Anda di halaman 1dari 42

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa
Dosen pembimbing mata kuliah : Ricka Ardila, S.Tr,Kep,Ners

Disusun oleh:
Maryanah: P27901118029
Reguler/ Semester : 3A/ Semester 5

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI DIII KEPERAWATAN

1
2020

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

Nama : Ny. S

Hari/tanggal : Rabu, 22 22 Juli 2020

Ruangan : Cempaka

Pertemuan : Sp. Pengkajian

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi klien : Komposmetis


2. Diagnosa : Halusinasi
3. Tujuan : Klien mampu mengidentifikasi masalah yang dialami
4. Intervensi : Mengajarkan klien untuk mengidentifikasi masalah yang dialami

B. Strategi Pelaksanaan

A. Orientasi
Assalamualaikum ibu
Perkenalkan nama saya maryanah, saya biasa dopanggil mary atau anah. Saya berasal
dari Poltekkes Banten. Oh iya bolehkah saya kenalan dengan ibu? Nama ibu siapa?
Asalnya dari mana bu? Baiklah Bu saya disini bertugas satu minggu, dari hari senin
sampai sabtu, saya akan membantu mengatasi masalah-masalah ibu, jadi kalau ibu ada
masalah, ibu bisa cerita dengan saya, ibu tidak perlu khawatir dengan kerahasiaan dari
masalah yang ibu ceritakan, rahasia ini akan saya jaga dan hanya dipergunakan untuk
kepentingan perawatan ibu.
B. Evaluasi/ validasi + kontrak

2
Bagaimana keadaan ibu? Apa yang ibu pikirkan saat ini? Ibu bagaimana kalau kita
berdiskusi apa yang ibu rasakan sekarang, jadi ibu bisa cerita banyak, kita akan
berdiskusi tentang masalah yang ibu rasakan, menurut ibu kira-kira kita akan berbincang-
bincang dimana? Tempat yang membuat ibu bisa merasa nyaman? Baiklah kalau begitu
berapa lama waktunya, bagaimana kalau 15 menit ya Bu, bisa kan? Jadi tujuannya adalah
untuk mengetahui masalah ibu dan mencari tahu bagaimana cara mengatasinya.

C. Fase Kerja
Apakah yang menyebabkan ibu masuk kesini karena dirumah ibu marah-marah? Dan
apakah perasaan itu masih ada sekarang? Apa yang ibu lakukan ketika ibu sedang marah?
Apa yang menyebabkan ibu masuk kesini dengan mendengar suara-suara tanpa ada
wujudnya, berisi apakah suara-suara tersebut? Apakah sekarang suara itu masih muncul?
Apa yang ibu lakukan saat suara-suara itu muncul? Apakah yang menyebabkan ibu
masuk kesini karena ibu suka menyendiri? Apakah ibu sekarang masih suka menyendiri?
Apa yang ibu lakukan saat menyendiri? Apakah yang menyebabkan ibu masuk kesini
karena ibu merasa malu dan minder? Apakah sekarang ibu masih merasa malu dan
minder? Apa yang ibu lakukan saat merasa malu dan minder? Saat dirumah berapa kali
ibu mandi dan menggosok gigi serta memakai shampo? Dan setelah disini apakah masih
sama seperti itu? Pernahkah ibu berfikir untuk mengakhiri hidup? Atau mencederai diri
sendiri dan merencanakan bunuh diri? Apa yang ibu lakukan jika hal itu muncul? Apakah
ibu mempunyai kebesaran atau kekuasaan tertentu saat di rumah? Apakah keyakinan ini
saat ini juga muncul? Apa yang ibu lakukan jika hal itu muncul?

Kesimpulan:
Dari apa yang ibu ceritakan, dapat disimpulkan masalah yang paling utama adalah:
Halusinasi

D. Fase Terminasi
Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang tadi? Apakah ibu merasa tenang dan
lega? Kita tadi sudah berdiskusi apa? Coba ibu sebutkan apa yang kita diskusikan tadi?

3
Bagus sekali ternyata itu bisa menjelaskan isi dari diskusi kita tadi. Jika ibu masih ada
yang belum ibu ceritakan, jangan lupa untuk bercerita kepada saya pada pertemuan
berikutnya.
Kontak yang akan datang:
Pukul 08.00 : besok saya akan mengajarkan cara mencegah halusinasi. Tempatnya disini
saja selama 15 menit.

4
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa
Dosen pembimbing mata kuliah : Rohanah S.pd, MKM

Disusun oleh:
Maryanah: P27901118029
Reguler/ Semester : 3A/ Semester 5

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI DIII KEPERAWATAN

5
2020

LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. MASALAH UTAMA
Halusinasi
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Stuart & Laraia (2009) mendefinisikan halusinasi sebagai suatu tanggapan dari panca
indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal Halusinasi merupakan gangguan
persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.Ada lima
jenis halusinasi yaitu pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan dan perabaan.
Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling banyak ditemukan
terjadi pada 70% pasien,kemudian halusinasi penglihatan20%, dan sisanya 10% adalah
halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan.
Pasien halusinasi merasakan adanya stimulus yang sebetulnya tidak ada. Perilaku
yang teramati pada pasien yang sedang mengalami halusinasi pendengaran adalah pasien
merasa mendengarkan suara padahal tidak ada stimulus suara. Sedangkan pada halusinasi
penglihatan pasein mengatakan melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan
padahal tidak ada bayangan tersebut. Pada halusinasi penghidu pasien mengatakan
membaui bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak merasakan sensasi serupa.
Sedangkan pada halusinasi pengecapan, pasien mengatakan makan atau minum sesuatu
yang menjijikkan. Pada halusinasi perabaan pasien mengatakan serasa ada binatang atau
sesuatu yang merayap ditubuhnya atau di permukaan kulit.

2. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari
a. Faktor Biologis : Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa (herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA).

6
b. Faktor Psikologis Memiliki riwayat kegagalan yang berulang. Menjadi korban,
pelaku maupun saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya kasih sayang dari
orang-orang disekitar atau overprotektif.
c. Sosiobudaya dan lingkungan Sebahagian besar pasien halusinasi berasal dari
keluarga dengan sosial ekonomi rendah, selain itu pasien memiliki riwayat
penolakan dari lingkungan pada usia perkembangan anak, pasien halusinasi
seringkali memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta pernahmmengalami
kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri), serta tidak bekerja.
3. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori halusinasi ditemukan adanya
riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak, adanya riwayat
kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan,
adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan
pasien serta konflik antar masyarakat.

4. Jenis - Jenis Halusinasi


Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang
terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang.

7
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan,
merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui
vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak
5. Tahap Halusinasi
a. Tahap I ( non-psikotik )
Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat
orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan hal yang
menyenangkan bagi klien. Karakteristik :
1) Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan
2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan kecemasan
3) Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam control kesadaran
Perilaku yang muncul :
1) Tersenyum atau tertawa sendiri
2) Menggerakkan bibir tanpa suara
3) Pergerakan mata yang cepat
4) Respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi
b. Tahap II ( non-psikotik )
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat
kecemasan yang berat. Secara umum, halusinasi yang ada dapat menyebabkan
antipasti.
Karakteristik :
1) Pengalaman sensori menakutkan atau merasakan dilecehkan oleh pengalaman
tersebut
2) Mulai merasa kehilangan control
3) Menarik diri dari orang lain
Perilaku yang muncul :

8
1) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah.
2) Perhatian terhadap lingkungan menurun
3) Konsentrasi terhadap pengalaman sensori menurun
4) Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan realita
c. Tahap III ( psikotik )
Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat, dan
halusinasi tidak dapat ditolak lagi.
Karekteristik :
1)  Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
2)  Isi halusinasi menjadi atraktif
3)  Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhi
Perilaku yang muncul :
1)  Klien menuruti perintah halusinasi
2) Sulit berhubungan dengan orang lain
3)  Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
4)  Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata
5)  Klien tampak tremor dan berkeringat
d. Tahap IV ( psikotik )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panik
Perilaku yang muncul :
1) Resiko tinggi menciderai
2)  Agitasi atau kataton
3)  Tidak mampu merespon rangsangan yang ad
6. Rentang Respon
Stuart and Laraia menjelaskan rentang respon neurobiologis pada pasien dengan
gangguan senssori persepsi halusinasi sebagai berikut:
Respon Adaptif Respon Maladatif
 Pikiran Logis > Distrosi Pikiran > Gangguan Pikir
 Persepsi Akurat > Illusi > Halusinasi
 Emosi Konsisten dgn Pengalaman > Reaksi Emosi >Sulit Berspon
 Perilaku Sesuai > Perilaku aneh > Perilaku Disoganisasi

9
 Berhubungan Sosial > Menarik Diri > Isolasi Sosial

C. POHON MASALAH

Resiko Menciderai diri Sendiri, Oranglain, dan Lingkungan

Perubahan Persepsi Sensosri : Halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik Diri

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko Menciderai Diri Sendiri Oranglain dan Lingkungan b.d Halusinasi
b. Perubahan Persepsi Sensori b.d Halusinasi
c. Isolasi Sosial b.d Menarik Diri
E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Setelah menetapkan diagnose keperawatan lakukanlah tindakan keperawatan pada pasien
dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi. Tindakan keperawatan harus ditujukan juga
untuk keluarga karena keluarga memegang peranan penting didalam merawat pasien dirumah
setelah pasien pulang dari rumah sakit.. Saat melakukan asuhan keperawatan baik di
Puskesmas dan kunjungan rumah, perawat menemui keluarga terlebih dahulu sebelum
menemui pasien. Saat melakukan pelayanan di Puskesmas dan kunjungan rumah,, perawat
menemui keluarga terlebih dahulu sebelum menemui pasien. Bersama keluarga, perawat
mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan keluarga. Setelah itu, perawat menemui
pasien untuk melakukan pengkajian, mengevaluasi dan melatih satu cara lagi untuk
mengatasi masalah yang dialami pasien. Jika pasien telah mendapatkan terapi psikofarmaka
(obat), maka hal pertama yang harus dilatih perawat adalah pentingnya kepatuhan minum
obat. Setelah perawat selesai melatih pasien, perawat menemui keluarga untuk melatih cara
merawat pasien. Selanjutnya perawat menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan
terhadap pasien dan tugas yang perlu keluarga yaitu untuk mengingatkan pasien melatih
kemampuan mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh perawat.
a. Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi.
Tujuan: Pasien mampu:

10
1. Membina hubungan saling percaya
2. Mengenal halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan menghardik
3. Mengontrol halusinasi dengan enam benar minum obat
4. Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
5. Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktifitas sehari-hari
Tindakan Keperawatan
1) Membina Hubungan Saling Percaya dengan cara:
 Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien dan
 Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang
perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang disukai
pasien
 Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
 Buat kontrak asuhan apa yang perawat akan lakukan bersama pasien,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempat pelaksanaan asuhan
keperawatan.
 Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi
 Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
 Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
2) Membantu pasien menyadari ganguan sensori persepsi halusinasi
 Tanyakan pendapat pasien tentang halusinasi yang dialaminya: tanpa
mendukung, dan menyangkal halusinasinya.
 Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi pencetus,
perasaan, respon dan upaya yang sudah dilakukan pasien untuk
menghilangkan atau mengontrol halusinasi.
 Melatih Pasien cara mengontrol halusinasi: Secara rinci tahapan melatih
pasien mengontrol halusinasi dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik, 6(enam)
benar minum obat, bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
dirumah seperti membereskan kamar, merapihkan tempat tidur
serta mencuci baju.

11
b) Berikan contoh cara menghardik, 6(enam) benar minum obat,
bercakapcakap dan melakukan kegiatan dirumah seperti
membereskan kamar, merapihkan tempat tidur serta mencuci baju.
c) Berikan kesempatan pasien mempraktekkan cara menghardik,
6(enam) benar minum obat, bercakap-cakap dan melakukan
kegiatan dirumah seperti membereskan kamar, merapihkan tempat
tidur serta mencuci baju yang dilakukan di hadapan Perawat
d) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan
oleh pasien.
e) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah melakukan
tindakan keperawatan untuk mengontrol halusinasi. Mungkin
pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri
dorongan terus menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan
latihannya.
F. SUMBER
1. Nurhalimah.2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta Selatan.
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Pusdik kesehatan Badan
pengembangan sumber daya manusia kesehatan.
2. Direja,Ade Herman S. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika

12
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
HALUSINASI
Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa
Dosen pembimbing mata kuliah : Rohanah S.pd, MKM

Disusun oleh:
Maryanah: P27901118029
Reguler/ Semester : 3A/ Semester 5

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN

13
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI DIII KEPERAWATAN
2020

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

HALUSINASI

PERTEMUAN KE :1

DIAGNOSA KEP : GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

SP :1

HARI/TANGGAL : Sabtu, 25 Juli 2020

PROSES KEPERAWATAN

A. KONDISI KLIEN

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


Klien mengatakan mendengar suara laki- Klien tampak tertawa sendiri, klien
laki, klien mengatakan sura itu datang ketika mengarahkan suaranya ke suatu tempat.
klien sendiri dan datangnya di siang dan
malam.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran.

C. TUJUAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Menciptakan hubungan saling percaya antara perawat dank lien.
2. Mengenai halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan menghardik.
3. Mengontrol halusinasi dengan 6 benar minum obat.
4. Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.
5. Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktifitas sehari-hari.

14
D. TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi klien
2. Megidentifikasi isi halusinasi klien
3. Mengidantifikasi waktu halusinasi klien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi
7. Menejelaskan cara mengontrol, menghardik, minum obat, bercakap-cakap, melakukan
kegiatan
8. Melatih menghardik
9. Mengajarkan klien menentukan cara menghardik halusinasi ke dalam jadwal kegiatan
harian.

PROSES KOMUNIKASI DALAM PELAKSAAN TINDAKAN

I. FASE ORIENTASI
A. SALAM TERAPEUTIK
“ Assalamualaikum.. Selamat pagi ibu, gimana kabarnya pagi hari ini bu?
Perkenalkan ibu nama saya maryanah ibu bisa panggil saya mary atau anah bu. Saya
mahasiswa keperawatan Poltekkes Banten ibu. Oh iya boleh saya kenalan dengan ibu?
nama ibu siapa bu?
B. EVALUASI/VALIDASI
“Bagaimana perasaan ibu hari ini?”
C. KONTRAK
Topik : “Baiklah ibu, bagaimana jika kita berbincang tentang suara yang
menggangu ibu dan cara mengontrol suara-suara yang ibu dengar,
apakah ibu bersedia?”.
Waktu : “Berapa lama ibu ingin berbincang-bincang? Bagaimana jika 20
menit?”

15
Tempat : “Ibu, untuk tempat berbincang-bincang ingin dimana? Bagaimana
jika diruang tamu?”. “Baik bu”.
II. FASE KERJA
“Apakah ibu mendengar suara tanpa wujudnya? Saya percaya ibu mendengar suara tersebut
tetapi saya sendiri tidak mendengar suara tersebut.
Apakah ibumendengarnya terus-menerus atau sewaktu-waktu?
Kapan paling sering ibu mendengar suara itu?
Berapa kali sehari ibu mendengarnya?
Pada saat keadaan apa suara itu terdengar? Apakah waktu ibu sendiri?
Apa yang ibu rasakan ketika mendengar suara tersebut? Lalu apa yang ibu lakukan?
Apakah dengan cara-cara tersebut suara itu hilang?
Apa yang ibu alami atau rasakan itu namanya halusinasi? ada 4 cara untuk mengontrol
halusinasi yaitu menghardik, minum obat, bercakap-cakap atau berbincang-bincang dan
melakukan aktivitas.”

III. FASE TERMINASI


A. EVALUASI
Subjektif dan Objektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-bincang? Jadi suara-suara itu
menyuruh ibu untuk mengajak terus-menerus terjadi dan trauma jika sendiri dan ibu
merasa kesal. Seperti yang telah kita pelajari, bila suara-suara itu muncul ibu bisa
mengatakan pergi-pergi saja, saya tidak mau mendengar, kamu suara palsu.”

B. RENCANA TINDAK LANJUT


“Ibu lakukan itu sampai suara itu tidak terdengar lagi. Lakukan itu selama 3 kali sehari
yaitu pada jam 09.00 samapi 14.00 dan jam 20.00. Cara mengisi buku kegiatan harian
adalah sesuai dengan jadwal kegiatan harian yang telah kita buat tadi ya bu. Jika ibu
melakukannya secara mandiri maka ibu tulis (M), jika ibu melakukannya di bantu atau
diingatkan maka ibu tulis (B), jika ibu tidak melakukannya maka ibu tulis (T). Apakah
ibu mengerti? Coba ibu ulangi yang tadi saya jelaskan? Ya benar sekali, ibu bagus!”

16
C. KONTRAK TOPIK YANG AKAN DATANG
Topik : “Bagaimana jika kita berbincang-bincang tentang cara yang kedua yaitu
dengan minum obat untuk mencegah suara-suara itu muncul, apakah ibu
bersedia?”
Waktu : “Ibu ingin jam berapa? Bagaimana jika jam 10.00 WIB?”
Tempat : “Ibu ingin kita berbincang-bincang? Bagaimana jika di ruang tamu?
Baiklah ibu besok saya akan datang kesini lagi jam 10.00” “Sampai jumpa
besok ya bu, saya permisi. Assalmualaikum.”

17
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

HALUSINASI

PERTEMUAN KE :2

DIAGNOSA KEP : GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

SP :2

HARI/TANGGAL : Minggu, 26 Juli 2020

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subjektif
- Klien mendengar suara laki – laki
- Klien mengatakan suara itu datang ketika klien sendiri dan datangnya disiang
dan malam hari
b. Data Objektif
- Klien tampak tertawa sendiri
- Klien mengarahkan telinganya kesuatu tempat
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
3. Tujuan
Pasien mampu mengontrol halusinasi pendengaran dengan 6 benar minum obat.
4. Tindakan keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan klien
b. Menjelaskan dan melatih klien minum obat dengan 6 benar

18
c. Menjelaskan manfaat minum obat dan kerugian tidak mau minum obat
d. Menganjurkan klien memasukan minum obat kedalam jadwal kegiatan klien.
B. Proses Pelaksanaan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum, ibu masih ingat dengan saya ? yang benar”

b. Evaluasi / validasi
“Bagaimana perasaan ibu hari ini ?”
“Apakah ibu masih mengatakan suara-suara yang ibu dengar?
“Apa ibu melakukan hal yang ajarkan kemarin?”.
“Bagaimana apakah dengan menghardik suara-suara yang ibu dengar berkurang?”
coba ibu sekarang praktekan kepada saya bagaimana ibu melakukannya. Bagus
sekali bu. Coba saya lihat Jadwal Kegiatan hariannya? Bagus sekali ibu.”
c. Kontrak
1. Topik : “Baiklah ibu sesuai janji kita kemarin, hari ini kita akan lakukan
latihan cara yang ke 2 yaitu dengan cara minum obat yang
benar. Apakah ibu bersedia?”
2. Waktu : “Beberapa lama ibu ingin berbincang – bincang ? Bagaimana
jika 20 menit?”
3. Tempat : “Ibu ingin berbincang – bincang dimana? Bagaimana kalu
diruang tamu?”
d. Tujuan Tindakan
Mengontrol halusinasi klien dengan cara meminum obat klien dengan cara
meminum obat serta melatih klien cara meminum obat dengan prinsip 6 benar.

2. Fase Kerja
“ Ibu sudah mendapat obat dari perawat hari ini?”
“ Ibu perlu meminum obat ini secara teratur agar pikirannya jadi tenang dan tidurnya
juga menjadi nyenyak. Obatnya ada tiga macam yaitu warnanya orange namanya
CP2 diminum 3 kali/hari gunanya supaya tenang dan berkurang rasa marah. Yang

19
warna putih namanya THP diminum 3 kali/hari waktunya juga sama gunanya agar
rileks dan tidak kaku sedangkan yang warnanya merah jambu ini Namanya HLP
diminum 3 kali / hari waktunya sama, gunanya untuk menghilangkan suara-suara
yang Ibu dengar. Semua ini harus Ibu diminum setiap hari jam 7 pagi jam 1 siang
dan jam 7 malam. Bila nanti mulut Ibu terasa kering untuk membantu mengatasi
ibu bisa menghisap es batu, yang bisa ibu dapat atau minta kepada perawat. Bila
Ibu merasa mata berkunang-kunang itu sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas
dahulu. Jangan pernah Ibu berhenti meminum obatnya meskipun suara-suara sudah
hilang sebelum dikonsultasikan dengan dokter ya bu. Sebelum Ibu minum obat lihat
dahulu label yang menempel di bungkus obat, apakah benar nama ibu yang tertulis
di situ, selain itu perlu diperhatikan jenis obatnya, beberapa ke dosisnya. 1/2 butir
obat yang harus diminum, jam berapa saja obatnya harus diminum. Ibu harus
minum obat secara teratur. Sekarang kita masukan meminum obat ke dalam
kegiatan harian ibu ya. Cara mengisi jadwalnya adalah jika Ibu minum obatnya
sendiri tanpa diingatkan oleh perawat atau teman maka di isinya (IN) jika Ibu
meminum obatnya diingatkan oleh perawat atau teman maka di isinya (B) dan jika
Ibu tidak meminum obatnya maka di isinya (T) ibu mengerti? ya bagus!”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Respon
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita berbincang-bincang tentang obat? Sudah
berapa cara yang kita latih untuk mengontrol suara? Coba Ibu Sebutkan lagi? Ya
benar”
b. Rencana Tindak Lanjut
“Jadwal minum obatnya sudah kita buat yaitu jam 07.00 – 13.00 dan 19.00 pada
jadwal kegiatan ibu. Nah ibu sekarang kita masukkan kedalam jadwal minum
obat yang telah kita buat tadi ya Bu, dan jangan lupa dilakukan semua dengan
teratur ya Bu.”
c. Kontak yang Akan Datang
- Kontak : “Baiklah Ibu Bagaimana jika besok kita bertemu lagi untuk

20
melihat manfaat minum obat dan berlatih cara untuk mengontrol
halusinasi yang ketiga yaitu bercakap-cakap dengan orang lain.
Apakah ibu bersedia?”
- Waktu : “Ibu ingin jam berapa? Bagaimana jika jam 10.00? Baiklah.”
- Tempat : “ibu di ruang tamu? Baiklah Bu besok saya akan datang kembali
ke sini jam 10.00 . Sampai bertemu besok Bu, Saya permisi.
Assalamualaikum.”

21
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

HALUSINASI

PERTEMUAN KE :3

DIAGNOSA KEP : GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

SP :3

HARI/TANGGAL : Senin, 27 Juli 2020

A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
a. Data subjektif
1) Klien mendengar suara
2) Klien mengatakan suara itu timbul ketika sendiri
b. Data objektif
1) Klien tampak tertawa sendiri
2) Klien tampak mengarahkan telinganya kesuatu tempat
2. Diagnosa objektif
Gangguan persepsi sensorik : Halusinasi pendengaran
3. Tindakan keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan sehari -hari
b. Menjelaskan dan melatih bercakap-cakap saat halusinasi
c. Menganjurkan klien menemukan kegiatan bercakap-cakap saat menjadi halusinasi
dalam jadwal kegiatan klien
B. Proses pelaksanaan keperawatan
1. Fase orientasi

22
a. Salam terapeutik
“Assalamualaikum bu, masih ingat dengan saya ? ya , benar “
b. Evaluasi / validasi
“ Bagaimana perasaan ibu hari ini ? apakah halusinasinya masih muncul ? apakah
ibu telah melakukan 2 cara yang telah kita pelajari untuk menghilangkan suara
-suara yang mengganggu ? coba saya lihat jadwal kegiatan harian ibu ? bagus
sekali bu”
“ sekarang coba lihat obatnya , ya bagus ibu minum obatnya dengan teratur jam
07.00-13.00 dan 19.00 dan latihan menghardik suara -suara juga dilakukan
dengan teratur”
“sekarang coba ceritakan pada saya apakah dengan 2 cara tadi suara -suara yang
ibu dengar berkurang ?” . “coba sekarang dipraktikkan cara menghardik suara
-suara yang telah kita pelajari. Coba ceritakan perbedaan minum obat secara
teratur dengan dulu yang teratur, dan coba ibu jelaskan kembali pada saya cara
minum obat yang benar. Ya, bagus bu.”
c. Kontrak waktu
- Topik : “ Baiklah bu, sesuai jadwal kita kemarin, kia akan belajar cara ke-3
yaitu
bercakap-cakap dengan orang lain, apkah ibu bersedia ?”
- Waktu : “ Berapa lama atau ibu ingin berbincang-bincang? Bagimana jika 20
menit.”
- Tempat : “ Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagimana jika di ruang
tamu?
Baiklah bu.?
2. Fase kerja
“ Cara adalah jika ibu mulai mendengar suara -suara langsung saja ibu cari teman
untuk diajak berbicara. Mina teman ibu untuk berbicara dengan ibu. Cotohnya seperti
ini bu, coba berbicara dengan saya jika mendengar suara -suara. Ayo kita ngobrol
dengan saya. Atau mina pada perawat untuk berbicara dengan ibu karena ibu mulai
mendengar suara -suara. Coba ibu praktikan, ya bagus.”
3. Fase terminasi

23
a. Evaluasi respon
“ Bagaimana perasaan ibu setelah kita berlatih dan bercakap-cakap tadi? Suah
berapa cara yang kita praktikan untuk mengontrol suara -suara? Coba ibu
sebutkan? Bagus sekali bu, mari kita masukkan ke dalam jadwal harian ibu”
b. Rencana tindakan lanjut
“ Berapa kali ibu akan bercakap-cakap, ya 2 kali ya bu, jam berapa saja bu?
Baiklah bu jam 09.00 dan 14.00, jangan lupa ibu lakukan cara ke-3 agar suara
-suara yang ibu dengar tidak mengganggu ibu lagi.”
c. Kontrak yang akan datang
- Topik : “ Baiklah bu bagaimana jika besok kita berbincang-bincang tentang
manfaat bercakap-cakap dan latih cara ke-4 untuk mengontrol suara
suara atau halusinasi ibu yaitu dengan cara melakukan kegiatan
aktivitas fisik. Apkah ibu bersedia ?
- Waktu : “ ibu mau berapa jam dan jam berapa ? bagaimana jam 10? ”
- Tempat : “ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana jika
diruang tamu ? Baik bu, besok saya akan kembali lagi jam 10.00 sampai
besok. Saya permis ya bu, Assalamualaikum.”

24
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

HALUSINASI

PERTEMUAN KE :4

DIAGNOSA KEP : GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

SP :4

HARI/TANGGAL : Selasa, 28 Juli 2020

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subjektif
- Klien mengatakan masih mendengar suara laki-laki
- Klien mengatakan mendengarnya saat sendiri
b. Data Objektif
- Klien masih tampak berbicara sendiri
- Klien masih tampak mengarahkan telinganya kesuatu tempat
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran
3. Tujuan Tindakan Keperawatan
Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan
4. Tindakan Keperawatan
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan harian mulai
dengan 2 kegiatan
c. Menganjurkan klien memasukan kegiatan untuk mengendalikan halusinasi
kedelam jurnal kegiatan klien.
B. Proses Pelaksanaan Keperawatan
1. Fase Orientasi

25
a. Salam terapeutik
- Assalamualaikum bu, selamat pagi. Masih ingat dengan saya?
b. Evaluasi / validasi
- Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada halusinasinya? Apakah
ibu telah melakukan 3 cara yang telah dipelajari untuk menghilangkan suara-
suara yang menggangu? Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya? “Bagus
sekali bu.” “Ibu minum obat dan latihan bercakap-cakap dengan teman secara
teratur. Apakah suara-suara itu masih sering terdengar bu? Syukurlah kalau
sudah mulai berkurang.”
c. Kontrak
- Topik : “Baiklah Ibu sesuai janji kita kemarin, hari ini kita akan latihan cara
yang muncul yaitu melakukan aktivitas fisik sesuai kegiatan yang terjadwal,
Apakah Ibu bersedia?”
- Waktu : “Berapa lama waktu jika dapat berbincang-bincang ?
Bagaimana jika 15 menit, bu? Baiklah bu.”
- Tempat : “Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana duduk diruang
tamu? Baiklah.”
d. Tujuan kerja
Cara untuk mengalihkan halusinasi klien dengan cara melakukan kegiatan fisik.
2. Fase Kerja
“Apa saja yang biasa ibu lakukan ? Pagi-pagi apa kegiatan, terus jam berikutnya (lalu
tanyakan sampai didapat kegiatan sampai malam). Wah banyak sekali kegiatannya.
Mari kita latih kedua kegiatan kedua hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali
ibu bisa dilakukan. Kegiatan ini dapat ibu lakukan untuk mencegah suara tersebut
muncul. Kegiatan lain akan kita latih lagi agar dapat pagi sampai ada kegiatan.
3. Fase Terminasi
Evaluasi respon subjektif: “Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap
cara yang ketiga untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali.
Evaluasi respon objektif : “Coba sebutkan 3 cara yang telah yang telah kita latih
untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukan dalam jadwal kegiatan
harian ibu. Coba lakukan sesuai jadwal ya! (Saudara, dapat melatih aktivitas yang lain

26
pada pertemuan sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam). Jadi
kalau Ibu mendengar suaar-suara itu lagi, ibu bisa praktikan ke 3 cara yang sudah kita
latih ya.”
Kontrak yang akan datang : “Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita
membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa ? Bagaimana
kalau jam 12.00 siang? “Di ruang makan ya” Sampai jumpa. Selamat pagi.

27
LAPORAN PENDAHULUAN
REGIMEN TERAUPETIK
Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa
Dosen pembimbing mata kuliah : Rohanah S.pd, MKM

Disusun oleh:
Maryanah: P27901118029
Reguler/ Semester : 3A/ Semester 5

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI DIII KEPERAWATAN
2020

28
LAPORAN PENDAHULUAN
REGIMEN TERAUPETIK

A. Masalah Utama
Regimen Terapeutik
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Manajemen regimen terapeutik adalah pola dalam mengatur dan mengintegrasikan
progam terapi ke dalam kehidupan yang memuaskan dan mencukupi sesuai dengan
tujuan pemulihan kesehatan yang ingin dicapai. (NANDA, 2010). Ketidakefektifan
individu dalam melakukan pemberian regimen terapetik atau pemberian obat secara
rutin dan tepat karena ketidakefektifan keluarga dalam melakukan terapi sehingga
menyebabkan keputusasaan klien. (Prabowo Eko. 2014) Regimen terapeutik adalah
pengobatan yang terputus pada saat dirumah sehingga terapi yang dijalani oleh
pasien berhenti yang mengakibatkan gangguan jiwa yang dialami pasien terjadi
kembali (Wahyudi,2014:26).
2. Penyebab
Kompleksitas regimen : banyaknya obat yang harus diminum dan toksisitas serta
efek samping obat dapat merupakan faktor penghambat dalam penyelesaian terapi
pasien. Secara umum, semakin kompleks regimen pengobatan, semakin kecil
kemungkinan pasien akan mematuhinya. Indikator dari kompleksitas dari suatu
pengobatan adalah frekuensi pengobatan yang harus dilakukan oleh pasien itu
sendiri, misalnya frekuensi minum obat dalam sehari. Pasien akan lebih patuh pada
dosis yang diberikan satu kali sehari daripada dosis yang diberikan lebih sering,
misalnya tiga kali sehari. (Badan POM RI, 2006 : 3).
3. Jenis
a. Psikofarmakologi
Penanganan penderita gangguan jiwa dengan cara ini adalah dengan
memberikan terapi obat-obatan yang akan ditujukan pada gangguan fungsi

29
neuro-transmitter sehingga gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan. Terapi
obat diberikan dalam jangka waktu relatif lama, berbulan bahkan bertahun.
Akibat dari klien tidak mengonsumsi obat secara teratur kemudian putus obat
sehingga klien depresi, dan gangguan jiwa yang di alami klien kambuh (Akemat,
dkk; 2008)
b. Psikoterapi
Terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi
psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas
sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini bermacam-
macam bentuknya antara lain psikoterapi suportif dimaksudkan untuk
memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus
asa dan semangat juangnya. Psikoterapi Re-eduktif dimaksudkan untuk
memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan
pendidikan di waktu lalu, psikoterapi rekonstruktif dimaksudkan untuk
memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi
kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit, psikologi kognitif, dimaksudkan
untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional
sehingga penderita mampu membedakan nilai- nilai moral etika. Psikoterapi
perilaku dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu
menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri, psikoterapi keluarga
dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan keluarganya. Klien kurang
mendapat dukungan untuk melakukan terapi pemecahan masalah dirinya sendiri
sehingga klien mudah untuk stres (Maramis, 1990)
c. Terapi psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak
tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita
selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi
obat psikofarmaka. Klien dengan gangguan jiwa yang hampir sembuh
hendaknya mendapat dukungan dari lingkungaan dan masyarakat agar kejiwaan
klien bisa sembuh jika msayarakat dan lingkungan belum bisa menerima maka

30
klien akan merasa di kucilkan sehingga klien menarik diri dan sulit untuk
bersosialisasi (Hawari, 2007).
d. Terapi prikoreligius
Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang,
berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan, kajian
kitab suci. Menurut Ramachandran dalam Yosep( 2007), telah mengatakan
serangkaian penenelitian terhadap pasien pasca epilepsi sebagian besar
mengungkapkan pengalaman spiritualnya sehingga semua yang dirasa menjadi
sirna dan menemukan kebenaran tertinggi yang tidak dialami pikiran biasa
merasa berdekatan dengan cahaya illahi. Disaat klien mendapat masalah klien
tidak pernah meluruskannya dengan beribadaah sehinnga klien gampang untuk
stres.
4. Rentang Respon

Adaptif Regimen teauperik Maladaptif

 Kurangnya
dukungan keluarga
 Bersosialisasi  Lingkungan tidak  Mengamuk
dengan baik menerima  Pasif
 Pikiran logis  Dikucilkan  Agresif
 Perilaku baik masyarakat  Marah
 Obat yang tidak
teratur

Jika klien gagal dalam melakukan terapi misalkan kien belum bisa di trima oleh
keluarga dan lingkungannya maka kemungkinan besar klien akan kambuh dan bisa
melakukan hal-hal seperti :

31
a. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan, kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.
Kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tampa
menyakiti orang lain akan memberikan kelegaan dan tidak menimbulkan
masalah. Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif
dan melarikan diri atau respon melawan dan menentang.
b. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk
bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol.
c. Mengamuk atau kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat
disertai kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain
dan lingkungan
d. Pasif adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu untuk mengungkapkan
perasaan yang sedang dialami untuk menghindari suatu tuntutan nyata.
(Wahyudi, 2010).
5. Proses Terjadinya Masalah Gejala
mulai timbul biasanya pada masa remaja atau dewasa awal sampai dengan umur
pertengahan dengan melalui beberapa fase antara lain :
a. Fase Prodomal Berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun. Gangguan dapat
berupa Self care, gangguan dalam akademik, gangguan dalam
pekerjaan,gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan persepsi.
b. Fase Aktif Berlangsung kurang lebih 1 bulan. Gangguan dapat berupa gejala
psikotik; Halusinasi, delusi, disorganisasi proses berfikir,gangguan bicara,
gangguan perilaku, disertai kelainan neurokimiawi
c. Fase Residual Kien mengalami minimal 2 gejala; gangguan afek dan gangguan
peran, serangan biasanya berulang. (Hawari,2007)
6. Tanda dan Gejala
Gejala-gejala awal orang yang menderita regimen terapeutik sangat banyak
wujudnya tidak menyangkut kondisi fisik, bisa berupa perasaan curiga, depresi,
cemas, suasana perasaan yang mudah berubah, tegang, cepat tersinggung, atau marah
tanpa alasan yang jelas.( Hawari, 2007)
7. Akibat

32
Jika klien gagal dalam terapi atau putus obat maka akibatnya klien akan kambuh
jiwanya misalkan klien akan depresi, sering menyendiri menarik diri, cemas, suasana
perasaannya mudah tersinggung (Wahyudi, 2010). Dampak-dampak gangguan jiwa
bagi keluarga, seperti:
a. Penolakan
Sering terjadi dan timbul ketika ada keluarga yang menderita gangguan jiwa,
pihak anggota keluarga lain menolak penderita tersebut dan menyakini memiliki
penyakit berkelanjutan. Selama episode akut anggota keluarga akan khawatir
dengan apa yang terjadi pada mereka cintai. Pada proses awal, keluarga akan
melindungi orang yang sakit dari orang lain dan menyalahkan dan merendahkan
orang yang sakit untuk perilaku tidak dapat diterima dan kurangnya prestasi.
Sikap ini mengarah pada ketegangan dalam keluarga, dan isolasi dan kehilangan
hubungan yang bermakna dengan keluarga yang tidak mendukung orang yang
sakit (Sheewangisaw, 2012).
Tanpa informasi untuk membantu keluarga belajar untuk mengatasi penyakit
mental, keluarga dapat menjadi sangat pesimis tentang masa depan. Sangat
penting bahwa keluarga menemukan sumber informasi yang membantu mereka
untuk memahami bagaimana penyakit itu mempengaruhi orang tersebut. Mereka
perlu tahu bahwa dengan pengobatan, psikoterapi atau kombinasi keduanya,
mayoritas orang kembali ke gaya kehidupan normal (Sheewangisaw, 2012).
b. Stigma
Informasi dan pengetahuan tentang gangguan jiwa tidak semua dalam anggota
keluarga mengetahuinya. Keluarga menganggap penderita tidak dapat
berkomunikasi layaknya orang normal lainnya. Menyebabkan beberapa keluarga
merasa tidak nyaman untuk mengundang penderita dalam kegiatan tertentu.
Hasil stigma dalam begitu banyak di kehidupan sehari-hari, Tidak
mengherankan, semua ini dapat mengakibatkan penarikan dari aktif
berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari (Sheewangisaw, 2012).
c. Frustrasi, Tidak berdaya dan Kecemasan
Sulit bagi siapa saja untuk menangani dengan pemikiran aneh dan tingkah laku
aneh dan tak terduga. Hal ini membingungkan, menakutkan dan melelahkan.

33
Bahkan ketika orang itu stabil pada obat, apatis dan kurangnya motivasi bisa
membuat frustasi. Anggota keluarga memahami kesulitan yang penderita miliki.
Keluarga dapat menjadi marah marah, cemas, dan frustasi karena berjuang untuk
mendapatkan kembali ke rutinitas yang sebelumnya penderita lakukan
(Sheewangisaw, 2012).
d. Kelelahan dan Burnout Seringkali keluarga menjadi putus asa berhadapan
dengan orang yang dicintai yang memiliki penyakit mental. Mereka mungkin
mulai merasa tidak mampu mengatasi dengan hidup dengan orang yang sakit
yang harus terus-menerus dirawat. Namun seringkali, mereka merasa terjebak
dan lelah oleh tekanan dari perjuangan sehari-hari, terutama jika hanya ada satu
anggota keluarga mungkin merasa benar-benar di luar kendali. Hal ini bisa
terjadi karena orang yang sakit ini tidak memiliki batas yang ditetapkan di
tingkah lakunya. Keluarga dalam hal ini perlu dijelaskan kembali bahwa dalam
merawat penderita tidak boleh merasa letih, karena dukungan keluarga tidak
boleh berhenti untuk selalu mensupport penderita (Sheewangisaw, 2012).
e. Duka
Kesedihan bagi keluarga di mana orang yang dicintai memiliki penyakit mental.
Penyakit ini mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi dan
berpartisipasi dalam kegiatan normal dari kehidupan sehari-hari, dan penurunan
yang dapat terus-menerus. Keluarga dapat menerima kenyataan penyakit yang
dapat diobati, tetapi tidak dapat disembuhkan. Keluarga berduka ketika orang
yang dicintai sulit untuk disembuhkan dan melihat penderita memiliki potensi
berkurang secara substansial bukan sebagai yang memiliki potensi berubah
(Sheewangisaw, 2012).
f. Kebutuhan Pribadi dan Mengembangkan Sumber Daya Pribadi
Jika anggota keluarga memburuk akibat stres dan terlalu banyak pekerjaan,
dapat menghasilkan anggota keluarga yang sakit tidak memiliki sistem
pendukung yang sedang berlangsung. Oleh karena itu, keluarga harus diingatkan
bahwa mereka harus menjaga diri secara fisik, mental dan spiritual yang sehat.
Memang ini bisa sangat sulit ketika menghadapi anggota keluarga yang sakit
mereka. Namun, dapat menjadi bantuan yang luar biasa bagi keluarga untuk

34
menyadari bahwa kebutuhan mereka tidak boleh diabaikan (Sheewangisaw,
2012).
8. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat membantu
klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang kontruktif dalam
mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah
mekanisme pertahanan ego seperti :
a. Sublimasi adalah kehendak pikiran atau tindakan sadar yang tidak dapat di
terima oleh lingkungan atau masyarakat disalurkan menjadi aktivitas nilai
sosial yang tinggi, contoh : seseorang yang suka berkelahi beralih menjadi atlet
petinju (Hawari, 2007)
b. Represi adalah implus yang diterima oleh ege dari ide tidak dapat diterima oleh
kesadaran karena ada ancaman dari super ego, sehingga menimbulkan
kecemasan. Untuk menghalau kecemasan tersebut, ego menekan implus
tersebut kealam bawah sadar dengan kata lain seseorang berusaha sekuat
mungkin untuk melupakan dorongan yang harus dipuaskan sebagai sesuatu
yang tidak pernah ada. ( Hawari, 2007)
c. Proyeksi (sumber-sumber ancaman) adalah dari dunia luar dan bukan
bersumber dari implus primitifnya. Pengubahan menjadi lebih mudah karena
ketakutan neurotis dan ketakutan mora itu kedua-duanya bersumber dari dunia
luar. Proyeksi memiliki tujuan rangkap yaitu mengurangi ketegangan dan
alasan (yang sebenarnya pura-pura) mempertahankan diri agar daam posisi
aman ( Hawari, 2007)
d. Menurut Koeswara (1991:47), displacement ialah pengungkapan dorongan
yang menimbulkan kecemasan kepada objek atau individu yang kurang
berbahaya atau kurang mengancam dibandingkan dengan objek atau individu
yang semula. Adapun menurut Corey (2003:19) displacement adalah suatu
mekanisme pertahanan ego yang mengarahkan energi kepada objek atau orang
lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya, tidak bisa dijangkau.
Lebih lanjut lagi, menurut Poduska (2000:119) displacement ialah mekanisme
pertahanan ego dengan mana anda melepaskan gerak-gerik emosi yang asli,

35
dan sumber pemindahan ini dianggap sebagai suatu target yang aman.
Mekanisme pertahanan ego ini, melimpahkan kecemasan yang menimpa
seseorang kepada orang lain yang lebih rendah kedudukannya.
e. Menurut Hall dan Gardner (1993:88) pembentukan reaksi atau reaksi formasi
ialah suatu mekanisme pertahanan ego yang mengantikan suatu impuls atau
perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan lawan atau kebalikannya
dalam kesadarannya. Adapun menurut Koeswara (1991:48) ialah mekanisme
pertahanan ego yang mengendalikan dorongandorongan primitif agar tidak
muncul sambil secara sadar mengungkapkan tingkah laku sebaliknya.
Lebih lanjut lagi menurut Corey (2003:20) reaksi formasi ialah mekanisme
pertahanan ego yang melakukan tindakan berlawanan dengan hasrat-hasrat tak
sadar. Jika perasaan-perasaan yang awal dapat menimbulkan ancaman, maka
seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal
perasaan-perasaan yang bisa menimbulkan ancaman itu. Reaksi formasi ini
melakukan kebalikan dari ketaksadaran, pikiran, dan keinginan-keinginan yang
tidak dapat diterima (Poduska, 2000:121). Reaksi formasi ini melakukan
perbuatan yang sebaliknya, apabila perbuatan yang pertama itu, bisa
menimbulkan kecemasan yang mengancam dirinya.
9. Penatalaksanaan
a. Minum obat teratur dan sesuai aturan
b. Perhatikan dosis, cara, dan waktu minum obat
c. Dorong pasien untuk meminum obat secara mandiri
d. Beri pujian jika pasien bisa minum obat secara mandiri
e. Kontrol teratur
f. Lakukan kontrol secara teratur ke RS sebelum obat habis
g. Dukungan keluarga
h. Dukung pasien dalam segala aktivitas yang positif
i. Tetap memberi semangat kepada pasien
j. Dukung pasien untuk kontrol teratur (Iskandar, 2012;51).
10. Pohon masalah

Resiko perilaku Kekerasan


36
Isolasi sosial

Harga diri Rendah


Penatalaksanaan regimen
tidak efektif
Koping individu Inefektif

Koping Keluarga tidak efektif


Gangguan Konsep diri
Dalam merawat klien

11. Diagnosa Keperawatan


a. Gangguan regimen terapetik berhubungan dengan keputusasaan konsumsi obat
dan depresi
b. Gangguan regimen terapetik inefektif berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat klien
12. Rencana Asuhan Keperawatan

TUJUAN INTERVENSI
Tujuan umum : Pasien mau untuk 1. Bina hubungan saling percaya
mengkonsumsi obat secara rutin dan dengan menggunakan prinsip
tidak mengalami depresi dan komunikasi terapeutik :
keputusasaan a. Sapa pasien dengan nama
baik verbal dan non verbal
TUK 1 : b. Perkenalkan diri dengan
Pasien dapat membina hubungan sopan
saling percaya Kriteria hasil: Setelah c. Tanya nama lengkap
2 X pertemuan , pasien dapat pasien dan nama panggilan
menunjukkan rasa percayanya yang disukai
kepada perawat, ada kontak mata, d. Jelaskan tujuan pertemuan
mau berjabat tangan, mau e. Jujur dan menepati janji
menyebutkan nama, mau f. Tunjukkan sikap empati

37
mengutarakan masalah yang dan menerima keadaan
dihadapi g. Berikan perhatian kpada
pasien dan perhatikan
kebutuhan dasar
TUK 2: 1. Tanyakan pada pasien tentang
a. Orang yang tinggal
Pasien dapat menyebutkan serumah/teman sekamar
penyebab ketidakkooperatifan pasien
dalam meminum obat b. Orang terdekat pasien
dirumah/diruang
Kriteria hasil: SetelaH 1X perawatan
pertemuan, pasien dapat 2. Beri kesempatan pada pasien
menyebutkan minimal satu untuk mengungkapkan perasaan
penyebab ketidakkooperatifan penyebab ketidakkooperatifan
dalam meminum obat berasal dari dalam melakukan terapi obat
1. Diri Sendiri
2. Orang Lain
3. Lingkungan

TUK 3 : 1. Diskusikan dengan pasien


tentang kerugian dan keuntungan
Pasien mau dan dapat tidak minum, serta karakteristik
menggunakan obat dengan benar obat yang diminum (nama, dosis,
dan tepat frekuensi, efek samping minum
obat)
Kriteria hasil : Setelah 1 X 2. Bantu dalam menggunakan obat
pertemuan pasien dapaat dengan prinsip 5 benar (benar
menyebutkan 1. Manfaat minum pasien, obat, dosis, cara, waktu)
obat 2. Kerugian tidak Minum obat 3. Anjurkan pasien minta sendiri
3. Nama, warna, Dosis, Efek obatnya kepada perawat agar
samping obat pasien dapat merasakan

38
manfaatnya
Setelah 2 X interaksi, pasien 4. Beri reinforcement positif bila
mampu mendemonstrasikan pasien menggunakan obat dengan
penggunaan obat dan menyebutkan benar
akibat berhenti minum obat tanpa 5. Diskusikan akibat berhenti
konsultasi dokter minum obat tanpa konsultasi
dengan dokter
6. Anjurkan pasien untuk konsultasi
dengan dokter/perawat apabila
terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


REGIMEN TERAUPETIK

39
Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa
Dosen pembimbing mata kuliah : Rohanah S.pd, MKM

Disusun oleh:
Maryanah: P27901118029
Reguler/ Semester : 3A/ Semester 5

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI DIII KEPERAWATAN
2020

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

40
HALUSINASI

1. Fase Orientasi

a. Salam Terapeutik

“Selamat pagi Bu.. Saya suster maryanah ibu. Bagaimana bu sudah di coba olahraganya??
Bagus sekali”

b. Evaluasi/Validasi

“Bagaimana keadaan ibu hari ini? Apa sudah lebih baik dari kemarin? Apakah obatnya
sudah ibu minum? Alhamdulillah kalau begitu. Nah apa saja yang ibu lakukan kemarin?
Wah bagus bu terus lakukan aktivitasnya ya bu”

c. Kontrak

“Sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu, bagaimana kalau sekarang kita membicarakan
tentang obat yang ini minum?

“Dimana kita mau berbicara?”

“ Berapa lama kita mau kita berbicara bu? Bagaimana kalu 30 menit?”

2. Fase Kerja

“ Oh iya bu berapa macam obat yang diminun? Jam berapa saja obatnya diminum?” “
Apakah ibu perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang.
Obatnya ada tiga macam, yang berwarna orange namanya CPZ gunanya untuk
menenangkan, yang warna putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang
warnanya merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran ibu tenang. Semuanya ini
diminum 3 kali sehari jam 7 pagi ya bu, jam 1 siang dan jam 7 malam. Jika nantik setelah
minum obat mulut ibu terasa kering, untuk membantu mengatasi nya ibu bisa banyak
minum dan mengisap isap es batu. sebelumnya minum obat ini, ibu mengecek dulu label
di kotak obat apakah benar nama ibu tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus
diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum
41
dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya ibu tidak menghetikan
sendiri obat yang harus diminun sebelum membicarakannya dengan dokter.”

3. Fase Terminasi

a. Evaluasi Subjektif

“Bagaimana perasaan B setelah berbincang-bincang dengan saya dan tahu jadwal


meminum obat.”

b. Evaluasi Objektif

“Coba B sebutkan kembali jadwal minum obat secara teratur.”

c. Kontrak

1) Topik : “Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang bincang lagi tentang
cara minum obat.”

2) Tempat : “Mau dimana besok kita berbincang-bincang, bagaimana kalau di tempat ini
lagi ? Baiklah sampai bertemu lagi. Selamat sore B”

3) Waktu : “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang kembali besok jam 16.00 WIB
selama 15 menit, apakah bapak setuju ?”

d. Rencana Tindak Lanjut

“Saya harap bapak mengingat saya dan mempraktekkan cara dan minum obat teratur
jangan lupa masukkan dalam kegiatan hari

42

Anda mungkin juga menyukai