Anda di halaman 1dari 15

TUGAS INDIVIDU KEPERAWATAN JIWA

LAPORAN DAN SPTK ISOLASI SOSIAL


Pembimbing RSJ : Tri Yuli Herawati. S.Kep, Ners

Disusun Untuk Memenuhi


Tugas Individu Keperawatan Jiwa

DISUSUN OLEH :

NAMA : RIZKI SABANI


NIM : P27901119044
TINGKAT : 3A D3 KEPERAWATAN
MK : KEPERAWATAN JIWA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
TANGERANG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Isolasi sosial.
Definisi : Isolasi sosial adalah keadaan di mana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain di sekitarnya (Damaiyanti, 2008). Isolasi sosial adalah
suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya
kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan
mengganggu fungsi seseorang dalam dalam hubungan sosial (Depkes RI,
2000).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Farida,
2012). Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993
dikutip Budi Keliat, 2001)

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut
Stuart dan Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik
tentang penyebab gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal.
Faktor yang mungkin mempengaruhi antara lain yaitu :
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :
a) Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus
dilalui individu dengan sukses. Keluarga adalah tempat pertama
yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin
hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang,
perhatian, dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan
memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya
rasa percaya diri dan dapat mengembangkan tingkah laku curiga
pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi
yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak merasa
diperlakukan sebagai objek.
b) Faktor Komunikasi dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori
ini yang ternasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga
menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan
dimana seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu yang bersamaan atau ekspresi emosi yang
tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan
lingkungan di luar keluarga.
c) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan.
Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang
dianut oleh satu keluarga, seperti anggota tidak produktif diasingkan
dari lingkungan sosial.
d) Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang
menyebabkan terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ
tubuh yang jelas mempengaruhi adalah otak . Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarganya ada
yang menderita skizofrenia.
Klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan
sosial terdapat kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran
ventrikel, penurunan berat volume otak serta perubahan struktur
limbik.
b. Faktor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh
faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stresorpresipitasi dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1) Faktor eksternal
Contohnya adalah stresor sosial budaya, yaitu stres yang
ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga. Stresor sosial
budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan seperti
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian karena
ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
2) Faktor internal
Contohnya adalah stresor psikologis, yaitu stres terjadi akibat
ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini
dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat
atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain
(Damaiyanti, 2012 : 79).
c. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impusif
Bekerja sama Ketergantungan Narcisme
Interdependen
1. Respon adaptif
Respon individu dalam penyelesaian masalah yang masih
dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya lingkungannya
yang umum berlaku dan lazim dilakukan oleh semua orang.. respon
ini meliputi :
a) Solitude (menyendiri) adalah respon yang dibutuhkan seseorang
untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan
sosialnya juga suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan
langkah - langkah selanjutnya.
b) Otonomi adalah kemampuan individu dalam menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam berhubungan sosial.
c) Mutualisme (bekerja sama) adalah suatu kondisi dalam
hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk saling
memberi dan menerima.
d) Interdependen (saling ketergantungan) adalah suatu hubungan
saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam
rangka membina hubungan interpersonal.
2. Respon maladatif
Respon individu dalam penyelesaian masalah yang
menyimpang dari norma - norma sosial budaya lingkungannya yang
umum berlaku dan tidak lazim dilakukan oleh semua orang. Respon
ini meliputi (Trimelia, 2011 : 9) :
a) Kesepian adalah kondisi dimana individu merasa sendiri dan
terasing dari lingkungannya, merasa takut dan cemas.
b) Menarik diri adalah individu mengalami kesulitan dalam
membina hubungan dengan orang lain.
c) Ketergantungan (dependen) akan terjadi apabila individu gagal
mengembangkan rasa percaya diri akan kemampuannya. Pada
gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan
sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian
orang lain, dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri
atau tujuan, bukan pada orang lain.
d) Manipulasi adalah individu memperlakuakan orang lain sebagai
objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain,
dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri.
e) Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu,
tidak mampu belajar dari pengalaman dan tidak dapat
diandalkan.
f) Narcisisme adalah individu mempunyai harga diri yang rapuh,
selalu berusaha untuk mendapatkan penghargaan dan pujian
yang terus menerus, sikapnya egosentris, pencemburu, dan
marah jika orang lain tidak mendukungnya.
d. Mekanisme Koping
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah
regresi, represi, isolasi (Damaiyanti, 2012 : 84) :
a) Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
b) Represi adalah perasaan - perasaan dan pikiran pikiran yang tidak
dapat diterima secara sadar dibendung supaya jangan tiba di
kesadaran.
c) Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan
timbulnya kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku
dengan motivasi atau bertentangan antara sikap dan perilaku.
Mekanisme koping yang muncul yaitu (Prabowo, 2014 :113) :
a) Perilaku curiga : Regresi, represi.
b) Perilaku dependen : Regresi.
c) Perilaku manipulatif : Regresi, represi.
d) Isolasi/menarik diri : Regresi, represi, isolasi.

III. POHON MASALAH

Akibat Resiko gangguan persepsi sensori halusinasi

Core Problem Isolasi sosial

Gangguan konsep diri : Harga diri


Penyebab
rendah
MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
a. Data Subjektif
o Klien mengatakan tidak tau bagaimana harus mengobrol dengan
temannya.
o Klien mengatakan takut ditertawakan pada saat berbicara.
b. Data Objektif
o Klien tampak sering menyendiri.
o Klien tampak berbicara dengan suara lirih dan hampir tidak
terdengar.
o Klien tampak lebih banyak menunduk ketika berbicara sambil
memainkan jari - jari dan menggigit kukunya.

No Data Masalah
1. Data Subjektif Isolasi sosial : Menarik
o Klien mengatakan tidak tau bagaimana diri
harus mengobrol dengan temannya.
o Klien mengatakan takut ditertawakan
pada saat berbicara.
Data Objektif
o Klien tampak sering menyendiri.
o Klien tampak berbicara dengan suara
lirih dan hampir tidak terdengar.
o Klien tampak lebih banyak menunduk
ketika berbicara sambil memainkan
jari - jari dan menggigit kukunya.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Isolasi sosial.

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Nama klien : Ny. P Ruangan :
No. CM : 1234 DX Medis :
Dx Perencanaan
Tgl
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
31/08 Isolasi sosial TUM : Setelah dilakukan 3 x SP I Pasien
/2021 Klien mampu pertemuan 1. Identifikasi 1. Mengetahui apa
berintraksi pada o Klien mampu penyebab isolasi yang menyebabkan
orang lain menjelaskan sosial klien. terjadinya isolasi
TUK 1 : penyebab isolasi klien.
Klien dapat sosial 2. Diskusi dengan 2. Dapat mengetahui
membina o Klien mampu klien tentang apa saja
hubungan saling menyebutkan keuntungan keuntungan yang
percaya. keuntungan berinteraksi didapat jika
berhubungan dengan orang berinteraksi
sosial (banyak lain. dengan orang lain.
teman, tidak 3. Diskusi dengan 3. Dapat mengetahui
kesepian, bisa klien tentang apa saja kerugian
berdiskusi saling kerugian tidak yang didapat jika
menolong) dan berinterksi tidak berinteraksi
kerugian isolasi dengan orang dengan orang lain.
(kesepian, tidal lain.
bisa diskusi dan 4. Ajarkan klien 4. Agar klien dapat
sendiri). cara berkenalan memulai/tau
o Klien mampu dengan orang bagaimana cara
melakukan lain. memulai
hubungan sosial perkenalan.
5. Anjurkan klien 5. Proses untuk
dengan : memasukan membiasakan klien
 Perawat. kegiatan latihan melakukan
 Perawat berbincang aktivitas rutin yang
lain. bincang dengan dapat
 Keluarga. orang lain. meningkatkan
isolasi sosial.
01/09 Isolasi sosial TUK 2 : Klien  Kelompok. SP II Pasien
/2021 dapat 1. Evaluasi jadwal 1. Menjadikan
berkenalan kegiatan harian sebagai alat ukur
dengan 1 - klien. untuk hari
3 orang. kedepannya.
2. Berikan 2. Memberikan
kesempatan kesempatan klien
kepada klien agar dapat
mempraktekan menghilangkan
acara berkenalan rasa takut yang
dengan satu dimilikinya.
orang.
3. Proses untuk
3. Bantu klien
membiasakan klien
memasukan
melakukan
kegiatan
aktivitas rutin yang
berbincang -
dapat
bincang dengan
meningkatkan
orang lain sebagi
isolasi sosial.
salah satu
kegiatan harian.
02/10 Isolasi sosial TUK 3 : Klien SP III Pasien
/2021 dapat 1. Evaluasi jadwal 1. Menjadikan
berkenalan harian klien. sebagai alat ukur
dengan 4 untuk hari
orang atau kedepannya.
lebih. 2. Berikan
kesempatan 2. Memberikan
kepada klien kesempatan klien
berkenalan agar dapat
kepada 4 orang menghilangkan
atau lebih. rasa takut yang
3. Anjurkan klien dimilikinya.
memasukan 3. Proses untuk
jadwal dalam membiasakan klien
kegiatan harian. melakukan
aktivitas rutin yang
dapat
meningkatkan
isolasi sosial.

VI. SUMBER
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta : Nuha Medika
Kusumawati, Farida. Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta : Salemba Medika
Damaiyanti, Mukhripah. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Bandung : PT Refika Aditama
Trimeilia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur :
TIM.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN ISOLASI SOSIAL

Pertemuan ke : I
Hari/Tanggal : 1 November 2021
Nama Klien :

A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
a. Data subjektif
Klien mengatakan tidak tau bagaimana harus mengobrol dengan
temannya.
b. Data objektif
Klien tampak sering menyendiri.
Klien tampak berbicara dengan suara lirih dan hampir tidak terdengar.
Klien tampak lebih banyak menunduk ketika berbicara sambil
memainkan jari - jari dan menggigit kukunya.
2. Diagnosa keperawatan
Isolasi social.
3. Tujuan tindakan keperawatan
a. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial.
b. Mengidentifikasi tanda dan gejala isolasi sosial.
c. Mengidentifikasi akibat isolasi sosial.
d. Klien dapat mengetahui kerugian dari tidak berinteraksi dengan
orang lain.
e. Klien dapat berkenalan dan berbicara saat melakukan kegiatan
harian.
f. Klien dapat memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang
lain kedalam jadwal kegiatan.
4. Tindakan keperawatan
a. Identifikasi penyebab isolasi sosial.
b. Diskusi dengan klien tentang keuntungan dan kerugian berinteraksi
dengan orang lain.
c. Ajarkan klien tentang cara berkenalan dan berbicara saat melakukan
kegiatan.
d. Anjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang - bincang
dengan orang lain ke dalam kegiatan harian.

B. Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan


1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
“Assalamualaikum, selamat pagi, perkenalkan saya perawat Rizki
Sabani mahasiswa dari Poltekkes Kemenkes Banten, ibu bisa panggil
saya perawat Rizki. Saya bertugas dari pukul 08.00 s.d 14.00. Ibu
Namanya siapa? Senangnya di panggil apa?”
b. Evaluasi / validasi
“Bagaimana perasaannya hari ini ?”
c. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau hari ini berbincang tentang perasaan yang Ibu
rasakan sekarang ?”
2) Waktu
“Berapa lama Ibu ingin berbincang ? Bagaimana kalau 15
menit ?”
3) Tempat
“Dimana kita akan berbincang ? Bagaimana jika ditaman ?”
4) Tujuan
“Ya ibu, tujuan kita berbincang hari ini ingin mengetahui
penyebab perasaan ibu, tanda dan gejala yang muncul dan akibat
dari perilaku sekarang”
“Nanti saya juga akan membantu ibu untuk berinteraksi dengan
orang lain dan juga keuntungan dan kerugian ibu berinteraksi”.

2. Fase kerja
“Siapa saja yang tinggal serumah dengan ibu? Lalu siapa yang paling
dekat dengan ibu ? siapa yang jarang berbicara dengan ibu ? lalu siapa
yang membuat ibu jarang berbicara ?”

“Kegiatan apa saja yang sering ibu lakukan dengan keluarga ibu ? lalu
yang dapat menghambat ibu dalam beraktivitas dengan keluarga ibu?”

“Menurut ibu apa saja keuntungan jika kita mempunyai teman ? wah benar
ada teman untuk bercakap - cakap. Lalu apa lagi ?”

“Baiklah bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalana dengan orang


lain ?”
“Begini loh ibu, untuk berkenalan kita sebutkan nama kita dan nama
panggilan yang kita suka. Lalu sebutkan asal kita darimana dan hobi kita.
Contohnya : Nama saya….”
“Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan,
contohnya begini nama ibu siapa ? sering dipanggil apa ? asalnya dari
mana ? hobi nya apa ?”
“Ayo ibu coba, misalnya saya belum kenal ibu. Coba berkenalan dengan
saya”. “Ya bagus sekali ! Coba sekali lagi”

“Setelah ibu berkenalan dengan orang tersebut, ibu dapat melanjutkan


percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan untuk ibu bicarakan.
Misalnya tentang cuaca, hobi, keluarga, pekerjaan dan sebagainya”.
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan seperti
tadi ?”
2) Evaluasi perawat (Objektif dan reinforcement)
“Coba ibu ulangi kembali cara yang sudah diajarkan tadi” “Wah
hebat bagus sekali bu”
b. Rencana Tindak Lanjut
“Selanjutnya, ibu dapat mengingat kembali apa yang telah kita pelajari
hari ini tetap berlatih meskipun saya tidak ada. Jadi nanti ibu sudah
siap untuk berkenalan dengan orang lain/ke pasien lain”
“Mari kita buat jadwal latihan harian ibu dan masukan ke dalam
jadwal harian”
c. Kontrak Topik yang akan datang
1) Topik
“Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang -
bincang lagi, kegitan yang besok kita latih yaitu mencoba
berkenalan dengan teman saya atau perawatt yang lain”.
2) Waktu
“Jadi mau jam berapa ibu latihan berkenalan? Bagaimana kalo
kita latihan jam 09.00 pagi”.
3) Tempat
“Dimana ibu ingin latihan berkenalan untuk besok? Bagaimana
jika disini lagi?” “Baiklah bu besok kita akan berbincang -
bincang kembali jam 09.00”.
“Baiklah, sampai jumpa. Selamat pagi”

Anda mungkin juga menyukai