Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN STRATEGI PELAKSANAAN HARGA DIRI RENDAH (HDR)


DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH Dr. AMINO GONDOHUTOMO JAWA TENGAH

Disusun Oleh :

RICKA ARDILA SUSANTI


NIM. P1337420918118

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
2018

LAPORAN PENDAHULUAN
I. MASALAH UTAMA
Gangguan konsep diri : harga diri rendah

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Pengertian
Harga diri rendah adalah perilaku negatif terhadap diri dan
kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tak langsung.
(Scultz dan Videback, 2008).
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti,
rendah diri, yang menjadikan evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri (keliat, 2011).
Harga diri rendah situasional merupakan perkembangan persepsi
negatif tentang harga diri sebagai respons seseorang terhadap situasi yang
sedang dialami (Wilkinson, 2012).
Harga diri rendah merupakan evaluasi diri dan perasaan tentang diri
atau kemampuan diri yang negative terhadap diri sendiri, hilangnya
percaya diri dan harga diri, merasa gagal dalam mencapai keinginan
(Herman, 2011).
Gangguan harga diri dapat dijabarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, yang menjadikan hilangnya rasa percaya diri
seseorang karena merasa tidak mampu dalam mencapai keinginan
Fitria,2009).
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa harga diri rendah yaitu
dimana individu mengalami gangguan dalam penilaian terhadap dirinya
sendiri dan kemampuan yang dimiliki, yang menjadikan hilangnya rasa
kepercayaan diri akibat evaluasi negatif yang berlangsung dalam waktu
yang lama karena merasa gagal dalam mencapai keinginan.
B. Rentang Respon Konsep Diri

Respon adaptif Respon maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga Kerancuan depersonalisasi


diri positif diri identitas
rendah
C. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya Harga Diri Rendah adalah penolakan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,
ideal diri yang tidak realistis.
2. Fakor predisposisi (stuart dan Sundeen, 2008)
Berbagai faktor menunjang terjadi perubahan dalam konsep diri
seseorang, faktor ini dapat dibagi sebagai berikut :
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri: Penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang
kali, ketergantungan pada orang lain
b. Faktor yang mempengaruhi peran: tuntutan peran kerja, harapan
peran kultural.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri: Ketidakpercayaan orang
tua, tekanan dari kelompok sebaya, perubahan dalam struktur
sisial.
3. Faktor Presipitasi
Faktor prespitasi terjadinya Haga Diri Rendah biasanya adalah
kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,
kegagalan atau produktivitas yang menurun.
Secara umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat
terjadi secara situasional atau kronik. Secara situsional misalnya
karena trauma yang muncul secara tiba-tiba misalnya harus dioperasi,
kecelakaan, perkosaan atau dipenjara termasuk dirawat dirumah sakit
bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik
atau pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman.
Penyebab lainnya adalah harapan fungsi tubuh yang tidak tercapai
serta perlakuan petugas kesehatan yang kurang menghargai klien dan
keluarga. Harga diri rendah kronik, biasanya dirasakan klien sebelum
sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan
meningkat saat dirawat.
Stresor pencetus mungkin ditimbulkan dri sumber internal dan
eksternal
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalaminya sebagai frustasi.
Baik faktor predisposisi maupun prespitasi di atas bila
memengaruhi seseorang dalam berfikir, bersikap maupun bertindak,
maka dianggap akan memengaruhi terhadap koping individu tersebut
sehingga menjadi tidak efektif (mekanisme koping individu tidak
efektif). Bila kondisi pada klien tidak dilakukan intervensi lebih lanjut
dapat menyebabkan klien tidak mau bergaul dengan orang lain (isolasi
sosial: menarik diri), yang menyebabkan klien asik dengan dunia dan
pikirannya sendiri sehingga dapat muncul resiko perilaku kekerasan.
Menurut Peplau dan Sulivan harga diri berkaitan dengan
pengalaman interpersonal, dalam tahap perkembangan dari bayi
sampai lanjut usia seperti good me, bad me, not me, anak sering
dipersalahkan, ditekan sehingga perasaan amannya tidak terpenuhi dan
merasa ditolak oleh lingkungan dan apabila koping yang digunakan
tidak efektif akan menimbulkan harga diri rendah. Menurut Ceplan,
lingkungan sosial akan memengaruhi individu, pengalaman seseorang
dan adanya perubahan sosial seperti perasaan dikucilkan, ditolak oleh
lingkungan sosial, tidak dihargai akan menyebabkan stress dan
menimbulkan penyimpangan perilaku akibat harga diri rendah.

D. Mekanisme Koping
1. Pertahanan jangka pendek
a. Aktifitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis
identitas, misalnya main musik, bekerja keras, menonton televise
b. Akltifitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara,
misalnya ikut dalam aktifitas social, keagamaan
c. Aktifitas yang secara sementara menguatkan perasaan diri,
misalnya olah raga yang kompetitif, pencapaian akademik / belajar
giat.
d. Aktifitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat
masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan
individu, misalnya penyalahgunaan obat.
2. Pertahanan jangka panjang
a. Penutupan identitas yaitu adapsi identitas pada orang yang menurut
klien penting, tanpa memperhatikan kondisi dirinya.
b. Identitas negatif yaitu klien beranggapan bahwa identifikasi yang
tidak wajar akan diterima masyarakat.
3. Pertahanan yang berorientasi ego :
a. fantasi
b. disosiasi
c. isolasi
d. proyeksi
e. displacement
4. Sumber-sumber koping :
a. aktifitas olah raga
b. hobi dan kerajinan tangan
c. seni yang ekspresif
d. kesehatan
e. kecerdasan
f. kreativitas
g. hubungan interpersonal

E. Tanda Dan Gejala


Ada 10 cara individu mengekspresikan secara langsung harga diri
rendah (Stuart dan Sundeen, 2005)
1. Mengejek dan mengkritik diri sendiri
2. Merendahkan atau mengurangi martabat diri sendiri
3. Rasa bersalah atau khawatir
4. Manisfestasi fisik : tekanan darah tinggi, psikosomatik, dan
penyalahgunaan zat.
5. Menunda dan ragu dalam mengambil keputusan
6. Gangguan berhubungan, menarik diri dari kehidupan sosial
7. Menarik diri dari realitas
8. Merusak diri
9. Merusak atau melukai orang lain
10. Kebencian dan penolakan terhadap diri sendiri

F. Mekanisme Sebab – Akibat


1. Sebab
a. Gangguan citra tubuh
1) Pengertian
Gangguan citra tubuh merupakan perubahan persepsi
tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran,
bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan makna dan objek yang
sering kontak dengan tubuh, pasien biasanya tidak dapat
menerima kondisinya, merasa kurang sempurna kemudian
akan timbul harga diri rendah
2) Tanda dan Gejala
a) Menolak melihat, menyentuh bagian tubuh yang berubah.
b) Menolak penjelasan perubahan tubuh.
c) Persepsi negative terhadap perubahan tubuh.
d) Mengungkapkan keputusasaan.
e) Mengungkapkan ketakutan.

b. Ideal diri tidak realistic


1) Pengertian
Ideal diri yang terlalu tinggi sukar dicapai dan tidak
realitas, ideal diri yang suram dan tidak jelas, cenderung
menuntut. Kegagalan – kegagalan yang dialami dan fantasi
yang terlalu tinggi yang tidak dapat dicapai membuat frustasi
dan timbul harga diri rendah.
2) Tanda dan gejala
a) Merasa diri tak berharga
b) Perasaan tidak mampu
c) Rasa bersalah
d) Ketegangan peran yang dirasakan
e) Pandangan hidup yang pesimis
f) Penolakan terhadap kemampuan personal atau
ketidakmampuan untuk mendapatkan penghargaan yang
positif
2. Akibat
a. Isolasi sosial : menarik diri
1) Pengertian
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan
orang lain. Selain itu menari diri merupakan suatu tindakan
melepaskan diri baik perhatian maupun minatnya terhadap
lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri) (Stuart dan
Sundeen, 2005).
2) Tanda dan Gejala
a) Apatis
(1) Ekspresi wajah sedih
(2) Afek tumpul
(3) Menghindar dari orang lain
(4) Pasien tampak memisahkan diri dengan orang lain
(5) Komunikasi kurang
(6) Kontak mata kurang
(7) Berdiam diri
(8) Kurang mobilitas
(9) Gangguan pola tidur (Tidur berlebihan/ kurang tidur)
(10) Mengambil posisi tidur seperti janin
(11) Kemunduran kesehatan fisik
(12) Kurang memperhatikan keperawatan diri

G. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis: Penotizin
b. Obat anti depresi: Amitripilin
c. Obat Anti ansietas: Diasepam, bromozepam, clobozam
d. Obat anti insomnia: Phneobarbital
2. Terapi modalitas
3. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian :
a. BHSP
b. Jangan memancing emosi klien
c. Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
d. Berikan kesempatan klien mengemukaan pendapat
e. Dengarkan, bantu dan anjurkan pasien untuk mengemukakan
masalah yang dialaminya
4. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial,
atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk
mengembalikan keadaan klien karena masalah sebagian orang
merupakan persaan dan tingkah laku pada orang lain.
5. Terapi music
Dengan musik klien terhibur,rileks dan bermain untuk
mengebalikan kesadaran klien

III. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


A. Menarik diri
1. Data Obyektif :
a. Apatis, ekspresi sedih, efek tumpul.
b. Komunikasi kurang atau tidak ada.
c. Tidak ada kontak mata, pasien lebih sering menunduk.
d. Berdiam diri dikamar/ tempat terpisah ; pasien kurang mobilisasi.
e. Menolak berhubungan dengan orang lain.
f. Tidak melakukan kegiatan sehari- hari.
2. Data Subyektif
a. Pasien mengatakan lebih suka sendiri daripada berhubungan dengan
orang lain.
B. Harga diri rendah
1. Data Obyektif :
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri.
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik diri).
c. Merendahkan martabat.
d. Gangguan hubungan social, menarik diri, lebih suka sendiri.
e. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
f. Menciderai diri akibat harga diri rendah serta tatapan yang suram
2. Data Subyektif
a. Pasien mengatakan : saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh, tidak
tahu apa-apa.
b. Pasien megungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri

C. Gangguan citra tubuh


1. Data Obyektif :
a. Menolak melihat, menyentuh bagian tubuh yang berubah.
b. Menolak penjelasan perubahan tubuh.
c. Persepsi negative terhadap perubahan tubuh.
d. Mengungkapkan keputusasaan.
e. Mengungkapkan ketakutan.
2. Data Subyektif
a. Pasien mengatakan malu terhadap dirinya sendiri

IV. POHON MASALAH


Isolasi sosial akibat

Gangguan konsep diri : harga diri rendah core problem

Gangguan citra tubuh penyebab


(Keliat, 2006)

V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

VI. FOKUS INTERVENSI


Diagnosa Keperawatan : Isolasi social : harga diri rendah
SP I
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat
digunakan
3. Membantu pasien memilaih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan
kemampuan pasien
4. Melatih pasien kemampuan yang dipilih
5. Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
6. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
7. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

SP II
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih kemampuan kedua
3. Mengajarkan pasien memasukan dalam kegiatan jadwal harian.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Penerbit Buku


Kedokteran EGC, Jakarta.

Maramis, WF. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press,
Surabaya.

Stuart, GW, Sundeen, SJ. 2005. Pocket Guide To Psychiatric Nursing, Edisi 3,
Alih Bahasa Achir Yani S. Hamid. Penerbit buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Townsend, Mary C. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan


Psikiatrik. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia RS Jiwa. Prof. Dr. Soeroyo Magelang.


2007. Workshop Standar Asuhan & Bimbingan Keperawatan Jiwa.

Anda mungkin juga menyukai