Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi mental sejahtera yang
memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian utuh dari
kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan
manusia. Kesehatan jiwa mempunyai rentang sehat – sakit jiwa yaitu sehat
jiwa, masalah psikososial dan gangguan jiwa ( Keliat et al., 2016).

Gangguan jiwa menurut American Phychiatric Association (APA) merupakan


sindrom atau pola psikologis atau pola perilaku yang penting secara klinis
yang terjadi pada individu dan sindrom itu dihubungkan dengan adanya
distress (misalnya gejala nyeri, menyakitkan) atau disabilitas
(ketidakmampuan pada salah satu bagian dan beberapa fungsi yang penting)
atau disertai dengan peningkatan resiko yang sera bermakna untuk mati, sakit,
ketidakmampuan atau kehilangan kebebasan (APA dalam Prabowo, 2014).
Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan dan gangguan pada fungsi jiwa
yang menyebabkan timbulnya penderitaan pada individu atau hambatan
dalam melaksanakan peran sosial (Keliat et al., 2016).

Menurut WHO (World Health Organisasi) menunjukkan terdapat sekitar 35


juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena Bipolar, 21 juta terkena
Skizofrenia, serta 47,5 juta terkena Demensia.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 di Indonesia didapatkan


prevalensi gangguan jiwa berat atau skizofrenia pada penduduk Indonesia
sebanyak 4,6% (Riskesdas, 2007). Tahun 2013, menunjukkan bahwa
prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia adalah 1,7 per 1000
penduduk atau sekitar 400.000 orang.

Berdasarkan laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 Sumatera


Barat merupakan urutan ketiga dengan gangguan jiwa berat atau skizofrenia
Secara umum klasifikasi gangguan jiwa menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013 dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) gangguan jiwa berat atau
kelompok psikotik dan (2) gangguan jiwa ringan meliputi semua gangguan
mental emosional yang berupa kecemasan, gangguan alam perasaan dan
sebagainya. Sedangkan yang termasuk gangguan jiwa berat salah satunya
yaitu skizofrenia (Yusuf, dkk, 2015).

Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa yang ditandai adanya


penyimpangan dasar dan adanya perbedaan dari pikiran, disertai dengan
adanya ekspresi emosi yang tidak wajar (Sulistyono, dkk, 2013). Gejala
skozofrenia dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu positif meliputi adanya
waham, halusinasi, disorentasi pikiran, bicara dan perilaku yang tidak teratur.
Sedangkan gejala negatif meliputi afek datar, tidak memiliki kemauan,
menarik diri dari masyarakat atau mengisolasi diri.

Isolasi sosial merupakan keadaan dimana seseorang individu mengalami


penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Pasien dengan isolasi sosial mengalami gangguan dalam
berinteraksi dan mengalami perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang
lain, lebih menyukai berdiam diri, dan menghindar dari orang lain. Manusia
merupakan makhluk sosial yang tak lepas dari sebuah keadaan yang bernama
interaksi dan senantiasa melakukan hubungan dan pengaruh timbal balik

Data yang didapat dan survey awal yang dilakukan peneliti pada saat praktek
lapangan keperawatan jiwa di Rumah Sakit Umum Cut Meutia pada tanggal
30-4 januari 2023 didapatkan hasil wawancara dengan klien dan keluarga
klien yang mengalami gangguan jiwa isolasi sosial ditandai dengan klien
banyak diam, tidak mau bicara, menyendiri, tidak mau berinteraksi dengan
orang yang terdekat, klien tampak sedih, ekspresi datar, dan kontak mata
kurang. Peran perawat dalam menangani masalah isolasi sosial ada
dilakukannya standar asuhan keperawatan yang memiliki penerapan srategi
pelaksanaan isolasi sosial seperti membina hubungan saling percaya dan
membantu klien mengenali isolasi sosial,mengajarkan klien berkenalan
dengan 1 orang,mengajarkan klien berkenalan dengan 2 orang,mengajarkan
klien berkenalan dengan 3 orang, tetapi itu dilakukan tidak sering kepada
pasiennya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menerapkan asuhan
keperawatan pada klien dengan Isolasi Sosial di RSUCM

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka dapat diambil suatu
rumusan masalah yaitu“ Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Resiko Isolasi
Sosial di Rumah Sakit Umum Cut Meutia

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan Asuhan Keperawan Jiwa Pada Tn. I dengan
Gangguan Isoas Sosa

2. Tujuan Khusus
a) Mampu mengetahui definisi, tanda dan gejala pada klien dengan resiko
isolasi sosial
b) Mampu melakukan pengkajan pada diagnosa resiko isolasi sosial
c) Mampu mendeskripsikan intervensi asuhan keperawatandengan isolasi
sosial.
d) Mampu mendeskripsikan implementasi asuhan keperawatandengan isolasi
sosial
e) Mampu mendeskripsikan hasil evaluasi asuhan keperawatan dengan isolasi
sosial.

3. Mampu mendeskripsikan hasil dokumentasi asuhan keperawatan dengan


isolasi sosial

D. Manfaat

1. Institusi Pendidikan
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran untuk
pengembangan ilmu dalam asuhan keperawatan pada klien dengan Isolasi
Sosial di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo
Padang tahun 2017.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Isolai Sosial


1. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa tidak diterima dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah keadaan ketika individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain dan
sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak,dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain. ( Keliat,dkk.2009)
Isolasi sosial merupakan pertahanan diri seseorang terhadap orang lain
maupun lingkungan yang menyebabkan kecemasan pada diri sendiri dengan
cara menarik diri secara fisik maupun psikis. Isolasi sosial adalah gangguan
dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu
yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang
lain dan lingkungan. Isolasi sosial merupakan upaya mengindari komunikasi
dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan
(Rusdi,2013).

2. Rentang Respon Sosial

Respon adaptif Respon maladaptive

Solitud Kesepian Manipulasi


Autonom Menarik diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisime
Saling ketergantungan

Gambar 2.1: Rentang respon Isolasi Sosial


Sumber: Ermawati Dalami,2009

Keterangan rentang respon


a) Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan
kuturaldimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal.
Adapun respon adaptif tersebut :
1) Solitude (menyendiri)
Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah
dilakukan dilingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara
mengawasi diri dan menentukan langkah berikutnya.
2) Otonomi
Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan
ide-ide pikiran.
3) Kebersamaan
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu
tersebut mampu untuk memberi dan menerima.
4) Saling ketergantungan
b) Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam hubungan
interpersonal Respon maladiptif adalah respon yang dilakukan individu
dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma
sosial dan kebudayaan suatu tempat.
Karakteristik dari perilaku maladiptif tersebut adalah
1) Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak
berhubungan dengan orang lain untuk mencari ketenangan sementara
2) Manipulasi
Adalah hubungan sosial yang terdapat pada individu yang
menganggap orang lain sebagai objek dan berorientasi pada diri
sendiri atau pada tujuan, bukan berorientasi pada orang lain. Individu
tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
3) Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan
yang dimiliki.
4) Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang
buruk dan cenderung memaksakan kehendak.
5) Narkisisme
Harga diri yang rapuh,secara terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, memiliki sikap egosentris, pencemburu dan
marah jika orang lain tidak mendukung.

3. Perkembangan Hubungan Sosial


Pada dasarnya kemampuan hubungan sosial berkembang sesuai dengan
proses tumbuh kembang individu mulai dari bayi sampai dengan dewasa
lanjut, untuk mngembangkan hubungan sosial yang positif,setiap tugas
perkembangan sepanjang daur kehidupan diharapkan dilalui dengan sukses.

Kemampuan berperan serta dalam proses hubungan diawali dengan


kemampuan tergantung pada masa bayi dan berkembang pada masa dewasa
dengan kemampuan saling tergantung (tergantung dan mandiri), mengenai
tahap perkembangan tersebut akan diuraikan secara rinci setiap tahap
perkembangan.
a) Masa Bayi
Bayi sangat tergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhan
biologis dan psikologisnya. Bayi umumnya menggunakan yang sangat
sederhana dalam menyampaikan akan kebutuhannya, misalnya menangis
untuk semua kebutuhannya. Respon lingkungan (ibu atau pengasuh)
terhadap kebutuhan bayi harus sesuai agar berkembang rasa percaya diri
bayi akan respon atau perilakunya dan rasa percaya bayi terhadap orang
lain. Kegalalan pemenuhan kebutuhan bayi melalui ketergantungan pada
orang lain akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri sendiri dan orang
lain, serta menarik diri.
b) Masa prasekolah
Anak prasekolah mulai memperluas hubungan sosialnya diluar lingkungan
khususnya ibu atau pengasuh. Anak menggunakan kemampuan
berhubungan yang telah dimiliki untuk berhubungan dengan lingkungan
diluar keluarga. Dalam hal ini anak membutuhkan dukungan dan bantuan
dari keluarga khususnya pemberian pengakuan yang positif terhadap
perilaku anak yang adaptif. Hal ini merupakan dasar rasa otonomi yang
berguna untuk mngembangkan kemampuan interdependen.
Kegagalan anak dalam berhubungan dengan lingkungan diseratai respon
keluarga yang negatif akan mengakibatkan anak menjadi tidak mampu
mengontrol diri, tidak mandiri (tergantung), ragu, menarik diri dari
lingkungan, kurang percaya diri, pesimis,takut perilakunya salah.
c) Masa Sekolah
Anak mulai mengenal hubungan yang lebih luas khususnya lingkungan
sekolah pada usia ini anak mulai mngenal bekerja sama, kompetisi,
kompromi. Konflik sering terjadi dengan orang tua karena pembatasan dan
dukungan yang tidak konsisten, teman dengan orang dewasa diluar
keluarga (guru,orang tua,teman) merupakan sumber pendukung yang
penting bagi anak. Kegagalan dalam membaca hubungan dengan teman di
sekolah, kurangnya dukungan guru dari pembatasan serta dukungan yang
tidak konsisten dari orang tua mengakibatkan anak frustasi terhadap
kemampuannya,putus asa,merasa tidak mampu dan menarik diri dari
lingkungan.
d) Masa Remaja
Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dengan teman sebaya
dan sejenis dan umumnya mempunyai sahabat karib. Hubungan dengan
teman sangat tergantung, sedangkan hubungan dengan orang tua mulai
independent. Kegagalan membina hubungan dengan teman dan kurangnya
dukungan orang tua, akan mengakibatkan keraguan akan identitas,
ketidakmampuan mengidentifikasi karir dan rasa percaya diri kurang.
e) Masa Dewasa Muda
Pada usia ini individu mempertaahankan hubungan interdependen dengan
orang tua dan teman sebaya, individu belajar mengambil keputrusan
dengan memperhatkan saran dan pendapat orang lain seperti memilih
pekerjaan, memilih karir,melangsungkan perkawinan.
Kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan,perkawinan
akan mengakibatkan individu menghindari hubungan intim, menjauhi
orang lain, putus asa akan karir.
f) Masa Dewasa Tengah
Individu pada usia dewasa tengah umumnya telah pisah tempat tinggal
dengan orang tua , khusunya individu yang telah menikah. Jika ia telah
menikah maka peran menjadi orang tua dan mempunya hubungan antar
orang dewasa merupakan situasi tempat menguji kemampuan hubungan
interdependen. Individu yang perkembangannya baik akan dapat
mengembangkan hubungan dan dukungan yangbaru.
Kegagalan pisah tempat dengan orang tua, membina hubungan yang baru,
dan mendapatkan dukungan dari orang dewasa lain akan mengakibatkan
perhatian hanya tertuju pada diri sendiri, produktifitas dan kreatifitas
berkurang,perhatian pada oran lain berkurang.

g) Masa Dewasa Lanjut


Pada masa ini individu akan mengalami kehilangan baik itu kehilangan
fungsi fisik, kegiatan, pekerjaan, teman hidup (teman sebaya dan
pasangan),anggota keluarga (kematian orang tua). Indiviidu tetap
memerlukan hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Individu yang
mengalami perkembangan yang baik dapat menerima kehilangan yang
terjadi dalam kehidupannya dan megakui bahwa dukungan orang lain dapat
membantu dalam menghadapi kehilangannya.
Kegagalan individu untuk mnerima kehilangan yan terjadi pada kehidupan
serta menolak bantuan yang disediakan untuk membantu akan
mengakibatkan perilaku menarik diri.

4. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi


Menurut Pusdiklatnakes (2012) kegagalan-kegagalan yang terjadi sepanjang
daur kehidupan dapat mengakibatkan perilaku menarik diri:
a) Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
Adanya faktor herediter yang mengalami gangguan jiwa,adanya
resiko, riwayat penyakit trauma kepala, dan riwayat penggunaan
NAPZA.
2) Faktor Psikologis
Ditemukan pengalaman negatif klien terhadap gambaran diri, tidak
jelasnya atau berlebihnya peran yang dimiliki, kegagalan dalam
mencapai harapan atau cita-cita, krisis identitas dan kurangnya
penghargaan baik dari diri sendiri maupun lingkungan,yang dapat
menyebabkan gangguan dalam berinteraksi dengan orang lain,dan
akhirnya menjadi masalah isolasi sosial.
3) Faktor Sosial Budaya
Pada klien isolasi sosial biasanya ditemukan dari kalangan ekonomi
rendah,riwayat penolakan lingkungan pada usia perkembangan
anak,tingkat penididikan rendah dan kegegalan dalam berhubungan
sosial.

b) Faktor Presipitasi
Biasanya ditemukan riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis,atau
kelaianan struktur otak,kekerasan dalam keluarga,kegagalan dalam hidup,
kemiskinan, atau adanya tuntutan di keluarga atau masyarakat yang sering
tidak sesuai dengan klien,konflik antar masyarakat.
Faktor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh
stress seperti kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
Faktor pencetus dapat dikelompokkan dalam kategori :
1) Faktor sosiokultural.
Stres dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga, dan
berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena
dirawat dirumah sakit.
2) Faktor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi
(Stuart, 2006).
5. Tanda dan gejala
Menurut Pusdiklatnakes (2012) tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai
dari ungkapan klien yang menunjukkan penilaian negatif tentang hubungan
sosial dan didukung dengan data observasi :
a) Data subjektif
Pasien mengungkapkan tentang :
1) Perasaan sepi
2) Perasaan tidak aman
3) Perasaan bosan dan waktu terasa lambat

4) Ketidakmampuan berkonsentrasi
b) Perasan ditolak Data objektif
1) Banyak diam
2) Tidak mau bicara
3) Menyendiri
4) Tidak mau berinteraksi
5) Tampak sedih
6) Kontak mata kurang
7) Muka datar

6. Mekanisme koping
Individu yang mengalami respon sosial maladiptif menggunakan berbagai
mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut
berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik (gall,W Stuart
2006). Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial
antara lain proyeksi, spliting dan merendahkan orang lain, koping yang
berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang spliting, formasi reaksi,
proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan
identifikasi proyektif.

Menurut Gall W. Stuart (2006), sumber koping yaang berhubungan dengan


respon sosial maladaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang
luasan teman, hubungan dengan hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas
untuk mengekspresikan stress interpersonal misalnya kesenian, musik atau
tulisan.
7. Sumber Koping
Contoh sumber koping yang berhungan dengan respon maladaptif menurut
Stuart, (2006) meliputi :
a) Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.
b) Hubungan dengan hewan peliharaan.
c) Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal
(misalkan: kesenian, musik atau tulisan).
8. Komplikasi
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah
laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi
resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri, orang
lain serta lingkungan dan penurunan aktifitas sehingga dapat menyebabkan
defisit perawatan diri (Dalami,2009)

9. Penataklaksanaan.
a. Terapi Medis
Berupa Therapy farmakologi
(1) Clorpromazine (CPZ)
a) Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai
norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi -
fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan dan
perilaku yang aneh atau, tidak terkendali, berdaya berat dalam
fungsi kehidupan sehari -hari, tidak mampu bekerja, hubungan
sosial dan melakukan kegiatan rutin.

b) Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi,


antikolinergik/ parasimpatik,mulut kering, kesulitan dalam miksi,
dan defikasi, hidung tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler
meninggi, gangguan irama jantung),gangguan ekstra piramidal
(distonia akut, akatshia, sindromaparkinson/tremor, bradikinesia
rigiditas), gangguan endokrin, metabolik, hematologik,
agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka panjang.

(2) Haloperidol (HLD)


a) Indikasi : Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita
dalam fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari –hari.
Efek samping : Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan
otonomik (hipotensi, antikolinergik /parasimpatik, mulut
kering, kesulitan miksi dan defikasi, hidung tersumbat, mata
kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung).
(3) Trihexy phenidyl (THP)
a) Indikasi:Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska
ensepalitis dan idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya
reserpin dan fenotiazine.
b) Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan
otonomik (hypertensi, anti kolinergik/ parasimpatik, mulut
kering, hidung tersumbat, mata kabur,gangguan irama jantung).

b. Electro convulsif therapi


Electro convulsif therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan
elektroshock adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energi
shock listrik dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk
terapi pasien gangguan jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri
pada dosis terapinya. ECT pertama kali diperkenalkan oleh 2 orang
neurologist Italia Ugo Cerlitti dan Lucio Bini pada tahun 1930.
Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT setiap
tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu.

ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat


memberi efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya selama 15
detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang
kehilangan kesadarannya dan mengalami rejatan. Tentang mekanisme
pasti dari kerja ECT sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan
dengan memuaskan. Namun beberapa penelitian menunjukkan kalau
ECT dapat meningkatkan kadar serum Brain-Derived Neurotrophic
Faktor (BDNF) pada pasien depresi yang tidak responsif terhadap terapi
farmakologi.
c. Therapy kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan
sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain
yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas
kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan memberi stimulus bagi klien dengan
gangguan interpersonal.
Terapi aktivitas kelompok yang dapat dilakukan untuk pasien dengan
isolasi sosial adalah :
1) Sesi 1 : kemampuan memperkenalkan diri
2) Sesi 2 : kemampuan berkenalan
3) Sesi 3 : kemampuan bercakap-cakap
4) Sesi 4 : kemampuan bercakap-cakap topik tertentu
5) Sesi 5 : kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
6) Sesi 6 : kemampuan bekerjasama
7) Sesi 7 : evaluasi kemampuan sosialisasi

d. Therapy Individu
Menurut Pusdiklatnakes (2012)tindakan keperawatan dengan pendekatan
strategi pelaksanaan (SP) pada pasien dapat dilakukan sebagai berikut :
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada pasien :
Pengkajian Isolasi sosial, dan melatih bercakap-cakap antara pasien dan
keluarga.
(1) Membina hubungan saling percaya
(2) Membantu pasien menyadari masalah isolasi sosial
(3) Melatih bercakap-cakap secara bertahap antara pasien dan anggota
keluarga
b) Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien :
Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 2 orang lain),
latihan bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian.

(1) Mengevaluasi tanda dan gejala isolasi sosial


(2) Memvalidasi kemampuan berkenalan (berapa orang)
(3) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian
(latih 2 kegiatan)
(4) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan 2-3
orang
c) Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien :
Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 4-5 orang),
latihan bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian baru.
(1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
(2) Validasi kemampuan berkenalan (berapa orang) dan bicara saat
melakukan dua kegiatan harian
(3) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan
(4) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian
(latih 2 kegiatan baru)
(5) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan 4-5 orang

d)Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien :


Mengevaluasi kemampuan berinteraksi, melatih cara bicara saat
melakukan kegiatan sosial
(1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
(2) Validasi kemampuan berkenalan (beberapa orang) dan bicara saat
melakukan empat kegiatan harian
(3) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan
(4) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan sosial

e. Therapy Lingkungan
Menurut Rusdi (2013), manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan
sehingga aspek lingkungan harus mendapatkan perhatian khusus dalam
kaitannya untuk menjaga dan memelihara kesehatan manusia.
Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologi seseorang yang
akan berdampak

pada kesembuhan,karena lingkungan tersebut akan memberikan dampak


baik pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang.

B. Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial

1. Deskripsi
Tanggapan atau deskripsi tentang isolasi yaitu suatu keadaan kesepian yang
dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam (towsend, 1998).Seseorang dengan perilaku menarik diri akan
menghindari interaksi dengan orang lain.

2. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap
melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi
pengkajian meliputi :
a) Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama,
tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan
alamat klien.
b) Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak
interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan sehari – hari ,
dependen

3. Faktor predisposisi
Kehilangan,perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak
realistis ,kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial.Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus
dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu
karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba –
tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif
terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.

4. Aspek fisik / biologis


Hasil pengukuran tada vital (TD,Nadi, suhu,Pernapasan,TB,BB) dan keluhan
fisik yang dialami oleh klien.

5. Aspek Psikososial
Genogram yang menggambarkan tiga
generasi Konsep diri
a) Citra tubuh :
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak
menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.
Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh .
Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus
asaan, mengungkapkan ketakutan.
b) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak
mampu mengambil keputusan .
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses
menua , putus sekolah, PHK.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri ,
gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan
kurang percaya diri. Klien mempunyai gangguan/hambatan dalam
melakukan hubunga social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan,
kelempok yang diikuti dalam masyarakat. Keyakinan klien terhadap
Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)

6. Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang
dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.

7. Kebutuhan persiapan pulang.


a) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b) Klien mampuBAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan
WC, membersikan dan merapikan pakaian.
c) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan
diluar rumah
e) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
8. Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada
orang orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri).

9. Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.

10. Mekanisme Koping


Biasanya data yang didapat melalui wawancara pada pasien/keluarga,
bagaimana cara pasien mengendalikan diri ketika menghadapi masalah
koping adaptif dan maladaptif.

11. Masalah Psikososial dan Lingkungan


Biasanya pasien dengan Isolasi Sosial memiliki masalah dengan psikososial
dan lingkungannya, seperti pasien yang tidak dapat berinteraksi dengan
keluarga atau masyarakat karena merasa takut, tidak berguna dll.
12. Daftar Diagnosa Keperawatan
a) Isolasi Sosial
b) Harga diri rendah
c) Halusinasi

Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan


Effect

Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi

ISOLASI SOSIAL Core Problem


Harga Diri Rendah Causa

Gangguan Konsep Diri

Bagan 2.2 Pohon Masalah Isolasi Sosial


C. Rencana Tindakan Asuhan Keperawatan
Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan isolasi sosial pada klien
dan keluarga yaitu :
a. Isolasi sosial
1) Tindakan Keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP) pada
pasien
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada pasien :
Pengkajian Isolasi sosial, dan melatih bercakap-cakap antara pasien dan
keluarga.
(1) Membina hubungan saling percaya
(2) Membantu pasien menyadari masalah isolasi sosial
(3) Melatih bercakap-cakap secara bertahap antara pasien dan
anggota keluarga
b) Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien :
Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 2 orang
lain), latihan bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian.
(1) Mengevaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
(2) Memvalidasi kemampuan berkenalan (berapa orang)
(3) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan
harian (latih 2 kegiatan)
(4) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihanberkenalan 2-3
orang
c) Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien :
Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 4-5 orang),
latihan bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian baru.

(1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial Validasi kemampuan


berkenalan (berapa orang) dan bicara saat melakukan dua kegiatan
harian
(2) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan
(3) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian
(latih 2 kegiatan baru)
(4) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan 4-5 orang
d) Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien :
Mengevaluasi kemampuan berinteraksi, melatih cara bicara saat
melakukan kegiatan sosial
(1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
(2) Validasi kemampuan berkenalan (berapa orang) dan bicara saat
melakukan empat kegiatan harian
(3) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan
(4) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatansocial

2) Tindakan Keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP) pada


keluarga
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada keluarga :
Mengenal masalah dalam merawat pasien isolasi sosial, berkenalan dan
berkomunikasi saat melakukan kegiatan harian.
(1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat klien.
(2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial,
yangdialami klien beserta proses terjadinya.
(3) Memberi kesempatan keluarga untuk memutuskan perawatan
pasien
(4) Menjelaskan cara merawat isolasi sosial dan melatih dua cara
merawat : berkenalan dan melakukan kegiatan harian
b) Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada keluarga :
(1) Latihan merawat : melibatkan pasien dalam kegiatan rumah
tangga sekaligus melatih bicara pada kegiatan tersebut Evaluasi
kemampuan keluarga mengenal gejala isolasi sosial

(2) Validasi kemampuan keluarga melatih pasien berkenalan dan


berbicara saat melakukan kegiatan harian
(3) Beri pujian pada keluarga
(4) Menjelaskan kegiatan rumah tangga yang dapat melibatkan
pasien berbicara (makan, sholat bersama)
(5) Latih cara berbimbing pasien berbicara dan memberi pujian
(6) Anjurkan keluarga membantu pasien melakukan kegiatan
bercakap-cakap sesuai jadwal

c) Strategi pelaksanaan 3 untuk keluarga :


Melatih cara merawat dengan melatih berkomunikasi saat melakukan
kegiatan sosial
(1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala isolasi
sosial
(2) Validasi kemampuan keluarga dalam merawat atau melatih
berkenalan
(3) Berbicara saat melakukan kegiatan harian dan rumah tangga
(4) Menjelaskan cara melatih pasien bercakap-cakap dalam
melakukan kegiatan sosial berbelanja, dan melatih keluarga
mendampingi pasien berbelanja
(5) Menganjurkan keluarga membantu melakukan kegiatan sosial
sesuai jadwal dan berikan pujian
d) Strategi pelaksanaan 4 untuk keluarga :
Melatih keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up
pasien isolasi sosial
(1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala isolasi
sosial
(2) Validasi kemampuan keluarga dalam merawat/melatih pasien
(3) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga
(4) Jelaskan follow up ke pelayanan kesehatan masyarakat, tanda
kambuh, dan rujuk pasien segera Anjurkan keluarga membantu
pasien melakukan kegiatan sesuai jadwal dan berikan pujian

b. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah


1) Tindakan Keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP)
pada pasien
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada pasien :
Pengkajian dan latihan kegiatan pertama
(1) Identifikasi pandangan/penilaian pasien tentang diri sendiri
dan pengaruhnya terhadap hubungan dengan orang lain,
harapan yang telah dan belum tercapai, upaya yang dilakukan
untuk mencapai harapan yang belum terpenuhi
(2) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek
positif paasien ( buat daftar kegiatan)
(3) Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saatini
(pilih dari daftar kegiatan mana kegiatan yang dapat
dilaksanakan)
(4) Buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
(5) Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat
dilakukan saat ini untuk dilatih
(6) Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukan nya)
(7) Masukkan kegiatan yang telahh dilatih pada jadwal kegiatan
untuk latihan

b) Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien :


Latihan kegiatan kedua
(1) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
(2) Validasi kemampuan pasien melakukan kegiatan pertama
yang telah dilatih dan berikan pujian

(3) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama


(4) Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih
(5) Latih kegiatan kedua (alat dan cara)
(6) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kegiatan

c) Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien :


Latiah kegiatan ketiga
(1) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
(2) Validasi kemampuan melakukan kegiatan pertama, dan kedua
yang telah dilatih dan berikan pujian
(3) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama dan kedua
(4) Bantu pasien melih kegitan ketiga yang akan dilatih
(5) Latih kegiatan ketiga (alat dan cara)
(6) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan tiga kegiatan

d) Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien :


Latih kegiatan keempat
(1) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
(2) Validasi kemampuan melakukan kegiatan pertama, kedua dan
ketiga yang telah dilatih dan berikan pujian
(3) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama, kedua dan
ketiga
(4) Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih
(5) Latih kegiatan keempat (alat dan cara)
(6) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan empat kegiatan

2) Tindakan Keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP)


pada keluarga
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada keluarga :
Mengenal masalah harga diri rendah dan latihan cara merawat
melatih kegiatan pertama

(1) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien


harga diri rendah, jelaskan pengertian, tanda dan gejala,
proses terjadinya, dan akibat harga diri rendah
(2) Berikan pujian terhadap semua hal positif yang dimilik
pasien
(3) Latih keluarga memberi tanggung jawab kegiatan yang
dipilih pasien , bimbing memberikan bantuan pada pasien
(4) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
pujian
b) Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada keluarga :
Latihan cara merawat dan membimbing melakukan kegiatan
kedua
(1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala harga
diri rendah
(2) Validasi kemampuan keluarga dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
(3) Evaluasi manfaat yang dirasakan keluarga dalam merawat,
beri pujian, bersama keluarga melatih pasien dalam
melakukan kegiatan kedua yang dipilih pasien
(4) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
pujian

c) Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada keluarga :


Latihan cara merawat dan membimbing melakukan kegiatan
ketiga
(1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala harga
diri rendah
(2) Validasi kemampuan keluarga dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
(3) Evaluasi manfaat yang dirasakan keluarga dalam merawat,
beri pujian, bersama keluarga melatih pasien dalam
melakukan kegiatan ketiga yang dipilih pasien

(4) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan


pujian

d) Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada keluarga :


Latihan cara merawat dan membimbing melakukan kegiatan
keempat
(1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala harga
diri rendah
(2) Validasi kemampuan keluarga dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
(3) Evaluasi manfaat yang dirasakan keluarga dalam merawat,
beri pujian, bersama keluarga melatih pasien dalam
melakukan kegiatan keempat yang dipilih pasien
(4) Jelaskan follow up ke puskesmas, tanda kambuh dan rujukan
(5) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
pujian

c. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi


1) Tindakan Keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP) pada
pasien
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada pasien :
Pengkajian dan mengenal halusinasi
(1) Mengkaji kesadaran pasien akan halusinasi nya dan pengenalan
akan halusinasi
(2) Isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon
pasien, upaya yang telah dilakukan pasien untuk mengontrol
halusinasi
(3) Menjelaskan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik
(4) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik
b) Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien :
Evaluasi tanda dan gejala halusinasi
(1) Validasi kemampuan pasien mengenal halusinasi yang dialami dan
kemampuan pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik dan
berikan pujian
(2) Evaluasi manfaat mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
(3) Latih cara mengontrol halusinasi dengan patuh obat (jelaskan 6
benar : jenis, waktu, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)
(4) Masukkan pada jadwal kagiatan untuk minum obat sesuai jadwal

c) Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien :


Evaluasi gejala halusinasi
(1) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi dengan
menghardik, minum obat dan berikan pujian
(2) Evaluasi manfaat mengontrol halusinasi dengan menghardik,
minum obat sesuai jadwal
(3) Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap saat
terjadi halusinasi
(4) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan

d) Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien :


Melakukan aktivitas sehari-hari
Pada tindakan ke empat ini dapat diulang kegiatan harian. Contohnya
membersihkan kamar :
(1) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi dengan
menghardik, minum obat dan bercakap-cakap, berikan pujian
(2) Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan
harian
(3) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan

2) Tindakan Keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP) pada


keluarga
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada keluarga :
Mengenal masalah dalam merawat pasien halusinasi dan melatih
mengontrol halusinasi pasien dengan menghardik
(1)Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien ,
jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya
(2)Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan melatih cara
menghardik halusinasi
(3)Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
pujian

b) Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada keluarga :


Melatih keluarga merawat pasien halusinasi dengan enam benar
minum obat
(1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala halusinasi
pasien
(2) Merawat pasien dalam mengontrol halusinasi dengan
menghardik, berikan pujian
(3) Jelaskan 6 benar cara memberikan obat
(4) Latih cara memberikan/membimbing minum obat
(5) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal

c) Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada keluarga :


Melatih keluarga merawat pasien halusinasi dengan bercakap-cakap
dan melakukan kegiatan
(1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala halusinasi
pasien dan merawat/melatih pasien menghardik dan memberikan
obat
(2) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga
(3) Jelaskan cara bercak-cakap dan melakukan kegiatan untuk
mengontrol halusinasi
(4) Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan pasien terutama
saat halusinasi
(5) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
d) Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada keluarga :
Melatih keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up
pasien halusinasi
(1)Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala halusinasi
pasien dan merawat/melatih pasien menghardik, memberikan obat
dan bercakap-cakap
(2)Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga
(3)Jelaskan follow up ke pelayanan kesehatan masyarakat, tanda
kambuh dan rujukan
(4)Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahapan ketika perawat mengaplikasikan ke dalam bentuk
intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah di
tetapkan. Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana
tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat ini (Keliat dkk, 2005).
E. Evaluasi
Menurut Rusdi (2013), dokumentasi asuhan keperawatan dilakukan pada setiap
tahap proses keperawatan yang meliputi dokumentasi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi tindakan keperawatan dan evaluasi.
BAB III

TIJAUN KASUS

A. Pengkajian

1. idetittas

Tn.I berumur 26 tahun Klien beragama islam, Tn.I pernah tinggal di dayah
UmmulAyyman Samalanga dan klien hanya tamat SMA, klien belum
menikah, klien adalah anak pertama dari 3 bersaudara.

2. Keluhan Utama

Klien mengamuk, dan berbicara sendiri

3. Alasan Masuk

Tn.I dibawa ke Rumah Sakit Karena klien sempat mengamuk,bicara sendiri

4. Faktor Predisposisi dan Presiposisi

Klien mengalami gangguan jiwa sejak kurang lebih 2 tahun yang lalu klien
sudah pernah dirawat di ruang upip pada tahun 2022 dengan keluhan yang
sama sempat megamuk dan marah-marah, dan klien juga pernah dirawat di
Ruang Neurologi Pada tahun 2021 karena klien kecelakaan, klien
keelakaan waktu libur di dayah, klien mengalami kecelakaan yang
menyebabkan klien harus di rawat di ruang neurologi, Selama mengalami
gangguan jiwa klien selalu sendiri dan tidak banyak bicara, klien selalu
menghabiskan waktu dengan bermain Handphone di kamar. klien selalu
mengataka bahwa dia tidak sakit lagi, dia cuma sakit kepala, klien merasa
orag tuanya terlalu ikut campur dengan masalah klien. klien merasa orang
tuanya tidak pernah mendengarka pedapat klien,

5. Psikososial

a. Genogram

b. Konsep Diri
1) Citra Tubuh

2) Identitas

klien adalah anak pertama dari 3 bersaudara yag sekarg di rawat


di ruang upip Rumah Sakit Cut Meutia

3) Peran

Klien lulus sma di dayah Ummul Ayman Samalanga.

4) Ideal Diri

klien tidak mau kontak mata pada saat diwawancara dan merasa
tidak nyaman jika kalien kontak mata

5) Harga Diri

c. Hubungan sosial

1) Orang yang berarti

Orang tua dan keluarga

2) Hambatan Dalam berhubugan dengan orang lain

d. Spritual

1) Nilai dan keyakinan

klien beragama islam

2) Kegiatan Ibadah

Klie tidak lagi salat selama klien sakit

e. Status Mental

1) Penampilan

penggunaan pakain sesuai memakai baju kaos dan celana kain


panjang

2) Pembicaraan
Lambat

3) Alam perasaan

Klien merasa geram denga keluarga kenapa orang tuanya


membawa dia ke Rumah Sakit.

4) Afek

Datar tidak ada perubahan ekpresi muka

5) Interaksi selama wawancara

6) Persepsi

7) isi pikir

8) Tingkat kesadaran

9) Memori

10) Tingkat konsentrasi

11) Kemampuan penilaian

12) Daya tilik

f. Kebutuhan Pasien pulang

1. Makan

2. BAB/BAK

3. Mandi

4. Berpakain

5. Istirahat dan tidur

6. Penggunaan Obat-Obatan

7. Pemeliharaan Kesehatan

8. Aktifitas di dalam rumah


9. Aktifitas di luar Rumah

B. Diagnosa keperawatan

C. Rencana Keperawatan

D. Implementasi evaluasi

Anda mungkin juga menyukai