Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN GANGGUAN ISOLASI SOSIAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Jiwa

Di susun oleh :

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS

2023
A. Konsep Isolasi sosial
1. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain di sekitarnya. Pasin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain disekitarnya
(Keliat, 2011). Isolasi sosial menurut Townsend, dalam Kusumawati F dan
Hartono Y (2010) adalah suatu keadaan kesepian yang dirasakan seseorang
karena orang lain menyatakan negatif dan mengancam.
2. Rentang Respon
Menurut Stuart (2007). Gangguan kepribadian biasanya dapat dikenali pada
masa remaja atau lebih awal dan berlanjut sepanjang masa dewasa. Gangguan
tersebut merupakan pola respon maladaptive, tidak fleksibel, dan menetap yang
cukup berat menyababkan disfungsi prilaku atau distress yang nyata.
Respon adaptif respon maladatif

1. Menyendiri 1. Kesepian 1. Manipulasi

2. Otonomi 2. Menarik diri 2. Impulsive

3. Kebersamaan 3. Ketegantungan 3. Narsisme

4. Saling
ketergantungan

Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara yang
dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut Riyardi S dan Purwanto T.
(2013) respon ini meliputi:
1. Menyendiri
Merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa
yang telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam
menentukan rencana-rencana.
2. Otonomi
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial, individu
mamapu menetapkan untuk interdependen dan pengaturan diri.
3. Kebersamaan
Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling
member, dan menerima dalam hubungan interpersonal.
4. Saling ketergantungan
Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung
antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama
dan masyarakat. Menurut Riyardi S dan Purwanto T. (2013) respon
maladaptive tersebut adalah:
1. Manipulasi
Merupakan gangguan sosial dimana individu memperlakukan
orang lain sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah
mengendalikan orang lain dan individu cenderung berorientasi
pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai
pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat
untuk berkuasa pada orang lain.
2. Impulsif
merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai
subyek yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak
mampu merencanakan tidak mampu untuk belajar dari pengalaman
dan miskin penilaian
3. Narsisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku
ogosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat
dukungan dari orang lain
4. Isolasi sosial
Adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan
atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain
3. Factor Predisposisi
Menurut Fitria (2009) faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah
isolasi sosial yaitu:
1. Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas tugas perkembangan
yang harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya dapat menimbulkan suatu masalah.
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang
termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan
ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota
keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu
bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk hubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
3. Faktor sosial budaya
Norma-norma yang salah didalam keluarga atau lingkungan dapat
menyebabkan hubungan sosial, dimana setiap anggota keluarga yang tidak
produktif seperti lanjut usia, berpenyakit kronis dan penyandang cacat
diasingkan dari lingkungan sosialnya.
4. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi
gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizfrenia
yang mengalami masalah dalam hubungan memiliki struktur yang
abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk
sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal.
4. Factor Presipitasi
Menurut Herman Ade (2011) terjadinya gangguan hubungan sosial juga
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor
presipitasi dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.
2. Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat
kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini
dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau
tidak terpenuhi kebutuhan individu.
5. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan isolasi sosial menurut
Dermawan D dan Rusdi (2013) adalah sebagai berikut:
1. Gejala Subjektif
a. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Respon verbal kurang atau singkat
d. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
e. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
f. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
2. Gejala objektif
a. Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan
pelan
b. Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
c. Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
d. Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
e. Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara
berulang-ulang
f. Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
g. Ekspresi wajah tidak berseri
h. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
i. Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
j. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya (Trimelia,
2011: 15)
6. Mekanisme Koping
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan
yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme
yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi.
(Damaiyanti, 2012: 84)
1) Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
2) Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat
diterima secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
3) Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan
timbulnya kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan
motivasi atau bertentangan antara sikap dan perilaku.
Mekanisme koping yang muncul yaitu:
1. Perilaku curiga : regresi, represi
2. Perilaku dependen: regresi
3. Perilaku manipulatif: regresi, represi
4. Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi (Prabowo, 2014:113)
7. Penatalaksanaan
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam kelompok
penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang
bisa dilakukan adalah:
1. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak
dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal
kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand
mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon
bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan
biokimia dalam otak.
2. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi:
memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi
pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap
ramah, sopan, dan jujur kepada pasien.
3. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang
dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan harga diri
seseorang. (Prabowo, 2014: 113)
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitias klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tangggal MRS, informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat
klien.
b. Alasan masuk
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain),
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi
dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
c. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, bercerai
dengan suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang
terjadi (korban perkosaan, dipenjara tiba-tiba) perlakuan orang lain yang
tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek Psikososial
a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b) Konsep diri
1. Citra tubuh : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau
yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi
negatif tentang tubuh. Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang,
mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan.
2. Identitas diri : Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
3. Peran : Perubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit,
proses menua, putus sekolah, PHK.
4. Ideal diri : Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
5. Harga diri : Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah
terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan
martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri.
c) Klien mempunyai gangguan/hambatan dalam melakukan hubunga sosial
dengan orang lain/terdekat, kelempok masyarakat.
d) Kenyakinan klien terhadap tuhan dan kegiatan untuk ibadah (spiritual).
f. Status Mental
Kontak mata klien kurang/tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang
dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan denga orang lain, Adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
g. Kebutuhan persiapan pulang.
Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan. Klien mampu
BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC, membersikandan
merapikan pakaian. Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat
rapih. Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas didalam
dan diluar rumah. Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan
benar.
h. Mekanisme Koping
Apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada
orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri.
i. Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi, ECT,
Psikomotor, therapy okopasional, TAK, dan rehabilitas.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi social
2. Harga diri rendah
3. Halusinasi
3. Pohon Masalah

Perilaku kekerasan

effect

Resiko gangguan sensori :halusinasi

Core problem
Isolasi Sosial

Harga diri rendah

causa

Gangguan konsep diri


4. Intervensi keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1 Isolasi sosial Setelah dilakukan tidakan Terapi aktivitas
keperawatan diharapkan Observasi
isolasi social teratasi, 1. Identifikasi defisit tingkat
dengan keriteria hasil : aktivitas
1. Minat interaksi sosial 2. Identifikasi kemampuan
meningkat berpartisipasi dalam
2. Perilaku menarik diri aktivitas yang diinginkan
menurun 3. Identifikasi strategi
3. Perilaku bermusuhan meningkatkan partisipasi
menurun dalam aktivitas
4. Perilaku bertujuan 4. Identifikasi makna aktivitas
kontak mata membaik (mis. Bekerja) dan waktu
luang
5. Monitor respon, emosional,
fisik, sosial, dan spiritual,
terhadap aktivitas

Terurapeutik
1. Fasilitasi fokus pada
kemampuan, bukan defisit
yang di alami
2. Fasilitasi memilih aktifitas
dan tetapkan tujuab
aktivitas yang konsisten
sesuai kemampuan fisik,
psiologis, dan sosial.
3. Koordinasikan pemilihan
aktivitas sesuai usia
4. Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih
5. Libatkan keluarga dalam
aktivitas, jika perlu

Edukasi
1. Jelaskan metode aktivitas
fisik sehari – hari, jika
perlu
2. Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang di pilih
3. Anjurkan melakukan
aktifitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif
dalam menjaga fungsi dan
Kesehatan
4. Ajarkan terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika perlu
5. Anjurkan keluarga untuk
memberi penguatan positif
atas partisipasi dala
aktivitas

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan terap
okupasi dalam
merencanakan dan
memonitorprogram
akitivitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu
5. Sterategi Pelaksanaan

Tgl Diagnosa Perencanaan


Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Isolasi Sosial Pasien mampu : Setelah pertemuan pasien Sp 1 (tgl )
 Menyadari mampu:  Indentifikasi penyebab
penyebab isolasi  Membina hubungan  Siapa yang satu rumah dengan pasien?
social saling percaya  Siapa yang dekat dengan pasien? Apa
 Berinteralsi dengan  Menyadari penyebab sebabnya
orang lain isolasi social keuntungan  Siapa yang tidak dekat dengan pasien
dan kerugian berinteraksi apa sebabnya?
dengan orang lain  Tanyakan ke untungan dan kerugian
 Melakukan interaksi berinteraksi dengan orang lain
dengan orang lain secara
 Tanyakan pendapat pasien tentang
bertahap
kebiasaan berinteraksi dengan orang
lain
 Tayakan apa yang menyebabkan pasien
tidak ingin berinteraksi dengan orang
lain
 Diskusikan ke untungan bila pasien
memiliki banyak teman dan bergaul
akrab dengan mereka
 Diskusikan kerugian bila pasien hanya
mengurung diri dan tidak bergau
dengan orang lain
 Jelaskan pengaruh isolasi social
terhadap kesehatan fisik mereka
 Latih berkenalan
 Jelaskan kepada klien cara berinteraksi
dengan orang lain
 Berikan contoh cara beriteraksi dengan
orang lain
 Beri kesempatan pasien
memperaktekkan cara berinteraksi
dengan orang lain yang dilakukan di
hadapan perawat
 Mulailah bantu pasien berinteraksi satu
oarnag teman /anggota keluarga
 Bila pasien sudah menunjukkan
kemajuan tingkat jumlah interaksi
dengan 2,3,1, orang dan seterusnya.
 Beri pujian untuk setiap kemajuan
interaksi yang telah di lakukan oleh
pasien.
 Siap mendengarkan ekspresi perasaan
pasien setelah berinteraksi dengan
orang lain, mungkin pasien akan
mengkungkapkan keberhasilan atau
kegagalan, beri dorongan terus menerus
agar pasien tetap semangat
meningkatkan interaksinya
 Masukkan jadwal kegiatan pasien.
Sp 2 (tgl )
 Evaluasi sp 1
 Latih berhubungan social secara
bertahap
 Masukkan dalam jadwal kegiatan
pasien
Sp 3 (tgl )
 Evaluasi sp 1dan 2
 Latih cara berkenalan dengan 2orang
atau lebih
 Masukkan jadwal kegiatan pasien
Keluarga mampu : Setelah x pertemuan keluarga SP 1
Merawat pasien mampu :  Identifikasi masalah yang dihadapi
isolasi sosial di rumah  Masalah isolasi sosial keluarga dalam merawat pasien
dan dampaknya pada  Penjelasan isolasi sosial
pasien  Cara merawat pasien isolasi sosial
 Penyebab isolasi sosial  Latih (simulasi)
 Sikap keluarga untuk  RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
membantu pasien merawat pasien.
mengatasi isolasi
sosialnya
 Pengobatan yang
berkelanjutan dan
mencegah putus obat
 Tempat rujukan dan
fasilitas kesehatan yang
tersedia bagi pasien.
SP 2
 Evaluasi SP1
 Latih langsung ke pasien
 RTL keluarga / jaddwal keluarga untuk
merawat pasien
SP 3
 Evaluasi SP1 dan SP2
 Latih langsung ke pasien
 RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk
merawat pasien
SP 4
 Evaluasi kemampuan keluarga
 Evaluasi kemampuan pasien
 Rencana tindak lanjut keluarga
 Follow up
 Rujukan

6.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
UniversitY Press.

Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan


Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan


Jiwa (Terjemahan). Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai