan
‫ٱ‬ Beri pujian atas keberhasilan klien
‫ٱ‬ Diskusikan kemungkinan pelaksanan di rumah

e. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


Tindakan :
‫ٱ‬ Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien dengan harga diri rendah
‫ٱ‬ Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien
dirawat
‫ٱ‬ Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

PERUBAHAN SENSORI PERSEPTUAL : HALUSINASI

B. Kasus (Masalah Utama)


Perubahan sensori perseptual : halusinasi

C. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn,
1998).

D. Proses Terjadinya Masalah


1. Penyebab
Rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan
diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa
bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang
dicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan
perasaannya sendiri.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum
atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain,
gelisah, melakukan gerakan seperti menikmati sesuatu. Juga keterangan
dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat,
didengar atau dirasakan)

2. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala dari halusinasi adalah :
- berbicara dan tertawa sendiri
- bersikap seperti mendengar dan melihat sesuatu
- berhenti berbicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
- disorientasi
- merasa ada sesuatu pada kulitnya
- ingin memukul atau melempar barang - barang
3. Akibat
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Ini diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya
yang meminta dia untuk melakukan sesuatu hal di luar kesadarannya.
E. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori perseptual: halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri

F. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
2. Data yang perlu dikaji
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
3). Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
4). Data Objektif :
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
1. Data Subjektif
a) Klien mengatakan mendengar
bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
b) Klien mengatakan melihat
gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
c) Klien mengatakan mencium bau
tanpa stimulus
d) Klien merasa makan sesuatu
e) Klien merasa ada sesuatu pada
kulitnya
f) Klien takut pada
suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g) Klien ingin memukul/melempar
barang-barang
2. Data Objektif
e) Klien berbicar dan tertawa sendiri
f) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
g) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
h) Disorientasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
1) Data Subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya
dijawab dengan singkat ”tidak”, ”ya”.
2) Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri/menghindari orang
lain, berdiam diri di kamar, komunikasi kurang atau tidak ada
(banyak diam), kontak mata kurang, menolak berhubungan dengan
orang lain, perawatan diri kurang, posisi tidur seperti janin
(menekur)
G. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perubahan sensori perseptual : halusinasi
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi berhubungan dengan
menarik diri.

H. Rencana Tindakan Keperwatan


Diagnosa keperawatan 1 : Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perubahan sensori perseptual : halusinasi
1. Tujuan umum :
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
‫ٱ‬ Salam terapeutik – perkenalan diri – jelaskan tujuan
– ciptakan lingkungan yang tenag – buat kontrak yang jelas
(waktu, tempat, topik)
‫ٱ‬ Beri kesempatan mengungkapkan perasaan
‫ٱ‬ Empati
‫ٱ‬ Ajak membicarakan hal-hal yang ada di lingkungan

b. Klien dapat mengenal halusinasinya


Tindakan :
‫ٱ‬ Kontak sering dan singkat
‫ٱ‬ Observasi tingkah laku yang terkait dengan
halusinasi (verbal dan non verbal)
‫ٱ‬ Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan
apakah ada suara yang didengar dan apa yang dikatakan oleh
suara itu. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar
suara itu, tetapi perawat tidak mendengarnya. Katakan bahwa
perawat akan membantu
‫ٱ‬ Diskusi tentang situasi yang menimbulkan
halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi serta apa yang
dirasakan saat terjadi halusinasi
‫ٱ‬ Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat terjadi
halusinasi

c. Klien dapat mengontrol halusinasinya


Tindakan :
‫ٱ‬ Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi
halusinasi
‫ٱ‬ Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien dan cara baru
untuk mengontrol halusinasinya
‫ٱ‬ Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi : bicara
dengan orang lain bila muncul halusinasi, melakukan kegiatan,
mengatakan pada suara tersebut “saya tidak mau dengar”
‫ٱ‬ Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih/dilakukan
‫ٱ‬ Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan beri
pujian jika berhasil
‫ٱ‬ Libatkan klien dalam TAK : stimulasi persepsi

d. Klien dapat dukungan dari keluarga


Tindakan :
‫ٱ‬ Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang
gejala, cara, memutus halusinasi, cara merawat, informasi waktu
follow up atau kapan perlu mendapat bantuan
‫ٱ‬ Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar


Tindakan :
‫ٱ‬ Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, efek dan efek
samping minum obat
‫ٱ‬ Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara, waktu)
‫ٱ‬ Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan
‫ٱ‬ Beri reinforcement positif klien minum obat yang benar.

Diagnosa keperawatan 2 : Perubahan sensori perseptual : halusinasi


berhubungan dengan menarik diri.
1. Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi
2. Tujuan Khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
‫ٱ‬ sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
‫ٱ‬ perkenalkan diri dengan sopan
‫ٱ‬ tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
‫ٱ‬ jelaskan tujuan pertemuan
‫ٱ‬ jujur dan menepati janji
‫ٱ‬ tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
‫ٱ‬ berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

b. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Tindakan
‫ٱ‬ Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan
tanda-tandanya
‫ٱ‬ Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul
‫ٱ‬ Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri,
tanda-tanda serta penyebab yang muncul
‫ٱ‬ 2.1. Berikan pujian terhadap kemampuan klien
mengungkapkan perasaannya

c. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang


lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
‫ٱ‬ Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan
keuntungan berhubungan dengan orang lain
‫ٱ‬ beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan
dengan prang lain
‫ٱ‬ diskusikan bersama klien tentang manfaat
berhubungan dengan orang lain
‫ٱ‬ beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan
dengan orang lain

d. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan


dengan orang lain
Tindakan
‫ٱ‬ beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaan dengan orang lain
‫ٱ‬ diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
‫ٱ‬ beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain

e. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial


Tindakan
‫ٱ‬ kaji kemampuan klien membina hubungan dengan
orang lain
‫ٱ‬ dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan
orang lain melalui tahap :
- K–P
- K – P – P lain
- K – P – P lain – K lain
- K – Kel/Klp/Masy
‫ٱ‬ Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah
dicapai
‫ٱ‬ Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
‫ٱ‬ Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien
dalam mengisi waktu
‫ٱ‬ Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
‫ٱ‬ Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam
kegiatan ruangan

f. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan


dengan orang lain
Tindakan
‫ٱ‬ Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya
bila berhubungan dengan orang lain
‫ٱ‬ Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat
berhubungan dengan orang lain
‫ٱ‬ Beri reinforcement positif atas kemampuan klien
mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.

g. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga


Tindakan
‫ٱ‬ Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
- salam, perkenalan diri
- jelaskan tujuan
- buat kontrak
- eksplorasi perasaan klien
‫ٱ‬ Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
- perilaku menarik diri
- penyebab perilaku menarik diri
- akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak
ditanggapi
- cara keluarga menghadapi klien menarik diri
‫ٱ‬ Dorong anggota keluarga untukmemberikan
dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain
‫ٱ‬ Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan
bergantian menjenguk klien minimal satu kali seminggu
‫ٱ‬ Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang
telah dicapai oleh keluarga
HALUSINASI DENGAR

1. MASALAH UTAMA
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi dengar

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Pengertian
Halusinasi dengar merupakan persepsi sensoriyang salah terhadap
stimulus dengar eksternal yang tidak mampu di identifikasi (Beck dan
Wiliam, 1980).
Halusinasi dengar merupakan adanya persepsi sensori pada pendengaran
individu tanpa adanya stimulus eksternal yang nyata (Stuart dan Sundeen,
1984).
B. Tanda dan gejala
Prilaku pasien yang teramati adalah sebagai berikut
1. Melirikan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang
sedang berbicara.
2. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak
sedang berbicara atau kepada benda mati seperti mebel, tembok dll.
3. Terlibat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang
tidak tampak.
4. Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang
menjawab suara.
C. Penyebab :
Isolasi sosial menarik diri
1. Pengertian
Menarik diri merupakan gangguan dengan menarik diri dan orang lain
yang di tandai dengan isolasi diri (menarik diri) dan perawatan diri
yang kurang.
2. Penyebab
a. Perkembangan
Sentuhan,perhatian,kehangatan dari keluarga yang mengakibatkan
individu menyendiri, kemampuan berhubungan dengan klien tidak
adekuat yang berakhir dengan menarik diri.
b. Harga diri rendah
3. Tanda dan gejala
Tanda gejala menarik diri dapat dilihat dari berbagai aspek antara lain
a. Aspek fisik
1) Penampilan diri kurang.
2) Tidur kurang.
3) Keberanian kurang.
b. Aspek emosi
1) Bicara tidak jelas.
2) Merasa malu.
3) Mudah panik.
c. Aspek sosial
1) Duduk menyendiri
2) Tampak melamun
3) Tidak peduli lingkungan
4) Menghindar dari orang lain
d. Aspek intelektual
1) Merasa putus asa
2) Kurang percaya diri

D. Akibat
Resiko mencederai orang lain dan diri sendiri
1. Pengertian
Suatu keadaan dimana seorang individu melakukan suatu tindakan
yang dapat membahayakan keselamatan jiwanya maupun orang lain di
sekitarnya (Town send, 1994)
2. Penyebab
a. Halusinasi
b. Delusi
3.Tanda dan gejala
a. Adanya peningkatan aktifitas motorik
b. Perilaku aktif ataupun destruktif
c. Agresif

III. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain

Gangguan persepsi sensori : halusinasi dengar

Isolasi sosial : menarik diri

IV. MASALAH DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


A. Data Obyektif .
Apakah klien terdapat tanda dan gejala seperti di bawah ini
1) Melirikan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang
sedang berbicara
2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak sedang
berbicara atau kepada benda mati seperti mebel,tembok dll
3) Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab
suara
4) Tidur kurang/terganggu
5) Penampilan diri kurang
6) Keberanian kurang
7) Bicara tidak jelas
8) Merasa malu
9) Mudah panik
10) Duduk menyendiri.
11) Tampak melamun.
12) Tidak peduli lingkungan.
13) Menghindar dari orang lain.
14) Adanya peningkatan aktifitas motorik.
15) Perilaku aktif ataupun destruktif.

B. Data Subyektif
Pasien mengatakan sering mendengar suara-suara tanpa ada wujud yang
tampak.

V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan
gangguan persepsi sensori: Halusinasi dengar.
B. Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar berhubungan dengan adanya
isolasi sosial : menarik diri.

VI. FOKUS INTERVENSI .


A. Diagnosa 1 . Resiko menciderai diri sensiri dan orang lain berhubungan
dengan gangguan sensori : Halusinasi dengar .
TUM : Klien tidak menciderai orang lain .
TUK : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
kriteria hasil - Ekspresi wajah bersahabat.
- Menunjukan rasa senang.
- Ada kontak mata atau mau jabat tangan.
- Mau mrnyrbutkan nama.
- Mau menyebut dan menjawab salam.
- Mau duduk dan berdampingan dengan perawat.
- Mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi:
Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik.
a. Sapa klien dengan ramah baik secara verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjukan sikap empati dan terima klien apa adanya.
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuan dasar klien.
Rasionalisasi : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk
kelancaran hubungan interaksi selanjutnya.

TUK :2. Klien dapat mengenal halusinasi dengan kriteria hasil:


a. Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnuya halusinasi.
b. Klien dapat mengungkapkan perasaanya terhadap halusinasi.
c. Bantu klien mengenal halusinasinya.
1) Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apa yang
sedang terdengar.
2) Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu namun
perawat sendiri tidak melihatnya.
3) Katakan bahwa klien lain juga yang seperti klien.
4) Katakan bahwa perawat siap membantu klien.
d. Diskusikan dengan klien
1) Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.
2) Waktu dan frekuensinya terjadi halusinasi.
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi.

TUK : 3. Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan kriteria hasil :


- Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya.
- Klien dapat menyebutkan cara baru.
- Klien dapat memilih cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasi.
- Klin dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi:
a. Identifikasi bersama klien cara yang dilakukan jika terjadi halusinasi.
Rasional: merupakan upaya untuk memutus siklus halusinasi.
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri
pujian. Rasional: reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri
klien.
c. Diskusikan cara baru untuk mengontrol timbulnya halusinasi.
1) Katakan “ saya tidak mau dengar kamu”
2) Menemui orang lain untuk bercakap-cakap.
3) Melihat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sempat
muncul.
4) Meminta perawat /teman/keluarga untuk menyapa jika klien
melamun.
Rasional: memberi alternative pikiran bagi klien
d. Bantu klien melatih dan memutus halusinasi secara bertahap. Rasional:
Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba
memilih salah satu cara pengendalian halusinasi.
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi
hasilnya dan beri pujian jika berhasil
f. Anjurkan klien untuk mengikuti TAK, orientasi realita.
Rasional: Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interpretasi
realita klien.

TUK : 4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol


halusinasinya dengan kriteria hasil:
- Klien dapat menjalin hubungan saling percaya dengan perawat
- Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk
mengendalikan halusinasi
Intervensi:
a. Anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga sedang halusinasi.
Rasional: untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol
halusinasi.
b. Diskusikan dengan keluarga tentang
1). Gejala halusinasi yang dialami klien.
2). Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarag untuk memutus
halusinasi.
3). Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah, beri
kegiatan jangan biarkan sendiri.
4). Beri informasi tentang kapan pasien memerluakn bantuan.
Rasional : Untuk meningkatkan pengetahuan tentang halusinasi.

TUK: 5. Klien memanfaatkan obat dengan baik. Dengan kriteria hasil :


- Klien dan keluarga mampu menyebutkan manfaat, dosis dan efek
samping
- Klien dapat menginformasikan manfaat dan efek samping obat
- Klien dapat memahami akibat pemakaina obat tanpa konsultasi
- Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar pengunaan obat.
Intervensi:
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat obat.
b. Anjurkan klien untuk minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya.
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat obat dan efek
samping obat yang dirasakan.
Rasional ; dengan mengetahui efek samping obat klien tahu apa yang
harus dilakukan setelah minum obat.
d. Diskusikan bahayanya obat tanpa konsultasi.
Rasional: Pengobatan dapat berjalan sesuai dengan rencana.

Anda mungkin juga menyukai