Anda di halaman 1dari 77

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

APLIKASI KEPERAWATAN PADA BAYI ATAU ANAK DENGAN


GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DAN GANGGUAN GIZI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Dosen Pengampu : Hj. Suyatini, SPd.M.Kes

Disusun Oleh :
Kelompok 5
1. Ari Samsudin (P27901119008)
2. Bekti Nurcahyani (P27901119010)
3. Fitri Annisa (P27901119020)
4. Inaka Rahmawati (P27901119025)
5. Lusiana Maratussoliha (P27901119029)
6. Rofikoh Lanjar Susaptri (P27901119045)
7. Tsara Hanan Erohman (P27901119049)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN D-III KEPERAWATAN TANGERANG
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah


SWT yang telah melipatkan rahmat dan karunia nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas untuk mata kuliah Keperawatan
Maternitas yang di bimbing oleh . dengan judul “Aplikasi Keperawatan Pada
Bayi Atau Anak Dengan Gangguan Sistem Pencernaan Dan Gangguan Gizi”
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna dikarnakan terbatasnya pengalaman yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

25 Januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1

A. Latar Belakang......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 2
C. Tujuan....................................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI......................................................................... 3

A. Aplikasi keperawatan pada bayi / anak dengan gangguan sistem pencernaan


: Diare....................................................................................................... 3
B. Aplikasi keperawatan pada bayi / anak dengan gangguan gizi
: Obesitasi, Marasmus/Kwashiorkor........................................................ 30
BAB III PENUTUP......................................................................................... 68

A. Kesimpulan............................................................................................... 68

B. Saran......................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 69

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi
pada masyarakat. Diare juga merupakan penyebab utama kesakitan dan
kematian pada anak di berbagai negara (Widoyono, 2011). Diare dapat
menyerang semua kelompok usia terutama pada anak. Anak lebih rentan
mengalami diare, karena sistem pertahanan tubuh anak belumsempurna
(Soedjas, 2011).
World Health Organizatin (WHO) (2012), menyatakan bahwa
diaremerupakan 10 penyakit penyebab utama kematian. Tahun 2012 terjadi
1,5 juta kematian akibat diare. Sepanjang tahun 2012, terdapat sekitar 5 juta
bayi meninggal pada tahun pertama kehidupan. Kematian tersebut disebabkan
karena pneumonia (18%), komplikasi kelahiran preterm (14%) dan diare
(12%).
Diare pada anak balita ini dapat disebabkan oleh beberapa
faktordiantaranya: yaitu infeksi, malabsorbsi, makanan, dan psikologis anak.
Infeksi enteral merupakan infeksi saluran percernaan, yang menjadipenyebab
utama diare pada anak. Infeksi enteral disebabkan karena bakteri, virus dan
parasit. Sedangkan infeksi parenteral merupakan infeksi dari luar pencernaan
seperti otitis media akut (OMA), bronkopneumonia, ensefalitis. Keadaan ini
terutama terdapat pada anak balita berumur di bawah 2 tahun (Ngastiyah,
2014)
Gizi buruk (malnutrisi) merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The
United Nations Children’s Fund (UNICEF) pada tanggal 12 September 2008,
menyatakan malnutrisi sebagai penyebab lebih dari 1/3 dari 9,2 juta kematian
pada anak-anak di bawah usia 5 tahun di dunia. UNICEF juga memberitakan
tentang terdapatnya kemunduran signifikan dalam kematian anak secara
global di tahun 2007, tetapi tetap terdapat rentang yang sangat jauh antara

1
negara-negara kaya dan miskin, khususnya di Afrika dan Asia Tenggara
(CWS, 2008).
Malnutrisi dalam bentuk apapun meningkatkan risiko terkena berbagai
penyakit dan kematian. Malnutrisi energi-protein, misalnya, merupakan
sebuah peran utama dari semua kematian anak di bawah usia 5 tahun setiap
tahunnya di negara-negara berkembang (WHO, 2001). Bentuk bahaya dari
malnutrisi termasuk marasmus, kretinisme, kerusakan otak yang irreversible
akibat defisiensi iodin, kebutaan, peningkatan faktor risiko terhadap penyakit
infeksi, dan kematian akibat defisiensi vitamin A (WHO, 2004).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aplikasi keperawatan pada bayi / anak dengan gangguan sistem
pencernaan : Diare.
2. Bagaimana aplikasi keperawatan pada bayi / anak dengan gangguan gizi :
Obesitasi, Marasmus/Kwashiorkor.

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana bagaimana aplikasi keperawatan pada bayi /
anak dengan gangguan sistem pencernaan : Diare.
2. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi keperawatan pada bayi / anak
dengan gangguan gizi : Obesitasi, Marasmus / Kwashiorkor.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Aplikasi Keperawatan Pada Bayi atau Anak dengan Gangguan Sistem


Pencernaan : Diare
1. Pengertian Diare
Nursalam (2008), mengatakan diare pada dasarnya adalah frekuensi
buang air besar yang lebih sering dari biasanya dengan konsistensi yang
lebih encer. Diare merupakan gangguan buang air besar atau BAB
ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair,
dapat disertai dengan darah dan atau lender (Riskesdas, 2013).
Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan
konsistensi feses. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih
berair dari biasanya, dan bila buang air besar lebih dari tiga kali, atau
buang air besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam
(Dinkes, 2016).
WHO (2009), mengatakan diare adalah suatu keadaan buang air
besar (BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih
dari tiga kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan
diare persisten terjadi selama ≥ 14 hari.
2. Klasifikasi Diare
Menurut Wong (2008), diare dapat diklasifikasikan, sebagai berikut :
a. Diare akut
Merupakan penyebab utama keadaan sakit pada balita. Diare
akut didefenisikan sebagai peningkatan atau perubahan frekuensi
defekasi yang sering disebabkan oleh agens infeksius dalam traktus
Gastroenteritis Infeksiosa (GI). Keadaan ini dapat menyertai infeksi
saluran napas atau (ISPA) atau infeksi saluran kemih (ISK). Diare
akut biasanya sembuh sendiri (lamanya sakit kurang dari 14 hari) dan
akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi.
b. Diare kronis

3
Didefenisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi
defekasi dan kandungan air dalam feses dengan lamanya (durasi)
sakit lebih dari 14 hari. Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan
kronis seperti sindrom malabsorpsi, penyakit inflamasi usus,
defisiensi kekebalan, alergi makanan, intoleransi latosa atau diare
nonspesifik yang kronis, atau sebagai akibat dari penatalaksanaan
diare akutyang tidak memadai.
c. Diare intraktabel
Yaitu diare membandel pada bayi yang merupakan sindrom
pada bayi dalam usia minggu pertama dan lebih lama dari 2 minggu
tanpa ditemukannya mikroorganisme patogen sebagai penyebabnya
dan bersifat resisten atau membandel terhadap terapi. Penyebabnya
yang paling sering adalah diare infeksius akut yang tidak ditangani
secara memadai.
d. Diare kronis nonspesifik
Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritabel pada anak
atau diare todler, merupakan penyebab diare kronis yang sering
dijumpai pada anakanak yang berusia 6 hingga 54 minggu. Feses
pada anak lembek dan sering disertai dengan partikel makanan yang
tidak tercerna, dan lamanya diare lebih dari 2 minggu. Anak – anak
yang menderita diare kronis nonspesifik ini akan tumbuh secara
normal dan tidak terdapat gejala malnutrisi, tidak ada darahdalam
fesesnya serta tidak tampak infeksi enterik.
3. Anatomi Fisiologi Sistem
a. Respon Tubuh
1) Sistem Integumen
Anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan hingga
berat turgor kulit biasanya kembali sangat lambat. Karena tidak
kuatnya kebutuhan cairan dan elektrolit pada jaringan tubuh anak
sehingga kelembapan kulitpun menjadi berkurang.
2) Sistem Respirasi

4
Kehilangan air dan elektolit pada anak yang diare
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa yang
menyebabkan pH turun karena akumulasi asam non-volatil.
Terjadilah hiperventilasi yang akan menurunkan pCO2
menyebabkan pernapasan jadi cepat, dandalam (pernapasan
kusmaul).
3) Sistem Pencernaan
Anak yang diare biasanya mengalami gangguan pada
nutrisi, yang disebabkan oleh kerusakan mukosa usus dimana
usus tidak dapat menyerap makanan. Anak akan tampak lesu,
malas makan, dan letargi. Nutrisi yang tidak dapat diserap
mengakibatkan anak bias mengalami gangguan gizi yang bisa
menyebabkan terjadinya penurunan berat badan dan menurunnya
daya tahan tubuh sehingga proses penyembuhan akan lama.
4) Sistem Muskuloskeletal
Kekurangan kadar natrium dan kalium plasma pada anak
yang diare dapat menyebabkan nyeri otot, kelemahan otot, kram
dan detak jantung sangat lambat.
5) Sistem Sirkulasi
Akibat dari diare dapat terjadi gangguan pada sistem
sirkulasi darah menyebabkan nadi melemah, tekanan darah
rendah, kulit pucat, akral dingin yang mengakibatkan terjadinya
syok hipovolemik.
6) Sistem Otak
Syok hipovolemik dapat menyebabkan aliran darah dan
oksigen keotak berkurang. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya
penurunan kesadaran dan bila tidak segera ditolong dapat
mengakibatkan kematian.
7) Sistem Eliminasi
Warna tinja anak yang mengalami diare makin lama
berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan

5
daerah sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja yang
makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang
berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama
diare.
4. Penyebab
a. Etiologi
Ngastiyah (2014), mengatakan diare dapat disebabkan oleh
berbagai infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Diare
sebenarnya merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem
gastrointestinal atau penyakit lain di luar saluran pencernaan. Tetapi
sekarang lebihdikenal dengan “penyakit diare”, karena dengan
sebutan penyakit diareakan mempercepat tindakan
penanggulangannya. Penyakit diare terutama pada bayi perlu
mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana
bisa terlambat.
Faktor penyebab diare, antara lain :
1) Faktor Infeksi
a) Infeksi enteral;
Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral
sebagai berikut :
(1) Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
(2) Infeksi virus: Enterovirus (virusECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis) Adeno-virus, Rotavirus, Astrovirus, dan
lain - lain.
(3) Infeksi parasite : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,
Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica,
Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida
albicans).
b) Infeksi parenteral

6
Ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitis
media akut (OMA), tonsilitis / tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan
initerutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2
tahun.
2) Faktor malabsorbsi
a) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa,
maltosa dan sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting
dan tersering (intoleransi laktosa).
b) Malabsorbsi lemak.
c) Malabsorbsi protein.
3) Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap
makanan.
4) Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat
terjadi pada anak yang lebih besar). Selain kuman, ada beberapa
perilaku yang dapat meningkatan resikoterjadinya diare, yaitu :
a) Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 - 6 bulan
pertama dari kehidupan.
b) Menggunakan botol susu.
c) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
d) Air minum tercemar dengan bakteri tinja.
e) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja, atau sebelum menjamah makanan.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Anak yang mengalami diare akibat infeksi
bakteri mengalami kramperut, muntah, demam, mual, dan diare cair akut.
Diare karena infeksi bakteri invasif akan mengalami demam tinggi, nyeri
kepala, kejangkejang, mencret berdarah dan berlendir (Wijoyo, 2013).
Ngastiyah (2014), mengatakan anak yang mengalami diare mula-mula
akan cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang.

7
BAB cair, mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja makin
lamaberubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan
daerah sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja makin lam
makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari
laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit. Jika anak telah banyak
kehilangan cairan dan elektrolit, serta mengalami gangguan asam
basadapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia,
hipovolemia. Gejala dari dehidrasi yang tampak yaitu berat badan turun,
turgor kulit kembali sangat lambat, mata dan ubun-ubun besa rmenjadi
cekung, mukosa bibir kering.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bilatidak
diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisit splasma dapat
berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau
dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinyabisa tanpa dehidrasi,
dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat (Juffrie, 2010).
Untuk mengetahui keadaan dehidrasi dapat dilakukan penilaian sebagai
berikut:
TABEL 2.1
Penilaian Derajat Dehidrasi

Penilaian Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Berat


Dehidrasi Ringan/Sedang

1. Lihat:
Keadaan Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai atau
Umum tidak sadar
Normal Cekung Sangat cekung dan

8
Mata kering
Ada Tidak ada Tidak ada
Air mata Basah Kering Sangat kering
Mulut dan lidah Minum biasa Haus, ingin Malas minum atau
Rasa haus tidak haus minum banyak tidak bisa minum

2. Periksa: Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat


Turgor kulit Lambat
3. Hasil Tanpa dehidrasi Dehidrasi
Pemeriksaan ringan/ sedang, Dehidrasi berat,
Rencana terapi kriteria kriteria bila ada 1
4. Terapi A Bila ada 1 tanda tanda*
ditambah 1 atau Ditambah 1 atau lebih
lebih tanda lain tanda lain Rencana
Rencana terapi terapi C
B

Sumber: Depkes, Buku Ajar Diare dalam Nursalam (2008).

6. Komplikasi
Menurut Suharyono dalam Nursalam (2008), komplikasi yang
dapat terjadi dari diare akut maupun kronis, yaitu:
a. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) Kondisi ini dapat
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis
metabolik), karena :
1) Kehilangan narium bicarbonat bersama tinja.
2) Adanya ketosis kelaparan dan metabolisme lemak yang tidak
sempurna, sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh.
3) Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan.
4) Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguri dan anuria).

9
5) Pemindahan ion natrium dan cairan ekstraseluler ke dalam cairan
intraseluler. Secara klinis, bila pH turun oleh karena akumulasi
beberapa asam nonvolatil, maka akan terjadi hiperventilasi yang
akan menurunkan pCO2 menyebabkan pernafasan bersifat cepat,
teratur, dan dalam (pernapasan kusmaul) (Suharyon, 2008).
b. Hipoglikemia
Hypoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang
menderita diare dan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya
sudah menderita kekurangan kalori protein (KKP), karena :
1) Penyimpanan persediaan glycogen dalam hati terganggu.
2) Adanya gangguan absorpsi glukosa, walaupun jarang terjadi
gejala hypoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah
menurun sampai 40% pada bayi dan 50% pada anak-anak. Hal
tersebut dapat berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor,
berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.
c. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan
gizisehingga terjadi penurunan berat badan. Hal ini disebabkan
karena:
1) Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntahnya akan bertambah hebat, sehingga orang tua hanya
sering memberikan air teh saja.
2) Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran
dalam waktu yang terlalu lama.
3) Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan
diabsorpsidengan baik karena adanya hiperperistaltik.
d. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka
dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau syok
hipovolemik. Akibat perfusi jaringan berkurang dan terjadinya
hipoksia, asidosis bertambah berat sehingga dapat mengakibatkan

10
perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun, dan bila tidak segera
ditolong maka penderita dapat meninggal.
e. Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan
yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na
<130 mol/L). Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan
Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema.
Oralitaman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anaka dengan
hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan
dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer Laktat atau
Normal Saline (Juffrie, 2010).
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan.
Empat hal penting yang perlu diperhatikan.
a) Jenis cairan
 Oral : pedialyte atau oralit, Ricelyte
 Parenteral : NaCl, Isotonic, infus
b) Jumlah cairan
Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang
dikeluarkan.
c) Jalan masuk atau cara pemberian
 Cairan per oral, pada pasien dengan dehidrasi ringan dan
sedang cairan diberikan per oral berupa cairan yang
berisikan NaCl dan NaHCO3, KCL dan glukosa.
 Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat
(RL) selalu tersedia difasilitas kesehatan dimana saja.
Mengenai seberapa banyak cairan yang diberikan
tergantung dari berat ringannya dehidrasi, yang
diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan
umur dan berat badannya.

11
d) Jadwal pemberian cairan
Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan penilaian
kembali status hidrasi untuk menghitung kebutuhan cairan.
 Identifikasi penyebab diare
 Terpai sistematik seperti pemberian obat anti diare, obat
anti mortilitas dan sekresi usus, antiemetik.
2) Pengobatan dietetic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat
badan kurang dari 7 kg jenis makanan :
a) Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa
rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron
atau sejenis lainnya).
b) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat
(nasitim), bila anak tidak mau minum susu karena dirumah
tidak biasa.
c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang
ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa atau
asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh (Ngastiyah,
2014).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Bila dehidrasi masih ringan
Berikan minum sebanyak-banyaknya 1 gelas setiap kali
setelah pasien defekasi. Cairan harus mengandung eletrolit, seperti
oralit. Bila tidak ada oralit dapat diberikan larutan gula
garamdenan 1gelas air matang yang agak dingindilarutkan dalam 1
sendok tehgula pasir dan 1 jumput garam dapur. Jika anak terus
muntah atau tidak mau minum sama sekali perlu diberikan melalui
sonde. Bila pemberian cairan per oral tidak dapat dilakukan,
dipasang infus dengan cairan Ringer Laktat (RL) atau cairan lain
(atas persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan adalah

12
apakah tetesan berjalan lancar terutama pada jam-jam pertama
karena diperlukan untuk segera mengatasi dehidrasi.
2) Pada dehidrasi berat
Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat. Untuk
mengetahui kebutuhan sesuai dengan yang diperhitungkan, jumlah
cairan yang masuk tubuh dapat dihitung dengan cara:
 Jumlah tetesan per menit dikalikan 60, dibagi 15/20 (sesuai
set infus yang dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol
infus waktu memantaunya.
 Perhatikan tanda vital : denyut nadi, pernapasan, suhu.
 Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih
sering, encer atau sudah berubah konsistensinya.
 Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk
mencegah bibir dan selaput lendir mulut kering.
 Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien
diberimakan lunak atau secara realimentasi.

Penanganan diare lainnya yaitu dengan rencana terapi A,


B dan C sebagai berikut :
1) Rencana terapi A
Penanganan diare dirumah, dengan menjelaskan pada ibu
tentang 4 aturan perawatan di rumah:
a) Beri cairan tambahan
(1) Jelaskan pada ibu, untuk:
(a) Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap
kali pemberian.
(b) Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan
oralit atau air matang sebagai tambahan.
(c) Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif,
berikan 1 atau lebih cairan berikut ini: oralit,

13
cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air
matang.

Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:


(a) Anak telah diobati dengan Rencana Terapi B
atau C dalam kunjungan ini.
(b) Anak tidak dapat kembali ke klinik jika
diarenya bertambah parah.
(2) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit.
Beri ibu 6 bungkus oralit (200 ml) untuk digunakan
dirumah. Tunjukkan kepada ibu berapa banyak oralit
atau cairan lain yang harus diberikan setiap kali anak
BAB:
(a) Sampai umur 1 tahun: 50 sampai 100 ml setiap
kali berak.
(b) Umur 1 sampai 5 tahun: 100 sampai 200 ml setiap
kali berak.
Katakan kepada ibu:
(a) Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari
mangkuk/ cangkir/ gelas.
(b) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian
lanjutkan lagi dengan lebih lambat.
(c) Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai
diare berhenti.
(d) Beri tablet Zinc selama 10 hari
(e) Lanjutkan pemberian makan
(f) Kapan harus kembali untuk konseling bagi ibu.
2) Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi ringan/ sedang dengan oralit. Berikan
oralit diklinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.

14
TABEL 2.2
Pemberian Oralit

Umur ≤ 4 bulan 4 - <12 1 - <2 2 - <5 tahun


bulan tahun

Berat < 6 kg 6 - <10 kg 10 - <12 kg 12-19kg


Jumlah 200 – 400 400-700 700-900 900-1400

Sumber: MTBS, 2011.


a) Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama
(1) Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih
banyak dari pedoman di atas.
(2) Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak
menyusu, berikan juga 100-200 ml air matang
selama periode ini.
b) Tunjukkan cara memberikan larutan oralit
(1) Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari
cangkir/gelas
(2) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian
berikan lagilebih lambat.
(3) Lanjutkan ASI selama anak mau.
c) Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut
(1) Umur <6 bulan : 10 mg/ hari
(2) Umur ≥6 bulan : 20 mg/hari
d) Setelah 3 jam
(1) Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat
dehidrasinya.
(2) Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan
pengobatan.
(3) Mulailah memberi makan anak.
e) Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai

15
(1) Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah
(2) Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus
diberikan dirumah untuk menyelesaikan 3 jam
pengobatan.
(3) Beri oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan
menambahkan 6 bungkus lagi
(4) Jelaskan 4 aturan perawatan diare dirumah (lihat
rencana terapi A).
3) Rencana terapi C
Penanganan dehidrasi berat dengan cepat, yaiu dengan:
a) Memberikan cairan intravena secepatnya.
Jika anak bisa minum, beri oralit melalui mulut sementara
infus dipersiapkan. Beri 100 ml/kg cairan Ringer Laktat
(atau jika tak tersedia, gunakan cairan Nacl yang dibagi
sebagai berikut:

TABEL 2.3
Pemberian Cairan

Umur Pemberian Pemberian Pemberian Berikut


Pertama 30 70 ml/kg Selama
ml/kg Selama

Bayi 1 jam* 5 jam


(dibawah umur 12 bulan)
Anak 30 menit* 2 jam
(12 bulan sampai 5
tahun)

Sumber: MTBS, 2011.

16
b) Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika nadi belum
teraba, beri tetesan lebih cepat.
c) Beri oralit (kira-kira 5 ml/ kg/ jam) segera setelah anak
mau minum: biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2
jam (anak) danberi juga tablet Zinc.
d) Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3
jam. Klasifikasikan dehidrasi dan pilih rencana terapi
yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
e) Rujuk segera untuk pengobatan intravena, jika tidak ada
fasilitas untuk pemberian cairan intravena terdekat (dalam
30 menit).
f) Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan
tunjukkan cara meminumkan pada anaknya sedikit demi
sedikit selama dalam perjalan menuju klinik.
g) Jika perawat sudah terlatih menggunakan pipa orogastrik
untuk rehidrasi, mulailah melakukan rehidrasi dengan
oralit melalui pipa nasogastrik atau mulut: beri 20
ml/kg/jam selama 6 jam(total 120 ml/kg).
h) Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:
(1) Jika anak muntah terus atau perut makin kembung,
beri beri cairan lebih lambat.
(2) Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik,
rujukanak untuk pengobatan intravena.
i) Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan
dehidrasi. Kemudian tentukan rencana terapi yang sesuai
(A, B, atau C) untuk melanjutkan pengobatan.
4) Pemberian tablet Zinc untuk semua penderita diare
a) Pastikan semua anak yang menderita diare mendapatkan
tablet Zinc sesuai dosis dan waktu yang telah ditentukan.
b) Dosis tablet Zinc (1 tablet = 20 mg). Berikan dosis
tunggal selama10 hari:

17
(1) Umur < 6 bulan : tablet
(2) Umur ≥ 6 bulan : 1 tablet
c) Cara pemberian tablet Zinc
(1) Larutkan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam
sendok the (tablet akan larut 30 detik), segera berikan
kepada anak.
(2) Apabila anak muntah sekitar setenagh jam setelah
pemberian tablet Zinc, ulangi pemberian dengan cara
memberikan potongan lebih kecil dilarutkan
beberapa kali hingga satu dosis penuh.
(3) Ingatkan ibu untuk memberikan tablet Zinc setiap
hari selama 10 hari penuh, meskipun diare sudah
berhent, karena Zinc selain memberi pengobatan juga
dapat memberikan perlindungan terhadap diare
selama 2-3 bulan ke depan.
(4) Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan
cairan infus, tetap berikan tablet Zinc segera setelah
anak bisa minum atau makan.
5) Pemberian Prebiotik Pada Penderita Diare
Prebiotik merupakan mikro organisme hidup yang
diberikan sebagai suplemen makanan yang memberikan
pengaruh menguntungkan pada penderita dengan
memperbaiki keseimbangan mikro organisme usus, akan
terjadi peningkatan kolonisasi bakteri prebiotik di dalam
lumen saluran cerna. Probiotik dapat meningkatkan produksi
musin mukosausus sehingga meningkatkan respons imun
alami (innate immunity). Probiotik menghasilkan ion
hidorgen yang akan menurunkan pH ususdengan
memproduksi asam laktat sehingga menghambat pertumbuhan
bakteri patogen.

18
Probiotik saat ini banyak digunakan sebagai salah satu
terapi suportif diare akut. Hal ini berdasarkan peranannya
dalam menjaga keseimbangan flora usus normal yang
mendasari terjadinya diare. Probiotik aman dan efektif dalam
mencegah dan mengobati diare akut pada anak (Yonata,
2016).
6) Kebutuhan nutrisi
Pasien yang menderita diare biasanya juga menderita
anoreksia sehingga masukan nutrisinya menjadi kurang.
Kekurangan kebutuhan nutrisi akan bertambah jika, pasien
juga mengalami muntah-muntah atau diare lama, keadaan ini
menyebabkan makin menurunnya daya tahan tubuh sehingga
penyembuhan tidak lekastercapai, bahkan dapat timbul
komplikasi.
Pada pasien yang menderita malabsorbsi pemberian
jenis makananyang menyebabkan malabsorbsi harus
dihindarkan. Pemberian makanan harus mempertimbangkan
umur, berat badan dan kemampuan anak menerimanya. Pada
umumnya anak umur 1 tahunsudah bisa makan makanan
biasa, dianjurkan makan bubur tanpasayuran pada hari masih
diare dan minum teh. Hari esoknya jikadefekasinya telah
membaik boleh diberi wortel, daging yang tidakberlemak
(Ngastiyah, 2014).
8. Asuhan Keperawatan Pada Bayi atau Anak dengan Gangguan Sistem
Pencernaan ; Diare
a. Identitas Klien
1) Biodata
a) Nama / Nama Panggilan : An. F 2.
b) Tempat Tanggal Lahir / Usia : 2 Tahun 10 bulan.
c) Jenis Kelamin : Laki – laki
d) Agama : Islam

19
e) Pendidikan : -
f) Alamat : Kelurahan Lalolae.
g) Tanggal Masuk : 4 Juli 2018
h) Tanggal Pengkajian : 5 Juli2018
i) Diagnosa Medis : GEA
2) Identitas Orang Tua
a) Ayah
(1) Nama : Tn. S
(2) Usia : 37 Tahun
(3) Pendidikan : SMP
(4) Pekerjaan / Sumber Penghasilan : Wiraswasta
(5) Agama : Islam
(6) Alamat : Kelurahan Lalolae.
b) Ibu
(1) Nama : Ny. M
(2) Usia : 23 Tahun
(3) Pendidikan : SMA
(4) Pekerjaan / Sumber Penghasilan : Ibu Rumah Tangga
(5) Agama : Islam
(6) Alamat : Kelurahan Lalolae.
3) Identitas Saudara Kandung
Klien tidak mempunyai saudara
b. Pengkajian
1) Keluhan Utama : BAB ± 3× sehari Encer
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan
Sekarang Klien dibawah ke puskesmas dengan keluhan BAB
encer yang dialami sejak 5 hari yang lalu sebelum masuk
puskesmas, utamanya setelah menetek, muntah 2 kali dengan
sejak 5 hari sebelum masuk puskesmas hilang timbul. Pasien

20
rewel (+ masih kuat netek (+), riwayat batuk pilek (- ) riwayat
minum susu formula (-).
b) Riwayat Kesehatan Lalu
( Khusus untuk anak usia 0 - 5 tahun )
(1) Prenatal Care
(a) Pemeriksaan kehamilan
An. F merupakan anak ke - 1 ( pertama ) selama hamil
ibu klien melakukan pemeriksaan rutin ke bidan
kurang lebih 6× ( kali ).
(b) Keluhan selama hamil
Ibu mengatakan selama hamil tidak pernah sakit, obat
yang diminum ibu selama hamil yaitu tablet penambah
darah dari bidan.
(2) Natal
(a) Tempat melahirkan
Ibu mengatakan melahirkan di RSUD Kab. Kolaka
(b) Lama dan jenis persalinan
Ibu mengatakan persalinannya lama. Sehingga
dilakukan dengan cara operasi ceacar.
(c) Penolong persalinan
Ibu mengatakan persalinannya ditolong oleh dokter.
(d) Cara untuk memudahkan persalinan
Dengan cara ceacar.
(3) Post Natal
(a) Kondisi bayi
BB lahir : 2700 gram\ PB lahir : 49 cm.
(b) Penyakit saat lahir
Ibu mengatakan pada saat lahir An. F tidak mempunyai
penyakit.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga

21
Keluarga An. F tidak ada yang mengalami penyakit yang
menular seperti TB dan Hipertensi.
d) Riwayat Nutrisi
(a) Pemberian ASI
Pertama kali disusui : An. F pertama kali disusui umur 2
minggu
Cara pemberian : Menyusui
Lama pemberian : Saat ini An. F masih disusui oleh
ibunya.
(b) Pemberian Susu Formula
Ibu mengatakan anaknya tidak diberikan susu formula.
(c) Pola Perubahan Nutrisi Setiap Tahapan Usia Sampai
Nutrisi Saat Ini
Usia 0 - 4 bulan, jenis nutrisi ASI, lama pemberian sampai
usia 6 bulan.
Usia 4 - 12 bulan, jenis nutrisi bubur saring + telur, lama
pemberian sampai usia saat ini.
e) Aktivitas sehari hari

Tabel 2. 4
Kebutuhan Nutrisi pada Anak ''F'' dengan Diare

No. Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit


1. Selera makan Selera makan sangat baik Selera makan tidak ada/
menurun
2. Menu makan Bubur Makanan hanya ASI
3. Frekwensi Makanan 3x sehari dengan An. F tidak mau makan
makan 1 porsi bubur dihabiskan
4. Cara makan An. F disuap oleh ibunya Tidak mau makan

Elektrolit pada Anak ''F'' dengan Diare

22
No. Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Jenis minuman ASI + air putih ASI + air putih
2. Frekwensi minum An. F minum kurang lebih An. F minum ASI
7 - 12 kali sehari ± 7 -9 kali perhari

Tabel 3. 1
Kebutuhan Eliminasi (BAB dan BAK) pada Anak ''F'' dengan Diare

No. Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit


BAB
1. Tempat pembuangan Dipampers Dipampers
2. Frekwensi (waktu) 1x sehari 3x sehari
3. Konsintensi Padat, lembek Cair + ampas
4. Kesulitan Tidak ada kesulitan -
5. Obat pencegah Tidak ada Tidak ada
BAK
6. Frekwensi 3x atau 4x sehari ˃ 3x sehari
7. Volume
8. Warna atau kejernihan Jernih kekuningan Kuning pekat
(warna teh pekat).

3) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum Klien
(1) KU lemah
(2) Kesadaran compos mentis
b) Tanda-Tanda Vital
(1) Suhu : 37˚C
(2) Nadi : 138 x/ menit
(3) Respirasi : 30 x/ menit
c) Sistem Pernapasan

23
(1) Hidung : Bersih tidak ada peradangan pada poli
(2) Kelenjar pada leher : Tidak ada pembengkakan pada
kelenjar dileher
(3) Dada :
(a) Bentuk dada : Bentuk dada simetris
(b) Gerakan dada : Simetris antara kiri dan kanan
(c) Suara napas : Vesikuler
(d) clubbing finger : Normal
d) Sistem Cardio Vaskuler
(1) Conjungtiva : Pink
(2) Suara jantung S1, S2 : Normal (LUB, DUK)
(3) Capitarry refilling time : ≤ 3 detik
e) Sistem Pencernaan
(1) Sklera : Tidak ada icterus
(2) Kemampuan menelan : Tidak ada masalah
(3) Abdomen : Tidak ada pembesaran pada abdomen
(4) Anus : Tampak kemerahan darah anus
f) Sistem Indra
(1) Mata :
(a) Kelopak mata : Bersih tidak anemis pada
kunjuingtiva
(2) Hidung
(a) Penciuman : Tidak ada masalah pada penciuman
(3) Telinga
(a) Keadaan daun telinga : Bersih tidak ada kelainan
(b) Fungsi pendengaran : Baik tidak terdapat kuman
pada lubang telinga
g) Sistem Saraf
(1) Fungsi cesebral
(a) Status mental : Baik tidak ada gangguan
(b) Kesadaran: Compos mentis

24
(2) Fungsi cranial
(a) Nervus I sampai Nervus XII : Tidak ada kelainan yang
di temukan pada sistem persyarafa.
(3) Fungsi motoric
An. F tidak mengalami kelemahan otak, kekuatan otot
ekstremitas atas dan bawah.
(4) Fungsi sensori
An. F merasakan semula rangsangan yang diberikan.
h) Sistem muskulo skeletal
(1) Kepala : Tidak ada kelainan
(2) Vertebra : Tidak ada kelainan
(3) Pelvis : Tidak ada kelainan
(4) Lutut : Tidak ada kelainan
(5) Kaki : Kedua kaki normal
(6) Tangan: Kedua tangan normal
i) Sistem Integumen
(1) Rambut: Pendek
(2) Kulit : Bersih
(3) Kuku : Pendek
j) Sistem Endokrin
Kelenjar thyroid : Tidak ada pembengkakan pada kelenjar
thyroid
k) Sistem Perkemihan
Tidak ada gangguan dalam sistem perkemihan.
l) Sistem Reproduksi
Vagina Bersih dan tidak ada kelainan.
m) Sistem Imun
Riwayat alergi : Tidak ada riwayat elergi.
c. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan keseimbanagan volume cairan b/d kehilangan cairan
aktif ditandai dengan

25
Data Subyektif :
a) Ibu klien mengatakan anaknya BAB cair sejak 5 hari yang lalu
b) Ibu klien mengatakan anaknya BAB encer ± 3x sehari
c) Ibu klien mengatakan anaknya lemas.
Data Obyektif :
a) Nampak BAB encer ± 3x
b) Mukosa bibir kering
c) Turgor kulit kering
d) Tanda-tanda vital :
 Nadi : 138 ×/ menit
 Pernapasan : 30 ×/ menit
 suhu badan : 37oc
e) IV RL 18 TPM.
2) Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d proses infeksi, inflamasi diusus
ditandai dengan :
Data subyektif :
a) Ibu klien mengatakan anaknya BAB cair sejak 5 hari yang
lalu
b) Ibu klien mengatakan BAB encer ± 3 × sehari
Data obyektif
a) Nampak BAB encer ± 3×
b) Peristaltik usus 24 ×/ menit
c) Anak nampak rewel.
3) Gangguan integritas pada kulit b/d ekskresi/BAB sering ditandai
dengan
Data Subyektif :
Ibu klien mengatakan kemerahan daerah pantat
Data Obyektif :
Tampak kemerahan daerah anus.
d. Perencanaan keperawatan

26
Nama Pasien : An. AF

Ruang Rawat : Melati.

No. Register : 03 74 58

Diagnosa Tujuan Intervensi


No. Rasional
Keperawatan (SMART) (NIC)
Gangguan keseimban- Setelah dilaku NIC : 1. Pembua tan
1
gan volume cairan b/d akan tindakan Fluid status hidrasi,
kehilangan cairan keperawatan 2 management membran
aktif ditandai × 24 Jam : 1. Monitor mukosa turgo
dengan : - Fluid balance status Hydrasi kulit mengga-
Data Subyektif - Hydration (kelemahan barkan berat
- Ibu klien mengata - Nutritional membran ringannya
kan anaknya BAB status food mukosa, nadi kekuran- gan
cair sejak 5 hari and Fluid adekuat. cairan
yang lalu Kriterial Hasil : tekanan darah 2. Perubahan
- Ibu klien mengata - Tekanan ortos taltik) tanda vital
kan anaknya BAB darah, nadi, jika diperlu dapat
encer ± 3 × sehari suhu tubuh kan menggam
- Ibu klien mengata dalam batas 2. Monitor vital barkan
kan anaknya lemas. normal Sign keadaan
Data Obyektif - Tidak ada 3. Monitor umum klien
3. Memberi-
- Nampak BAB encer tanda-tanda masukkan
kan pedoman
± 3× dehidrasi, makanan/
untuk
- Mukosa bibir kering elastisitas Cairan
menganti
- Turgor kulit kering turgo kulit 4. Dorong
cairan
- Tanda-tanda vital baik memb ran masukkan oral
4. Keluarga
a. Nadi : 138 ×/ mukosa 5. Kolaborasi
pemberian cairan sebagai pendo-
menit lembab tidak
IV.
rong pemenu-
Pernapasan : 30 ada rasa
×/menit han kebutu- han
haus yang

27
berlebihan. cairan
c. suhu badan : 37oc
klien
- IV terpasang RL 18
5. Pember- ian
TPM.
cairan IV
untuk meme-
nuhi keb-

2 utuhan cairan.
Gangguan rasa nyama
(nyeri) b/d proses
1. Untuk
infeksi Inflamasi dius- Setelah dilaku- Diare manage-
mengobati diare/
us ditandai dengan : kan tindakan ment :
membantu dalam
Data Subyektif keperawatan 3 × 1. Ajarkan
prose peny-
- Ibu klien mengat- 24 Jam, Noc : pasien untuk
embuhan
akan anaknya BAB - Bowel mengguna-
2. Agar dapat
cair sejak 5 hari yang elimination kan obat anti
menge- tahui
lalu - Fluid balance diare
perkemba ngan
- Ibu klien mengat- - Hydration 2. Instruksikan
akan anaknya pasien
kriterial Hasil : keluarga untuk
3. Untuk
BAB encer ± 3 × - Fese mencatat mengetahui
sehari Data Berbentuk
warna, jumlah, pemasuk kan
Obyektif BAB sehari
frekwensi dan pasien
- Nampak BAB encer sekali 3×
konsistensi dari 4. Untuk
± 3× - Menjaga
Feses mengkaji
- Peristaltik usus 24 ×/ daerah sekitar
3. Evaluasi beratnya diare
Menit Rectal dari
intake makanan 5. Pembe- rian
- Skala nyeri iritasi
yang masuk obat dapat
P : Sebelum dan - Tidak
4. Observasi menurun kan/
sesudah BAB mengalami
turgor kulit menghen tikan
Q : Nyeri seperti diare
secara rutin diare.
teremas - Menjelaskan
5. Kolaborasi
R : Pada regio penyebab diare
dengan dokter
epigastrium dan rasional

28
S : Skala nyeri 4 tindakan pemberian
T : Sering - Mempertahan medikasi.
- Anak nampak rewel. kan turgor kulit.

Gangguan integritas
Setelah dilaku-
3 Kulit b/d eksresi/BAB
kan tindakan 1. Meng-
Sering ditandai NIC :
keperawatan hindari
dengan Pressure manag
1 × 24 jam kerusakan kulit
Data Subyektif ement
- Tissue 2. Melind-
- Ibu klien mengata- 1. Anjurkan
integrity : ungikulit agar
kan kemerahan pasiaen untuk
Skinand tidak lecet dan
daerah pantat mengguna-
mucous iritasi
Data Obyektif kan
Anak tampak membranes 3. Mencegah
rewel. pakaian yang
Hemodyalisis terjadinya iritasi
akses longgar
yang merusak
Kriterial hasil : 2. Jaga kebersi-
kulit
- Integritas kulit han kulit agar
4. Mengo-
yang baik bisa tetap bersih
ptimalkan
dipertahankan dan kering
Fungsi
(sensasi, elastis 3. Monitor kulit
perlin-
-itas, akan adanya
dungan
temperatur, Kemerahan
hidrasi, 4. Oleskan dan kelemba-
pigmentasi) lotion atau pan agar kulit
- Tidak ada minyak/baby oil tidak terlalu
luka/lesi pada kering.
pada kulit daerah yang
tertekan.
- Perfusi
jaringan baik

29
- Mampu
melindungi
kulit dan
mempertakan
kelembaban
kulit dan
perawatan
alami.

e. Implementasi
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana
asuhan keperawatan yang telah disusun atau ditentukan sebelumnya
berdasarkan rencana tindakan yang telah dibuat, dimana tindakan
yang dilakukan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi (Tarwoto
& Wartonah, 2003).
f. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan adalah kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan.

B. Aplikasi Keperawatan Pada Bayi atau Anak dengan Gangguan Gizi


1. Obesitas

2. Pengertian Obesitas
3. Obesitas atau
kegemukan
didefinisikan sebagai
30
kelebihan akumulasi
lemak
4. tubuh sedikitnya 20 %
dari berat rata-rata untuk
usia, jenis kelamin dan
tinggi badan.
5. Prognosis umum
untuk peningkatan dan
mempertahankan
penurunan berat badan
6. buruk.Namun
keinginan untuk pola
hidup lebih sehat dan
penurunan faktor resiko

31
7. sehubungan dengan
ancaman penyakit
terhadap hidup
memotivasi beberapa
orang
8. mengikuti diet dan
program penurunan
berat badan.
9. Obesitas adalah
kelebihan berat badan
sebagai akibat dari
penimbunan
10. lemak tubuh yang
berlebihan. Setiap orang

32
memerlukan sejumlah
lemak tubuh untuk
11. menyimpan energi,
sebagai penyekat
panas, penyerap
guncangan dan fungsi
12. lainnya. Rata-rata
wanita memiliki
lemak tubuh yang
lebih banyak
dibandingkan
13. pria[rujukan?].
Perbandingan yang
normal antara lemak

33
tubuh dengan berat
badan
14. adalah sekitar 25-30%
pada wanita dan 18-23%
pada pria. Wanita
dengan lemak
15. tubuh lebih dari
30% dan pria dengan
lemak tubuh lebih
dari 25% dianggap
16. mengalami obesitas.
a. Pengertian Obesitas
Obesitas atau kegemukan didefinisikan sebagai kelebihan
akumulasi lemaktubuh sedikitnya 20 % dari berat rata-rata untuk usia,
jenis kelamin dan tinggi badan. Prognosis umum untuk peningkatan
dan mempertahankan penurunan berat badan buruk. Namun keinginan
untuk pola hidup lebih sehat dan penurunan faktor resiko sehubungan
dengan ancaman penyakit terhadap hidup memotivasi beberapa orang
mengikuti diet dan program penurunan berat badan.

34
Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat
dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Setiap orang
memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk menyimpan energi,
sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi
lainnya. Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih
banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak
tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-
23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan
pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami
obesitas.
b. Penyebab
Obesitas terjadi ketika seseorang mengonsumsi makanan dan
minuman tinggi kalori tanpa melakukan aktivitas fisik untuk
membakar kalori berlebih tersebut. Kalori yang tidak digunakan itu
selanjutnya diubah menjadi lemak di dalam tubuh, sehingga membuat
seseorang mengalami pertambahan berat badan hingga akhirnya
obesitas. Faktor-faktor lain penyebab obesitas adalah:
1) Faktor keturunan atau genetik
2) Efek samping obat-obatan
3) Kehamilan
4) Kurang tidur
5) Pertambahan usia
6) Penyakit atau masalah medis tertentu
c. Klasifikasi
Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:
1) Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%
2) Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%
3) Obesitas berat : kelebihan berat badan >100% (Obesitas
berat ditemukan sebanyak 5% dari antara orang-orang yang
gemuk)

35
Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index, BMI) BMI Klasifikasi
1) < 18.5 berat badan di bawah normal
2) 18.5–24.9 Normal
3) 25.0–29.9 normal tinggi
4) 30.0–34.9 Obesitas tingkat1
5) 35.0–39.9 Obesitas tingkat 2
6) ≥ 40.0 Obesitas tingkat 3

BMI merupakan suatu pengukuran yang menghubungkan


(membandingkan)berat badan dengan tinggi badan.
Dengan Rumus:
Satuan Metrik menurut sistem satuan internasional : BMI =
kilogram / meter2 Rumus :BMI = b / t2
dimana adalah berat badan dalam satuan metrik kilogram dan t adalah
tinggi badan dalam meter.
d. Komplikasi
Seorang obesitas menghadapi risiko masalah kesehatan yang
berat, antara lain:
1) Hipertensi.
Penambahan jaringan lemak meningkatkan aliran darah.
Peningkatan kadar insulin berkaitan dengan retensi garam
dan air yang meningkatkanvolum darah. Laju jantung
meningkat dan kapasitas pembuluh darah mengangkut darah
berkurang. Semuanya dapat menungkatkan tekanandarah.
2) Diabetes.
Obesitas merupakan penyebab utama DM t2. Lemak
berlebih menyebabkan resistensi insulin, dan hiperglikemia
berpengaruh negatif terhadap kesehatan.
3) Penyakit jantung koroner dan Stroke
Penyakit-penyakit ini merupakan penyakit
kardiovaskular akibat aterosklerosis.

36
4) Osteoartritis.
Morbid obesity memperberat beban pada sendi-sendi.
5) Apnea tidur.
Obesitas menyebabkan saluran napas yang menyempit
yang selanjutnya menyebabkan henti napas sesaat sewaktu tidur
dan mendengkur berat
6) Asthma
Anak dengan BBL atau obes cenderung lebih banyak
mengalami serangan asma atau pembatasan keaktifan fisik.
7) Kanker
Banyak jenis kanker yang berkaitan dengan BBL
misalnya pada perempuan kanker payudara, uterus, serviks,
ovarium dan kandung empedu; pada lelaki kanker kolon, rektum
dan prostat.
e. Etiologi
Obesitas dapat di sebabkan oleh beberapa faktor antara lain ,
keturunan, pola makan, obat-obatan, psikososial ekonomi, aktivitas,
pola pikir dan konsentrasi intakemakanan.
f. Manifestasi klinis
Obesitas dapat terjadi pada semua golongan umur, akan tetapi
pada anak biasanya timbul menjelang remaja dan dalam masa remaja
terutama anak wanita, selain berat badan meningkat dengan pesat, juga
pertumbuhan dan perkembangan lebih cepat (ternyata jika periksa usia
tulangnya), sehingga pada akhirnya remaja yang cepat tumbuh dan
matang itu akan mempunyai tinggi badan yang relative rendah
dibandingkan dengan anak yang sebayanya. Bentuk tubuh, penampilan
dan raut muka penderita obesitas :
1) Paha tampak besar, terutama pada bagian proximal, tangan relatif
kecil dengan jari – jari yang berbentuk runcing
2) Kelainan emosi raut muka, hidung dan mulut relatif tampak kecil
dengan dagu yang berbentuk ganda.

37
3) Dada dan payudara membesar, bentuk payudara mirip dengan
payudara yang telah tumbuh pada anak pria keadaan demikian
menimbulkan perasaan yang kurang menyenangkan.
4) Abdomen, membuncit dan menggantung serupa dengan bentuk
bandul lonceng, kadang – kadang terdapat strie putih atau ungu.
5) Lengan atas membesar, pada pembesaran lengan atas ditemukan
biasanya pada biseb dan trisebnya.
g. Patofisiologi
Makanan yang adekuat, yang di sertai dengan ketidak
seimbangan antara intake dan out put yang keluar – masuk dalam
tubuh akan menyebabkan akumulasi timbunan lemak pada jaringan
adiposa khususnya jaringan subkutan.
Apabila hal ini terjadi akan timbul berbagai masalah, diantaranya
timbunan lemak pada area abdomen yang menyebabkan tekanan pada
otot-otot diagfragma meningkat sehingga menggagu jalan nafas,
BB yang berlebihan menyebabkan aktifitas yang terganggu
sehingga mobilitas gerak terbatasi dan timbul perasaan tidak
nyaman, obat-obatan golongan steroid yang memicu nafsu
makan tidak terkontrol mengakibatkan perubahan nutrisi yang
berlebih, dan krisis kepercayaan diri karena timbunan lemak pada
tubuh telah mengubah bentuk badannya.
h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Obesitas dianjurkan agar melalui banyak
cara secara bersama-sama. Terdapat banyak pilihan antara lain:
1) Gaya hidup
Perubahan perilaku dan pengaturan makan. Prinsipnya
mengurangi asupan kalori dan meningkatkan keaktifan fisik,
dikombinasikan dengan perubahan perilaku. Kata pepatah Cina
kuno “makan malam sedikit akan membuat Anda hidup sampai
sembilan puluh sembilan tahun”. Pertama usahakan
mencapai dan mempertahankan BB yang sehat.

38
2) Obat-obat anti obesitas
Ada obat yang mempunyai kerja anoreksian
(meningkatkan satiation, menurunkan selera makan, atau
satiety, meningkatkan rasa kenyang, atau keduanya),
contohnya Phentermin. Obat ini hanya dibolehkan untuk
jangka pendek. Orlistat menghambat enzim lipase usus sehingga
menurunkan pencernaan lemak makanan dan meningkatkan
ekskresi lemak dalam tinja dengan sedikit kalori yang diserap.
3) Balon Intragastrik
Balon Intragastrik adalah kantung poliuretan lunak yang
dipasang ke dalam lambung untuk mengurangi ruang yang tersedia
untuk makanan.
4) Pintasan Usus
Pintasan usus meliputi penurunan berat badan dengan
cara malabsorbsi. Tindakan ini kadang-kadang dilakukan
dengan diversi biliopankreatik, yang memerlukan reseksi
parsial lambung dan eksisi kandung empedu dengan
transeksijejunum .jejunum proksimal dianastomosiskan
(dihubungkan melalui pembedahan) ke ilium distal, dan jejunum
distal dianastomosiskan ke bagian sisa dari lambung
i. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan metabolik atau endorin
Dapat menyatakan ketidaknormalan misalnya hipotiroidisme,
hipogonadisme, peningkatan pada insulin, hiperglikemi. Dapat
juga menyebabkan gangguan neuro endokrin dalam hipotalamus
yang mengakibatkan berbagai gangguan kimia.
2) Pemeriksaan antropometrik
Dapat memperkirakan rasio lemak dan otot
j. Pengobatan Obesitas
Pilihan pengobatan terbaik untuk obesitas adalah dengan
melakukan perubahan gaya hidup, seperti:

39
1) Perubahan pola makan
Hal ini mencakup pelaksanaan diet konvensional seperti diet
rendah lemak, diet rendah karbohidrat, diet mid-level, atau diet
khusus untuk penderita penyakit tertentu (diabetes atau penyakit
jantung). Umumnya, penentuan diet yang sesuai dapat dilakukan
setelah pasien berkonsultasi dengan dokter spesialis gizi klinik.
2) Aktivitas fisik
Untuk pasien obesitas, aktivitas fisik yang paling sesuai
adalah aktivitas fisik aerobik. Lakukan sebanyak 5-7 kali per
minggu, dengan durasi 30-60 menit setiap harinya. Aktivitas fisik
aerobik dapat berupa jalan cepat, berlari, bersepeda, serta olahraga
kompetitif (sepak bola, bola basket, tenis, bulu tangkis, dan
sebagainya).
3) Perubahan perilaku
Perubahan perilaku merupakan salah satu hal yang penting
untuk diterapkan. Tidak hanya mencakup pengaturan jadwal
makan, tetapi juga pencegahan kebiasaan buruk terkait makan
seperti ngemil, makan sebelum tidur, dan sebagainya.
k. Asuhan Keperawatan Bayi/Anak Dengan Obesitas
1) Pengkajian
a) Identitas Pasien
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, alamat, dan nomor register.
b) Riwayat kesehatan
(1) Riwayat Kesehatan sekarang : keluhan pasien saat ini
(2) Riwayat Kesehatan masa lalu : kaji apakah ada
keluarga dari pasien yang pernah menderita obesitas.
(3) Riwayat kesehatan keluarga : kaji apakah ada ada
di antarakeluarga yang mengalami penyakitserupa
atau memicu

40
(4) Riwayat psikososial, spiritual : kaji kemampuan interaksi
sosial, ketaatan beribadah, kepercayaan
c) Pemerikasaan fisik
(1) Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda
vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat,
edema, dan kelainan bunyi jantung.
(2) Sistem respirasi : Untuk mengetahui ada tidaknya
gangguan kesulitan napas
(3) Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya
peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi
danpendarahan, mimisan
(4) Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan
kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
(5) Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada
tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada
tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
(6) Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada
tidaknya pembesaran kelenjar getah bening
d) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan metabolik / endokrin dapat menyatakan
tak normal, misal : hipotiroidisme, hipopituitarisme,
hipogonadisme, sindrom cushing (peningkatan kadar
insulin)
e) Pola fungsi kesehatan
(1) Aktivitas istirahat
Kelemahan dan cenderung mengantuk, ketidakmampuan /
kurang keinginan untuk beraktifitas.
(2) Sirkulasi
Pola hidup mempengaruhi pilihan makan, dengan
makan akandapat menghilangkan perasaan tidak senang :
frustasi

41
(3) Makanan / cairan
Mencerna makanan berlebihan
(4) Kenyamanan
Pasien obesitas akan merasakan ketidaknyamanan
berupa nyeri dalam menopang berat badan atau tulang
belakang
(5) Pernafasan
Pasien obesitas biasanya mengalami dipsnea
2) Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a) Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan intake makanan yang berlebih
b) Gangguan pencitraan diri yang berhubungan dengan biofisika
atau psikosial pandangan px tehadap diri
c) Hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan ungkapan
atau tampak tidak nyaman dalam situasi sosial
d) Pola napas tak efektif yang berhubungan dengan
penekanan diafragma
3) Perencanaan
Setelah pengumpulan data, megelompokkan dan menentukan
diagnosa keoerawatan yang mungkin muncul, maka tahapan
selanjutnya adalah menentukkan prioritas, tujuan dan rencana
tindakkan keperawatan.
a) Diagnosa 1
Perubahan nutrisi: lebih dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan intakemakanan yang berlebih.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi kembali normal
Kriteria hasil :
(1) Perubahan pola makan dan keterlibatan individu dalam
program latihan
(2) Menunjukan penurunan berat badan
Intervensi :

42
(1) Kaji penyebab kegemukan dan buat rencana makan dengan
pasien
(2) Timbang berat badan secara periodik
(3) Tentukan tingkat aktivitas dan rencana program latihan diet
(4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentujan keb
kalori dan nutrisi untuk penurunan berat badan
(5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
penekan nafsu makan (ex.dietilpropinion)
Rasional :
(1) Mengidentifikasi / mempengaruhi penentuan intervensi
(2) Memberikan informasi tentang keefektifan program
(3) Mendorong px untuk menyusun tujuan lebih nyata
dan sesuai dgrencana
(4) Kalori dan nurtisi terpenuhi secara normal
(5) Penurunan berat badan
b) Diagnosa 2
Gangguan pencitraan diri b.d biofisika atau psikosial
pandangan px tehadap diri
Tujuan : Menyatakan gambaran diri lebih nyata
Kriterian hasil :
(1) Menunjukkan beberapa penerimaan diri dari pandangan
idealisme
(2) Mengakui indiviu yang mempunyai tanggung jawab sendiri
Intervensi :
(1) Beri privasi kepada px selama perawatan
(2) Diskusikan dengan px tentang pandangan menjadi gemuk
dan apa artinya bagipx trsebut
(3) Waspadai mitos px / orang terdekat
(4) Tingkatkan komunikasi terbuka dengan px untuk
menghondari kritik
(5) Waspadai makan berlebih

43
(6) Kolaborasi dengan kelompok terapi
Rasional :
(1) Individu biasanya sensitif terhadap tubuhnya sendiri
(2) Pasien mengungkapkan beban psikologisnya
(3) Keyakinan tentang seperti apa tubuh yang ideal atau
motifasi dapat menjadi upaya penurunan berat badan
(4) Meningkatkan rasa kontrol dan meningkatkan rasa
ingin menyelesaikan masalahnya
(5) Pola makan terjaga
(6) Kelompok terapi dapat memberikan teman dan motifasi
c) Diagnosa 3
Hambatan interaksi sosial b.d ungkapan atau tampak tidak
nyaman dalam situasi sosial
Tujuan : Mengungkapkan kesadaran adanya perasaan yang
menyebabkan interaksi sosialyang buruk
Kriteria hasil : Menunjikan peningkatan perubahan positif
dalam perilaku sosial dan interpersonal
Intervensi :
(1) Kaji perilaku hubungan keluarga dan perilaku sosial
(2) Kaji penggunaan ketrampilan koping pasien
(3) Rujuk untuk terapi keluarga atau individu sesuai dengan
indikasi.
Rasional :
(1) Keluarga dapat membantu merubah perilaku sosial pasien
(2) Mekanisme koping yang baik dapat melindungi pasien dari
perasaan kesepian isolasi
(3) Pasien mendapat keuntungan dari keterlibatan orang
terdekat untuk memberi dukungan
4) Diagnosa 4
Pola napas tak efektif yang berhubungan dengan penekanan
diafragma

44
Tujuan : Mengembalikan pola napas normal
Kriteria hasil :
(1) Mempertahankan ventilasi yang adekuat
(2) Tidak mengalami sianosis atau tanda hipoksia lain
Intervensi :
(1) Awasi , auskultasi bunyi napas
(2) Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat
(3) Bantu lakukan napas dalam, batuk menekan insisi
(4) Ubah posisi secara periodik
(5) Berikan O2 tambahan / alat pernapasan lain
Rasional :
(1) Peranapasan mengorok/ pengaruh anastesi menurunkan
ventilasi, potensial atelektasis, hipoksia
(2) Mendorong pengembangan diafragma sehingga ekspansi
paru optimal, pasien lebih nyaman
(3) Ekspansi paru maksimal, pembersihan jalan napas, resiko
atelektasis minimal
(4) Memaksimalkan sediaan O2 untuk pertukaran dan penurunan
kerja napas

3. Marasmus
a. Pengertian
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang
terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama
terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak
bawah kulit dan otot (Dorland, 1998:649).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah
denganmakanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus
diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih
tanda defisiensi protein dan kalori. Gizi buruk adalah bentuk terparah
dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Status gizi balita

45
secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat
badan menurut umur maupun menurut panjang badannya
dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan
menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau
sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah
standar dikatakan gizi buruk Gizi buruk yang disertai dengan tanda -
tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor (Dorland, 2000).
b. Epidemiologi
Kurang Energi Protein paling sering ditemukan di negara - negara
sedang berkembang. Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering
berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan higiene yang
kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun dan serta
terjadinya krisis ekonomi. Penderita KEP banyak ditemukan
balita penderita KEP berjenis kelamin perempuan dari pada
laki – laki (60,20% : 39,80%). Sedangkan Agustina Lubis dkk (1997)
menemukan prevalensi laki - laki : perempuan adalah 1 : 4 ;
menurutnya hal ini disebabkan karena perbedaan nilai anak, anak laki -
laki dianggap lebih berharga dari pada anak perempuan sehingga anak
laki - laki akan mendapatkan perawatan kesehatan dan pemberian
makanan yang lebih baik. Dari segi golongan umur, balita penderita
KEP lebih banyak ditemukan pada usia 12 s/d 23 bulan, yaitu sebesar
50,00%. Balita pada usia ini, baru memasuki suatu tahapan baru dalam
proses tumbuh kembangnya. Di antaranya tahapan untuk mulai
beralih dari ketergantungan yang besar pada ASI atau susu
formula ke makanan semi adat. Sebagian balita mengalami masa ini
tanpa kesulitan, namun sebagian lagi menderita kesulitan makan yang
berat.
c. Etiologi
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat
terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak
tepat seperti yang hubungan dengan orangtua - anak terganggu,

46
karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital
(Nelson,1999).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering
dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi
makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga
dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan
bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan
metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada
saraf pusat (Dr. Solihin, 1990:116).
d. Tanda dan gejala
Menurut FKUI (1985 : 361), Ngastiyah (2005 : 259) dan Markum
(1991 : 166) tanda dan gejala dari marasmus adalah :
1) Anak cengeng, rewel, dan tidak bergairah.
2) Diare.
3) Mata besar dan dalam.
4) Wajah seperti orang tua.
5) Pertumbuhan dan perkembangan terganggu.
6) Terjadi atrofi otot.
7) Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput dan
turgor kulit menurun.
8) Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.
9) Nadi lambat dan metabolisme basal menurun.
10) Vena superfisialis tampak lebih jelas.
11) Tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol.
12) Anoreksia.
13) Sering bangun malam.
e. Patofisiologi
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh
akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet
(Arisman, 2004 : 92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh
selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi

47
kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk
mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal
yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan,
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh
sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan
karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi
kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa
jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi
karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah
menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat
mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai
sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun.
Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein
lagi seteah kira - kira kehilangan separuh dari tubuh
(Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002 : 11).
f. Komplikasi
Kompikasi yang dapat dialami oleh penderita gizi buruk sangatlah
bervariasi. Sistem organ yang terganggu akibat kurang gizi adalah
pencernaan, ginjal, jantung dan gangguan hormonal. Kematian
juga dapat terjadi jika derajat penyakitnya semakin berat dan
disertai komplikasi penyakit infeksi. Berikut komplikasi yang mungkin
terjadi :
1) Infeksi tuberculosis
2) Parasitosis, disentri
3) Malnutrisi kronik
4) Gangguan tumbuh kembang
5) Hipoglikemia
6) Hipotermia
7) Dehidrasi
8) Gangguan fungsi hati
9) Gangguan keseimbangan elektrolit

48
g. Pengobatan
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase
stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus
trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase
1) Tahap penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien
menerima makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi
energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini dapat
berlangsung singkat, adalah selama 1 - 2 minggu atau lebih lama,
bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan
mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg,
makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama
adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa
+2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur ditambahkan
makanan lumat danmakanan lembek. Bila ada, berikan ASI. Jika
berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti
makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai
dengan makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan
biasa, dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan
sehari.
b) Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
c) Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara
bertahap dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3 masing - masing
tahap selama 2 - 3 hari. Untuk meningkatkan energi
ditambahkan 5% glukosa.
d) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering adalah 8 - 10
kali sehari tiap 2 - 3 jam.
Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan
makanan lewar pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).
2) Tahap penyembuhan

49
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik,
secara berangsur, tiap 1 - 2 hari, pemberian makanan ditingkatkan
hingga konsumsi mencapai 150 - 200 kkal/kg berat badan sehari
dan 2 - 5 gram protein/kg berat badan sehari.
3) Tahap lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan
memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP.
Kepada orang tua hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan
gizi, khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan
makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya
belinya.
h. Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap penyakit marasmus dapat dilaksanakan
dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut
memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk
pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Tindakan pencegahan
bertujuan untuk mengurangi insidensi dan menurunkan angka
kematian. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang menjadi yang
menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut, maka untuk melakukan
pencegahan dapat melakukan beberapa langkah adalah sebagai berikut:
1) Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun yang
merupakan sumber energi yang paling baik untuk bayi.
2) Pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 3 tahun
keatas.
3) Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan
lingkungan dan kebersihan perorangan.
4) Pemberian imunisasi.
5) Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah
kehamilan terlalu kerap.
6) Penyuluhan atau pendidikan kesehatan gizi tentang pemberian
makanan yang adekuat merupakan usaha pencegahan jangka

50
panjang kepada ibu - ibu yang memiliki balita. Penyuluhan pada
masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan jumlah
karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral
berdasarkan umur dan berat badan).
7) Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita
di daerah yang endemis kurang gizi dengan cara penimbangan
berat badan tiap bulan.
8) Faktor ekonomi, dalam world food conference di Roma tahun
1974 telah dikemukakan bahwa meningkatnya jumlah
penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya
persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan
sebab utama krisis pangan, sedangkan kemiskinan
pendudukan merupakan akibat lanjutannya. Ditekankan pula
perlunya bahan makanan yang bergizi baik di samping
kuantitasnya.
i. Asuhan Keperawatan Bayi/Anak Dengan Marasmus
1) Pengkajian
a) Anamnesaa.
Identitas klien, meliputi:
(1) Nama klien: sesuai dengan nama pasien.
(2) Usia: klien marasmus biasanya berusia kurang dari 5 tahun
(balita)
(3) Jenis kelamin: terjadi pada jenis kelamin laki-laki maupun
perempuan
(4) Agama: bergantung pada pasien
(5) Pendidikan: anak biasanya belum sekolah, sedangkan
orangtua anakbiasanya berpendidikan rendah.
(6) Alamat: klien dengan marasmus biasanya bertempat tinggal
di daerahdengan pemukiman kumuh atau pemukiman padat
penduduk.
b) Identitas Orang tua (penanggung), meliputi:

51
(1) Nama orang tua: sesuai dengan nama bapak dan
ibu atau keluargapenanggung dari klien.
(2) Alamat orang tua: sama dengan anak3. Pendidikan orang
tua: biasanya orang tua klien berpendidikan rendah.
(3) Pekerjaaan orang tua: pekerjaan orangtua klien
dengan marasmusbiasanya adalah sebagai buruh atau
dengan status sosial ekonomi rendah.
c) Data subjektif
(1) Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sering mual dan
muntah.
(2) Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sering rewel
dan nangis teruspadahal sudah diberi makan.
(3) Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya semakin kurus
badannya.
(4) Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya juga sering diare.
d) Data Objektif
(1) Pasien tampak sangat kurus
(2) Rambut pasien tampak kemerahan
(3) Perut pasien terlihat cekung
(4) Wajah pasien tampak seperti orang tua (berkerut)5. Kulit
pasien tampak keriput.
e) Keluhan utama
f) Riwayat kesehatan
(1) Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan
gangguanpertumbuhan (berat badan semakin lama semakin
turun), bengkak padatungkai, sering diare dan keluhan
lain yang menunjukkan terjadinyagangguan kekurangan
gizi.
(2) Riwayat kesehatan dahulu

52
Pasien pernah masuk Rs karena alergi, Meliputi pengkajian
riwayatprenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan
pembedahan yang pernahdialami, alergi, pola kebiasaan,
tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi(lebih, baik, kurang,
buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain.
Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat
pemenuhankebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan
protein dan kalori dalamwaktu relatif lama).
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga,
lingkunganrumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan
anggota keluarga, fungsidan hubungan angota keluarga,
kultur dan kepercayaan, perilaku yangdapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit pasiendan
lain-lain.
g) Pengkajian pola fungsi kesehatan
(1) Pola nutrisi: klien mengalami penurunan nafsu makan dan
mual muntah.
(2) Pola eliminasi: klien biasanya mengalami diare.
(3) Pola aktivitas dan integritas ego: klien biasanya
mengalami gangguan aktifitas karena mengalami
kelemahan tubuh yang disebabkan olehgangguan
metabolism.
(4) Pola istirahat dan tidur: klien sering rewel karena selalu
merasa laparmeskipun sudah diberi makan sehingga sering
terbangun pada malam hari.
(5) Pola higiene: kebersihan diri klien kurang, kulit tampak
kusam, rambutkemerahan.
(6) Pola pernapasan: adanya suara whezzing dan ronkhi akibat
adanya penyakitpenyerta seperti bronkopneumonia.

53
(7) Pola keamanan: klien sangat rentan untuk terjangkit infeksi
karena systemimun yang menurun.
(8) Pola seksualitas: tidak mengalami gangguan
h) Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah
dan komunitas,pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga,
fungsi dan hubungan angota keluarga,kultur dan
kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit pasien dan lain-
lain. Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head
to toe yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran,
tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen,
ekstremitas dan genito-urinaria.
(1) Pengkajian fisik dengan metode head to toe
(a) Keadaan umum klien, meliputi: kesadaran
composmentis: lemah, rewel,kebersihan kurang, berat
badan kurang, tinggi badan, nadi cepat dan lemah,suhu
meningkat, dan pernapasan takipneu
(b) Kepala: lingkar kepala klien biasanya lebih kecil
dari normal, warnarambut kusam.
(c) Muka: tampak seperti wajah orang tua.
(d) Mata: konjungtiva anemis.
(e) Hidung: biasanya terdapat sekret dan terpasang
selang NGT untukmemenuhi intake nutrisi.
(f) Mulut: biasanya terdapat lesi, mukosa bibir kering dan
bibir pecah-pecah.
(g) Leher: biasanya mengalami kaku duduk.
(h) Torax : adanya tarikan dada saat bernapas
(i) Abdomen: perut cekung, terdapat ascites, bising usus
meningkat, suarahipertimpani.

54
(j) Ekstremitas atas: lingkar atas abnormal, akral dingin
dan pucat.
(k) Ektremitas bawah: terjadi edema tungkai.
(l) Kulit : keadaan turgor kulit menurun, kulit keriput,
CRT: > 3 detik, (Capernito,2000).
2) Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang).
b) Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.
c) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
nutrisi/status metabolik.
3) Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan KH Rencana Rasional


Keperawatan Tindakan

1. Gangguan nutrisi Pasien mendapat 1. Dapatkan 1. Riwayat diet untuk


kurang dari nutrisi yang riwayat diet. data klien.
kebutuhan adekuat. Setelah 2. Dorong orang 2. Sebagai support
dilakukan tua atau untuk anak ketika
tubuh
anggota makan.
berhubungan tindakan
keluarga lain 3. Untuk menambah
keperawatan,
dengan intake untuk semangat makan si
diharapkan
makanan tidak menyuapi anak anak.
adekuat (nafsu pasien akan dapat : atau ada disaat 4. Mencegah
makan makan. terjadinya hal - hal
o Meningkatkan
berkurang) masukan oral. 3. Gunakan alat yang tidak

(Wong, 2004), o Nafsu makan makan yang diinginkan,

yang ditandai meningkat. dikenalnya. memberi semangat

o Badan tidak 4. Perawat harus untuk anak.


dengan :
ada saat makan 5. Menggunakan alat
lemah, ceria
DS : Klien untuk makan yang
dan segar.

55
mengeluh badan o BB normal, hb memberikan dikenal oleh anak
lemah, anoreksia, normal. bantuan, akan menambah
lesu, mudah lelah. o Edema hilang. mencegah semangat untuk
o Rambut gangguan dan makan.
DO : Berat badan
distribusi rata, memuji anak 6. Memenuhi
turun, berat badan untuk makan kebutuhan nutrisi
hitam nampak
tidak sesuai mereka. anak.
berminyak.
dengan
o hepar tidak 5. Sajikan makan 7. Mempertahankan
tinggi badan, membesar. sedikit tapi keseimbangan

edema, rambut sering. kebutuhan protein

kering, kusam, 6. Sajikan porsi dan kalori anak.


kecil makanan 8. Memastikan
jarang, putih dan
dan berikan haluran output
mudah dicabut,
setiap porsi sesuai dengan
kulit kering dan
secara intake anak.
bersisik, hepar
terpisah. 9. Memenuhi
membesar, hb
7. Berikan kebutuhan anak
rendah, mata makanan untuk kebutuhan
pucat dan TKTP, tubuhnya.
dilakukan 10. Menambah
cekung.
secara pengetahuan anak
bertahap. dan keluarga.
8. Observasi
intake dan
output.
9. Observasi
TTV.
10. Kolaborasi
dengan tenaga
kesehatan lain
untuk

56
pemberian
vitamin dan
gizi untuk
makanannya.
11. Penyuluhan
kesehatan.

2. Defisik volume Monitor dehidrasi. 1. Monitor TTV 1. Untuk mengetahui


cairan dan tanda TTV dan tanda
Setelah dilakukan
berhubungan dehidrasi. dehidrasi anak.
Tindakan 2. Monitor 2. Untuk mengetahui
dengan diare,
keperawatan, jumlah dan cairan pada anak.
mual, muntah.
diharakan klien tipe masukan 3. Untuk mengetahui
DS : Respon cairan. keseimbangan
akan dapat :
verbal dari klien 3. Ukur kaluaran antara input dan
dan keluarga. o Mukosa bibir
urine dengan output.
lembab.
DO : Klien BAB akurat. 4. Meningkatkan
o Tidak terjadi
4. Dorong nutrisi anak.
sehari > 3kali. peningkatan
keluarga 5. Mempercepat
suhu.
untuk pemulihan volume
o Turgor kulit
membantu cairan yang
baik.
pasien makan. berkurang.
5. Tawarkan 6. Mencegah infeksi.
makanan 7. Mengindentifikasi
ringan. apakah reaksi
6. Atur alergi/reaksi yang
kemungkinan tidak diinginkan.
transfusi.
7. Pelihara IV
line.
8. Monitoe

57
respon klien
dengan
penambahan
cairan
terdapat.

3. Gangguan Tujuan : Tidak 1. Monitor 1. Mencegah


integritas kulit terjadi gangguan kemerahan, terjadinya
berhubungan integritas kulit. pucat, kerusakan pada
dengan gangguan ekskoriasi. kulit.
Kriteria hasil :
nutrisi atau status 2. Dorong 2. Mandi dapat
metabolik. o Kulit tidak mandi 2x menjaga
kering. sehari dan kebersihan kulit.
DS : Keluarga
o Kulit tidak gunakan 3. Massage dapat
klien menyatakan
bersisik. lotion setelah mencegah
klien tidak
o Elastisitas mandi. terjadinya
bergairah dan
normal. 3. Massage kerusakan kulit.
lesu.
kulit. 4. Baring yang
DO : Klien kulit 4. Ubah posisi sering akan

bersisisk, kering. baring pasien mengakibatkan


setiap 2 jam. penekanan pada
kulit.

4) Implementasi

No Diagnosa Keperawatan Implementasi Keperawatan Tanda tangan

1. Gangguan nutrisi kurang dari 1. Mendapatkan riwayat diet.


kebutuhan dari kebutuhan tubuh 2. Mendorong orang tua atau
yang berhubungan dengan intake anggota keluarga lain untuk
makanan tidak adekuat (nafsu menyuapi anak atau ada disaat
makan berkurang).

58
makan.
3. Menerima anak makan dimeja
dalam kelompok dan buat
waktu makan menjadi
menyenangkan.
4. Menggunakan alat makan yang
dikenalnya.
5. Perawat harus ada saat makan
untuk memberikan bantuan,
mencegah gangguan dan
memuji anak untuk makan
mereka.
6. Menyajikan makan sedikit tapi
sering.
7. Menyajikan porsi kecil
makanan dan berikan setiap
porsi secara terpisah.

2. Defisit volume cairan 1. Mendapatkan riwayar TTV.


berhubungan dengan diare, mual, 2. Menghitung input dan output
muntah. anak.
3. Mengukur haluaran keakuratan
urin klien.

3. Gangguan integritas kulit 1. Menggunakan lotion setiap


berhubungan dengan gangguan setelah mandi pada kulit anak.
nutrisi atau status metabolik. 2. Mendorong orang tua dalam
memandikan anak 2x sehari.
3. Mendapatkan massage kulit
secara rutin tiap 2 hari sekali.

5) Evaluasi

59
No Diagnosa Evaluasi Nama dan
Paraf

1. Gangguan nutrisi kurang dari S : Orang tua pasien mengatakan


kebutuhan tubuh berhubungan “sus, anak saya nafsu makan”.
dengan intake makanan tidak O : BB pasien naik.
adekuat (nafsu makan berkurang). A : Tujuan telah tercapai.
P : Intervensi dihentikan.

2. Defisit volume cairan S : Orang tua pasien mengatakan


berhubungan dengan diare, mual, “sus anak saya sudah tidak diare
muntah. lagi”.
O : Mukosa bibir lembab dan
turgor kulit membaik.
A : Tujuan telah tercapai.
P : Intervensi dihentikan.

3. Gangguan integritas kulit S : Orang tua pasien mengatakan


berhubungan dengan gangguan “sus anak saya sudah tidak
nutrisi atau status metabolik. bersisik lagi kulitnya”.
O : Kulit sudah elstic dan tidak
bersisik.
A : Tujuan telah tercapai.
P : Intervensi dihentikan.

4. Kwasiorkor
a. Pengertian
Kata “ kwarshiokor” berasal dari bahas Ghana-Afrka yang berarti
“anak yang kekurangan kasih sayang ibu”

60
Kwashiorkor adalah suatu syndrome klonik yang timbul sebagai akibat
adanya kekurangan proreinyang parah dan pemasukan kalori yang
kurang dari yang dibutuhkan. (Behrman, Richard E. 1994 : 299)
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk maltrunisi protein berat yang
disebabkan oleh intake protein yang inadekuat dengan intake
karbohidrat yang normal atau tinggi.
Jadi Kwashiorkor adalah suatu syndrome klinik yang timbul sebagai
akibat adanya kekurangan protein dengan intake karbohidrat yang
normal atau tinggi dikenal sebagai Malnutrisi Energy Protein (MEP)
dengan beberapa karakteristik berupa edema dan kegagalan
pertumbuhan, depigmentasi, hyperkeratois.
b. Etiologi
Penyebab terjadinya Kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein
yang berlangsung kronis. Factor yang dapat menyebabkan hal tersebut
antara lain:
1) Pola makan
Protein (asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak
untuk tumbuuh dan berkembang. Meskipun intake maknan
mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan
mengandung protein/asam amino yang memadai.bayi yang masih
menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang
doberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein
dari sumber-sumber lain (susu,telur,keju,tahu dll) sangatlah
dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseibangan
nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi Kwashiorkor.
Terutama pada masa peralihan ASI kemakanan pengganti ASI.
2) Factor social
Hidup dinegara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,
keadaan sosialdan politik tidak stabil, ataupun adanya penantang
untung menggunakan makanan tertentu dan sudah berlangsung

61
turun temurun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya
Kwashiorkor.
3) Factor ekonomi
Kemiskinan keluarga / penghasilan yang rendah yang tidak dapat
memenusi kebutuhanberakibat pada keseimbangan nutrisi anak
tidak terpenuhi saat dimana ibunya puntidak dapat mencukupi
kebutuha proteinnya.
4) Factor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP
dan infeksi. Infeksi deraja apapun dapat mempeburuk keadaan
gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupu dalam derajat ringan akan
menurunkan imunitasi tubuh terhadap infeksi. Seperti gejala
malnutrisi protein disebabkakn oleh gangguan penyerapan protein,
misalnya yang pada proteinuria (nefrosis) infeksi saluran
pencernaan serta kegagalan mensinentis protein akibat penyakit
hati yang kronis.
c. Epidemiologi
Kasus ini sering dijumpai di daerah miskin, persediaan makanan yang
terbatas,dan tingkat pendidikan yang rendah. Penyakit ini menjadi
masalah di Negara miskin dan kembang di Afrika, Amerika tengan,
Amerika selatan dan Asia Selatan. Di Negara maju seperti Amerika
serikat Kwashiorkor merupakan kasus yang langka.
d. Patofisiologi
Pada definisi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang
sangat berlebihan karena persediaan energy dapat dipenuhi oleh jumlah
oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah
gangguan metabolic dan perubahan sel yang disebabkan edema dan
perlemakan hati. Karena kurangan protein dalam diet akan terjadi
kekurangan berbagai asam amino dalam serum yang jumlahnya yang
sudah kurang tersebut akan disalurkan kejaringan otot makin
kurangnya asam amino dalam serum Ini akan menyebabkan kurang

62
nya produksi albumin oleh hepar yang kemudia berakibat timbulnya
odeme. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta
liprotein, sehingga transport lemak dari hati tergantung dengan akibat
terjadinya penimbuhan lemak dalam hati.
e. Manifestasi klinis
Tanda atau gejala yang dapat dilihat ada anak dengan malnutrisi
protein berat- Kwashiorkor, antara lain :
1) Wujud Umum
Secara umum penderitaan Kwashiorkor tampak pucat,kurus,atrofi
pada extremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites.
Muka penderitaan ada tanda moon face dari akibar terjadinya
edema.
2) Retardasi Pertumbuhan
Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat
badan, tinggi badan juga kurang disbanding dengan anak sehat.
3) Perubahan Mental
Biasanya penderitaan cengeng, hilang nafsu makan dan rewel.
Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarnnya juga bisa
menurun, dan anak menjadi pasif
4) Edema
Pada sebagian besar penderitaan ditemukan edema baik ringan
maupun berat. Edemanya bersifat piting. Edema terjadi bisa
disebabkan hopoalbuminemia, gangguan dinding kapiler, dan
hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.
5) Kelaianan Rambut
Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenaik
bangunnya(texture), Waupun warnanya. Sangat khas untuk
penderitaan Kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah
tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderitaan Kwashiorkorlanjut,
rambut akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah
warna menjadi putih. Sering bulu mata menjadi panjang.

63
6) Kelainan Kulit
Kulit penderitaan biasanya kering dengan menunjukan garis-garis
kulit yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan
hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Pada sebagian besar
penderitaan ditemukan perubahankulit yang khas untuk penyakit
kwashiorkor, yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan
bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam
ditemukakn pada bagian tubuh yang seringmendapat tekanan.
Terutama bila tekanan itu terus-menerus dan disertai kelembapan
oleh keringat atau ekskreta, seperti pada bokong fosa politea, lutut,
buku kaki, paha, lipat paha, dan sebagiannya. Perubahan ulit
demikian dimulai dengan bercak-bercak menjadi hitam. Pada
suatu saat mengelupas dan memperlihatkan bagian bagian yang
tidak mengandung pigmen, dibatasi oleh tepi yang masih hitam
oleh hiperpigmentasi
7) Kelainan gigi dan tulang
Pada tulang penderitaan Kwashiorkor didapatkan deklasifikasi,
osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan
caries pada gigi penderitaan.
8) Kelainan Hati
Pada biopsy ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsy
hati yang hamper semua sela hati mengandung vakuol lemak
besar. Sering juga ditemukan tanda fibrosisnekrosis, da infiltasi sel
mononkleus. Perlemkana hati terjadi akibat difinisi factor
liprotopik
9) Kelainan darah dan sumsum tulang
Anemia ringan selalu ditemukakn pada penderitaan Kwashiorkor.
Bila disertai penyait lain, terutama infestasi
parasite( ankilostomiasis, amoebiasis) mamkan dapat dijumpai
anemia berat. Animia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrient
yang penting untuk pembentukan darah seperti ferum, vitamin B

64
Kompleks (B12, folat, B6). Kelainan fari pembentukan darah dari
hypoplasia atau aplasia sumsum tulang disebabkan defisiensi
protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein juga menyebabkan
gangguan pembentukan system kekebalan tubuh. Akibanya terjadi
defek umunitas seluler, dan gangguan system komplimen.
10) Kelainan pancreas dan kelenjar lain
Di pancreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis,
lakrimal,salrimal, salivadan usus halus terjadi perlemkan.
11) Kelainan Jantung
Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung
disebabkan hipokalemi dan hipemagnesimia.
12) Kelainan Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia
kadang-kadang demikian hebatnya, sehingga segala pemberian
makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan
sonde lambung. Diare terdapat pada sebagian penderita. Hal in
terjadi Karen 3 masalahutama yaitu berupa infeksi atau infestasi
usus, intoleransi laktosa, dan malabsorsi lemak. Intoleransi laktosa
disebabkan defisiensi lactase. Malabsorbsi lemak terjadi akibat
defisiensi garam empedu konyugasi hati,defisiensi l[ase pancreas,
dan atrofil villi mukosa usus halus.

Gambaran klinik antara marasmus dan Kwashiorkor sebenarnya


berbeda walaupu dapat terjadi bersama sama ( Ngastiyah,1997).
Perbedaan antara marsum dan Kwashiorkor tidak dapat
didefinisikan secara jelas menurut perbedaan kurangnya asupan
makanan tertentu, namun dapat teramati dari gejla yang di tunjukan
penderita.

Marsum Kwashiorkor
 Anak tampak sangat kurus,  Edema diseluruh tubuh,

65
tinggal tulang terbungkus kulit, terutama pada punggung kaki
 Wajah seperti orang tua  Wajah membulat dan sembab
 Cengeng, rewel  Pandangan mata sayuperubahan
 Perut cekung status mental : cengeng, rewel,
 Kulit keriput kadang apatis
 Sering disertai diare kronik atau  Rambut berwarna
sembelit kepirang,kusam, dan mudah
dicabut
 Otot mengecil, teramati
terutama saat berdiri dan duduk
 Bercak merah coklat pada kulit
yang dapat berubah hitam dan
mengelupas
 Menolat segala jenis makanan
(anoreksia)
 Sering diertai anemia, diare,
infeksi

f. Komplikasi
Anak dengan Kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi
dikarenakan lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan kemampuan
potensialnuntuk tumbuh tidak akan pernah dapat tercapai oleh anak
denga riwayat Kwashiorkor bukti secara statisik mengemukakan
bahwa Kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupam ( bayi dan
anak-anak) dapat menurunkan IQ secara permanen.
g. Asuhan Keperawtan Anak dengan Kwashiorkor
1) Pengkajian fisik
Melipiti pengkajian pengkajian komposisi keluargan lingkungan
rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga,
fungsi dan hubungan anggota keluarga, kultur dan kepercayaan,

66
prilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga
tentang penyakit klien dan lain lain.
Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too
yang meliputi : keaadan umum dan status kesadaran, tanda tanda
vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen ekstremitas dan
genito-urinaria.
Focus pengkajian pada anak dengan Kwashiorkor adalah
pengukuran antropometri ( beratbadan, tinggi badan, lingkaran
lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang
mungkin di dapatkan :
a) Penurunan ukuran antropometri
b) Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang
dan mudah di cabut)
c) Gambaran wajah seperti orng tua ( kehilangan lemak pipi),
edema palpebral
d) Tanda tanda gangguan system pernafasan( batuk, sesak,
ronchi, retraksi otot inter costal)
e) Perut tampak bunci, hati terraba membesar, bising usus dapat
meningkat bila terjad diare
f) Edma tungkai
g) Kulit kerin, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy
pavement dermatorsis terutama pada bagian tubuh yang sering
tertekan ( bokong, fosa, popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha
dan lipat paha )
2) Pemeriksaan Penunjang
a) Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan
terutama jenis normositik normokrom karena adanya
gangguan system eritropoesis akibat hypoplasia kronis
sumsum tulang di samping karena asupan zat besi yang
kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbs.

67
Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang
menurun.
b) Pemeriksaaan radielogis juga perlu di lakukan untuk
menemukan adanya kelainan pada paru.
3) Diagnose keperawatan
Diagnose keperawatan yang mungkin dapat ditemukakn pada anak
dengan Kwashiorkor adalah :
a) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh beruhubungan
dengan asupan yang tidak adekuat, anoreksia, dan diare.
b) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan
asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare
c) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan asupan protein yang tidak adekuat
4) Rencana keperawatan
a) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh beruhubungan
dengan asupan yang tidak adekuat, anoreksia, dan diare
(carpenito, 2000 hal. 645-655).
Tujuan : klien akan menunjukan peningkatan setatus gizi.
Kriteria hasil : keluarga klien dapat menjelaskan penyebab
gangguan nutrisi yang di alami klien, kebutuhan nutrisi
pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat
seimbang. Dengan bantuain perawat, keluarga klien dapat
mendemostrasikan pemberian diet ( personde / peroral) sesuai
program dietetic.

Intervensi Intervensi
1. Jelaskan kepada keluarga 1. Meningkatkan pemahaman
tentang penyebab keluarga tentang penyebab
malnutrisi, kebutuhan dan kebutuhan nutrisi
nutrisi pemulihan, untuk pemulihan klien
susunan menu dan sehingga dapat meneruskan

68
pengolahan makanan upaya terapi dietetic yang
sehat seimbang, tunjukan telat d berikan selama
contoh jenis sumber hospitalisasi.
makanan ekonomis sesuai 2. Meningkatkan partisipasi
status social ekonomi kelurga dalam pemenuhan
klien. kebutuhan nutrsi klien
2. Tunjukan cara pemberan mempertegas peran
makanan personde, keluarga dalam upaya
berikesempatan keluarga pemulihan status nutrisi
untuk melakukannya klien.
sndiri. 3. Roborans meningkatkan
3. Laksanakan pemberian napsu makan, proses
roborans sesuai program absorbsi dan memenuhi
terapi. deficit yang menyertai
4. Timbang beratbadan, keaadan malnutrisi.
ukur lingkar atas dan 4. Menilai perkembangan
tebal lipatan kulit setiap masalah klien.
pagi.

b) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan


asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare
(carpenito, 2000 hal. 411-419).
Tujuan : klien akan menunjukan keadaan hidrasi yang
adekuat
kriteria hasil : asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan
ditambah deficit yang tejadi. Tidak ada tanda / gejala
dehidrasi ( TTV dalam batas normal, frekuensi defekasi <
1x/24 jam dengan konsistensi padat atau seni padat).

Intervensi Intervensi

69
1. Lakukan atau observasi 1. Upaya rehidrasi perlu
pemberian cairan per dilakukan untuk mengatasi
infus/ sonde/ oral sesuai masalah kekurangan volume
program rehidrasi. cairan.
2. Jelaskan kepada keluarga 2. Meningkatkan pemahaman
tentang upaya rehidrasi keluarga tentang upaya
dan partisipasi yang rehdrasi dan peran keluarga
diharapkan dari keluarga dalam pelaksanaan terpi
dalam pemeliharaan rehidrasi.
patensi pemberian infus 3. Menilai perkembangan
atau selang sonde. Kajia masalah klien.
perkembangan keadaan 4. Penting untuk menetapkan
dehidrasi klien. program rehidrasi
3. Hitung balans cairan. selanjutnya.

c) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan


dengan asupan protein yang tidak adekuat (carpenito, 2000
hal.448-460).
Tujuan : klien akan mencapai pertumbuhan dan
perkembangan sesuai standar usia.
Kritera hasil : pertumbuhan fisik ( ukuran antropometrik)
sesuai standar usia. Perkembangan motoric, bahasa atau
kognitif dan personal atau social sesuai standar usia.

Intervensi Intervensi
1. Ajarkan kepada orang 1. Meningkatkan pengetahan
tua tentang standar keluarga tentang
pertumbuhan fisik dan keterlambatan pertumbuhan
tugas-tugas dan perkembangan anak.
perkembangan sesuai 2. Diet khusus untuk pemulihan
usia anak. malnutrisi diprogramkan

70
2. Lalukan pemberian secara bertahap sesuai
mkanan atau minuman dengan kebuthan anak dan
sesuai program terapi kemampuan toleransi system
diet pemulihan. perencanaan
3. Lalukan pengukuran 3. Menilai perkembangan
antropo-metrik secara masalah klien.
berkala. 4. Stimulasi diperlukan untuk
4. Lakukan stimulasi mengejar kerterlambatan
tingkat pekembangan perkebangan anak dalam
sesuai dengan usia klien aspek motoric, bahasa atau
5. Lakukan rujukan ke personal/ social.
lembaga pendukung 5. Mempertahankan
stimulasi pertumbuhan kesinambungan program
dam perkembangan stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak dengan
memberdayakan system
pendukung yang ada

71
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nursalam (2008), mengatakan diare pada dasarnya adalah frekuensi
buang air besar yang lebih sering dari biasanya dengan konsistensi yang lebih
encer. Diare merupakan gangguan buang air besar atau BAB ditandai dengan
BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai
dengan darah dan atau lender (Riskesdas, 2013).
Menurut Wong (2008), diare dapat diklasifikasikan, sebagai berikut :
a. Diare akut
b. Diare kronis
c. Diare intraktabel
d. Diare kronis nonspesifik
Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari
penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Setiap orang memerlukan sejumlah
lemak tubuh untuk menyimpan energi, sebagai penyekat panas,
penyerap guncangan dan fungsi lainnya.
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang
terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi
selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan
otot (Dorland, 1998:649).

72
Kwashiorkor adalah suatu syndrome klonik yang timbul sebagai akibat
adanya kekurangan proreinyang parah dan pemasukan kalori yang kurang dari
yang dibutuhkan. (Behrman, Richard E. 1994 : 299)

B. Saran
Sebagai seorang perawat diharapakan kita mampu memahami konsep
penyakit dan asuhan keperawatan diare, obesitas, marasmus/kwashiorkor pada
bayi/anak sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:


Salemba Medika.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS). Jakarta.
Nursalam, Susilaningrum, R.; & Utami, R. 2008. Asuhan keperawatan bayi dan
anak. Jakarta : Salemba Medika
Suharyono. 2008. Diare Akut: Klinik Dan Laboratorik. Jakarta: Rineka Cipta.
Wijoyo, yosef. 2013. Diare Pahami Penyakit dan Obatnya. Yogyakarta: PT
Citra Aji Parama
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2012. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:
Salemba Medika.

73

Anda mungkin juga menyukai