Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

Untuk memenuhi tugas

Praktik Klinik Keperawatan Jiwa

Oleh:

NAMA : JULIAN RIZKY DWI LESTARI

NIM : P17230203123

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN BLITAR


BAB I

KONSEP DASAR ISOLASI SOSIAL

A. DEFINISI
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteaksi dengan orang lain disekitarnya
(Damaiyanti, 2012). Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat, 2011).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami individu dan dirasakan saat
didorong oleh keberadaan orang lain sebagai pernyataan negatif atau mengancam
(NANDA-I dalam Damaiyanti, 2012).
Isolasi sosial adalah keadaan ketika individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain dan sekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak,dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain. ( Keliat,dkk.2009)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial merupakan keaadaan seseorang
yang mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain karena mungkin merasa ditolak, kesepian dan tidak mampu menjalin
hubungan yang baik antar sesama.

B. RENTANG RESPON SOSIAL

a) Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan
kuturaldimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal.
Adapun respon adaptif tersebut :
1) Solitude (menyendiri)
Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan
dilingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara mengawasi diri dan
menentukan langkah berikutnya.
2) Otonomi
Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide
pikiran.
3) Kebersamaan
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut
mampu untuk memberi dan menerima.
4) Saling ketergantungan
Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam hubungan
interpersonal.
b) Respon maladiptif adalah respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu
tempat.

Karakteristik dari perilaku maladiptif tersebut adalah

1) Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan
dengan orang lain untuk mencari ketenangan sementara
2) Manipulasi
Adalah hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang
lain sebagai objek dan berorientasi pada diri sendiri atau pada tujuan, bukan
berorientasi pada orang lain. Individu tidak dapat membina hubungan sosial
secara mendalam.
3) Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan yang
dimiliki.
4) Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman,
tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang buruk dan cenderung
memaksakan kehendak.
5) Narkisisme
Harga diri yang rapuh,secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan
dan pujian, memiliki sikap egosentris, pencemburu dan marah jika orang lain
tidak mendukung.

C. ETIOLOGI
a. Faktor presipitasi Adapun faktor pencetus terdiri dari 4 sumber utama yang
dapat menentukan alam perasaan adalah :
1) Kehilangan ketertarikan yang nyata atau yang di bayangkan, termasuk
kehilangan cinta seseorang. Fungsi fisik, kedudukan atau harga diri, karena
elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan, maka konsep
persepsi lain merupakan hal yang sangat penting
2) Peristiwa besar dalam kehidupan, sering di laporkan sebagai pendahulu
episode depresi dan mempyunyai dampak terhadap masalah-masalah yang di
hadapi sekrang dan kemampuan menyelesaikan masalah.
3) Peran dan ketegangan peran telah di laporkan mempengaruhi depresi
terutama pada wanita
4) Perubahan fisiologis di akibatkan oleh obat-obatan berbagai penyakit fisik
seperti infeksi, meoplasma dan gangguan keseimbangan metabolikdapat
mencetus gangguan alam perasaan.
a. Faktor predisposisi menurut Fitria (2009) sebagai berikut :
1) Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapian tugas perkembangan dari masa bayi
sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseorang sehingga
mempunyai masalah respon sosial menarik diri. Organisasi anggota
keluarga bekerja sama dengan tenaga kerja profesional untuk
mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentanghubungan antara
kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif dapat
mengurangi masalah respon sosial menarik diri.
2) Faktor biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif.
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Kelainan struktur otak , seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan limbik di duga
dapat menyebabkan skizofrenia.
3) Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang
tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik.
Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku dan sistem
nilai yang di miliki budaya mayoritas.harapan yang tidak realistis
terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan
gangguan ini.
D. TANDA DAN GEJALA
Menurut Yosep (2009)tanda dan gejala klien isolasi sosial bisa dilihat dari dua cara
yaitu secara objektif dan subjektif. Berikut ini tanda dan gejala klien dengan isolasi
sosial:
a. Gejala subjektif
1. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
2. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
3. Respons verbal kurang dan sangat singkat.
4. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
5. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
6. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
7. Klien merasa tidak berguna.
b. Gejala objektif
1. Klien banyak diam dan tidak mau bicara.
2. Tidak mengikuti kegiatan.
3. Klien berdiam diri di kamar
4. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.
5. Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
6. Kontak mata kurang.
7. Kurang spontan.
8. Apatis
9. Ekspresi wajah kurang berseri.
10. Mengisolasi diri
11. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar.
12. Aktivitas menurun.

Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah,


segera timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak
dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi
sensori: halusinasi dan resiko mencederai diri, orang lain, bahkan lingkungan
(Herman Ade, 2011).

E. PATOFISIOLOGI
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri
atau isolasi yang di sebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa di alami klien
dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan,
dan kecemasan. Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam
mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau
mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap
penampilan dan kebersihan diri. Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan
tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi
halusinasi (Dalami, 2009).

F. PATWAYS

G. KOMPLIKASI
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah
laku masa lalu primitif antara lain pembicaraan yang austistik dan tingkah laku yang
tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan
sensosi persepsi: halusinasi, mencederai diri sendri, orang lain serta lingkungan dan
penurunan aktifitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan diri
(Damaiyanti, 2012)

H. PENATALAKASANAAN
Penatalaksaan yang dapat diberikan kepada kliendengan isolasi sosial antara
lain pendekatan farmakologi, psikososial, terapi aktivitas, terapi okupasi,
rehabilitasi, dan program intervensi keluarga (Yusuf, 2019).
1. Terapi Farmakologi
1) Chlorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk Syndrome Psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan titik
diri terganggu. Berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: waham,
halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali,
berdaya berat dalam fungsi kehidupan seharihari, tidak mampu bekerja,
hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Efek samping: sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/
parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defikasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung), gangguan endokrin, metabolik, biasanya untuk pemakaian jangka
panjang.
2) Haloperidol (HLP)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
netral serta dalam kehidupan sehari-hari.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi prikomotor, gangguan otonomik.
3) Trihexy Phenidyl (THP)
Indikasi: Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk paksa ersepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson, akibat obat misalnya reserpine dan
fenotiazine. Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor gangguan
otonomik.

2. Terapi Psikososial
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan
perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada pasien
(Videbeck, 2012).
3. Terapi Individu
Terapi individual adalah metode yang menimbulkan perubahan pada
individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan perilaku-
perilakunya. Terapi ini meliputi hubungan satu-satu antara ahli terapi dan
klien(Videbeck, 2012). Terapi individu juga merupakan salah satu bentuk terapi
yang dilakukan secara individu oleh perawat kepada kliensecara tatap muka
perawat-klien dengan cara yang terstruktur dan durasi waktu tertentu sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai (Zakiyah, 2018).
Salah satu bentuk terapi individu yang bisa diberikan oleh perawat kepada
klien dengan isolasi sosial adalah pemberian strategi pelasanaan (SP). Dalam
pemberian strategi pelaksanaan klien dengan isolasi sosial hal yang paling
penting perawat lakukan adalah berkomunikasi dengan teknik terapeutik.
Komunikasi terapeutik adalah suatu interaksi interpersonal antara perawat dank
klien, yang selama interaksi berlangsung, perawat berfokus pada kebutuhan
khusus klien untuk meningkatkan pertukaran informasi yang efektif antara
perawat dan Klien (Videbeck, 2012).
Semakin baik komunikasi perawat, maka semakin bekualitas pula asuhan
keperawatan yang diberikan kepadaklien karena komunikasi yang baik dapat
membina hubungan saling percaya antara perawat dengan klien, perawat yang
memiliki keterampilan dalam berkomunikasi secara terapeutik tidak saja mudah
menjalin hubungan saling percaya dengan klien, tapi juga dapat menumbuhkan
sikap empati dan caring, mencegah terjadi masalah lainnya, memberikan
kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan serta memudahan dalam
mencapai tujuan intevensi keperawatan (Sarfika, 2018).
4. Terapi Aktivitas Kelompok
Menurut Keliat (2015) terapi aktivitas kelompok sosialisasi merupakan suatu
rangkaian kegiatan kelompok dimana klien dengan masalah isolasi sosial akan
dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di sekitarnya.
Sosialissai dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal, kelompok,
dan massa).
Aktivitas yang dilakukan berupa latihan sosialisasi dalam kelompok, dan
akan dilakukan dalam 7 sesi dengan tujuan:
Sesi 1 : Klien mampu memperkenalkan diri
Sesi 2 : Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok
Sesi 3 : Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
Sesi 4 : Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
Sesi 5 : Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada
orang lain
Sesi 6 : Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok
Sesi 7 : Klien mampu menyampaikan pendapat tentang mamfaat kegiatan TAK
yang telah dilakukan.
5. Terapi Okupasi
Terapi okupasi yaitu Suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melaksanakan aktifitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat, meningkatkan harga diri seseorang,
dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Contoh terapi okupasi yang dapat
dilakukan di rumah sakit adalah terapi berkebun, kelas bernyanyi, dan terapi
membuat kerajinan tangan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
klien dalam keterampilan dan bersosialisasi (Elisia, 2014).
6. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan pada kasus-kasus gangguan jiwa ternyata juga banyak
manfaat. Misalnya angkat rawat inap pada klien skizofrenia yang mengikuti
kegiatan keagamaaan lebih rendah bila dibandingan dengan mereka yang tidak
mengikutinya (Dadang, 1999 dalam Yosep 2009). Menurut Zakiah Darajat,
perasaan berdosa merupakan faktor penyebab gangguan jiwa yang berkaitan
dengan penyakit-penyakit psikosomatik. Hal ini diakibatkan karena seseorang
merasa melakukan dosa tidak bisa terlepas dari perasaan tersebut (Yosep, 2009).
Penerapan psikoreligius terapi di rumah sakit jiwa menurut Yosep (2009)
meliputi:
a. Perawat jiwa harus dibekali pengetahuan yang cukup tentang agamanya/
kolaborasi dengan agamawan atau rohaniawan.
b. Psikoreligius tidak diarahkan untuk mengubah agama Kliennya tetapi
menggali sumber koping.
c. Memadukan milieu therapy yang religius; kaligrafi, ayat-ayat, fasilitas
ibadah, bukubuku, music/lagu keagamaan.
d. Dalam terapi aktifitas diajarkan kembali cara-cara ibadah terutama untuk
pasien rehabilitasi.
e. Terapi kelompok dengan tema membahas akhlak, etika, hakikat hidup
didunia, dan sebagainya. Untuk klien dengan isolasi sosial terapi
psikoreligius dapat bermanfaat dari aspek autosugesti yang dimana dalam
setiap kegiatan religius seperti sholat, dzkir, dan berdoa berisi ucapan-
ucapan baik yang dapat memberi sugesti positif kepada diri klien sehingga
muncul rasa tenang dan yakin terhadap diri sendiri (Thoules, 1992 dalam
Yosep, 2010).

Menurut Djamaludin Ancok (1989) dan Ustman Najati (1985) dalam Yosep
(2009) aspek kebersamaan dalam shalat berjamaah juga mempunyai nilai
terapeutik, dapat menghindarkan seseorang dari rasa terisolir, terpencil dan tidak
diterima.

7. Rehabilitasi
Program rehabilitasi biasanya diberikan di bagian lain rumah sakit yang
dikhususkan untuk rehabilitasi. Terdapat banyak kegiatan, antaranya terapi
okupasional yang meliputi kegiatan membuat kerajinan tangan, melukis,
menyanyi, dan lain-lain. Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung 3-
6 bulan (Yusuf, 2019).
8. Program Intervensi Keluarga
Intervensi keluarga memiliki banyak variasi, namun pada umumnya
intervensi yang dilakukan difokuskan pada aspek praktis dari kehidupan sehari-
hari, memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang isolasi sosial,
mengajarkan bagaimana cara berhubungan yang baik kepada anggota keluarga
yang memiliki masalah kejiwaan (Yusuf, 2019)
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI

A. PENGKAJIAN
a. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, status mental, suku bangsa, alamat, nomor rekam medis, ruang rawat,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosis medis.Identitas
penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama,
hubungan dengan klien, alamat.
b. Alasan Masuk
1. Apa penyebab klien datang ke RSJ?
2. Apa yang sudah dilakukan keluarga?
3. Bagaimana hasilnya?
c. Faktor Predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orangtua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan
struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi,
kecelakaan dicerai suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu
yang terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba) perlakuan
orang lain yang tidak menghargai Klien/perasaan negatif terhadap diri sendiri
yang berlangsung lama.
d. Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup semua sistem yang ada hubungannya dengan klien
depresi berat didapatkan pada sistem integumen klien tampak kotor, kulit
lengket di karenakan kurang perhatian terhadap perawatan dirinya bahkan
gangguan aspek dan kondisi klien .
e. Psikososial Konsep Diri:
1) Gambaran Diri : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang
akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif tentang
tubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang, mengungkapkan
keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
2) Ideal Diri : Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya:
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
3) Harga Diri : Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri,
dan kurang percaya diri.
4) Penampilan Peran : Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK.
5) Identitas Personal : Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
f. Hubungan Sosial
Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubungan sosial
dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelompok yang diikuti dalam
masyarakat.
g. Spiritual
Nilai dan keyakinan klien, pandangan dan keyakian klien terhadapap gangguan
jiwa sesuai dengan norma dan agama yang dianut pandangan masyarakat
setempat tentang gangguan jiwa. Kegiatan ibadah : kegiatan di rumah secara
individu atau kelompok.
h. Status Mental
Kontak mata klien kurang/tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang dapat
memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan
dengan orang lain, adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam
hidup.
1) Penampilan
Biasanya pada Klien menarik diriklien tidak terlalu memperhatikan
penampilan, biasanya penampilan tidak rapi, cara berpakaian tidak seperti
biasanya (tidak tepat).
2) Pembicaraan
Cara berpakaian biasanya di gambarkan dalam frekuensi, volume dan
karakteristik. Frekuansi merujuk pada kecepatan Klien berbicara dan volume
di ukur dengan berapa keras klien berbicara. Observasi frekuensi cepat atau
lambat, volume keras atau lambat, jumlah sedikit, membisu, dan di tekan,
karakteristik gagap atau kata-kata bersambungan.
3) Aktifitas Motorik
Aktifitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik klien. Tingkat aktifitas :
letargik, tegang, gelisah atau agitasi. Jenis aktifitas : seringai atau tremor.
Gerakan tubuh yang berlebihan mungkin ada hubunganya dengan ansietas,
mania atau penyalahgunaan stimulan. Gerakan motorik yang berulang atau
kompulsif bisa merupakan kelainan obsesif kompulsif.
4) Alam Perasaan
Alam perasaan merupakan laporan diri klien tentang status emosional dan
cerminan situasi kehidupan klien. Alam perasaan dapat di evaluasi dengan
menanyakan pertanyaan yang sederhana dan tidak mengarah seperti
“bagaimana perasaan anda hari ini” apakah klien menjawab bahwa ia merasa
sedih, takut, putus asa, sangat gembira atau ansietas.
5) Afek
Afek adalah nada emosi yang kuat pada klien yang dapat di observasi oleh
perawat selama wawancara. Afek dapat di gambarkan dalam istilah sebagai
berikut : batasan, durasi, intensitas, dan ketepatan. Afek yang labil sering
terlihat pada mania, dan afek yang datar,tidak selaras sering tampak pada
skizofrenia.
6) Persepsi
Ada dua jenis utama masalah perseptual : halusinasi dan ilusi. Halusinasi di
definisikan sebagai kesan atau pengalaman sensori yang salah. Ilusi adalah
persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori. Halusinasi
perintah adalah yang menyuruh klien melakukan sesuatu seperti membunuh
dirinya sendiri, dan melukai diri sendiri.
7) Interaksi Selama Wawancara
Interaksi menguraikan bagaimana klien berhubungan dengan perawat.
Apakah klien bersikap bermusuhan,tidak kooperatif, mudah tersinggung,
berhati-hati, apatis, defensive,curiga atau sedatif.
8) Proses Pikir
Proses pikir merujuk “ bagaimana” ekspresi diri klien proses diri klien
diobservasi melalui kemampuan berbicaranya. Pengkajian dilakukan lebih
pada pola atas bentuk verbalisasi dari pada isinya.
9) Isi Pikir
Isi pikir mengacu pada arti spesifik yang diekspresikan dalam komunikasi
klien. Merujuk pada apa yang dipikirkan klien walaupun klien mungkin
berbicara mengenai berbagai subjek selama wawancara, beberapa area isi
harus dicatat dalam pemeriksaan status mental. Mungkin bersifat kompleks
dan sering disembunyikan oleh klien.
10) Tingkat Kesadaran
Pemeriksaan status mental secara rutin mengkaji orientasi klien terhadap
situasi terakhir. Berbagai istilah dapat digunakan untuk menguraikan tingkat
kesadaran klien seperti bingung, tersedasi atau stupor.
11) Memori
Pemeriksaan status mental dapat memberikan saringan yang cepat tehadap
masalah-masalah memori yang potensial tetapi bukan merupakan jawaban
definitif apakah terdapat kerusakan yang spesifik. Pengkajian neurologis
diperlukan untuk menguraikan sifat dan keparahan kerusakan memori.
Memori didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengingat pengalaman
lalu.
12) Tingkat Konsentrasi Dan Kalkulasi
Konsentrasi adalah kemampuan klien untuk memperhatikan selama jalannya
wawancara.Kalkulasi adalah kemampuan klien untuk mengerjakan hitungan
sederhana.
13) Penilaian
Penilaian melibatkan perbuatan keputusan yang konstruktif dan adaptif
termasuk kemampuan untuk mengerti fakta dan menarik kesimpulan dari
hubungan.
14) Daya Titik
Diri Penting bagi perawat untuk menetapkan apakahklien menerima atau
mengingkari penyakitnya.
i. Kebutuhan Persiapan
Pulang Pengkajian diarahkan pada klien dan keluarga klien tentang persiapan
keluarga, lingkungan dalam menerima kepulangan klien. Untuk menjaga klien
tidak kambuh kembali diperlukan adanya penjelasan atau pemberian
pengetahuan terhadap keluarga yang mendukung pengobatan secara rutin dan
teratur.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan isolasi sosial pada
klien dan keluarga yaitu :
a. Isolasi sosial
1) Tindakan Keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP) pada
pasien
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada pasien : Pengkajian Isolasi sosial,
dan melatih bercakap-cakap antara pasien dan keluarga.
(1) Membina hubungan saling percaya
(2) Membantu pasien menyadari masalah isolasi sosial
(3) Melatih bercakap-cakap secara bertahap antara pasien dan anggota
keluarga
b. Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien : Melatih pasien berinteraksi
secara bertahap (pasien dengan 2 orang lain), latihan bercakap-cakap saat
melakukan kegiatan harian.
(1) Mengevaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
(2) Memvalidasi kemampuan berkenalan (berapa orang)
(3) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih 2
kegiatan)
(4) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihanberkenalan 2-3 orang
c. Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien : Melatih pasien berinteraksi
secara bertahap (pasien dengan 4-5 orang), latihan bercakap-cakap saat
melakukan 2 kegiatan harian baru.
(1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial Poltekkes Kemenkes Padang
(2) Validasi kemampuan berkenalan (berapa orang) dan bicara saat melakukan
dua kegiatan harian
(3) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan
(4) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih 2
kegiatan baru)
(5) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan 4-5 orang
d. Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien : Mengevaluasi kemampuan
berinteraksi, melatih cara bicara saat melakukan kegiatan sosial
(1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
(2) Validasi kemampuan berkenalan (berapa orang) dan bicara saat melakukan
empat kegiatan harian
(3) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan
(4) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatansocial

2) Tindakan Keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP) pada


keluarga
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada keluarga : Mengenal masalah
dalam merawat pasien isolasi sosial, berkenalan dan berkomunikasi saat
melakukan kegiatan harian.
(1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
klien.
(2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial, yangdialami
klien beserta proses terjadinya.
(3) Memberi kesempatan keluarga untuk memutuskan perawatan pasien
(4) Menjelaskan cara merawat isolasi sosial dan melatih dua cara
merawat: berkenalan dan melakukan kegiatan harian
b) Strategi pelaksanaan pertemuan pada keluarga : Latihan merawat :
melibatkan pasien dalam kegiatan rumah tangga sekaligus melatih bicara
pada kegiatan tersebut
(1) Evaluasi kemampuan keluarga mengenal gejala isolasi sosial
(2) Validasi kemampuan keluarga melatih pasien berkenalan dan
berbicara saat melakukan kegiatan harian
(3) Beri pujian pada keluarga
(4) Menjelaskan kegiatan rumah tangga yang dapat melibatkan pasien
berbicara (makan, sholat bersama)
(5) Latih cara berbimbing pasien berbicara dan memberi pujian
(6) Anjurkan keluarga membantu pasien melakukan kegiatan bercakap-
cakap sesuai jadwal
c) Strategi pelaksanaan 3 untuk keluarga : Melatih cara merawat dengan
melatih berkomunikasi saat melakukan kegiatan sosial
(1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala isolasi sosial
(2) Validasi kemampuan keluarga dalam merawat atau melatih
berkenalan
(3) Berbicara saat melakukan kegiatan harian dan rumah tangga
(4) Menjelaskan cara melatih pasien bercakap-cakap dalam melakukan
kegiatan sosial berbelanja, dan melatih keluarga mendampingi pasien
berbelanja
(5) Menganjurkan keluarga membantu melakukan kegiatan sosial sesuai
jadwal dan berikan pujian
d) Strategi pelaksanaan 4 untuk keluarga : Melatih keluarga memanfaatkan
fasilitas kesehatan untuk follow up pasien isolasi sosial
(1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala isolasi sosial
(2) Validasi kemampuan keluarga dalam merawat/melatih pasien
(3) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga
(4) Jelaskan follow up ke pelayanan kesehatan masyarakat, tanda
kambuh, dan rujuk pasien segera Poltekkes Kemenkes Padang
(5) Anjurkan keluarga membantu pasien melakukan kegiatan sesuai
jadwal dan berikan pujian
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, et al. 2016. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Course).
Jakarta:

EGC. Keliat, Budi Anna, dkk. (2009). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2.
Jakarta:EGC

Dalami, Ermawati dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Jiwa.Jakarta

Dermawan, Deden dan Rusdi. (2013). Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan
Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Anda mungkin juga menyukai