Anda di halaman 1dari 14

A.

KONSEP DASAR ISOLASI SOSIAL

1. Pengertian Isolasi Sosial

Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami


penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya. Isolasi sosial merupakan upaya menghindari interaksi dengan orang lain
karna merasa tidak mempunyai kesempatan untuk berkomunikasi. Pasien dengan
isolasi sosial mengalami gangguan dalam berinteraksi dan senang menyendiri (Yosef,
2015). Isolasi sosial adalah perilaku menarik diri yang dialami seorang individu dari
orang-orang disekitarnya karna memandang sebagai sesuatu yang negative serta
mengancam (Nanda, 2018)

2. Rentang Respon Isolasi Sosial

Respon konsep diri sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari setatus
aktualisasi diri yang paling adaktif sampai status kerancuan identitas serta
depersonalisasi yang lebih maladatif (Stuard, 2013)

Respon adaptif Respon maladaptive

I--------------------------------------I--------------------------------------I
 Menyendiri  Kesepian  Manipulasi
 Otonomi  Menarik diri  Impulsif
 Kebersamaan  Ketergantungan  Narsisme
 Saling bergantungan

Respon individu terhadap konsep dirinya sepanjang rentang respon konsep diri
yaitu adaptif dan maladaptive

a. Respon Adaptif: respon individu menyelesaikan suatu hal dengan cara yang dapat
diterima oleh norma-norma masyarakat. Respons ini meliputi:

1) Menyendiri (solitude): Respon yang dilakuukan individu dalam merenungkan


hal yang telah terjadi atau dilakukan dengan tujuan mengevaluasi diri untuk
kemudian menentukan rencana-rencana
2) Otonomi: Kemampuan individu dalam menyempaikan ide, pikiran, perasaan
dalam hubungan sosial. Individu mampu menetepkan diri untuk inderpenden
dan pengaturan diri.

3) Kebersamaan (mutualisme): Kemampuan atau kondisi individu dalam


hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk saling memberi &
menerima dalam hubungan sosial

4) Saling ketergantungan (interdependen): Suatu hubungan saling bergantung


antara satu sama lain dalam hubungan sosial.

b. Respon Maladaptif: respon individu dalam menyelesaikan masalah dengan cara


yang bertentangan dengan norma agama & masyarakat. Respon maladptif tersebut
antara lain:

1) Manipulasi: Gangguan sosial yang menyebabkan individu memperlakukan


sebagai objek, dimana hubungan terpusat pada pengendalian masalah orang
lain & individu cenderung berorientasi pada diri sendiri. Sikap mengontrol
digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi yang dapat
digunakan sebagai alat berkuasa atas orang lain.

2) Impulsif: Respon sosial yang ditandaidengan individu sebagai subjek yang


tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya. Tidak mampu merencanakan, tidak
mampu untuk belaja dari pengalaman, dan tidak dapat melakukan penilaian
secara objektif

3) Narsisme: Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku


egosentris, harga diri rapuh, berusaha mendapatkan penghargaan dan mudah
marah jika tidak mendapat dukungan dari orang lain.

3. Faktor Penyebab Isolasi Sosial

Menurut Stuart & Sundeen 2013 Isolasi sosial sering disebabkan oleh karena
kurangnya rasa percaya pada orang lain, perasaan panik, sulit berinteraksi serta
memiliki rasa takut. Ada beberapa faktor yang dapat menyebebkan isolasi sosial.
a. Faktor Predisposisi

1) Faktor perkembangan: Kemampuan membina hubungan yang baik sangat


dipengaruhi dari pengalaman selama proses tumbuh kembang. Setiap tahap
tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan baik,
karna jika tugas perkembangan ini tidak terpenuhi dengan baik akan
mengakibatkan terhambatnya perkembangan selanjutnya. Kurang stimulasi
kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu pada bayi akan memberi rasa
tidak aman sehinggan membentuk pribadi yang tidak percaya terhadap
siapapun.

2) Faktor biologi: Genetik merupakan faktor terjadinya gangguan jiwa. Faktor


genetic dapat menunjang terhadap respon sosial. Kelainan pada struktur otak,
pembesaran vertikel, penurunan berat badan diduga dapat menyebabkan
gangguan jiwa

3) Faktor komunikasi dalam keluarga: Pola komunikasi dalam keluarga dapat


mempengaruhi seseorang kedalam gangguan dalam berhubungan sosial bila
keluarga tersebut hanya berkomunikasi hal-hal yang negative sehingga akan
mengakibatkan anak mengembangkan ketidak percayaan diri.

4) Faktor sosial budaya: Sosial budaya dapat mempengaruhi terjadinya gangguan


jiwa dalam membinga hubungan dengan orang lain. Misalnya anggota
keluarga yang tidak produktif atau diasingkan dari orang lain

b. Faktor Presipitasi

Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian di kehidupan yang


penuh stress seperti kehilangan yang dapat mempengaruhi kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.

1) Faktor alamiah: Secara alamiah, manusia merupakan makhluk holistic yang


terdiri dari dimensi bio-psiko-sosial-spiritual. Oleh karena itu meskipun
stressor presipitasi yang sama tetapi apakah berdampak pada gangguan jiwa
atau kondisi psikososial tertentu yang maladaptive dari individu, sangat
bergantung pada ketahanan holistik individu.
2) Faktor behavioral: Perilaku seseorang tutur mempengaruhi milai, keyakinan,
sikap dan keputusan. Oleh karena itu faktor perilaku turut berperan pada
sesorang. Misalnya seorang yang sedang mabuk akan lebih emosional dalam
menghadapi stressor.

3) Faktor sosial: Manusia merupakan makluk sosial yang saling bergantung satu
sama lain. Kehidupan kolektif atau kebersamaan berperan dalam pengambilan
keputusan, pembelajaran, pengalaman. Dengan begitu, dapat disimpulkan
bahwa faktor sosial berpengaruh dalam menilai stressor (Luth Ketut Suryani,
2005).

4. Tanda dan Gejala Isolasi Sosial

Adapun tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditermukan sebagai berikut:

Data Subjektif Data Objektif


1. Klien menceritakan perasaan kesepian 1. Tidak memiliki teman dekat
atau ditolak oleh orang lain 2. Menarik diri
2. Klien merasa tidak aman berada dengan 3. Tidak komunikatif
orang lain 4. Tindakan berulang dan tidak
3. Klien mengatakan hubungan yang tidak bermakna
bearti dengan orang lain 5. Asik dengan pikirannya sendiri
4. Klien merasa bosan dan lambat 6. Tidak ada kontak mata
menghabiskan waktu 7. Tampak sedih, apatis, afek tumpul
5. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan
membuat keputusan
6. Klien merasa tidak berguna
7. Klien tidak yakin dapat melangsungkan
hidup

Isolasi sosial merupakan keadaan subjektif meskipun demikian, perawat harus


memvalidasi inferensi atau dugaan yang berkonsentrasi pada perasaan kesendirian
karena penyebabnya beragam dan setiap klien menunjukkan kesendirian mereka
dalam cara yang berbeda (Carpenito, 2009).

5. Proses Terjadinya Isolasi Sosial

Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya menarik diri yang


disebabkan karena perasaan tidak berharga, dengan latar belakang yang penuh dengan
permasalahan, ketegangan, kekecewaan, dan kecemasan. Perasaan tidak berharga
menyebabkan pasien semakin sulit dalam mengembangkan hubungan dengan orang
lain. Menyebabkan pasien menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam
aktivitas dan kurang perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Perjalanan
dari tingkah laku masa lalu serta tingkah laku primitive yaitu pembicaraan yang
autistik dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat
lanjut menjadi halusinasi (Azizah, dkk. 2017).

6. Mekanisme Koping Isolasi Sosial

Individu yang mengalami respon sosial menggunakan mekanisme dalam


upaya untuk mengatasi masalah. Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi
sosial adalah regresi, represi dan sosial (Damaiyanti, 2012).

a. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang lain

b. Represi adalah perasaan dan pikiran yang tidak dapat diterima secara sadar
dibendung supaya jangan tiba di kesadaran

c. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya


kegagalan defensive dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau
bertentagnan antara periilaku dan sikap.

Mekanisme koping yang sering muncul yaitu:

a. Perilau curiga: regres dan represi

b. Perilaku manipulative: regresi dan represi

c. Perilaku dependen: regresi

d. Isolasi sosial: regresi, represi dan isolasi (Prabowo, 2014).

7. Penatalaksanaan

Menurut (Dermawan 2013 dalam Putra 2022). penatalaksaan isolasi sosial sebagai
berikut:

a. Terapi farmakologi
1) Clorpromazine (CPZ): Obat ini digunakan pada pasien yang tidak mampu
dalam menilai realistis, kesadaran diri terganggu, serta ketidakmampuan
dalam fungsi mental.

2) Haloperizol (HP): Obat ini digunakan untuk mengobati pasien yang tidak
mampu menilai realita.

3) Thrixyphenidyl (THP): Obat ini digunakan pada segala penyakit Parkinson,


termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom Parkinson akibat misalnya
reserpine dan fenootiazine

b. Terapi non farmakologi

1) Terapi individu: Pada pasien isolasi sosial dapat diberikan dengan strategi
pelaksanaan atau SP.

2) Terapi kelompok: Terapi aktivitas kelompok atau TAK merupakan suatu


psikoterapi yang bertujuan untuk memberi stimulus bagi klien dengan
gangguan isolasi sosial. Dalam terapi ini terbagi dalam 7 sesi yaitu, sesi 1 :
pasien mampu memperkenalkan diri, sesi 2 : pasien mampu melakukan cara
berkenalan dengan anggota kelompok, sesi 3 : pasien mampu bercakap-cakap
dengan anggota kelompok tentang topik yang yang umum, sesi 4 : pasien
mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok tentang topik tertentu, sesi
5 : pasien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok tentang masalah
pribadi, sesi 6 : pasien mampu bekerja sama dengan anggota kelompok, dan
sesi 7 : pasien mampu mengevaluasi kemampuan sosialisasi nya.

8. Prinsip Tindakan Keperawatan

Prinsip tindakan keperawatan pada klien dengan isolasi sosial sebagai berikut:

a. Bina hubungan saling percaya

b. Bantu klien menyadari penyebab isolasi sosial

c. Motivasi klien berhubungan dengan orang lain dengan mendiskusikan keuntungan


berhubungan dan kerugian tidak berhubungan

d. Bantu klien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.


B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian

a. Identitas: Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggan MRS, tanggal pengkajian, no rekam medic, diagnosa medis dan alamat
klien

b. Alasan masuk: Merupakan pernyataan klien mengenai masalah yang


menyebabkan klien dibawa kerumah sakit. Keluhan biasanya berupa senang
menyendiri, komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak
berinteraksi.

c. Faktor Predisposisi: Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang


tua yang tidak realistis, kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelompok
sebaya perubahan struktur sosial. Terjadi terauma yang tiba-tiba misalnya harus
dioperasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena
sesuatu yang terjadi (korban perkosa, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba) perlakuan
orang lain yang tidak menghargai klien/perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.

d. Pemeriksaan fisik: Kaji dan observasi tanda-tanda vital pasien yaitu tekanan
darah, nadi, pernafasan dan suhu. Ukur tinggi badan berat badan pasien. Dan
Tanyakan apakah ada keluhan fisik.

e. Psikososial

1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi

2) Konsep diri

a) Citra/gambaran tubuh: Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang


berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang
akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif
tentang tubuh, Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
mengungkapkan keputuasaan, mengungkapkan ketakutan.

b) Identitas diri: Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan


keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan

c) Peran diri: Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit,
proses menua, putus sekolah, PHK.

d) Ideal diri: Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya,


mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.

e) Harga diri: Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai
diri, dan kurang percaya diri

3) Hubungan sosial: Biasanya pasien dengan Isolasi Sosial memiliki masalah


dengan psikososial dan lingkungannya, seperti pasien yang tidak dapat
berinteraksi dengan keluarga atau masyarakat karena merasa takut, tidak
berguna.

f. Status Mental: Kontak mata klien kurang/tidak dapat mepertahankan kontak mata
kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup

g. Kebutuhan persiapan pulang

1) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan

2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan Kamar mandi
dan jamban, merapihkan pakaian.

3) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi

4) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas didalam dan
diluar rumah
h. Mekanisme koping: Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
menceritakannya pada orang orang lain (lebih sering menggunakan koping
menarik diri).

i. Masalah psikososial: Biasanya klien memiliki masalah dengan psikososial dan


lingkungannya seperti pasien yang tidak dapat berinteraksi dengan keluarga atau
masyarakat karena merasa takut, tidak berguna

j. Aspek medis: Terapi yang diterima klien bisa berupa terapi farmakologi
psikomotor, terapi okopasional, TAK, dan rehabilitas.

2. Daftar Masalah Keperawatan

Masalah keperawatan yang muncul sebagai berikut:

a. Resiko Gangguan persepsi sensori halusinasi

b. Isolasi Sosial : Menarik Diri

c. Harga Diri Rendah

3. Pohon Masalah

Resiko Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi (Efek)

Isolasi Sosial (core problem)

Gangguan Harga Diri: Harga Diri Rendah (Penyebab)

4. Diagnosa Keperawatan

Kemungkinan diagnose keperawatan yang muncul adalah Isolasi Sosial

5. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


Keperawatan Tujuan Kriteria Tindakan
Isolasi Sosial Pasien Setelah 1-4 kali pertemuan SP Pasien
berinteraksi saat dilakukan interaksi SP 1 :
dengan dengan pasien, pasien 1. Membina hubungan saling percaya
orang lain menunjukkan ekspresi wajah 2. Identifikasi penyebab isolasi sosial, dengan siap
sehingga yang bersahabat, serumah, orang terdekat, yang tidak dekat, dan apa
tidak terjadi menunjukkan rasa senang, ada penyebabnya.
menarik diri kontak mata, mau berjabat 3. Jelaskan keuntungan punya teman dan
dari tangan, mau menyebutkan bercakap-cakap
lingkungan. nama, mau menjawab salam, 4. Kerugian tidak punya teman dan tidak
pasien mau duduk bercakap-cakap
berdampingan dengan 5. Latih cara berkenalan dengan pasien dan
perawat, mau mengutarakan perawat atau tamu
masalah yang dihadapi. 6. Masukkan pada jadwal kegiatan harian untuk
latihan berkenalan
SP 2 :
1. Evaluasi kegiatan berkenalan (beberapa orang)
beri pujian
2. Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan
harian (latih 2 kegiatan)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
berkenalan 2 sampai 3 orang pasien, perawat dan
tamu, berbicara saat melakukan kegiatan harian
SP 3 :
1. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan dan bicara
saat melakukan 2 kegiatan harian. Beri pujian
2. Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan
harian
3. Masukkan kedalam jadwal kegiatan untuk
latihan berkenalan 4-5 orang, berbicara saat
melakukan 4 kegiatan harian
SP 4 :
1. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, bicara saat
melakukan 4 kegiatan harian. Beri pujian
2. Latih bicara social : belanja kewarung, meminta
sesuatu, menjawab pertanyaan
3. Masukkan kedalam jadwal kegiatan harian
berkenalan lebih dari 5 orang, orang baru,
berbicara saat melakukan kegiatan harian dan
sosialisasi
Keluarga 1. Keluarga mampu mengenal SP Keluarga
membantu isolasi social SP 1
pasen dalam 2. Keluarga mampu melatih 1. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam
berinteraksi mengajak partisipan merawat pasien
dengan berkomunikasi dengan orang 2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan
orang lain lain proses terjadinya isolasi social (gunakan booklet)
sehingga 3. Keluarga mampu melatih 3. Jelaskan cara merawat isolasi sosial
tidak terjadi partisipan berkenalan dengan 4. Latih dua cara merawat dengan berkenalan,
menarik diri 2 orang berbicara saat melakukan kegiatan harian
dari 4. Keluarga mampu melatih 5. Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan
lingkungan. partisipan berkenalan dengan memberi pujian
3 orang dan keluarga mampu SP 2
melatih partisipan berkenalan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau
dengan 4-5 orang melatih klien berkenalan dan berbicara saat
5. keluarga mampu melakukan kegiatan harian. Beri pujian
melakukan follow up ke 2. Jelaskan kegiatan rumah tangga yang dapat
fasilitas pelayanan kesehatan melibatkan klien berbicara (makan, sholat
secara teratur. bersama) di rumah
3. Latih cara membimbing klien berbicara dan
memberi pujian
4. Anjurkan membantu klien sesuai jadwal saat
besuk
SP 3
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/
melatih klien berkenalan, berbicara saat
melakukan kegiatan harian
2. Jelaskan cara melatih klien melakukan kegiatan
social seperti berbelanja, meminta sesuatu, dll
3. Latih keluarga mengajak klien belanja saat
besuk
4. Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan
berikan pujian
SP 4
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/
melatih klien berkenalan, berbicara saat
melakukan kegiatan harian, berbelanja dan beri
pujian
2. Jelaskan follow up ke PKM, tanda kambuh,
rujukan
3. Anjurkan membantu klien sesuai jadwal
kegiatan dan memberikan pujian
6. Implementasi

Implementasi disesuakan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum


melaksanakan tindakan keperawatan yang direncanakan, ada baiknya perawat perlu
memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan
klien sesuai dengan kondisinya (Keliat, 2009). Pelaksanaan yang akan dilakukan pada
klien isolasi sosial dengan berfokus pada pemenuhan kebutuhan isolasi sosial sesuai
dengan diagnose keperawatan isolasi sosial adalah melaksanakan tindakan strategi
pelaksana (SP). Komunikasi teraupetik juga dilakukan oleh perawat kepada pasien
selama proses keperawatan agar selama menjalani proses keperawatan tidak ada
masalah.

7. Evaluasi

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutkan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan kepada klien. Evaluasi terdiri dari dua jenis yaitu, evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dari
hasil rencana keperawatan yang telah dilaksanakan. Sementara evaluasi sumatif
merupakan evaluasi setelah semua aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan
yang bertujuan untuk menilai pencapaian dalam memberikan asuhan keperawatan
(Purba, 2019). Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP.
Data hasil evaluasi akan menunjukkan keberhasilan tindakan indikator keberhasilan
tindakan pada diagnosa isolasi sosial: menarik diri yang ditinjau dari kriteria dapat
membina hubungan saling percaya, dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial, dapat
menyebutkan keuntungan dan kerugian dalam berinteraksi, dan dapat melakukan
hubungan sosial secara bertahap

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, F. N., Hamid, A. Y. S., & Wardani, I. Y. (2017). Respon Sosial dan Kemampuan
Sosialisasi Pasien Isolasi Sosial melalui Manajemen Kasus Spesialis Keperawatan
Jiwa. Media Ilmu Kesehatan, Vol. 6 No.2, 91-100.

Carpenito-Moyet, L.J 2009. Nursing Diagnosis (Application to Clinical Pactice, 13thed.).


Philadhelpia: Lippincott Williams & Wilkins.

Damaiyanti, M. & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa.Retika ADITAMA: Bandung

PUTRA, S. T. A., Nugroho, N., Pardosi, S., & Asmawati, A. (2022). Asuhan Keperawatan
Jiwa Dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial Pada Tn. S & Tn. J Pasien Isolasi
Sosial Di Ruang Murai Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Provinsi Bengkulu Tahun
2022 (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Bengkulu).

Stuart, G. W. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing (9 ed.). Missouri:


Mosby, Inc

Yosep, 2011. Keperawatan jiwa. Retika ADITAMA: Bandung

Anda mungkin juga menyukai