Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


ISOLASI SOSIAL

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Klinik Keperawatan Jiwa
Program Pendidikan Diploma III Keperawatan
Dosen Pembimbing : Guling Setiawan, S.Kep.,Ners.,M.Kep

Oleh :
Resma Arfiani
21.039
IIA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUMAH SAKIT DUSTIRA


CIMAHI
20203
RS/RUANGAN TGL/PARAF NILAI TGL/PARAF NILAI NILAI
CI KLINIK CI AKADEMIK RATA-RATA

LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

1. MASALAH UTAMA
Isolasi Sosial
2. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. DEFINISI
Isolasi sosial merupakan keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak,
tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara
individu, antara individu dengan kelompok, maupun antara kelompok yang satu dengan
kelompok yang lain yang saling mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku individu
lainnya atau sebaliknya di dalam masyarakat yang mengakibatkan terjadinya perubahan dalam
masyarakat ataupun proses sosial (Andika Rahmat HarefaOSF Preprints, 2021).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau
bahkansama sekali tidak mampu berinteraksi sama sekali dengan orang lain
disekitarnya (Damaiyanti, 2018)
Isolasi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian
yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (DepKes, 2019 dalam Direja, 2017).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial merupakan keadaan dimana
seseorang menghindari interaksi dengan lingkungan sosial atau orang lain, merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, sehingga mengalami gangguan interpersonal dan kesulitan membina
hubungan yang berarti.

B. ETIOLOGI
a. Pola asuh
b. Pada anak yang kelahirannya tidak dikehendaki akibat kegagalan KB, hamil di
luar nikah, jenis kelamin yang tidak dikehendaki, bentuk fisik kurang
menawan menyebabkan keluarga mengeluarkan komentar komentar negatif,
merendahkan, menyalahkan anak.
c. Koping individu tidak efektif, misalnya: Saat individu menghadapi kegagalan
menyalahkan orang lain, ketidakberdayaan, menyangkal tidak mampu
menghadapi kenyataan. dan menarik diri dari lingkungan, terlalu tingginya
self ideal dan tidak mampu menerima realitas dengan rasa syukur.
d. Gangguan tugas perkembangan, misalnya: Kegagalan menjalani hubungan
intim dengan sesama jenis atau tidak, mampu mandiri dan menyelesaikan.
tugas, bekerja, bergaul, bersekolah menyebabkan ketergantungan pada
orang tua, rendahnya ketahanan terhadap berbagai kegagalan.
e. Stresor internal and eksternal misalnya: Stress terjadi akibat ansietas yang
berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan
individuuntuk mengatasinya, ansietas dapat terjadi karena akibat berpisah
dengan orang terdekat. hilangnya pekerjaan atau orang yang dicintai
(Dermawan, 2020).

C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


a. Faktor Predisposisi
Faktor Predisposisi Menurut Direja (2019) faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah isolasi
sosial yaitu:
1) Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam
hubungan sosial. Apabila tugas-tugas dalam setiap perkembangan tidak
terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial selanjutnya.
2) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
untuk terjadinya gangguan hubungan sosial, seperti adanya komunikasi yang
tidak jelas (double bind) yaitu suatu keadaan dimana individu menerima
pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan, dan ekspresi
emosi yang tinggi di setiap berkomunikasi.
3) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan
suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh normanorma yang salah dianut oleh keluarga, dimana
setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti lanjut usia,
berpenyakitan kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan
sosial.
4) Faktor Biologis

Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas mempengaruhi adalah otak.

b. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi menurut Herman Ade (2020) dapat dikelompokan sebagai berikut:
1) Stressor Sosial Budaya
Stress dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan
faktor keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah
dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat
dirumah sakit.
2) Stressor Psikologi
Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang dekat atau kegagalan
orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan kecemasan tingkat
tinggi.

D. POHON MASALAH

Resiko perubahan persepsi sensori : Halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

E. TANDA DAN GEJALA


a. Gejala subjektif
1) Klienmenceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
2) Klienmerasa tidak aman berada dengan orang lain.
3) Respons verbal kurang dan sangat singkat.
4) Klienmengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
5) Klienmerasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
6) Klientidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
7) Klienmerasa tidak berguna.
b. Gejala objektif
1) Klienbanyak diam dan tidak mau bicara.
2) Tidak mengikuti kegiatan.
3) Klien berdiam diri di kamar.
4) Klienmenyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.
5) Klientampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
6) Kontak mata kurang.
7) Kurang spontan.
8) Apatis
9) Ekspresi wajah kurang berseri.
10) Mengisolasi diri
11) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar.
12) Aktivitas menurun.
F. RENTANG RESPON

G. MEKANISME KOPING
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang sering
digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi (Damaiyanti, 2018):
a. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain
b. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran yang tidak dapat diterima secara
sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran
c. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya
kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau
bertentangan antara sikap dan perilaku

Isolasi/menarik diri : Regresi, represi, isolasi

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan yang dapat diberikan kepada klien dengan isolasi sosial antara
lain pendekatan farmakologi, psikososial, terapi aktivitas, terapi okupasi, rehabilitasi,
dan program intervensi keluarga (Yusuf, 2019).
a. Terapi Farmakologi
1) Chlorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk Syndrome Psikosis yaitu berdaya berat dalam fungsi-
fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang
aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan
seharihari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin.
2) Haloperidol (HLP)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
netral serta dalam kehidupan sehari-hari.
3) Trihexy Phenidyl (THP)
Indikasi: Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk paksa ersepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson, akibat obat misalnya reserpine dan
fenotiazine.

b. Terapi Psikososial
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan
perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada pasien
(Videbeck, 2019).

c. Terapi Individu
Terapi individu inj merupakan salah satu bentuk terapi yang dilakukan
secara individu oleh perawat kepada kliensecara tatap muka perawat-klien
dengan cara yang terstruktur dan durasi waktu tertentu sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai salah satu bentuk terapi individu yang bisa diberikan oleh
perawat kepada klien dengan isolasi sosial adalah pemberian strategi
pelasanaan (SP). Dalam pemberian strategi pelaksanaan klien dengan isolasi
sosial hal yang paling penting perawat lakukan adalah berkomunikasi dengan
teknik terapeutik (Zakiyah, 2018).

d. Terapi Aktivitas Kelompok


Menurut Keliat (2019) terapi aktivitas kelompok sosialisasi merupakan
suatu rangkaian kegiatan kelompok dimana klien dengan masalah isolasi sosial,
aktivitas yang dilakukan berupa latihan sosialisasi dalam kelompok, dan akan
dilakukan dalam 7 sesi dengan tujuan:
1) Sesi 1 : Klien mampu memperkenalkan diri.
2) Sesi 2 : Klienmampu berkenalan dengan anggota kelompok.
3) Sesi 3 : Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok.
4) Sesi 4 : Klienmampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan.
5) Sesi 5 : Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi.
6) Sesi 6 : Klienmampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok.
7) Sesi 7 : Klienmampu menyampaikan pendapat tentang mamfaat kegiatan.

e. Terapi Okupasi
Terapi okupasi yaitu Suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melaksanakan aktifitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat, meningkatkan harga diri seseorang,
dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Contoh terapi okupasi yang dapat
dilakukan di rumah sakit adalah terapi berkebun, kelas bernyanyi, dan terapi
membuat kerajinan tangan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
klien dalam keterampilan dan bersosialisasi (Elisia, 2018).

f. Terapi Psikoreligius
Untuk klien dengan isolasi sosial terapi psikoreligius dapat bermanfaat
dari aspek autosugesti yang dimana dalam setiap kegiatan religius seperti sholat,
dzkir, dan berdoa berisi ucapan-ucapan baik yang dapat memberi sugesti positif
kepada diri klien sehingga muncul rasa tenang dan yakin terhadap diri sendiri
(Yosep, 2019).

g. Rehabilitasi
Program rehabilitasi biasanya diberikan di bagian lain rumah sakit yang
dikhususkan untuk rehabilitasi. Terdapat banyak kegiatan, antaranya terapi
okupasional yang meliputi kegiatan membuat kerajinan tangan, melukis,
menyanyi, dan lain-lain. Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung 3-6
bulan (Yusuf, 2017).

h. Program Intervensi Keluarga

Intervensi keluarga memiliki banyak variasi, namun pada umumnya intervensi yang dilakukan
difokuskan pada aspek praktis dari kehidupan sehari-hari, memberikan pendidikan kesehatan
pada keluarga tentang isolasi sosial, mengajarkan bagaimana cara berhubungan yang baik kepada
anggota keluarga yang memiliki masalah kejiwaan (Yusuf, 2021)

I. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


Menurut Sutejo (2020) adapun daftar masalah keperawatan pada klien dengan isolasi
sosial adalah :
1. Resiko gangguan persepsi sensori : Halusinasi
2. Isolasi sosial
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

J. DATA YANG PERLU DIKAJI (DS/DO)


Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji
Isolasi Sosial Subjektif :
a. Klien mengatakan malas bergaul denga
orang lain
b. Klien mengatakan dirinya tidak ingn ditemani
perawat dan meminta untuk sendiri
c. Klien mengatakan tidak mau
berbicara dengan oran lain.
d. Tidak mau berkomunikasi

Objektif :
a. Kurang Spontan
b. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
c. Ekpresi wajah kurang berseri
d. tidak merawat diri sendiri dan tidak
memperhatikan kebersihan
e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
f. Mengisolasi diri
g. Asupan makanan dan minuman terganggu
h. Retensi urin danfeses
i. Aktivitas menurun
j. Kurang berenergi atau bertenaga
k. Rendah diri
l. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau
janin ( khususnya pada posisi tidur)

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Isolasi Sosial

DAFTAR PUSTAKA
Azizah, L. M. (2018). Keperawatan Jiwa (Aplikasi Praktik Klinik). Yogyakarta: Graha Ilmu.

Dalami, E. d. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa Diagnosa Masalah Psikososial.


Jakarta: TIME (Trans Indo Media).

Erlinafsiah. (2020). Modal Perawat Dalam Prkatik Keperawatan Jiwa. Jakarta: CV. Trans
Info Media.

Hawari, D. (2018). Manajemen Stress Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

I, S. (2018). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

J, V. S. (2018). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, B. A. (2021). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. Riyadi, S.

&. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu. Stuart, G. W.

(2018). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Suliswati. (2019). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Herdman, T.H.(2018).NANDA International Nursing Diagnoses:definitions and


classification 2018-2020.Jakarta:EGC
Yosep, I. (2018). Keperawatan Jiwa. Jakarta: PT Refika Aditama.
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/162/jtptunimus-gdl-nitaindria-8092-2-
babii.pdf https://journal.ppnijateng.org/index.php/jikj/article/view/478/0

Anda mungkin juga menyukai